Analisis Budaya OrganisasiDan Kepuasaan Kerja Dampaknya Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Telkom Drive III Bandung
IT’S IMPACT ON THE PERFORMANCE OF EMPLOYEES AT TELKOM DIVRE III BANDUNG
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Sidang Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Manajemen
Oleh :
RENHAT ANDHIKA SIHOTANG 21205132
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
(2)
v
Telkom Divre III Bandung”, dibawah bimbingan : Lita Wulantika, S.E., M.Si
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk : 1) mengetahui Budaya Organisasi pada PT. Telkom Divre III Bandung, 2) mengetahui Kepuasan kerja Karyawan pada PT. Telkom Divre III Bandung, 3) mengetahui Kinerja karyawan pada PT. Telkom Divre III Bandung, dan 4) mengetahui analisis Budaya Organisasi dan Kepuasan kerja dampaknya terhadap Kinerja karyawan pada PT. Telkom Divre III Bandung baik secara simultan maupun parsial.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, sifat penelitiannya deskriptif dan verifikatif dengan pendekatan kuantitatif. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 100 karyawan dari jumlah populasi 878 Karyawan, diambil dengan teknik sampel random sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi, kuesioner, dan dokumentasi. Pengolahan data yang digunakan adalah analisis statistik yaitu menggunakan analisis regresi linier berganda, korelasi, koefisien determinasi dan dibantu dengan alat program
Microsoft Office Excel 2007 dan SPSS 19.0 for Windows.
Hasil penelitian secara kualitatif menunjukkan Budaya Organisasi dan Kepuasan kerja sudah baik, begitu pula dengan Kinerja karyawan sudah baik walau ada 2 indikator yang relatif cukup dan rendah, dan hasil penelitian secara kuantitatif menunjukkan besarnya pengaruh Budaya Organisasi dan Kepuasan kerja secara simultan meningkatkan kinerja karyawan dengan regresi diperoleh garis persamaan regresi yaitu Y=-7,803+0,515X1+0,790X2 dan nilai korelasi yang
didapat sebesar 0,726 yang menunjukan bahwa variabel tersebut kuat dan searah. Koefisiaen determinasi (kd) menghasilkan nilai 52,7% yang menunjukan bahwa budaya organisasi dan kepuasan kerja mempengaruhi kinerja karyawan sebesar 52,7% sedangkan sisanya 47,3% dipengaruhi oleh faktor lain.
(3)
iv M.Si
This research was conducted with the aim to: 1) know the Cultural Organization of PT. Telkom Bandung Divre III, 2) knowing Employee Job satisfaction on PT. Telkom Bandung Divre III, 3) know the performance of employees at PT. Telkom Divre III Bandung, and 4) know the analysis of job satisfaction Organizational Culture and its impact on employee performance at PT. Telkom Bandung Divre III either simultaneously or partial.
The method used in this study is to survey methods, properties and verifikatif descriptive research with quantitative approach. The sample in this study amounted to 100 employees of the total population of 878 employees, taken with the sample random sampling technique. The technique of collecting data using interviews, observation, questionnaires, and documentation. Processing the data used is the statistical analysis using multiple linear regression analysis, correlation, coeficient of determination and assisted with the tools Microsoft Office Excel 2007 and SPSS 19.0 for Windows.
The results qualitatively indicate Organizational Culture and Job satisfaction was good, as well as employee performance has been good although there are two indicators of a relatively adequate and low, and results in quantitative research shows the magnitude of the influence of Organizational Culture and Job satisfaction simultaneously improve employee performance with regression obtained regression line equation is Y =- 7.803 +0.515 X1 +0.790 X2 and the correlation value obtained for 0.726 which indicates that the variable is strong and unidirectional. coefisient determination (Kd) value 52.7% which indicates that organizational culture affects job satisfaction and employee performance by 52.7% while the remaining 47.3% are influenced by other factors.
Keywords: Organizational Culture, Job Satisfaction and Employee Performance
(4)
vi
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, yang telah melimpahkan rahmat dan berkat-Nya kepada kita semua.
Detik menit yang seiring berjalan, hari kehari yang silih berganti, ungkap hati penuh syukur kepada Tuhan Allah atas izin dan kehendak-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi ini dengan judul “Analisis Budaya Organisasi dan Kepuasan Kerja dampaknya terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Telkom Divre III Bandung” dapat terselesaikan pada waktu yang telah ditentukan walaupun masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi di Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM). Dalam proses penyusunan Skripsi ini tidak sedikit hambatan, halangan serta kesulitan yang penulis hadapi, hal ini disebabkan keterbatasan kemampuan penulis dan keterbatasan waktu, mulai dari penyebaran kuesioner, pengumpulan data sampai pada saat penyusunan hasil penelitian.
Dalam hal ini penulis menyadari bahwa tanpa adanya, pengarahan, bimbingan, dan dorongan yang didapatkan dari berbagai pihak, maka penyusunan Skripsi ini, tidak akan terwujud. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
(5)
vii
Universitas Komputer Indonesia dan Dosen Penguji 1 sidang Skripsi, terimakasih banyak yang telah memberikan masukan kepada penulis..
3. Linna Ismawati, S.E., M.Si., selaku Ketua Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia.
4. Lita Wulantika, S.E., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Skripsi/Dosen Penguji 3 sidang Skripsi di Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia. Terimakasih yang berkenan memberikan bimbingan, membina, dan mengarahkan penulis sehingga Skripsi ini dapat terselesaikan. 5. Raeny Dwisanty, S.E., M.Si., selaku Dosen Penguji 2 sidang Skripsi,
terimakasih banyak yang telah memberikan masukan kepada penulis.
6. Bapak/Ibu Dosen & Staf Sekretariat Program Studi Manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia.
7. Mikhail Meoko, S.T. dan Ir. Muaratua Sihotang, selaku Pembimbing di Perusahaan PT. Telkom Divre III Bandung.
8. Bapak/Ibu/Sdr/Sdri seluruh karyawan Perusahaan PT. Telkom Divre III Bandung, atas dukungan dan bantuannya dalam melaksanakan penelitian ini. 9. Bapak dan Ibu tercinta di Medan, terima kasih untuk do’a serta dukungan
moril, materilnya dan segalanya, sehingga skripsi ini dapat selesai, semoga Tuhan Yesus Kristus selalu melindungi dan melimpahkan anugerah-Nya kepada mereka.
(6)
viii
Sidabukke, Yuda Bayu Girana, M. Yanuar Rezkian Noor, Robi D. Sitepu, Adi Budianto, Jefri Gunawan Saputra, Asngat Wijat Miko, Yeri Ferliansyah, Jerikho Harari Pahutar, Syarif Mulyana, Sarahwati Yuniar, Nurhayati Suprihatin, Anggi Dwi Septiana, Deti Rismayanti, Nurhayati.
12.Teman-teman kelas Manajemen-2 (2007), Manajemen-1 (2007), Manajemen (Bisnis 2006), dan Kelas Karyawan, Natael Ariyanto.
13.Rangga Prayoga Disastra yang telah membantu saya dalam berpakaian rapi pada sidang Skripsi, sidang Usulan Penelitian dan mendukung saya dalam penulisan Skripsi ini, Terimakasih banyak.
14.Kekasih saya yang bernama Veronica Kurnelia Retno Kurnianingsih yang telah membantu dan mendukung saya dalam Doanya setiap hari, Terimakasih banyak dan,
15.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu terimakasih banyak.
Tuhan Yesus Kristus Memberkati atas semua yang telah Mereka berikan, Amin.
(7)
ix
dari skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya bagi mereka yang menggunakannya.
Terimakasih, Tuhan Yesus Memberkati Kita semua.
Bandung, Agusutus 2011 Penulis,
Renhat Andhika.S. NIM. 21205132
(8)
1 1.1 Latar Belakang Penelitian
Dewasa ini persaingan yang kompetitif, keadaan perekonomian yang fluktuatif dan teknologi informasi yang berkembang dengan pesat dimana perkembangan teknologi digital dengan percepatan akses yang sedemikian besar telah menyumbangkan pada upaya percepatan kemajuan dibidang teknologi
automated teller machine, electronic commerce, electronic fund transfer at the poin of scale, email, sms, fixed wireless, mobile service, dan network & interkoneksi dan berbagai fitur layanan lainnya. Persaingan ini dipertajam pula oleh cepatnya pergeseran tuntutan pelanggan. Dalam kondisi ini, setiap perusahaan yang dituntut untuk dapat mencari keunggulan bersaing dalam memenangkan persaingan.
Menghadapi persaingan bisnis yang semakin kompleks dan perubahan lingkungan eksternal yang semakin cepat, organisasi dituntut untuk tetap adaptif. Organisasi yang adaptif terhadap lingkungan eksternal, juga dituntut untuk mengelola lingkungan internalnya agar melahirkan inovasi yang bernilai tinggi. Hal ini akan terwujud jika organisasi mempunyai nilai-nilai budaya yang kondusif agar seluruh SDM yang ada mau berkontribusi secara optimal terhadap perusahaan.
Perusahaan yang handal biasanya memiliki keuntungan,mampu bertahan dan dapat memenangkan persaingan bisnis dalam berorganisasi. Organisasi harus
(9)
dapat merespon perubahan lingkungan agar dapat mencegah ancaman yang terjadi dari lingkungan eksternalnya, sehingga budaya organisasi tersebut dapat memadai dari segi kuantitas dan kualitas yang ada.
Budaya organisasi merupakan kebiasaan-kebiasaan yang terjadi dalam hirarki organisasi yang mewakili norma-norma perilaku yang diikuti oleh para anggota organisasi. Budaya yang produktif adalah budaya yang dapat menjadikan organisasi menjadi kuat dan tujuan perusahaan dapat terakomodasi.
Budaya organisasi merupakan faktor yang sangat penting dalam meningkatkan efektivitas organisasi dan juga dapat menjadi instrumen keunggulan kompetitif yang utama, ketika budaya organisasi mendukung strategi organisasi sehingga dapat menjawab dan mengatasi tantangan lingkungan dengan cepat dan tepat. Maka setiap organisasi perlu mengembangkan strategi agar para karyawan selalu bersemangat dalam bekerja, termotivasi, dan adanya kepuasan kerja, sehingga senantiasa menghasilkan kinerja dan prestasi yang tinggi dalam melaksanakan tugasnya.
Begitu pula organisasi harus fleksibel terhadap perubahan disekitarnya, karena fleksibelitas memungkinkan organisasi untuk lebih adaptif dan inovatif. Organisasi yang adaptif terhadap lingkungan eksternal, juga dituntut untuk mengelola lingkungan internalnya agar melahirkan inovasi yang bernilai tinggi. Hal ini akan terwujud jika organisasi mempunyai nilai-nilai budaya yang kondusif agar seluruh SDM yang ada mau berkontribusi secara optimal. Karena kegagalan dalam merespon lingkungan akan mengakibatkan tidak tercapainya tujuan, bahkan kehancuran organisasi (Druckman, Jerome E, 1997:1).
