Respon daya sebar pada semua suhu pencampuran memenuhi kriteria daya sebar yang diinginkan, yaitu 3-5 cm. Respon viskositas pada percobaan ini
tampak tidak stabil karena mengalami kenaikan dan penurunan seiring dengan kenaikan suhu. Respon viskositas pada suhu 60
o
C tidak memenuhi kriteria yang diinginkan, yaitu 200-300 dPas. Level rendah suhu pencampuran yang dipilih
adalah 30
o
C karena suhu 30
o
C merupakan suhu yang mendekati suhu ruangan dan masih memenuhi kriteria sifat fisik yang diinginkan. Level tinggi suhu
pencampuran yang dipilih adalah 70
o
C karena pada suhu tersebut dianggap sebagai titik kritis terjadi kenaikan viskositas kembali setelah suhu 60
o
C yang tidak memenuhi respon viskositas.
C. Formulasi Emulgel Minyak Cengkeh
Minyak cengkeh dengan konsentrasi sebesar 15 mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis yang ditunjukkan dengan
adanya zona jernih di sekitar sampel Kusuma, 2010. Pemilihan sediaan emulgel didasarkan pada sifat hidrofobik dari bahan aktif, yaitu minyak cengkeh. Minyak
cengkeh diformulasi menjadi emulsi minyak dalam air MA yang selanjutnya diintegrasikan ke dalam gel menjadi emulgel yang dapat memberikan rasa
nyaman ketika diaplikasikan pada wajah pengguna. Emulgel dapat memberikan sensasi dingin dari air yang terkandung dalam gel sehingga diharapkan dapat
mengurangi sensasi berminyak dari minyak cengkeh. Selain itu, gel berperan untuk meningkatkan viskositas dan meningkatkan stabilitas emulsi.
Pada sistem emulsi tipe MA, fase minyak merupakan fase terdispersi fase internal, sedangkan fase air merupakan fase kontinu fase eksternal. Sediaan
topikal dengan tipe air dalam minyak AM dapat menutupi pori-pori kulit, tempat tersumbatnya sekresi sebum yang berlebihan. Sebum merupakan media
pertumbuhan yang baik bagi mikroba. Akibatnya penutupan pori-pori oleh sediaan dengan tipe AM dapat memperparah kondisi jerawat. Sebaliknya sediaan
topikal dengan sistem MA tidak akan menutupi pori-pori kulit sehingga minyak cengkeh diharapkan dapat terpenetrasi dengan baik dan menghambat
pertumbuhan bakteri penyebab timbulnya jerawat. Bahan-bahan yang digunakan dalam formulasi emulgel minyak cengkeh
adalah minyak cengkeh, parafin cair, Span 80, Tween 80, gliserin, carbopol 940, aquades, propilparaben, metilparaben dan trietanolamin. Proses emulsifikasi
dilakukan dengan mencampurkan fase air, fase minyak, dan emulgator pada suhu 30 dan 70
o
C. Pemanasan ini bertujuan untuk mempermudah pencampuran kedua fase yang berbeda.
Emulgator yang digunakan untuk membentuk emulsi adalah Tween 80 dan Span 80. Bagian hidrokarbon molekul Span 80 sorbitan monooleat berada dalam
globul minyak dan radikal sorbitan berada dalam fase air. Kepala sorbitan yang besar pada molekul Span mencegah ekor-ekor hidrokarbon bergabung rapat dalam
fase minyak. Ketika Tween 80 polioksietilen sorbitan monooleat ditambahkan, senyawa ini mengarah pada antarmuka dengan ekor hidrokarbonnya berada
dengan fase minyak, sedangkan sisa rantainya, bersama dengan cincin sorbitan dan rantai polioksietilen, berada dalam fase air. Rantai hidrokarbon molekul
Tween 80 berada dalam globul minyak di antara rantai-rantai Span 80, kemudian dihasilkan tarik-menarik van der Waals yang efektif. Emulgator mengurangi
tegangan antarmuka karena adsorpsinya pada antarmuka minyak-air membentuk selaput monomolekuler. Dengan cara ini, emulgator dapat meningkatkan stabilitas
emulsi terhadap penggabungan partikel Sinko, 2012. Emulgator yang terdistribusi homogen dalam dispersi minyak dalam air menyebabkan droplet
yang terbentuk lebih stabil karena fungsi agen pengemulsi bekerja secara optimal pada droplet-droplet yang berukuran kecil. Pemilihan surfaktan nonionik dalam
formula ini karena adanya kelebihan dibandingkan dengan surfaktan anionik dan kationik, yaitu tidak rentan terhadap perubahan pH dan penambahan elektrolit
Swarbrick, 2006. Parafin cair berfungsi sebagai fase minyak dari emulsi. Gliserin berfungsi
sebagai humektan, yaitu menjaga kelembaban sediaan dengan membentuk ikatan hidrogen dengan air yang ditambahkan saat formulasi emulgel. Pada saat aplikasi,
gliserin menjaga kelembaban kulit dengan membentuk ikatan hidrogen dengan air dari uap air di lingkungan.
Menurut Curteis 1991, carbopol 940 cocok dipilih sebagai gelling agent untuk menghasilkan viskositas yang tinggi pada konsentrasi rendah. Carbopol
merupakan polimer asam akrilik sintetis yang membentuk crosslinked sebagai berikut:
Gambar 15. Cross-linked dari polimer akrilik Braun, 2000.
Mekanisme pengentalan yang terjadi dimungkinkan melalui dua mekanisme sebagai berikut:
1. Metode ikatan hidrogen
Hasil ikatan hidrogen antara gugus karboksil dari carbopol dan gugus hidroksil dari pelarut berupa air akan menyebabkan molekul menjadi uncoil dan
terjadi kekentalan. Selain berperan sebagai humektan, gliserin juga merupakan donor gugus karboksil Curteis, 1991.
Gambar 16. Gambaran molekul carbopol dalam keadaan uncoil dengan ikatan hidrogen Curteis, 1991.
2. Netralisasi
Dengan adanya penambahan basa trietanolamin, maka terjadi netralisasi gugus asam karboksilat. Penambahan basa akan memutuskan gugus karboksilat
dan akan meningkatkan muatan negatif sehingga timbul gaya tolak-menolak elektrostatis yang akan membuatnya menjadi gel yang rigid kaku dan
mengembang Barry, 1983. Dengan kata lain, penambahan basa menyebabkan molekul uncoil dan memberikan viskositas dengan sifat alir yang diinginkan
Braun, 2000. Reaksi ini berlangsung cepat dan viskositas sediaan menjadi meningkat Chikhalikar, 2002.
Gambar 17. Gambaran molekul carbopol dalam keadaan uncoiled setelah netralisasi Curteis, 1991.
Semua emulsi memerlukan bahan antimikroba karena fase air dapat mempermudah pertumbuhan mikroorganisme, terutama karena fase air dalam
formula merupakan fase eksternal sehingga lebih mudah terkontaminasi Dirjen POM, 1995. Pengawet yang digunakan dalam formula ini adalah metilparaben
nipagin dan propilparaben nipasol. Metil paraben memiliki kelarutan yang lebih tinggi dalam air 1:500 dibandingkan dengan propilparaben 1:2500. Oleh
karena itu, metilparaben dicampurkan ke dalam fase air, sedangkan propilparaben dicampurkan ke dalam fase minyak. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan
efektivitas antimikroba dalam kedua fase pembentuk emulsi tersebut.
D. Pengujian Derajat Keasaman pH Emulgel