Self-Esteem Dalam Konteks Organisasi

Berdasarkan yang telah dilakukan oleh Korman, Pierce, dkk 1989 berteori bahwa segala bentuk kontrol perilaku sistem yang dipaksakan, atau sistem kontrol eksternal, disertai dengan asumsi tentang ketidakmampuan individu dalam self-direct dan self-regulate, salah satu konsekuensi dari sistem yang sangat terstruktur dan dikendalikan cenderung membuat karyawan tidak kompeten dalam organisasi. Karyawan yang memiliki pengalaman dengan tingkat yang lebih tinggi pada self-expression dan kontrol personal, memiliki kecenderung meningkat pada atribut-atribut positif didalam diri karyawan. b. Pesan yang dikirimkan dari orang yang signifikan dalam lingkungan sosial individu. Pengertian self-esteem dalam komponen ini adalah kontruksi sosial yang dibentuk berdasarkan pesan tentang diri individu yang didapatkan dari guru, mentor atau orang-orang yang mengevaluasi kinerja individu. c. Perasaan individu dalam mencapai keberhasilan dan kompetensi yang berasal dari pengalaman lansung dan pribadi. Individu mampu memiliki gambaran positif terhadap diri sendiri ketika mereka memiliki pengalaman akan keberhasilan dalam suatu hal. Pengalaman keberhasilan dalam suatu organisasi akan meningkatkan self-esteem individu, sedangkan pengalaman kegagalan akan memiliki dampak sebaliknya. Individu yang memiliki pengalam berhasil dan memiliki atribut keberhasilan pada diri sendiri akan lebih cenderung mengalami peningkatan dalam self-efficacy, sehingga hal tersebut akan berdampak pada peningkatan self-esteem Gardner Pierce, 2001. 3. Dampak Self-Esteem Dalam Konteks Organisasi Beberapa penelitian menunjukkan, individu yang memiliki Self-esteem tinggi akan memberikan dampak positif baik terhadap kinerja maupun perannya didalam sebuah organisasi. Karyawan dengan skor Self-esteem tinggi memiliki keyakinan bahwa diri mereka dapat dipercaya, dihargai, dan berkontribusi didalam organisasi Pierce, dkk, 1993; Gardner Pierce, 1998. Korman 1966, 1970, 1971, 1976 juga berpendapat seorang karyawan yang memiliki skor self-estem tinggi memiliki rasa puas terhadap kebutuhan mereka melalui perannya didalam organisasi. Carson, dkk 1997 mengatakan bahwa individu dengan skor Self-esteem tinggi mampu menunjukkan orientasi karir yang lebih kuat dan kurang tertarik untuk memperlambat pekerjaannya, dibandingkan dengan individu dengan skor Self-esteem rendah. Individu dengan skor Self-esteem tinggi juga mampu menunjukkan bahwa mereka tidak dipengaruhi oleh perasaan serta tindakan terhadap evaluasi yang negatif dari manajer atau terhadap kondisi kerja yang tidak menyenangkan Brockner, 1983. Individu dengan harga diri yang tinggi akan mengembangkan dan mempertahankan sikap kerja yang menguntungkan, seperti kepuasan kerja, dan akan menunjukkan perilaku produktif pada tingkatan yang lebih tinggi, dikarenakan perilaku merupakan hal yang konsisten terhadap sikap individu yang kompeten Pierce, dkk, 1989. Hollenbeck dan Brief 1987 menyatakan individu dengan self-esteem tinggi akan memiliki tujuan kinerja yang lebih dibandingkan individu dengan self-esteem rendah. Selain itu, beberapa penelitian menunjukkan bahwa Self-esteem memberikan dampak pada aspek-aspek dalam dunia kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Pierce, dkk 1989 dan Hui dan Lee 2000 dapat menunjukkan bahwa Self-esteem memiliki korelasi yang positif terhadap intrinsic motivation. Beberapa penilitian menunjukkan adanya hubungan positif antara Self-estem dengan kepuasan kerja Pierce, dkk, 1989, komitmen Borycki, dkk, 1989; Covin, dkk, 1992; Gardner Pierce, 1998, 2001; Holdnak, dkk, 1990; Lee, 2003; Tang, Kim, dkk, 2000; Van Dyne Pierce, 2004, dan organizational identifacation Bowden, 2000. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa adaptation to organizational change Staehle-Moody, 1998, Citizinship Behavior Tang, dkk, 2000; Chattopadhyay George, 2001; Lee, 2003, dan Performance Carson, dkk, 1997, 1998; Aryee, 2003 memiliki korelasi yang positif terhadap self- esteem dalam konteks organisasi. Sedangkan, Perce dan Gardner 1989 menyebutkan individu dengan self-esteem yang rendah akan mengembangkan dan mempertahankan sikap kerja yang tidak menguntungkan dan perilaku kerja yang tidak produktif, sehingga sikap mereka menunjukkan secara konsisten bahwa mereka memiliki kompetensi rendah.