(10)
Meskipun keseluruhan PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk , telah merubah semua sistem aturan transformasi budayanya dari Telkom way 135 ke Telkom’s 5C, hal itu juga tidak membuat banyak perubahan besar terhadap kinerja yang ada pada beberapa Divisi Regional PT.Telekomunikasi Indonesia, Tbk, terutama pada PT. Telkom Divre III Bandung.
Pada dasarnya, Telkom’s 5C merupakan upgrade dari Telkom way 135, pada Telkom way 135, mempunyai 3 nilai : Customer Values, Service excellence, dan competent people. Sementara pada Telkom’s 5C ,mempunyai nilai-nilai budaya seperti :
1. Commitment to long term, merupakan upgrade dari Customer values, dimana aspek kompetitif secara berkelanjutan dalam jangka panjang mendapat penekanan.
2. Customer first, merupakan upgrade dari “Service Excellence” di mana aspek memahami customer secara mendalam mendapat penekanan.
3. Caring meritocracy, merupakan upgrade dari “Competent People” di mana aspek peduli pada yang lain dan imbalan yang sepatutnya mendapat penekanan.
4. Co-creation of win-win partnership, merupakan jawaban atas tuntutan baru dalam bisnis TIME di pasar regional, di mana kita memerlukan hubungan baik dengan para mitra untuk menjadi yang terdepan.
(11)
5. Collaborative innovation, merupakan upgrade dari budaya inovatif internal kita agar kita bisa semakin inovatif dengan sharing sumber daya dan ide antar sesame kita di dalam Telkom Group, para mitra dan
customer.
5 uraian di atas dapat diketahui bahwa perusahaan-perusahaan yang saling bersaing di dunia indutri sedang melakukan perubahan-perubahan,meliputi perubahan struktur organisasi, strategi perusahaan, dan peningkatan sumber daya manusianya. PT Telkom melakukan perubahan demi kelangsungan perusahaan termasuk peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki. Perusahaan menginginkan karyawan yang berkualitas dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap perusahaan, sehingga PT Telkom menerapkan etika bisnis dalam perusahaan yang mengacu pada standar komitmen dan membentuk sebuah budaya baru yang diharapkan sesuai dan dapat dipersepsikan secara positif oleh karyawannya. Budaya perusahaan yang dibentuk berisikan nilai-nilai dan tujuan perusahaan baru yang diharapkan dapat diresapi oleh karyawan dan menjadi pedoman dalam bekerja.
PT. Telkom Divre III Bandung dipilih sebagai obyek penelitian, dan perusahaan ini bergerak di bidang jasa layanan komunikasi. Permasalahan yang terjadi dilapangan sebelum Budaya Organisasi telah bertranformasi ke Telkom 5’C berdasarkan informasi yang diberikan oleh Human Resource Representative Office (HR RO) PT. Telkom Divre III Bandung menyatakan bahwa masalah-masalah yang dihadapi sebelumnya adalah :
(12)
1. Masalah-masalah eksternal yang banyak berpengaruh terhadap budaya organisasi adalah persaingan, pelanggan, penguasaan pasar, perarturan pemerintah, dan pengaruh perubahan teknologi.
2. Masalah-masalah internal yang berpengaruh terhadap budaya organisasi antara lain tingkat agresifitas karyawan PT. Telkom Divre III Bandung cenderung masih rendah karena masih ada unit kerja kurang dalam mendorong karyawan untuk selalu unggul dari unit kerja yang lain, kurang berupaya untuk menciptakan kondisi kerja dengan daya saing (kompetisi) yang tinggi dikalangan karyawan, perilaku yang kurang kreatif dan inovatif, karena untuk memulai suatu pekerjaan diperlukan instruksi atasan. Padahal persaingan yang ketat dalam bidang jasa sangat mempengaruhi inovasi dan kreatifitas karyawan. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat agresifitas karyawan PT. Telkom Divre III Bandung cenderung masih rendah, begitu juga dengan kepuasan kerja yang dimiliki setiap para karyawan PT. Telkom Divre III Bandung kurang, karena kurangnya rangsangan atau dorongan semangat bekerja dari atasan masing-masing ataupun beberapa rekan sekerja yang ada, sehingga hal ini akan berpengaruh pada tingkat kinerja karyawan secara keseluruhan. Hal yang menjadi indikasi bahwa masalah budaya organisasi berdampak pada perilaku kerja dan kinerja karyawan di PT. Telkom Divre III Bandung. Dimana perkembangan jumlah karyawan dari tahun ke tahun terjadi pengurangan. Hal ini disebabkan budaya kompetitif yang berorientasi pada hasil,tanpa mempertimbangkan kesiapan dan persiapan kemampuan karyawan, kemudian
(13)
kepuasan kerja setiap individu atau karyawan yang tidak terpenuhi karena pekerjaan itu sendiri,pembayaran, serta interaksi sosial terhadap rekan bekerja sehingga dampak akibatnya, karyawan tidak termotivasi untuk meningkatkan kinerja.
PT. Telkom Divre III Bandung menyadari hal tersebut sebelumnya. Oleh karena itu berbagai langkah telah dipersiapkan termasuk dalam bidang organisasi dan sumber daya manusia (SDM) dan analisis terhadap kekuatan dan kelemahan perusahaan yang didasarkan pada kondisi internal dan eksternal perusahaan, dengan tujuannya untuk menemukan strategi yang tepat agar perusahaan dapat terus mempertahankan kelangsungan hidupnya melalui penguatan nilai-nilai yang telah dirumuskan dalam budaya organisasi.
Budaya yang tepat bagi sebuah organisasi adalah “there is no one best corporate culture. An optimal culture is one that best supports the mission and strategy of the company of which it is a part. This is means that, like structure and staffing, corporate culture should support the strategy”. Budaya organisasi dapat menjadi pendukung yang sangat berarti bagi tercapainya tujuan perusahaan apabila budaya tersebut sesuai dengan visi dan misi serta strategi perusahaan, (Wheelen & Hunger, 2002:226). Budaya yang berlaku dalam organisasi disebut dengan budaya organisasional yang mempunyai nilai-nilai, norma-norma, dan prinsip-prinsip bisnis yang dimiliki dan diyakini dengan kuat oleh para anggota organisasi serta dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga nilai-nilai tersebut akan mampu meningkatkan pembentukan ide-ide baru dan membantu penerapannya pada berbagai pendekatan baru, (Luthans, 2002:120).
(14)
Masalah internal lainnya yang dihadapi PT. Telkom Divre III Bandung adalah kepuasan kerja karyawan. Kepuasan kerja merupakan hal penting yang dimiliki oleh setiap orang dalam bekerja, dimana tingkat kepuasan kerja secara individu berbeda-beda. Perbedaan ini disebabkan karena tiap-tiap individu memiliki perbedaan, baik dalam nilai yang dianutnya, sikap, perilaku, maupun motivasi untuk bekerja. Dengan tingkat kepuasan yang tinggi mereka akan bekerja dengan sungguh-sungguh sehingga tujuan organisasi dapat tercapai dengan baik. Sebaliknya ketidakpuasan akan menurunkan kinerja karyawan.
Pendapat Brayfield dan Crockett, 1997:49 bahwa tingkat kepuasan kerja akan mempengaruhi kinerja karyawan dalam menjalankan tugas. Yang menyebabkan kepuasan kerja yang relatif rendah dari karyawan PT. Telkom Divre III Bandung adalah mutasi yang dilakukan banyak dimodifikasi sehingga merugikan karyawan, kesempatan promosi untuk menduduki jabatan atau kenaikan tingkat (grade) sulit, tuntutan karyawan dan hak-hak kesehjahteraan karyawan ditiadakan.
Munculnya permasalahan diatas berpengaruh pada kinerja karyawan. Kinerja pada dasarnya menunjukkan hasil yang telah dicapai atau dilakukan oleh seorang karyawan. Berhasil atau tidaknya karyawan di dalam melaksanakan pekerjaan yang diberikan oleh perusahaan dapat memperlihatkan bagaimana kinerja mereka, menurut Bernadin & Rusel, 1998:239. Pencapaian kinerja yang baik dapat diperoleh melalui kekuatan sumber daya manusianya. Untuk mengukur kinerja karyawan maka perlu dilakukan penilaian kinerja.
(15)
Penilaian kinerja menjadi alat penting untuk mengelola dan memperbaiki kinerja karyawan, membuat keputusan dan mempertinggi kualitas produksi dan jasa perusahaan secara keseluruhan, menurut Bernadin & Rusel, 1998. Sedangkan pencapaian kinerja merupakan hasil pengukuran baik secara kuantitas maupun kualitas atas kemampuan alamiah, keahlian dan kemajuan individu antara kelompok kerja dalam organisasi, menurut wood et al, 2001:114.
Menyangkut penilaian kinerja karyawan PT. Telkom Divre III Bandung yaitu dengan menggunakan kompetensi accessment tool, melalui accessment online dimana penilaian dilakukan oleh masing-masing secara langsung yang melibatkan pegawai yang bersangkutan, atasan langsung, rekan sekerja, dan bawahan serta dokumen nilai kinerja individu (NKI), pemanfaatan accessment center juga dilakukan untuk mengetahui potensi seorang pegawai dalam hal penempatan jabatan dan promosi. Accessment online tersebut merupakan aplikasi yg digunakan PT. Telkom Divre III Bandung untuk database karyawan yang ada.
Sumber data yang diterima dari PT. Telkom Divre III Bandung pada periode 2007-2009 yang berupa nilai hasil kerja sehari-hari dan diukur setiap tahun yang disebut Nilai Kerja Individu (NKI). Maksud dari Nilai Kinerja Individu karyawan (NKI) berupa pernyataan atas suatu kinerja karyawan dalam kurun waktu tertentu yang dinyatakan dalam batas nilai prestasi, P1 adalah kinerja istimewa, P2 adalah kinerja baik sekali, P3 adalah kinerja baik, P4 adalah kurang memuaskan, dan P5 adalah kinerja buruk. Seperti terlihat pada tabel dibawah ini.
(16)
Tabel 1.1 REKAP NKI
PT.TELKOM DIVRE III BANDUNG TAHUN 2007-2009
TAHUN 2007 2008 2009
P1 0.00% 0.10% 0.11%
P2 6.63% 8.19% 10.02%
P3 92.38% 85.30% 82.35%
P4 0.75% 6.41% 7.52%
P5 0.25% 0.00% 0.00%
Sumber : HR RO PT.Telkom Divre III Bandung
Persentase kinerja secara umum, terlihat bahwa kinerja karyawan dari tahun 2007-2009 cenderung mengalami penurunan, kondisi ini terlihat dari P3 yang merupakan kinerja kategori baik dari tahun 2007 sampai 2009 mengalami penurunan dan P4 yang merupakan kategori kinerja karyawan kurang memuaskan dari tahun 2007 sampai 2009 mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan adanya kinerja karyawan yang belum optimal. Belum optimalnya tingkat kinerja yang dicapai PT. Telkom Divre III Bandung saat ini tidak terlepas dari permasalahan yang terjadi, diantaranya adalah target pendapatan yang belum mencapai 100%. Tidak tercapainya target pendapatan tersebut antara lain disebabkan banyak terjadi kerusakan telepon umum, kelebihan dalam memproduksi pulsa, dan ketidaktepatan waktu dalam melayani pelanggan (konsumen), sedangkan penyebab secara eksternal karena hadirnya pesaing-pesaing dalam usaha yang sama dan faktor kemampuan ekonomi konsumen.
(17)
Tetapi setelah memasuki tahun 2010 sampai tahun 2011 sekarang yang telah peneliti dapat dari survey wawancara dan pengedaran kuesioner terhadap beberapa karyawan PT. Telkom Divre III Bandung dan Beberapa Manajer Divisi PT. Telkom Divre III Bandung, Budaya Organisasi yang telah bertransformasi ke Telkom 5’C setiap periodenya memiliki efek yang berpengaruh baik terhadap semua aspek aspek yang mencakup terhadap kinerja karyawannya yang ada, begitu juga dengan kepuasan kerja yang dilandasi dengan Budaya Organisasi yang telah dibentuk dengan baik dalam Transformasi terbaru setiap periodenya yang memberikan efek besar dan bagus juga terhadap Kinerja karyawan pada PT. Telkom Divre III Bandung, walau terkadang Kerjasama dan Kreativitas para karyawan juga belum mencapai hasil yang maksimal dalam meningkatkan kinerjanya.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Budaya Organisasi dan Kepuasan kerja dampaknya terhadap Kinerja karyawan pada PT. Telkom Divre III Bandung”.
1.2 Identifikasi & Rumusan Masalah
Budaya organisasi yang telah diterapkan oleh PT. Telkom Divre III Bandung tidak berjalan dengan baik karena setiap pelaku organisasi (karyawan) tidak menerapkan/mempunyai sebuah tujuan (goals), sasaran, persepsi, perasaan, nilai dan kepercayaan, norma serta interaksi sosial dalam diri terhadap lingkungannya sehingga kepuasan dalam bekerja tidak optimal yang diharapkan oleh karyawan dan berdampak menurun terhadap kinerja karyawannya.
(18)
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana Budaya Organisasi pada PT. Telkom Divre III Bandung 2. Bagaimana Kepuasan kerja Karyawan pada PT. Telkom Divre III
Bandung
3. Bagaimana Kinerja Karyawan pada PT. Telkom Divre III Bandung
4. Bagaimana analisis Budaya Organisasi dan Kepuasan kerja dampaknya terhadap Kinerja karyawan pada PT. Telkom Divre III Bandung baik secara simultan maupun secara parsial.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah mengumpulkan data dan informasi, yang akan digunakan untuk menganalisis Budaya Organisasi dan Kepuasan kerja dampaknya terhadap Kinerja karyawan pada PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk
Tujuan Penelitian yang ingin penulis capai dalam penelitian ini:
1. Untuk mengetahui Budaya Organisasi pada PT. Telkom Divre III Bandung 2. Untuk mengetahui Kepuasan kerja Karyawan pada PT. Telkom Divre III
Bandung
3. Untuk mengetahui Kinerja karyawan pada PT. Telkom Divre III Bandung 4. Untuk mengetahui analisis Budaya Organisasi dan Kepuasan kerja
dampaknya terhadap Kinerja karyawan pada PT. Telkom Divre III Bandung
(19)
1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Praktis
1. Bagi Perusahaan
Diharapkan dapat memberi masukan dan pertimbangan dalam Budaya Organisasi dan Kepuasan kerja karyawan dengan Kinerja karyawan pada PT. Telkom Divre III Bandung.
2. Pihak terkait dan pihak lain
Baik secara langsung maupun tidak langsung diharapkan dapat mengembangkan dan menambah wawasan serta masukan informasi mengenai analisis Budaya Organisasi dan Kepuasan kerja dampaknya terhadap Kinerja karyawan pada PT. Telkom Divre III Bandung.
1.4.2 Kegunaan Akademis 1. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan dan pengalaman khususnya mengenai analisis Budaya Organisasi dan kepuasan kerja dampaknya terhadap Kinerja karyawan serta sebagai bahan pembanding antar teori yang didapat dalam bangku kuliah dengan pelaksanaan dilapangan.
2. Bagi Pembaca umum
Hasil penelitian ini mudah-mudahan dapat menjadi tambahan informasi serta gambaran bagi penulis lain yang berkaitan dengan analisis Budaya Organisasi dan kepuasan kerja dampaknya terhadap kinerja karyawan
(20)
3. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai perbandingan antara ilmu-ilmu manajemen (secara teori) dengan keadaan yang terjadi langsung dilapangan (praktek).
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian
Dalam memenuhi mata kuliah skripsi ini, penulis melaksanakan penelitian di PT. Telkom Divre III Bandung yang beralamat di Jl. W.R.Supratman 66.A Bandung, Indonesia.
Pelaksanaan penelitian dilakukan sampai penyusunan selesai, yaitu penulis melakukan penelitian terhitung dari bulan April sampai dengan bulan Agustus 2011 sebagaimana dijelaskan dalam tabel berikut ini :
(21)
Tabel 1.2 Waktu Penelitian
No
Prosedur
April 2011
Mei 2011
Juni 2011
Juli 2011
Agustus 2011
I Tahap Persiapan
1. Membuat proposal UP
2. Pengembalian formulir dan
penyusunan UP
3. Menentukan tempat penelitian
II Tahap Pelaksanaan
1. Penelitian di perusahaan
2. Penyusunan dan bimbingan UP
3. Revisi UP
4. Sidang UP
III Tahap Pelaporan
1. Penyusunan dan bimbingan
skripsi
2. Pengolahan data
3. Menyiapkan draft skripsi
4. Revisi laporan skripsi
(22)
15 2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Budaya Organisasi
2.1.1.1 Pengertian Budaya Organisasi
Budaya organisasi merupakan terjemahan dari organization culture yang didefenisikan dalam berbagai pengertian. Beberapa defenisi budaya organisasi dikemukan oleh para ahli, Susanto (1997:3), memberikan defenisi budaya organisasi sebagai nilai-nilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam perusahaan, sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana mereka harus bertindak atau berperilaku.
Davis (1984) menyatakan bahwa Budaya organisasi merupakan pola keyakinan dan nilai-nilai organisasi yang dipahami, dijiwai, dan dipraktikkan oleh organisasi sehingga pola tersebut memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar aturan berperilaku dalam organisasi. Sedangkan Schein (1992:5) mendefenisikan budaya organisasi adalah
“asumsi-asumsi dasar yang ditemukan, diciptakan, dan dikembangkan oleh suatu kelompok tertentu dengan maksud agar organisasi belajar mengatasi atau menangani masalah-masalah yang timbul akibat adaptasi eksternal dan integrasi internal yang sudah berjalan dengan cukup baik, sehingga perlu diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk memahami, memikirkan, dan merasakan berkenaan dengan masalah-masalah tersebut”.
(23)
Mondy & Noe (1996) menyatakan budaya organisasi adalah sistem dari shared values, keyakinan dan kebiasaan-kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur formalnya untuk mendapatkan norma-norma perilaku. Budaya organisasi juga mencakup nilai-nilai dan standar-standar yang mengarahkan perilaku pelaku organisasi dan menentukan arah organisasi secara keseluruhan. Selanjutnya Luthans (2002:122) mengatakan budaya organisasi merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi dimana setiap anggota akan berperilaku sesuai dengan budaya yang berlaku agar diterima oleh lingkungannya.
Kreitner dan Kinicki (2003:83) menyatakan budaya organisasi dikonsepsikan sebagai pemahaman bersama terhadap hal-hal yang penting yang dimanifestasikan dalam perkataan yang diucapkan bersama, pekerjaan yang dilakukan bersama, serta perasaan yang dirasakan bersama. Selanjutnya Kreitner dan Kinicki (2003:68), memberi batasan bahwa budaya organisasi sebagai nilai dan keyakinan bersama yang mendasari identitas organisasi yang berfungsi sebagai pemberi rasa identitas kepada anggota, mempromosikan komitmen, kolektif, meningkatkan stabilitas sistem sosial, serta mengendalikan perilaku para anggota.
Pendapat Robbins (2003:223), bahwa budaya organisasi sebagai suatu sistem makna bersama terhadap nilai-nilai primer yang dianut bersama dan dihargai oleh organisasi, yang berfungsi menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi lainnya, menciptakan rasa identitas bagi para anggota organisasi, mempermudah timbulnya komitmen kolektif terhadap
(24)
organisasi, meningkatkan kemantapan sosial, serta menciptakan mekanisme pembuat makna dan kendali, yang membantu membentuk sikap dan perilaku para anggota organisasi.
Beberapa pendapat ahli secara umum menekankan, bahwa dalam budaya organisasi terdapat asumsi dasar yang dapat berfungsi sebagai pedoman bagi anggota maupun kelompok dalam organisasi untuk berperilaku. Dan pedoman dalam mengatasi masalah integrasi internal dan adaptasi eksternal, dapat diatasi dengan asumsi dasar keyakinan yang dianut bersama anggota organisasi. Sedangkan peran budaya organisasi adalah sebagai alat untuk menentukan arah organisasi, mengarahkan apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan, bagaimana mengalokasikan sumber daya organisasional, dan juga sebagai alat untuk menghadapi masalah dan peluang dari lingkungan internal dan eksternal.
Jadi kesimpulan dari penulis menyatakan bahwa budaya organisasi sebagai nilai-nilai, pola keyakinan, sistem dari shared values, dan norma-norma , yang dapat berfungsi sebagai pedoman bagi anggota maupun kelompok dalam organisasi untuk berperilaku. Dan pedoman dalam mengatasi masalah integrasi internal dan adaptasi eksternal, dapat diatasi dengan asumsi dasar keyakinan yang dianut bersama anggota organisasi. yang berfungsi untuk menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi lainnya, menciptakan rasa identitas bagi para anggota organisasi, mempermudah timbulnya komitmen kolektif terhadap organisasi, meningkatkan kemantapan
(25)
sosial, serta menciptakan mekanisme pembuat makna dan kendali, yang membantu membentuk sikap dan perilaku para anggota organisasi.
