Latar Belakang Hubungan self-esteem dalam konteks organisasi dan stres kerja pada dewasa awal.
Kompas terhadap 614 responden dari beberapa kota besar di Indonesia yang dilakukan melalui telepon pada tahun 2015 menunjukkan bahwa mayoritas
atau sebanyak 43,5 mengalami stres karena diakibatkan pekerjaan yang menumpuk www.mri-research-ind.com. Fillipo Sarti, CEO, Regus Asia
mengatakan bahwa pekerja yang megalami stres akan membuat seseorang menjadi tidak bahagia dan tidak sehat www.tnol.co.id.
Selain itu, survei nasional di Amerika menyatakan 55 orang dewasa yang stres cenderung kinerja mereka akan menurun American Psychological
Association, 2007. Hasil survei yang dilakukan oleh Canada Life terhadap 1.100 karyawan menunjukkan dampak dari stres yang dialami oleh para
pekerja. Hasil survei tersebut menunjukkan sekitar 22 pekerja mengaku terlalu takut untuk meminta bantuan kepada rekan dan atasannya. Hampir
setengah 48 mengakui bahwa stres berdampak negatif terhadap kehidupan kerja mereka, sehingga mereka memilih untuk cuti dari pekerjaan sebagai
akibatnya dan sekitar 31 pekerja mengaku produktivitas dan konsentrasi mereka menurun www.portalhr.com.
Stres pada pekerja tidak hanya berdampak pada individu saja, melainkan memiliki dampak pada organisasi. Seperti survei yang dilakukan oleh Jamal
2007 pada 630 pekerja di Malaysia dan Pakistan, menemukan bahwa tingkat stres yang tinggi ditempat kerja menyebabkan prestasi kerja yang rendah,
tingginya ketidakhadiran pekerja, dan meningkatnya keinginan untuk keluar dari pekerjaan. Schultz dan Schultz 2010 juga memaparkan bahwa stres
ditempat kerja sangat berharga bagi suatu perusahaan, dikarenakan akan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
berdampak pada produktivitas pekerja yang menurun, motivasi pekerja yang rendah, dan meningkatnya kesalahan dan kecelakaan kerja. Selain itu, stres
pada pekerja memungkinkan terjadinya perilaku kontraproduktif, seperti mencuri, penyalahgunaan narkoba dan alkohol.
Di Indonesia terdapat beberapa penelitian yang berkaitan dengan stres kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Susiyatri 2004 pada 60 karyawan PT.
Java Gloves Perdana menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara stres kerja dan produktivitas karyawan, artinya semakin tinggi stres kerja yang
dialami oleh karyawan, maka semakin rendah produktivitasnya. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Susiyatri, penelitian lain menunjukkan bahwa
stres kerja memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap kinerja karyawan pada PT. BRI Cabang Kebumen, artinya semakin tinggi stres kerja
maka semakin rendah kinerja karyawan Hidayati, Purwanto, Yuwono, 2008.
Luthans 1992, memaparkan bahwa penyebab stres terdiri dari empat hal. Pertama, extra organizational stressor, yang berkaitan diluar bidang pekerjaan,
seperti: perubahan sosialteknologi, keadaan ekonomi dan keuangan, ras dan kelas, keluarga, serta keadaan komunitas atau tempat tinggal. Kedua,
organizational stressor, sumber stres ini berkaitan dengan hal-hal yang berlaku pada sebuah organisasi, seperti: kebijakan, struktur, keadaan fisik dalam
organisasi, dan proses yang terjadi dalam organisasi. Ketiga, group stressor yang berasal dari hubungan interpersonal, seperti dukungan sosial dan konflik
intraindividu. Keempat, individual stressors yaitu sumber dari individu itu sendiri, seperti pola kepribadian, self-efficacy dan daya tahan psikologis.
Hasil survei dari American Psychological Association 2007, menemukan faktor utama penyebab stres pekerja, seperti gaji yang rendah 44,
kurangnya kesempatan untuk berkembang 42, Ketidakpastian dalam bekerja 40, dan waktu bekerja yang panjang 39. Papalia dan Olds
1986, memaparkan beberapa pemicu stres pada individu dewasa dalam
bekerja, yaitu: kurangnya promosi dan naik jabatan, rendahnya gaji, pekerjaan yang monoton, tidak memiliki andil dalam membuat keputusan, beban kerja
yang berat dan overtime, deskripsi pekerjaan yang tidak jelas, memiliki masalah dengan atasan, bos yang tidak mendukung, ketidakmampuan atau
kesengganan untuk mengekspresikan frustasi dan rasa marah, adanya batasan dalam produktifitas, waktu istirahat yang tidak sesuai, dan pelecehan seksual.