C. Dewasa Awal

Dewasa awal merupakan masa transisi seorang individu dari remaja menuju masa dewasa. Masa transisi ini membuat individu mengalami berbagai perubahan, baik dari segi fisik, kognitif maupun psikologisnya. Beberapa ilmuan perkembangan berpendapat dimulainya individu masuk dalam masa dewasa awal yaitu masa ketika individu tidak lagi remaja, tetapi belum sepenuhnya dewasa Arnett, 2004 Furstenberg, dkk, 2005. Menurut Hurlock 1999 mengatakan, masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai umur 40 tahun, saat terjadi perubahan-perubahan baik secara fisik maupun psikologis. Sedangkan, terdapat ahli yang mengkategorikan individu masuk kedalam masa dewasa awal dimulai sejak individu umur 20-40 tahun Dariyo, 2003 Pada masa dewasa awal, individu mencapai tahap pencapaian achieving stage pada perkembangan kognitifnya. Individu tidak lagi mendapatkan informasi hanya untuk kepentingan pribadi, tetapi mereka gunakan informasi tersebut untuk mengejar target, seperti karir Schaie Willis, 2000. Selain itu, masa dewasa awal merpakan masa pembentukan kemandirian pribadi, ekonomi serta perkembangan karir, yang dimulai sejak individu berada pada akhir belasan dan berakhir pada usia tigapuluh tahun Santrock, 1995. Mortimer 1996 berpendapat, pendidikan dan pekerjaan merupakan pencapaian yang penting bagi individu di masa dewasa awal. Hal tersebut ditandai dengan mendapatkan pekerjaan paruh waktu yang kurang lebih tetap Santrock, 1995. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Pada masa dewasa awal, individu mulai bertanggung jawab atas kehidupannya dengan bekerja, sehingga mereka akan mandiri secara ekonomi. Santrock 1995 berpendapat individu akan memulai peran dan tanggung jawab yang baru, ketika individu memasuki sebuah pekerjaan. Bekerja mampu menetapkan seseorang secara mendasar Highhouse Schimitt, 2013; Motowidlo Kell, 2013. Dalam kehidupan individu, pekerjaan mampu mempengaruhi secara finansial, tempat tinggal, pertemanan, dan kesehatan Allen, 2013. Sebuah pekerjaan juga mampu mempengaruhi gaya hidup individu, seta menjadi penentu kuat status individu dalam masyarakat Brown, 2002. Suatu pekerjaan yang dilakukan oleh individu tidak hanya akan mengubah kehidupannya secara finansial saja, melainkan juga mengubah tatanan hidup individu didalam masyarakat. Individu akan memilih dan menentukan jenis pekerjaan yang sesuai dengan dirinya. Super 1976 mengatakan, bahwa seseorang akan sangat berperan pokok dalam pemilihan karir mereka. Terkadang, individu akan memilih jenis pekerjaan yang sesuai dengan karakter dan pribadinya. Individu akan membangun karir mereka pada bidang tertentu Santrock, 2014. Bahkan beberapa dari orang dewasa muda akan bekerja pada serangkaian pekerjaan dan banyak bekerja pada pekerjaan yang berjangka pendek Greenhouse, 2013.