2.1.1.2 Karakteristik Budaya Organisasi
Robbins (2001:248), memberikan tujuh karakteristik Budaya Organisasi, ketujuh karakteristik tersebut sebagai berikut :
1. Inovasi dan keberanian pengambilan resiko
Inovasi adalah suatu gagasan baru yang ditetapkan untuk memprakarsai atau memperbaiki suatu produk, proses atau jasa. Melalui inovasi dapat diketahui seberapa jauh anggota organisasi didorong untuk menemukan cara-cara baru yang lebih baik, tingkat kreativitas, dorongan untuk melakukan terobosan-terobosan baru dalam bekerja dan dorongan untuk mengembangkan kemampuan. Pengambilan resiko merupakan dorongan kepada anggota organisasi untuk melaksanakan gagasan baru dalam bekerja dan dorongan untuk tanggap dalam memanfaatkan peluang yang ada.
2. Perhatikan ke rincian
Seberapa besar pegawai diberikan wewenang dalam menjalankan tugasnya, kepercayaan untuk bertanggung jawab, tuntutan untuk bertanggung jawab dan kebebasan memiliki cara penyelesaian pekerjaan sesuai dengan fungsinya.
(26)
3. Orientasi hasil
Bagaimana manajemen memfokuskan pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil, meliputi : kejelasan informasi keberhasilan kerja pegawai, tingkat efisiensi dan tingkat efektivitas.
4. Orientasi orang/individu
Seberapa jauh keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang di dalam organisasi itu melalui pemberdayaan organisasi, ada tidaknya persetujuan atasan, kesempatan yang diberikan atasan untuk belajar terus menerus, diperbolehkan atau tidak diperbolehkan adanya kritik dan saran satu dengan yang lainnya, serta sistem penghargaan yang jelas.
5. Orientasi pada tim
Bagaimana unit-unit di dalam organisasi didorong melakukan kegiatannya dalam suatu koordinasi yang baik. Seberapa jauh keterkaitan dan kerjasama ditekankan dalam pelaksanaan tugas dan seberapa dalam interdependensi antar anggota ditanamkan.
6. Agresivitas
Sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif dan bukannya santai-santai dalam penyelesaian pekerjaan dan persaingan kerja
(27)
7. Stabilitas
Kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo sebagai kontras dari pertumbuhan.
Tiap karakteristik ini berlangsung pada suatu kontinum (suatu kesatuan) dari rendah ke tinggi. Maka dengan menilai organisasi berdasarkan tujuh karakteristik ini, akan diperoleh gambaran majemuk dari budaya organisasi itu. Gambaran ini menjadi dasar bagi anggota organisasi untuk memahami organisasi itu, bagaimana penyelesaian di dalamnya, dan cara para anggota diharapkan berperilaku (Robbins, 2001:248).
Budaya organisasi memiliki karakteristik yang penerapannya mendukung pencapaian sasaran organisasi. Karakteristik ini merupakan ciri utama budaya organisasi yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, juga berlaku pada semua jenis organisasi baik yang berorientasi kepada jasa atau produk. Selanjutnya Luthans (2002:123), memaparkan bahwa budaya organisasi memiliki beberapa karakteristik :
1. Perarturan-perarturan perilaku yang harus dipenuhi
2. Norma-norma
3. Nilai-nilai yang dominan
4. Filosofi
(28)
6. Iklim organisasi
Karakteristik budaya organisasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Artinya unsur-unsur tersebut mencerminkan budaya yang berlaku dalam suatu jenis organisasi baik yang berorientasi pada pelayanan jasa atau organisasi yang menghasilkan produk barang.
2.1.1.3 Kekuatan Budaya Organisasi
Luthans (1989) dalam (Pabundu Tika, 2006:109) mengatakan bahwa faktor-faktor utama yang menentukan budaya organisasi adalah :
1. Kebersamaan yaitu sejauhmana anggota organisasi mempunyai nilai-nilai inti yang dianut secara bersama. Derajat kebersamaan dipengaruhi oleh unsur orientasi dan imbalan. Orientasi dimaksudkan pembinaan kepada anggota-anggota baru khususnya melalui program-program pelatihan. Sedangkan imbalan dapat berupa kenaikan gaji, jabatan (promosi), hadiah-hadiah, dan tindakan-tindakan lainnya yang memperkuat nilai-nilai budaya organisasi.
2. Intensitas merupakan suatu hasil dari struktur imbalan. Keinginan pegawai untuk melaksanakan nilai-nilai budaya dan bekerja semakin meningkat apabila mereka diberi imbalan. Oleh karena itu pimpinan organisasi perlu memperhatikan dan mentaati struktur imbalan yang diberikan kepada anggota-anggota organisasi guna menanamkan nilai-nilai inti budaya organisasi.
(29)
Robbins (2001) menyatakan bahwa ciri-ciri organisasi yang memiliki budaya organisasi kuat antara lain :
1. Menurunnya tingkat keluarnya karyawan
2. Adanya kesepakatan yang tinggi dikalangan anggota organisasi mengenai apa yang harus dipertahankan oleh organisasi.
3. Sehingga membina kekohesifan, kesetiaan, dan komitmen organisasi.
Dipertegas oleh Sathe (1985) dalam (Pabundu Tika, 2006:109) bahwa tiga ciri khas budaya kuat yaitu :
1. Kejelasan nilai-nilai dan keyakinan
2. Penyebarluasan nilai-nilai dan keyakinan
3. Intensitas pelaksanaan nilai-nilai inti
Killman at al dalam (Pabundu Tika, 2006:111), menyatakan budaya organisasi yang kurang didukung secara luas oleh para anggotanya dan sangat dipaksakan akan berpengaruh negatif pada organisasi karena akan memberi arah yang salah kepada para karyawannya. Jika hal ini terjadi pada suatu perusahaan, maka tugas-tugas tidak dapat dilaksanakan dengan baik. Hal ini terlihat dari kurangnya motivasi atau semangat kerja, timbul kecurigaan-kecurigaan, komunikasi yang kurang lancar, lunturnya loyalitas atau kesetiaan pada tugas utamanya dan komitmen karyawan pada perusahaan. Akibatnya, perusahaan menjadi tidak efektif dan kurang kompetitif. Dengan kata lain, perusahaan
(30)
menjadi kurang mampu menyelesaikan masalah integrasi internal dan adaptasi eksternal.
Budaya kuat menunjukkan suatu tingkat persetujuan antara anggota-anggota organisasi mengenai kepentingan dari nilai-nilai yang spesifik. Jika konsensus menghadirkan kepentingan dari nilai-nilai budaya menjadi kohesif dan kuat, tetapi jika persetujuan kurang maka budaya menjadi lemah, Daft (1998:373).
Budaya yang kuat harus diimbangi dengan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan luar. Dimana organisasi merupakan sistem “terbuka” yang dapat mempengaruhi, tetapi dapat juga dipengaruhi oleh lingkungan yang merupakan sistem yang dinamis. Untuk bisa sukses dalam lingkungan yang senantiasa berubah, organisasi harus tanggap terhadap kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, dapat membaca kecenderungan-kecenderungan penting, dan dapat melakukan penyesuaian secara cepat. Saat ini terdapat kecenderungan ke arah globalisasi, dunia bisnis mengalami persaingan yang semakin kuat dan sumber kekuatan organisasi akan lebih terpusat pada sumber daya manusia dan informasi teknologi.
(31)
Penjelasan budaya organisasi yang adaptif dan non adaptif seperti pada tabel 2.1 :
Tabel 2.1
Adaptif dan non adaptif Budaya Organisasi
Budaya organisasi yang adaptif Budaya organisasi yang tidak adaptif
Nilai inti
Manajer sangat peduli pada konsumen, pemegang saham, dan karyawan, juga mempunyai nilai yang tinggi terhadap orang dan proses yang dapat
menciptakan perubahan yang berguna. Contohnya
kepemimpinan inisiatif ke atas dan ke bawah dalam hirarki manajemen.
Manajer peduli pada dirinya
sendirinya, kelompok kerjanya, atau beberapa produk (atau teknologi) yang berhubungan dengan kelompok kerja.
Perilaku umum
Manajer menutup perhatian pada semua pilihan, kecuali
konsumen dan perubahan yang diperlukan untuk menguatkan kepentingan, meskipun
mendatangkan beberapa resiko.
Manajer cenderung agak tertutup, menurut paham publik, birokrasi, sebagai hasilnya mereka tidak melakukan perubahan strategi dengan cepat untuk menyesuaikan atau untuk
mengambil keuntungan dari
perubahan tersebut dalam lingkungan bisnisnya.
(32)
Budaya organisasi yang adaptif yaitu mempunyai pola perilaku dan nilai-nilai berbeda, jika dibandingkan dengan budaya yang tidak adaptif. Di dalam budaya yang adaptif perhatian para manajer kepada pelanggan dan karyawan, dimana mereka betul-betul menghargai proses perubahan yang bermanfaat. Perilaku fleksibel, dimana para manajer memulai perubahan ketika diperlukan, sekalipun akan membawa resiko. Di dalam suatu budaya organisasi yang tidak adaptif, para manajer lebih memperhatikan diri sendiri. Mereka takut terhadap resiko dan perubahan.
Hakekat budaya dalam segi-segi nilai dan perilaku-perilaku yang umum, menegaskan bahwa tidak ada resep umum untuk menyatakan seperti apa hakekat budaya yang baik itu. Budaya yang baik hanya jika “cocok” dengan konteksnya. Maksud konteks disini berupa kondisi objektif dari industrinya, segmen industrinya yang dispesifikasi oleh strategi perusahaan atau strategi bisnis itu sendiri.
Perspektif memiliki keabsahan atau valid, konsep utamanya tentang kecocokan, Nampaknya bermanfaat, khususnya dalam menjelaskan perbedaan-perbedaan dalam kinerja jangka pendek dan menengah. Konsep ini juga memiliki implikasi penting untuk perusahaan-perusahaan multi bisnis. Konsep itu mengatakan bahwa suatu budaya yang seragam tidak akan berfungsi, beberapa variasi dibutuhkan untuk mencocokkan tuntutan-tuntutan spesifik dari bisnis-bisnis yang berbeda itu.
(33)
Budaya kuat akan mampu memberikan dorongan kepada karyawan untuk mempunyai keinginan untuk maju bersama perusahaan. Sebaliknya, jika organisasi mempunyai budaya yang lemah tidak akan mampu memberikan dorongan kepada karyawan untuk keinginan maju bersama perusahaan.
2.1.1.4 Mengukur kekuatan Budaya Organisasi
Pendapat Robbins sama dengan Sathe yang mengatakan “a strong culture is characterized by organization’s core values being intensely held, clearly ordered, and widely shared”. Berdasarkan pendapat kedua tokoh budaya organisasi di atas, Taliziduhu mendefinisikan bahwa budaya organisasi kuat sebagai budaya organisasi yang dipegang semakin insentif (semakin dasar dan kokoh), semakin luas dianut, semakin jelas disosialisasikan, dan diwariskan.
Taliziduhu (1997:115) membuat metoda pengukuran budaya organisasi kuat dimana tiap unsur diberi skor berupa rendah (R), sedang (S), dan tinggi (T). Kekuatan budaya organisasi sangat ditentukan oleh jumlah jenis skor dari ketiga unsur tersebut. Untuk memudahkan mengukur kekuatan budaya organisasi, digunakan skala likert pada setiap pertanyaan yang diajukan di setiap unsur budaya organisasi kuat. Skala Likert yang dimaksud :
1. Sangat kuat (SK)
2. Kuat (K)
3. Sedang (S)
(34)
5. Sangat lemah (SL)
Setiap unsur skala diberi skor sesuai dengan derajat atau tingkatannya seperti sangat kuat diberi skor 5 ; kuat 4 ; sedang 3 ; lemah 2 ; sangat lemah 1.
2.1.1.5 Fungsi Budaya Organisasi
Budaya organisasi meliputi garis-garis pedoman yang kukuh yang membentuk perilaku. Robbins (2002:253), mengemukakan lima fungsi budaya dalam organisasi yaitu :
1. Budaya mempunyai peran menetapkan tapal batas. Artinya budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi lainnya
2. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi 3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas
daripada kepentingan diri individu seseorang
4. Budaya merupakan perekat sistem sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan
5. Budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan.
Kreitner dan Kinicki (2005:83) menyebutkan empat fungsi budaya organisasi yaitu :
1. Memberikan identitas organisasi kepada karyawannya.
Fungsi identitas ini didukung dengan mengadakan penghargaan yang mendorong inovasi
2. Memudahkan komitmen kolektif.
Dalam fungsi ini setiap karyawan akan merasa bangga menjadi bagian dari organisasi sehingga setiap karyawan merasa menjadi bagian yang tidak
(35)
terpisahkan dari organisasi tersebut karena adanya pengakuan dan kesempatan untuk mengembangkan diri
3. Mempromosikan stabilitas sistem sosial
Stabilitas sistem sosial mencerminkan taraf lingkungan kerja yang dirasakan positif dan mendukung; konflik serta perubahan diatur dengan efektif. Strategi ini membantu mempertahankan lingkungan kerja yang positif dalam menghadapi kesulitan
4. Membentuk perilaku dengan membantu manajer merasakan
keberadaannya.
Fungsi budaya ini membantu para karyawan memahami mengapa organisasi melakukan apa yang seharusnya dilakukan dan bagaimana perusahaan bermaksud mencapai tujuan jangka panjang.
Fungsi budaya organisasi penting dalam kehidupan organisasi. Dimana budaya organisasi berfungsi sebagai sarana untuk mempersatukan kegiatan para anggota organisasi yang terdiri dari sekumpulan individu dengan latar belakang yang berbeda.
2.1.1.6 Pembentukan Budaya Organisasi
Seluruh sumber daya manusia yang ada di dalam suatu perusahaan harus dapat memahami dengan benar budaya perusahaan yang ada. Pemahaman ini sangat berkaitan dengan setiap gerak langkah, setiap kegiatan yang dilakukan, baik perencanaan yang bersifat strategis dan taktikal maupun kegiatan dari implementasi perencanaan. Disamping itu untuk memberikan dukungan kepada sumber daya manusia di dalam usaha memahami budaya organisasi/perusahaan perlu diketahui terlebih dahulu bagaimana budaya organisasi/perusahaan itu dibentuk.
(36)
Budaya organisasi pertama kali berasal dari pendiri (founder) atau pimpinan paling atas (Top management) dari organisasi sebagai perintis. Pendiri ini memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan organisasi dan menetapkan suatu cara tersendiri yang dijalankan dalam organisasinya.
Setiap organisasi terutama organisasi formal mempunyai budaya tersendiri dan menjadi ciri khas organisasinya. Efektifitas dan keberhasilan suatu organisasi tidak hanya ditentukan oleh kemampuan dan motivasi karyawan atau manajer, tetapi juga diukur oleh bagaimana orang-orang di dalam kelompok dapat bekerja sama. Oleh karena itu kedua faktor tersebut merupakan faktor yang penting dalam pencapaian keberhasilan organisasi.
Kemampuan pendiri dalam menciptakan budaya tidak dibatasi oleh nilai-nilai dan ideologi sebelumnya. Mereka dapat dengan mudah menerapkan keyakinan mereka pada organisasi untuk mencapai nilai-nilai yang diinginkan, namun lambat laun nilai-nilai ini akan terseleksi dengan sendirinya untuk melakukan sejumlah penyesuaian terhadap perubahan. Hasil akhirnya akan muncul budaya organisasi yang diinginkan.
Mcshane dan Glinow (2003:449) membagi tingkat budaya dan interaksinya dalam tiga tingkatan yaitu :
1. Artifacts yaitu elemen budaya perusahaan yang paling luar dari budaya perusahaan sebab dapat dilihat secara kongkrit.
2. Beliefs value and attitudes yaitu elemen dasar budaya perusahaan yang mengarahkan perilaku, kendati elemen ini tidak tampak tetapi sangat berpengaruh terhadap perilaku orang.
(37)
3. Basic assumption yaitu bagian yang paling dalam dari budaya perusahaan yang mendasari nilai, sikap dan keyakinan para anggota perusahaan. Uraian diatas dapat diketahui bahwa proses pembentukan budaya organisasi dapat terlihat pada skema gambar 2.1
Sumber : Pabundu Tika (2006:21)
Gambar 2.1
Skema pembentukan Budaya Organisasi
Keterangan pada gambar 2.1 :
1. Interaksi antar pimpinan atau pendiri organisasi dengan
kelompok/perorangan dalam organisasi
2. Interaksi ini menimbulkan ide yang ditransformasikan menjadi artifak, nilai, dan asumsi
Pimpinan/ pendiri organisasi
Kelompok/pero rangan dalam orangisasi
IDE Artifah Nilai
Asumsi
Implementasi
Pembelajaran
Budaya Organisasi
(38)
3. Artifak, nilai, dan asumsi kemudian diimplementasikan sehingga menjadi budaya organisasi
4. Untuk mempertahankan budaya organisasi lalu dilakukan pembelajaran (learning) kepada anggota baru dalam organisasi.
Pendapat Robbins (1996:583), bahwa suatu budaya organisasi tidak begitu saja terbentuk, tetapi kebanyakan berasal dari yang telah dilaksanakan sebelumnya. Tingkat usaha yang telah dilakukan yang bersumber dari para pendiri organisasi dan menjadikannya sebagai budaya awal organisasi tersebut.
2.1.1.7 Menciptakan dan Mempertahankan Budaya
Sekali suatu budaya terbentuk, praktik-praktik di dalam organisasi bertindak untuk mempertahankannya dengan memberikan kepada para karyawannya seperangkat pengalaman yang serupa. Misalnya, praktek sumber daya manusia yang memperkuat budaya organisasi melalui proses seleksi, kriteria evaluasi kinerja, praktik pemberian imbalan, kegiatan pelatihan, dan pengembangan karir dan prosedur promosi memastikan bahwa mereka yang dipekerjakan cocok dalam budaya itu.
Tiga kekuatan memainkan bagian sangat penting dalam mempertahankan suatu budaya. Menurut Robbins (2002:255) ada tiga kekuatan untuk mempertahan suatu budaya organisasi yaitu :
1. Praktik seleksi
(39)
a. Upaya memastikan kecocokan calon-calon karyawan dengan nilai-nilai organisasi
b. Memberikan informasi kepada calon-calon karyawan mengenai keadaan organisasi/perusahaan
2. Tindakan manajemen puncak
Tindakan manajemen puncak mempunyai dampak besar pada budaya organisasi. Apa yang mereka katakan dan bagaimana mereka berperilaku, eksekutif senior menegakan norma-norma yang berpengaruh terhadap anggota organisasi.
3. Sosialisasi
Organisasi berpotensi membantu karyawan baru menyesuaikan diri dengan budaya organisasi. Proses penyesuaian ini disebut dengan sosialisasi. Tahap sosialisasi yang paling kritis adalah pada saat memasuki organisasi tersebut.
Sosialisasi menurut Robbins (2002:258) dapat dikonsepkan sebagai suatu proses yang terdiri dari tiga tahap yaitu :
1. Tahap prakedatangan
Tahap dimana semua pembelajaran yang terjadi sebelum seorang anggota baru bergabung dengan organisasi itu
(40)
2. Tahap perjumpaan
Tahap dimana seorang karyawan baru melihat seperti apakah organisasi itu sebenarnya dan menghadapi kemungkinan bahwa harapan dan kenyataan dapat berbeda.
3. Tahap metamorphosis
Tahap ini terjadi perubahan yang relatif tahan lama. Karyawan baru akan menguasai ketrampilan yang diperlukan untuk pekerjaannya dengan berhasil melakukan perannya, dan melakukan penyesuaian ke nilai dan norma kelompok kerjanya.
Proses tiga tahap ini akan berdampak pada produktivitas kerja, komitmen pada tujuan organisasi dan keputusan akhir untuk tetap bersama organisasi itu.
Robbins (2002:261) mengatakan bahwa ada beberapa media yang dapat digunakan dalam proses pembentukan dan pewarisan budaya organisasi yaitu :
1. Cerita merupakan suatu narasi peristiwa pimpinan organisasi, pendiri organisasi, keputusan-keputusan penting yang memberi dampak terhadap jalannya organisasi di masa yang akan datang dan mengenai manajemen puncak saat ini
2. Ritual merupakan kegiatan periodik yang mengungkapkan dan memperkuat nilai-nilai utama organisasi, tujuan apakah yang paling penting, orang-orang manakah yang penting dan mana yang dapat dikorbankan.
(41)
3. Simbol material dapat berupa desain serta pemanfaatan fisik ruangan dan gedung, perabot kantor, kebiasaan eksekutif, cara berpakaian, dan sebagainya.
4. Bahasa sebagai suatu cara untuk mengidentifikasi anggota suatu budaya atau anak budaya.
2.1.2 Kepuasan kerja
Sesuai dengan kodratnya, kebutuhan manusia sangat beraneka ragam, baik jenis maupun tingkatannya, bahkan manusia memiliki kebutuhan yang cenderung tak terbatas. Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda, sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan kenginginan individu, makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan tersebut.
Kepuasan kerja (Job satisfaction) merupakan hal yang penting yang dimiliki oleh setiap orang dalam bekerja. Dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi mereka akan bekerja dengan sungguh-sungguh sehingga tujuan organisasi dapat tercapai dengan baik. Sifat kepuasan kerja adalah dinamis. Artinya, rasa puas bukan keadaan yang tetap karena dapat dipengaruhi dan diubah-ubah oleh kekuatan-kekuatan baik dari dalam maupun dari luar lingkungan kerja.
Pandangan karyawan terhadap kondisi lingkungan kerjanya dengan perasaan puas atau tidak puas terhadap kondisi tersebut akan sangat
(42)
mempengaruhi perilaku mereka dalam bekerja. Kebijaksanaan perusahaan dalam memperhatikan tingkat kebutuhan hidup karyawan merupakan hal terpenting dalam pengukuran tingkat kepuasan. Melalui tingkat kepuasan inilah semua tujuan perusahaan akan lebih mudah tercapai.
2.1.2.1 Pengertian Kepuasan Kerja
Defenisi mengenai kepuasan kerja atau job satisfaction dari para ahli manajemen sumber daya manusia dan perilaku organisasi mengungkapkan sudut pandang yang berbeda-beda, namun makna yang terkandung dari defenisi atau konsep tersebut umunya relatif sama. Beberapa defenisi yang dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut.
Robbins (1998:184) menyatakan bahwa istilah kepuasan kerja adalah “we’ve previously define satisfaction as an individual’s general attitude toward his or her job”. Pernyataan tersebut merupakan pengertian kepuasan kerja secara umum yang menggambarkan bahwa kepuasan kerja merupakan hubungan antara individu dengan pekerjaan dan lingkungannya.
Istilah kepuasan kerja adalah sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap pekerjaan itu, seseorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukkan sikap negatif terhadap pekerjaan itu, Robbins (2001:139).
(43)
Dipertegas oleh Wexley dan Yukl (2003:129) bahwa kepuasan kerja adalah suatu cara seorang pegawai merasakan kepuasan tentang pekerjaannya.
Luthans (2002:230), dengan mengutip tulisan locke bahwa “ job satisfaction as a pleasure or positive emosional scale resulting form the appraisal of one job or job experience”.
Hal ini dipahami bahwa kepuasan kerja sebagai keadaan emosional yang positif yang dihasilkan dari penghargaan atas pekerjaan seseorang atau pengalaman kerja seseorang. Lebih lanjut Luthans menegaskan, bahwa kepuasan kerja merupakan hasil persepsi para karyawan tentang seberapa baik pekerjaan seseorang dalam memberikan segala sesuatu yang dipandang sebagai suatu yang penting melalui hasil kerjanya. Istilah kepuasan kerja merujuk pada sikap (reaksi emosional) seorang individu terhadap pekerjaannya.
Cherrington (1998:304) mengungkapkan kepuasan kerja secara umum akan muncul jika seseorang menyukai pekerjaan dan lingkungannya, sebaliknya timbul rasa tidak puas dalam diri seseorang karyawan apabila ia tidak menyukai pekerjaannya.
Davis dan newstorm (1996:99) lebih lanjut mengatakan bahwa kepuasan kerja merupakan “bagian dari kepuasan hidup. Sifat dari pengaruh lingkungan kerja yang dirasakan seseorang pada saat bekerja. Sebagaimana halnya sebuah pekerjaan adalah bagian penting dari kehidupan, maka kepuasan kerja dapat mempengaruhi kepuasan hidup seseorang secara umum”.
Defenisi para ahli tersebut dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja merupakan bagian kepuasan hidup yang berhubungan dengan perasaan dan sikap seseorang karyawan terhadap pekerjaannya dan berperan penting dalam perusahaan untuk mencapai tujuan.
(44)
Jadi kesimpulan dari penulis menyatakan bahwa kepuasan kerja secara umum menggambarkan hubungan antara individu dengan pekerjaan dan lingkungannya, keadaan emosional yang positif dapat dihasilkan dari penghargaan atas pekerjaan seseorang atau pengalaman kerja seseorang, biasanya Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap pekerjaan itu, dan sebaliknya akan timbul rasa tidak puas dalam diri seseorang karyawan apabila ia tidak menyukai pekerjaannya.
2.1.2.2 Teori-Teori Kepuasan Kerja
Beberapa teori kepuasan kerja yang membahas dimensi kepuasan kerja diantaranya adalah
1. Teori keadilan
Teori keadilan dikembangkan oleh J.Stacy Adam, (Ernie, 2002:30). Komponen utama dalam teori ini adalah
Input yaitu semua nilai yang diterima karyawan yang dapat menunjang
dalam melaksanakan pekerjaan.
Outcomes yaitu semua nilai yang diterima karyawan dan diperoleh
dari pekerjaannya.
Comparison person yaitu seorang karyawan dalam organisasi yang
sama atau organisasi yang berbeda dan dari dirinya sendiri di pekerjaan sebelumnya.
(45)
Equity-inequity yaitu keadilan/keseimbangan.
Menurut teori ini puas atau tidak puas seorang pegawai merupakan hasil dari perbandingan antara outcome dirinya dengan input-outcome orang lain, jika perbandingan dirasakan seimbang maka karyawan tersebut akan merasakan puas, tetapi apabila terjadi
ketidakseimbangan dapat menyebabkan dua kemungkinan yaitu
ketidakseimbangan yang menguntungkan dirinya atau ketidakseimbangan yang menguntungkan karyawan lain yang menjadi pembanding
2. Teori perbedaan
Porter sebagai pelopor teori ini berpendapat bahwa mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan karyawan.
3. Teori pemenuhan kebutuhan
Teori ini menyatakan bahwa kepuasan kerja karyawan bergantung pada terpenuhinya atau tidak kebutuhan karyawan.
4. Teori Pandangan Kelompok
Menurut teori ini kepuasan kerja karyawan bukan bergantung pada pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat tergantung pada pandangan dan pendapat kelompok yang oleh para karyawan dianggap sebagai kelompok acuan.
(46)
5. Teori pengharapan
Teori ini dikembangkan oleh Vroom yang kemudian diperluas oleh Porter dan Laurer. Menurut teori ini motivasi dari akibat suatu hasil yang ingin dicapai oleh seseorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu.
6. Teori Motivasi Dua Faktor
Menurut teori ini motivasi yang ideal yang dapat merangsang usaha adalah peluang untuk melaksanakan tugas yang lebih membutuhkan keahlian dan peluang untuk mengembangkan keahlian.
2.1.2.3 Faktor-faktor Kepuasan Kerja
Griffin dan Moorhead (1992:63) berpendapat bahwa ada lima faktor utama yang menyebabkan kepuasan dan ketidakpuasan kerja yaitu :
1. Gaji
2. Kesempatan untuk promosi
3. Jenis pekerjaan
4. Kebijaksanaan dan prosedur dan
5. Kondisi kerja
Faktor-faktor yang mendukung kepuasan kerja menurut Robbins (2001:149) yaitu :
(47)
1. Kerja yang secara mental menantang
Karakteristik ini membuat kerja secara mental menantang. Pekerjaan yang kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi yang terlalu banyak menantang menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan dan kepuasan.
2. Ganjaran yang pantas
Para karyawan cenderung menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak meragukan, dan segaris dengan pengharapan mereka.
3. Kondisi kerja yang mendukung
Karyawan peduli akan lingkungan kerja, baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas dengan baik. Kenyamanan menjadi kunci utama dalam mempengaruhi kepuasan kerja karyawan dimana mereka bekera
4. Rekan sekerja yang mendukung
Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi yang berwujud dari pekerjaan mereka. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial.
(48)
Maman Kuzman (1991:8) menyebutkan bahwa faktor kepuasan kerja karyawan biasanya bersumber pada :
1. Pekerjaan itu sendiri
2. Lingkungan kerja karyawan yang bersangkutan
3. Proses kerja dan hasil kerja
Lima karakteristik dikemukakan Luthans (2002:230) yang meliputi :
1. Pekerjaan itu sendiri
2. Pembayaran, seperti gaji dan upah
3. Promosi pekerjaan
4. Kepenyeliaan (supervisi) yang berhubungan dengan karyawan langsung dan mempengaruhi karyawan dalam melakukan pekerjaannya.
5. Rekan kerja
Kelima karakteristik ini digunakan dalam penelitian ini.
2.1.2.4 Pendekatan untuk mengukur Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja sebagai suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan sekerja, atasan, dan mengikuti aturan kebijakan organisasi untuk memenuhi standar kinerja dan hidup pada kondisi kerja yang kurang dari ideal.
(49)
Dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan kerja menurut Robbins (2001:69), yaitu :
1. Pendekatan angka nilai global tunggal
Mengukur tingkatan kepuasan kerja yang dilakukan terhadap masing-masing aspek atau faktor pekerjaan secara utuh
2. Pendekatan skor penjumlahan
Mengukur tingkat kepuasan kerja yang dilakukan dengan cara
menjumlahkan skor kepuasan atas faktor-faktor pekerjaan/aspek kerja sehingga nantinya akan diperoleh nilai kepuasan kerja total seorang pekerja
Metode angka nilai global meminta individu-individu untuk
menjawab suatu pertanyaan
Metode penjumlahan fase pekerjaan
Konsep yang dikemukakan oleh Davis dan Newstorm (1997), bahwa pengukuran tingkat kepuasan kerja ada dua yaitu
1. Survei objektif
Digunakan dengan cara memberikan pertanyaan dan sekaligus memberikan alternatif jawaban.
(50)
2. Survei deskriptif
Survei ini dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan kepada responden, guna mendapat respon dari karyawan dengan kata-kata sendiri.
2.1.2.5 Dampak Kepuasan Kerja
Faktor-faktor yang merupakan dampak yang ditimbulkan oleh kepuasan kerja atau yang dipengaruhinya diuraikan oleh Robbins (2001:151), sebagai berikut :
1. Kepuasan dan Produktivitas
Kepuasan kerja dan produktivitas memiliki hubungan yang positif, artinya apabila kepuasan kerja tinggi maka cenderung akan meningkatkan produktivitas karyawan. Hubungan tersebut akan kuat apabila tidak dipengaruhi oleh faktor lain seperti mesin. Tingkat pekerjaan mempengaruhi pula kekuatan hubungan tersebut. Ini terlihat dari hasil penelitian bahwa tingkat pekerjaan yang tinggi mempengaruhi kuatnya hubungan antara kepuasan kerja dan produktivitas
2. Kepuasan dan kemangkiran
Hubungan antara kepuasan kerja dan tingkat absensi memiliki hubungan negatif, namun apabila kepuasan kerja tinggi maka kecenderungan tingkat kemangkirannya rendah.
(51)
3. Kepuasan dan Turnover/tingkat keluar masuknya karyawan
Kepuasan kerja dengan Turnover memiliki hubungan yang negatif dengan kekuatan yang moderat. Faktor-faktor yang mempengaruhi hubnungan antara keduanya adalah usia, komitmen terhadap organisasi, kondisi ekonomi secara umum dan kondisi pasar tenaga kerja. Robbins mengungkapkan faktor kinerja karyawan sebagai salah satu variabel diantara variabel tersebut, Karena organisasi cenderung akan mempertahankan karyawan yang berkinerja baik dengan cara memberikan kompensasi tinggi.
2.1.2.6 Mengungkapkan Ketidakpuasan Kerja
Ketidakpuasan karyawan dapat dinyatakan dalam sejumlah cara. Misalnya daripada berhenti, karyawan dapat mengeluh, tidak patuh, mencuri milik organisasi, atau mengelakkan sebagian dari tanggung jawab kerja. Ada empat respon yang berbeda satu sama lain sepanjang dua dimensi :
1. Konstruktif/Destruktif
2. Aktif/Pasif
Dimana respon dapat didefenisikan sebagai berikut :
1. Eksit , perilaku yang mengarah untuk meninggalkan organisasi mencakup. Mencakup pencarian suatu posisi baru maupun meminta berhenti
(52)
2. Suara , dengan aktif dan konstruktif mencoba memperbaiki kondisi. Mencakup saran perbaikan, membahas problem-problem dengan atasan, dan beberapa bentuk kegiatan serikat buruh
3. Kesetiaan , pasif tetapi optimis menunggu membaiknya kondisi. Mencakup berbicara membela organisasi menghadapi kritik luar dan mempercayai organisasi dan manajemen untuk “melakukan hal yang tepat”
4. Pengabdian , secara pasif membiarkan kondisi memburuk, termasuk kemangkiran atau dating terlambat secara kronis, upaya yang dikurangi, dan tingkat kekeliruan yang meningkat
Sumber : Robbins (2001:154)
Gambar 2.2
Respon terhadap Ketidakpuasan Kerja Aktif
EKSIT SUARA
Destruktif Konstruktif
PENGABDIAN KESETIAAN
(53)
2.1.3 Kinerja
2.1.3.1 Pengertian Kinerja
Istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance
(prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Pengertian kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Gomez (2003:142) mengemukakan bahwa kinerja adalah catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan atau kegiatan tertentu selama periode waktu tertentu. Sejalan dengan pendapat Bernadin dan Russell (1993:379) bahwa “kinerja sebagai hasil yang telah dicapai dalam melaksanakan pekerjaan selama periode tertentu”. Diperjelas oleh Gibson at al, (1997:118) kinerja adalah tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Robbins (1996:218) mengemukakan bahwa kinerja karyawan merupakan fungsi dan interaksi antara kemampuan, motivasi, dan kesempatan yang populer disingkat AMO.
Jadi kesimpulan dari penulis menyatakan bahwa kinerja karyawan merupakan fungsi dan interaksi antara kemampuan, motivasi, dan kesempatan yang popular, dimana tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan adalah hasil kerja secara
(54)
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
2.1.3.2 Penilaian dan Pengukuran Kinerja
Weather dan Davis (1996:338) menyatakan penilaian kinerja adalah proses dari evaluasi kinerja karyawan. Konsep ini sejalan dengan pendapat Caroll at al (1995:348) penilaian kinerja merupakan proses evaluasi dan pengelolaan yang berkelanjutan mengenai perilaku dan outcome di tempat kerja.
Pendapat Dessler (2000) bahwa penilaian kinerja didefenisikan sebagai evaluasi kinerja karyawan atau seseorang atau grup pada masa kini atau masa lampau yang dikaitkan dengan kinerja standar.
Bernadin dan Russel (1993:266) berpendapat bahwa perlu diadakan penilaian kinerja, untuk mengelola dan memperbaiki kinerja karyawan, untuk membuat keputusan yang tepat waktu dan akurat, mempertinggi kualitas produksi dan jasa perusahaan secara keseluruhan. Sejalan dengan pendapat tersebut Werther dan Davis (1998:338) menyatakan bahwa “penilaian kinerja merupakan proses dimana organisasi melakukan evaluasi performansi pekerjaan”.
Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan dapat mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi yang antara lain termasuk (menurut mathis dan Jackson, 2002:78) :
(55)
1. Kuantitas output
2. Kualitas output
3. Jangka waktu output
4. Kehadiran ditempat kerja
Penilaian kinerja terdiri atas tiga tahap yaitu mendefenisikan :
1. Pekerjaan berarti memberikan keyakinan bahwa atasan dan bawahan setuju dengan pekerjaan dan penerapan standar kerja
2. Penilaian performansi berarti membandingkan prestasi aktual karyawan dengan standar yang telah disepakati
3. Dan selanjutnya dilakukan tahap umpan balik
Perusahaan mutlak melakukan penelitian untuk mengetahui kinerja yang dicapai setiap karyawan, apakah telah sesuai atau tidak dengan harapan perusahaan. Dengan demikian kinerja adalah gambaran dari aspek-aspek penting yaitu hasil kerja, kompetensi, perilaku, dan potensi karyawan. Dimana untuk mengetahui faktor-faktor tersebut dapat digunakan melalui suatu penilaian kinerja yang menjadi alat bagi organisasi untuk mengelola dan memperbaiki kinerja karyawan, melalui pengambilan keputusan atas dasar evaluasi kinerja karyawan atau kelompok pada masa sekarang atau masa lalu yang dibandingkan dengan kinerja standar.
(56)
Penilaian terhadap kinerja secara efektif ada dua syarat utama yang harus diperhatikan yaitu :
1. Adanya kriteria kinerja yang dapat diukur secara objektif
2. Adanya objektivitas dalam proses evaluasi
Kriteria pengembangan kinerja yang dapat diukur secara objektif untuk pengembangannya diperlukan kualifikasi-kualifikasi tertentu. Ada tiga kualifikasi penting bagi pengembangan kriteria kinerja yang dapat diukur secara objektif yaitu :
a.Relevansi
b.Rehabilitasi
c.Diskriminasi
2.1.3.3 Pendekatan Penilaian Kinerja
Titik acuan penilaian kinerja menurut Gomez (2001:138), ada tiga tipe yang saling berbeda yaitu :
1. Evaluasi hasil berbasis kinerja
2. Evaluasi perilaku berbasis kinerja
(57)
2.1.3.4 Tujuan Penilaian Kinerja
Tujuan penilaian kinerja menurut ivanovich (2001:246) adalah untuk pengembangan, motivasi, perencanaan sumber daya manusia dan jabatan, komunikasi, pengaduan secara legal, dan riset manajemen sumber daya manusia (MSDM). Dan menurut Mondy et al (2000:354) adalah untuk memperbaiki kinerja individu, tim, dan dalam organisasi serta untuk membantu dalam pembuatan keputusan administratif seperti peningkatan gaji, sedangkan menurut Harvey dan Bowin (1996:140) mengatakan bahwa penilaian kinerja adalah untuk keperluan kompensasi, perbaikan kinerja, informasi dalam promosi, mutasi, penarikan, dan seleksi serta alat pengembangan.
Carrel et al (1995:350), tujuan penelitian kinerja adalah untuk evaluasi dan pengembangan terutama yang berkaitan dengan pembuatan keputusan mengenai kompensasi, penempatan, seleksi, umpan balik, serta pelatihan, dan pengembangan. Selanjutnya Gomez (2001:135), mengatakan bahwa penilaian terhadap kinerja mempunyai tujuan untuk mereward kinerja sebelumnya dan untuk memotivasi demi perbaikan kinerja pada masa yang akan dating. Informasi-informasi yang diperoleh dari penilaian kinerja ini dapat digunakan untuk kepentingan pemberian gaji, kenaikan gaji, promosi, pelatihan, dan penempatan tugas-tugas tertentu.
2.1.3.5 Dimensi-dimensi Kinerja
Penilaian terhadap kinerja karyawan yang berdasarkan deskripsi perilaku yang spesifik, maka ada beberapa dimensi atau kriteria dari kinerja yang
(58)
digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini, sebagaimana konsep yang dikemukakan Gomez (2003:142), di antaranya :
1. Kuantitas kerja
2. Kualitas kerja
3. Pengetahuan pekerjaan
4. Kreativitas
5. Kerjasama
6. Dependability
7. Inisiatif
8. Kualitas personal
2.1.4 Keterkaitan antar Variabel Penelitian
2.1.4.1 Hubungan Budaya Organisasi dengan Kepuasan Kerja
Hubungan antara Budaya Organisasi dengan Kepuasan Kerja terdapat hubungan, dimana budaya dikatakan memberikan pedoman bagi seorang karyawan bagaimana dia mempersepsikan karakteristik budaya suatu organisasi. Nilai yang dibutuhkan karyawan dalam bekerja, berinteraksi dalam kelompoknya dengan sistem dan administrasi, serta berinteraksi dengan atasannya, sehingga karyawan tersebut merasa bahagia dan puas setelah melakukan dan saat melakukan pekerjaannya tersebut. Hasil penelitian Kirk L.Rogga at al (2001)
(59)
menyatakan bahwa budaya organisasi dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan.
Robbins (2001:148) menyatakan bahwa seseorang yang memiliki kepuasan kerja yang tinggi cenderung bertingkah laku positif terhadap pekerjaannya, begitupun sebaliknya seseorang yang tidak puas cenderung bersikap negatif terhadap pekerjaannya. Selanjutnya Robbins (2001:154) mengungkapkan empat respon terhadap ketidakpuasan seseorang karyawan yaitu
exit, voice, loyalty, dan neglect. Dari keempat respon tersebut exit dan neglect berpengaruh besar terhadap produktivitas, absensi, dan pengunduran diri karyawan, sedangkan voice dan loyalty lebih mengarah kepada sikap dan perilaku yang bersifat konstruktif yang antara lain meliputi usaha mengembangkan kondisi kerja, perbaikan kondisi, atau menunggu kebijakan perusahaan untuk memperbaikinya, karena kepercayaan dan kesetiaan terhadap perusahaan.
2.1.4.2 Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja
Budaya Organisasi yang disosialisasikan dengan komunikasi yang baik dapat menentukan kekuatan menyeluruh organisasi, kinerja dan daya saing dalam jangka panjang. Pendapat Robbins (2001:265) , dalam Anwar Prabu Mangkunegara (2005:28) mengatakan bahwa pembentukan kinerja yang baik dihasilkan jika terdapat komunikasi antara seluruh karyawan sehingga membentuk internalisasi budaya organisasi yang kuat dan dipahami sesuai dengan nilai-nilai organisasi yang dapat menimbulkan persepsi yang positif antara semua tingkatan
(60)
karyawan untuk mendukung dan mempengaruhi iklim kepuasan yang berdampak pada kinerja karyawan.
Budaya organisasi dengan kinerja karyawan sebagaimana dinyatakan oleh Mondy & Noe (1996:46) , Budaya organisasi adalah sistem dari shared values, keyakinan dan kebiasaan-kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur formalnya untuk mendapat norma-norma perilaku. Budaya organisasi juga mencakup nilai-nilai dan standar-standar yang mengarahkan perilaku pelaku organisasi dan menentukan arah organisasi secara keseluruhan.
Diperkuat oleh Kotter & Hesket (1992) bahwa dalam budaya corporate
yang kuat, hampir semua anggota organisasi menganut bersama seperangkat nilai dan metode dalam menjalankan bisnis yang relatif konsisten, dimana cara kekuatan budaya yang berhubungan dengan kinerja meliputi : (1) penyatuan tujuan, (2) budaya yang kuat membantu kinerja bisnis karena menciptakan suatu tingkat motivasi dalam diri karyawan, (3) budaya yang kuat membantu kinerja karena memberikan struktur dan kontrol yang dibutuhkan tanpa harus bersandar pada birokrasi formal yang dapat menekankan tumbuhnya motivasi dan inovasi
2.1.4.3 Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kinerja
Penelitian Ostroff (1995:2) menunjukkan bahwa sebagian besar penelitian tentang hubungan kepuasan kerja dan kinerja dilakukan hanya pada individu dalam organisasi. Penelitian yang dilakukan oleh para ahli menyatakan bahwa kepuasan karyawan dan kesehjahteraan berpengaruh terhadap kinerja namun
(61)
mereka tidak secara eksplisit memberikan hipotesis tentang tingkat analisa yang tepat. Misalnya , Individu, kelompok, atau organisasi untuk menerapkan teori tersebut.
Literatur dalam lembaga pendidikan tentang hubungan manusia tidak secara jelas menyatakan bahwa kepuasan yang meningkat menyebabkan kinerja yang meningkat pula, dan apakah hubungan yang dipegang pada tingkat individu ini dapat diperdebatkan. Studi kepuasan-kinerja pada tingkat organisasional yang memiliki lebih banyak karyawan yang puas dengan pekerjaannya akan lebih produktif dan menguntungkan daripada organisasi yang karyawannya kurang puas dengan pekerjaannya. Lebih jauh bahwa kepuasan dan kinerja di tingkat organisasional dapat lebih kuat disbanding dengan tingkat individu.
Kepuasan kerja menunjukkan kesesuaian antara harapan akan sesuatu dengan apa yang benar-benar diterima, sehingga tingkat kepuasan kerja karyawan secara individu berbeda-beda. Perbedaan ini disebabkan karena masing-masing individu memiliki perbedaan baik dalam nilai yang dianutnya, sikap, perilaku, maupun motivasi untuk bekerja. Kepuasan kerja akan mengarahkan karyawan untuk berkinerja lebih baik. Sebaliknya ketidakpuasan akan menurunkan kinerja kerja.
Karyawan yang memiliki tingkat kepuasan kerja tinggi tidak selamanya memiliki kinerja tinggi yang tinggi, hal ini disebabkan karena masih ada variabel-variabel lain seperti : kemampuan, motivasi, dan kesempatan yang berhubungan dan mempengaruhi kinerja kerja karyawan disamping variabel kepuasan kerja,
(1)
176 5.1 Kesimpulan
Berdasakan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Budaya Organisasi pada PT. Telkom Divre III Bandung yang diambil dari 7 indikator yaitu : inovasi dan pengambilan resiko, perhatikan ke rincian, orientasi hasil, orientasi orang, orientasi pada tim, agresivitas, dan stabilitas. Berdasarkan tanggapan responden tentang Budaya Organisasi pada PT. Telkom Divre III Bandung sudah dilaksanakan dengan baik atau termasuk kedalam kategori tinggi yaitu dengan nilai skor total 6079, hal ini juga menyatakan bahwa Budaya Organisasi telah menunjukan kondisi yang baik/ hasil skor yang tinggi dari setiap indikatornya.
2. Kepuasan kerja pada PT. Telkom Divre III Bandung yang diambil dari 5 indikator yaitu : pekerjaan itu sendiri, pembayaran, promosi kerja, supervisi, dan rekan kerja. Berdasarkan tanggapan responden tentang Kepuasan Kerja pada PT. Telkom Divre III Bandung sudah dilaksanakan dengan baik atau termasuk kedalam kategori tinggi yaitu dengan nilai skor total 4280. Hal ini juga menyatakan bahwa Kepuasan kerja telah menunjukan kondisi yang baik/ hasil skor yang tinggi dari setiap indikatornya.
(2)
177
3. Kinerja karyawan pada PT. Telkom Divre III Bandung yang diambil dari 8 indikator yaitu : kuantitas kerja, kualitas kerja, pengetahuan pekerjaan, kreativitas, kerjasama, dependability, inisitatif, dan kualitas personal. Berdasarkan tanggapan responden tentang Kinerja karyawan pada PT. Telkom Divre III Bandung sudah dilaksanakan dengan baik atau termasuk kedalam kategori tinggi yaitu dengan nilai skor total 6272. Namun masih ada terdapat 2 indikator dari variabel ini yang dikategorikan hasil skor relatif cukup dan kurang yaitu kerjasama dan kreativitas dari seorang karyawan. Hal ini dikarenakan cukupnya pendekatan komunikasi yang dimiliki karyawan tersebut terhadap rekan kerjanya masing-masing
4. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa secara simultan terdapat pengaruh yang signifikan dan hubungan yang kuat antara Budaya Organisasi (X1) dan Kepuasan kerja (X2) terhadap Kinerja karyawan (Y). Hal ini dapat dilihat dari nilai Fhitung (54,016) > Ftabel (3,09) yang artinya, secara simultan Budaya Organisasi (X1) dan Kepuasan kerja (X2) terhadap Kinerja karyawan (Y). Budaya Organisasi (X1) dan Kepuasan kerja (X2) terhadap Kinerja karyawan (Y) berpengaruh secara parsial, hal ini bias dilihat dari pengujian hipotesis t hitung > t tabel (1,985).
(3)
5.2 Saran
Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan diatas, maka penulis mencoba memberikan saran-saran yang mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi perusahaan. Adapun saran yang disampaikan penulis adalah sebagai berikut :
1. Budaya Organisasi pada PT. Telkom Divre III Bandung sudah baik, walaupun hasil yang diterima baik, PT. Telkom harus tetap meningkatkan lebih baik lagi Budaya organisasinya apabila terjadi transformasi Budaya kerja perusahaannya setiap periode tertentu. Hal ini agar terjalin komunikasi yang baik di antarlingkungan organisasi PT. Telkom Divre III Bandung dan setiap konsumen yang ada.
2. Kepuasan kerja pada PT. Telkom Divre III Bandung sudah baik, walaupun hasil yang diterima baik, PT. Telkom Divre III Bandung harus tetap meningkatkan lebih baik lagi berbagai macam aspek-aspek yang dapat memberikan Kepuasan kerja pada karyawan.
3. Kinerja karyawan pada PT. Telkom Divre III Bandung sudah baik, walaupun hasil yang diterima baik, masih ada terdapat dua indikator yang dianggap perlu ditingkatkan menjadi lebih baik lagi, yaitu Kerjasama, dan Kreativitas. Untuk itu, PT. Telkom Divre III Bandung juga harus tetap memacu motivasi para karyawannya masing masing dalam setiap lini lini divisi yang ada, agar dapat meningkatkan kreativitas dan kerjasama para karyawan serta
(4)
179
meningkatkan kembali lebih baik kinerja karyawannya apabila terjadi Transformasi Budaya Organisasi setiap periodenya.
4. Melihat adanya pengaruh yang kuat antara Budaya Organisasi dan kepuasan kerja terhadap Kinerja karyawan pada PT. Telkom Divre III Bandung, maka pimpinan perusahaan hendaknya memperhatikan Budaya Organisasi agar dapat berjalan dengan efektif dan efesien serta mampu menggabungkan Kepuasan Kerja karyawan dan Pelanggan dalam berbisnis di pasar bebas dan menghasilkan kinerja karyawan pada PT. Telkom Divre III Bandung yang baik dan berkualitas. Transformasi Budaya Organisasi harus dilakukan secara periodik agar dapat dilihat kekurangan dan kelebihan karyawan serta perkembangan karyawan dari waktu ke waktu, sehingga memudahkan pimpinan perusahaan untuk melihat sampai dimana kepuasan kerja karyawan tersebut bersama dengan kinerjanya terlebih dengan beberapa indikator kinerja yang termasuk relatif cukup dan rendah seperti kreativitas dan kerjasama para karyawan masing masing di PT. Telkom Divre III Bandung, diharapkan lebih ditingkatkan kembali.
(5)
180
Anwar P Mangkunegara, 2005.Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, Jakarta : PT. Remaja Rosdakarya.
Cecilia engko, 2006, Pengaruh Kepuasan kerja terhadap kinerja individual dengan Self esteem, dan Self efficacy di Simposium Nasional Akuntasi 9 Padang. Cherrington, David J, 1998, Organizational Behavior. The management of
Individual and Organizational Performance, Allyn and Bacon.
Daft, Richard L, 1998, Organizational Theory and Design 6th edition, Smith Western College Publishing, Ohio.
Faustino Cardoso Gomez, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia, cetakan kelima, Yogyakarta : penerbit Andi Offei.
Husein Umar, 2004. Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi cetakan kelima, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Prima.
Mathis ,Robert L, and Michael J Campbell, 2001, manajemen Sumber Daya Manusia (edisi terjemahan Bahasa Indonesia), Jakarta.
Mondy Wayne and Robert M. Noe, 2000, Human Resources Management Massachusetts, Allyn and Bacon.
Pabundu Tika, Moh, 2006, Budaya organisasi dan peningkatan Kinerja perusahaan, Jakarta : Bumi aksara.
Purwanto Wahyuddin, 2006, Pengaruh faktor-faktor Kepuasan kerja terhadap Kinerja karyawan Pusat pendidikan Komputer Akuntansi IMKA Surakarta, program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta Pabean, Surakarta 57102.
Rogga, Kirk L 2001, Human Resource Practice, Organizational Culture, and Employee Satisfaction, Academy of Management Review, July.
Robbins, Stephen P, 1996, Perilaku Organisasi, Konsep, Kontroversi, Aplikasi, 6th edition, Jakarta : PT. Prenhalindo.
________________, 1998, Essentials of Organizational Behavior, Concept, Controversies, Application, 7th Ed Preutice Hall, New Jersey.
(6)
181
________________, 2002, Perilaku Organisasi, Konsep, Kontroversi, Aplikasi, Jakarta : PT. Prenhalindo.
Sugiyono, 2002. Statistik Untuk Penelitian, Bandung : CV. Alfabeta. ________, 2004. Metode Penelitian Administrasi, Bandung : CV. Alfabeta. ________, 2008. Statistik Untuk Penelitian, Bandung : CV. Alfabeta.
Umi Narimawati, 2007. Riset Manajemen Sumber Daya Manusia Aplikasi contoh dan Perhitungannya, Jakarta : Agung Media.