Soewondo dalam Waluyo 2013 meneliti 300 karyawan swasta di Jakarta, menemukan hasil bahwa penyebab stres terdiri dari: kondisi dan situasi
pekerjaan, pekerjaan itu sendiri, job requirement, dan hubungan interpersonal. Dari beberapa penyebab stres yang telah dipaparkan, penyebab stres
disebabkan oleh faktor lingkungan, faktor organisasi dan faktor individu. Penyebab stres ditempat kerja perlu mempertimbangkan faktor pribadi
individu yang bisa membuat karyawan rentan terhadap stres. Tidak semua keseluruhan stressor sumber stres pada pekerjaan akan memberi dampak
yang sama pada karyawan. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat stres pada karyawan yaitu faktor kepribadian. Faktor kepribadian memiliki
hubungan terhadap toleransi seseorang pada stres Schultz Schuktz, 2010. Schultz dan Schuktz 2010, memaparkan variabel-variabel yang dapat
menjelaskan perbedaan individu dalam kerentanan seseorang terhadap stres, yaitu: hardiness, the big five factors, self efficacy, locus of control,
organizational-based self-esteem, self control, dan negative affectivity. Harga diri self-esteem didefinisikan sebagai sikap individu tentang
dirinya sendiri, yang melibatkan evaluasi diri bersama dimensi positif dan negatif Baron Byrne, 1991. Coopersmith 1967 mengatakan self-esteem
merupakan evaluasi yang dilakukan oleh individu dan berkaitan dengan dirinya, seperti mengungkapkan sikap persetujuan dan menunjukkan sejauh
mana seorang individu percaya bahwa dirinya mampu, beharga, berhasil dan penting. Pada umumnya self-esteem mengacu pada evaluasi secara positif
secara keseluruhan Gecas, 1982. Koman 1976, menjabarkan harga diri sebagai evaluasi dari nilai
keseluruhan diri dan sejauh mana individu melihat dirinya sendiri sebagai “individu yang mampu memuaskan kebutuhannya”. Self-esteem adalah sikap
tentang diri dan berkaitan dengan kepercayaan seseorang tentang keterampilan, kemampuan, hubungan sosial, dan pengaruhnya dimasa depan Heatherton
Wyland, 2003. Individu yang memiliki self-esteem tinggi akan lebih sehat secara psikologis, karena mampu memandang dirinya lebih positif
dibandingkan individu yang memiliki self-esteem rendah. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Korman 1976 mengungkapkan bahwa sebuah organisasi memainkan secara penuh dalam pembentukan self-esteem pada karyawan, pembentukan
tersebut ditentukan dari sikap dan perilaku dalam konteks organisasi. Hal ini didukung juga oleh pernyataan Pierce, dkk 1989, yang menyatakan bahwa
self-esteem dalam konteks organisasi akan terbentuk, ketika pekerja yang memiliki pengalaman dengan sebuah organisasi,
yang akan juga
mempengaruhi perilaku-perilaku dan sikap yang berhubungan dengan organisasi.
Penemuan empiris menunjukkan bahwa self-esteem dalam konteks organisasi berhubungan dengan meningkatnya kenyamanan seseorang dan
mendukung komitmen yang berkelanjutan selama dalam perubahan yang radikal Hui Lee, 2000. Self-esteem dalam konteks organisasi juga
merupakan kunci dari munculnya kepuasan dalam bekerja, komitmen organisasi, kinerja, dan organizational citizinship Pierce, dkk., 1989, 1993,
1998. Hal tersebut mampu memberikan bukti bahwa keberadaan self-esteem dalam sebuah organiasi sangat berperan penting dalam kesuksesan sebuah
organisasi. Self-esteem mampu memotivasi seseorang dengan persepsi bahwa dirinya
positif. Karyawan yang memiliki self-esteem tinggi mempunyai perasaan yang kuat terhadap self-efficacy Bandura, dalam Pierce, dkk 1989. Hal ini
cenderung membuat seseorang memiliki harapan yang kuat bahwa mereka dapat melakukan perilaku yang dibutuhkan dalam mencapai prestasi pada
pekerjaan Pierce, dkk 1989. Beberapa penelitian telah menunjukkan asosiasi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang positif antara self-esteem dan kepuasan hidup secara umum Diener, dalam Kenning Hill, 2012, popularitas atau integrasi sosial Demo, dkk,
dalam Kenning Hill, 2012, dan asosiasi negatif antara self-esteem terhadap alkohol atau narkoba Dielman, dalam Kenning Hill, 2012.
Menurut Korman 1976, menyatakan seseorang yang memiliki skor tinggi pada self-esteem dalam konteks organisasi cenderung merasa puas akan
kebutuhannya melalui perannya dalam sebuah organisasi. Pekerja juga percaya bahwa diri mereka dapat dipercaya, bernilai, dan dapat berkontribusi sebagai
anggota dalam sebuah organisasi Pierce, Gardner, Dunham, Cummings, 1989. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa seorang pekerja yang
memiliki skor tinggi pada self-esteem dalam konteks organisasi lebih memiliki motivasi yang besar dalam bekerja Pierce, dkk., 1989, memiliki motivasi
intrinsic Hui Lee, 2000, dan memiliki kinerja tinggi dalam mencapai kesuksesan Van Dyne Pierce, 2003. Carson, Carson, Lanford Roe
1997 menyatakan bahwa individu dengan self-esteem tinggi akan memiliki orientasi karir yang lebih besar dan cenderung tidak memperlambat dalam
menyelesaikan pekerjaan mereka. Selain itu, individu dengan self-esteem tinggi akan lebih mampu menghormati diri sendiri, memiliki rasa kebanggan
terhadap diri sendiri, memiliki kemampuan dalam penerimaan diri dan lebih menyukai diri sendiri, sehingga hal tersebut akan cenderung membuat tingkat
stres kerja mereka jauh lebih rendah Bernard, 1991. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti ingin meneliti lebih lanjut mengenai hubungan self-esteem dalam konteks organisasi dan stres kerja pada
dewasa awal.