D. Dinamika Hubungan Antara Stres Kerja dan Self-Esteem Dalam Konteks Organisasi

Self-esteem memiliki peranan penting dalam kehidupan seorang individu. Hal tersebut dikarenakan Self-esteem merupakan komponen yang bertindak sebagai mediator atau zona penyangga antara diri dan dunia nyata Ziller, dkk, 1969. Hal tersebut menjadikan self-esteem sebagai perantara individu untuk menjalani kehidupan yang lebih bahagia dan produktif Heatherton Wyland, 2003. Menurut Heatherton dan McDavitt 2006, self-esteem dapat mengacu pada diri secara keseluruhan atau pada aspek tertentu dari diri, seperti bagaimana individu merasa tentang posisi mereka dalam lingkungan sosial, kelompok ras atau etnis, ciri-ciri fisik, keterampilan atletik, pekerjaan atau akademik, dan sebagainya. Sedangkan, Coopersmith dalam Heartherton Wyland, 2003 berpendapat bahwa self-esteem merupakan hasil dari evaluasi individu yang berkaitan dengan dirinya sendiri. Hal tersebut dapat berupa sikap persetujuan dan menunjukkan sejauh mana individu percaya dirinya mampu, berharga, berhasil dan penting Heatherton McDavitt, 2006 Individu yang memiliki self-esteem tinggi cenderung lebih bahagia dan sehat secara psikologis Branden, 1994; Taylor Brown, 1988. Hal ini dikarenakan individu memiliki penilaian yang positif terhadap diri mereka sendiri, secara efektif individu mampu mengatasi tantangan serta umpan balik negatif, dan individu memiliki kepercayaan bahwa orang-orang disekitar mampu menghormati dan menghargai keberadaan mereka. Selain itu, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI individu yang memiliki self-esteem tinggi cenderung lebih optimistik, menyukai tantangan karena percaya pada kemampuan mereka, dan memiliki keyakinan terhadap kesuksesan Buss, 2012. Salah satu peranan penting self-esteem bagi individu yaitu dalam bidang organisasi. Penelitian-penelitian self-esteem dalam konteks organisasi menemukan hubungan positif antara self-esteem dan aspek-aspek dalam dunia kerja, seperti: motivasi Hui Lee, 2000, kepuasan kerja Stark dkk, 2000; Ragins dkk, 2000; Riordan dkk, 2001; Van Dyne Pierce, 2004, komitmen Tang, Singer Roberts, 2000; Philips Hall, 2001; Lee, 2003 turnover Vecchio, 2000; Gardner Pierce, 2001; Bowden, 2002, performansi Marion Landais, 2000; Wiesenfeld dkk, 2000; Aryee, 2003, dan citizenship behavior Chattopadhyay George, 2001; Tang dkk, 2002. Menurut Schultz Scultz 2010 self-esteem dalam konteks organisasi merupakan salah satu prediktor yang mampu membedakan individu dalam menghadapi stres kerja. Stres kerja adalah kondisi ketegangan yang memunculkan ketidakseimbangan fisik dan psikis, sehingga mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi individu Rivai, 2010. Stres yang sudah tidak mampu ditangani oleh individu akan menyebabkan gejala negatif pada psikologis, fisiologis dan perilaku individu. Gejala psikologis mengakibatkan individu mudah merasa cemas, tegang, bingung, merasa tidak percaya diri, dan sebagainya. Gejala fisik dapat terlihat dari kesehatan individu, individu yang mengalami stres kerja akan lebih banyak mengeluhkan kesehatan mereka dibandingkan individu dengan stres PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI kerja rendah. Sedangkan, gejala perilaku individu terlihat dari seringnya individu menunda, absen dari pekerjaan atau bahkan menghindar dari pekerjaan mereka. Selain itu, prestasi serta produktivitas individu akan menurun. Ketika individu dengan self-esteem tinggi dihadapkan dengan stressor, maka individu akan lebih efektif dan asertif dalam menghadapi berbagai tuntutan dalam pekerjaan. Mereka memiliki kepercayaan bahwa tuntutan dalam pekerjaan, akan mampu mengasah kemampuan mereka. Mereka juga tidak akan segan-segan untuk bertanya atau meminta pertolongan kepada rekan kerja ketika mereka mengalami kesulitan. Mereka juga mampu untuk mengemukakan pendapat mereka dengan efektif. Karyawan dengan perilaku- perilaku tersebut akan lebih merasa memiliki tuntutan atau beban kerja yang lebih ringan, sehingga mereka akan lebih memiliki stres yang rendah. Sebaliknya, individu yang memiliki self-esteem rendah cenderung menghadapi stressor dengan negatif. Hal ini dikarenakan mereka kurang memiliki rasa percaya diri terhadap kemampuan mereka. Ketika dihadapkan dengan berbagai tuntutan, mereka cenderung pasif dan mudah merasa cemas, sehingga kurang mampu menyelesaikan suatu masalah dengan efektif dan efisien. Mereka juga memiliki kecenderungan untuk menarik diri dalam lingkungan sosial pekerjaan. Selain itu, mereka kurang mampu menyampaikan pandangan atau pendapat terhadap suatu masalah. Perilaku- perilaku tersebut akan membuat karyawan memiliki beban atau tuntutan yang lebih berat, sehingga stres kerja yang dirasakan akan jauh lebih tinggi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI