15
gerakan, dan posisi badan menampakkan ada tidaknya kehangatan dan antusiasme kita.
b Kebiasaan yang perlu dihindari
1 Jangan mengulang-ulang pertanyaan apabila peserta didik
tak mampu menjawabnya. Hal ini dapat menyebabkan munurunnya perhatian dan partisipasi.
2 Jangan mengulang-ulang jawaban peserta didik.
3 Jangan menjawab sendiri pertanyaan yang diajukan
sebelum peserta didik memperoleh kesempatan untuk menjawabnya.
4 Usahakan agar peserta didik tidak menjawab pertanyaan
secara serempak, sebab kita tidak mengetahui dengan pasti siapa yang menjawab dengan benar dan siapa yang salah.
5 Menentukan siswa yang harus menjawab sebelum
mengajukan pertanyaan. Oleh karena itu, pertanyaan diajukan terlebih dahulu kepada seluruh siswa. Baru
kemudian guru menunjuk salah seorang untuk menjawab. 6
Pertanyaan ganda. Guru kadang mengajukan pertanyaan yang sifatnya ganda, menghendaki beberapa jawaban atau
kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa. 3.
Tujuan Keterampilan Bertanya Keterampilan bertanya perlu kita pelajari sebagai pendidik. Ada
beberapa tujuan keterampilan bertanya, yaitu:
16
a. Membangkitkan minat dan rasa ingin tahu peserta didik terhadap
suatu masalah yang sedang dibicarakan. Dengan memberikan pertanyaan kita akan dapat menarik minat
peserta didik dalam pembelajaran. Terlebih jika pertanyaan yang kita berikan tidak sembarangan, memerlukan pemikiran dan renungan
mendalam karena cukup pelik dan tidak dapat dilihat secara hitam putih. Untuk memancing rasa ingin tahu peserta didik kita perlu
memilih pertanyaan terkait dengan isu-isu baru dan sesuai dengan dunia peserta didik.
b. Memusatkan perhatian siswa pada suatu masalah yang sedang
dibahas. Dengan bertanya kita dapat menarik perhatian siswa terhadap satu
persoalan. Kita dapat mempersiapkan berbagai jenis pertayaan yang relevan dengan topik pembelajaran yang kita sampaikan. Ada cara
tertentu agar semua peserta didik fokus pada pertanyaan. Sebagai contoh, di tengah kita sedang menjelaskan topik secara tiba-tiba kita
lemparkan sebuah gulungan kertas yang sudah kita siapkan kepada salah seorang peserta didik yang kita anggap kurang memperhatikan.
Peserta didik yang kita lempar itu langsung kita berikan pertanyaan terkait dengan topik. Biasanya peserta didik lainnya akan diam dan
semua fokus ke kejadian ini dan juga ke pertanyaan yang kita ajukan. Ini sebagai bagian dari
shock therapy
. Pada pertemuan berikut
17
biasanya sudah berkurang orang yang tidak memperhatikan pembelajaran.
c. Mendiagnosis kesulitan-kesulitan khusus yang menghambat peserta
didik dalam belajar. Dengan melontarkan pertanyaan kita akan mengetahui sejauh mana
pemahaman peserta didik tentang topik pembelajaran. Jika sudah paham, kita dapat meneruskan topik pembelajaran berikutnya, namun
jika belum paham kita dapat mengulangi pembahasan atau mendiskusikan lebih jauh, atau mengulangi lagi pada pertemuan
berikutnya. Selain itu, jika peserta didik belum paham terhadap materi pembelajaran,
kita dapat
segera mengidentifikasi
berbagai penyebabnya sehingga akan kita tawarkan solusinya.
d. Mengembangkan cara belajar siswa aktif.
Bertanya pada dasarnya ada proses memahami yang pro-aktif. Bertanya berarti memahami sebagian materi. Bertanya dapat melatih
peserta didik aktif mencari dan menemukan pengetahuan baru. e.
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengasimilasikan informasi.
Dengan kita memberikan pertanyaan sebenarnya menuntut peserta didik merenungkan kembali informasi dan pengetahuan yang telah
diperoleh. Dengan pertanyaan kita dapat melatih peserta didik melakukan proses seleksi pengetahuan untuk menjawab persoalan
yang kita ajukan.
18
f. Mendorong siswa mengemukakan pendapat dalam diskusi.
Dengan kita memberikan pertanyaan kepada seluruh anak, mereka dibiasakan mengemukakan pendapat di muka umum. Di samping itu,
jika terjadi perbedaan pandangan mereka akan dilatih menghargai pandangan orang lain.
g. Menguji dan mengukur hasil belajar.
Tujuan terakhir dari keterampilan bertanya adalah untuk menguji dan mengukur hasil belajar. Ini berarti kegiatan bertanya dikaitkan dengan
tujuan pembelajaran sudah tercapai atau belum.
B. Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran
1. Definisi Pendekatan CTL
Pendekatan CTL
Contextual Teaching and Learning
merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Definisi ini menekankan pentingnya pengaitan antara bahan ajar dengan kehidupan nyata siswa. Bahan ajar harus bermanfaat bagi siswa
dan bermakna dalam arti dapat menambah pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan awal siswa
priorknowledge
melalui pengalaman- pengalaman belajar yang diperoleh dari proses mengalami, menemukan,
memperluas, dan memperkuat
constructivism
. Dengan konsep itu, hasil
19
pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan
mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Dalam pembelajaran
kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi.
Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas siswa. Sesuatu
yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan
kontekstual. Aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran berbasis CTL adalah guru harus dapat membawa siswa ke dalam situasi
belajar yang dapat menghubungkan apa saja yang ada di sekolah atau kelas dengan apa yang ada dalam kehidupan nyata siswa. Dengan
demikian siswa akan merasakan dan menyadari manfaat belajar dengan pergi ke sekolah. Siswa juga dapat membuktikan sendiri dan menemukan
jawaban dalam menghadapi kehidupan di luar kelas yang penuh tantangan dan masalah.
Dalam proses belajar di kelas, siswa dibiasakan untuk saling membantu dan berbagi pengalaman dalam kelompok masyarakat belajar
learning community
. Dalam proses belajar, guru perlu membiasakan anak untuk mengalami proses belajar dengan melakukan penemuan
dengan melakukan pengamatan, bertanya, mengajukan hipotesis,
20
mengumpulkan data, analisis data, dan menarik kesimpulan
inquiry
. Seluruh proses dan hasil belajar diukur dengan berbagai cara dan diamati
dengan indikator yang jelas
outhentic assessment
. Setiap selesai pembelajaran guru wajib melakukan refleksi terhadap proses dan hasil
pembelajaran
reflection
. 2.
Karakteristik Pendekatan CTL Pembelajaran yang dilaksanakan dengan pendekatan CTL memiliki
karakteristik sebagai berikut. a.
Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks yang otentik, artinya pembelajaran diarahkan agar siswa memiliki keterampilan dalam
memecahkan masalah dalam konteks nyata atau pembelajaran diupayakan dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah
learning in real life setting
.
Dengan berbagai cara dan diamati dengan indikator yang jelas
outhentic assessment
. Setiap selesai pembelajran guru wajib melakukan refleksi terhadap proses dan hasil pembelajaran
reflection
. b.
Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna
meaningful learning
. c.
Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa melalui proses mengalami
learning by doing
. d.
Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi
learning in a group
.
21
e. Kebersamaan, kerja sama, dan saling memahami secara mendalam
merupakan aspek penting untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan
learning to know each other deeply
. f.
Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerja sama
learning to ask, to inquiry, to work together
. g.
Pembelajaran dilaksanakan dengan cara yang menyenangkan
learning as an enjoy activity
. Temuan penelitian menunjukkan bahwa CTL memiliki kesesuaian
dengan roh Kurikulum Berbasis Kompetensi dan merupakan salah satu strategi yang sangat tepat untuk mengoperasionalkan Kurikulum Berbasis
Kompetensi Nur, 2001. 3.
Prinsip-Prinsip CTL CTL adalah segala hal yang berurusan dengan bagaimana
mengelola pembelajaran dan bagaimana memotivasi siswa, yang tujuan akhirnya adalah tercapainya tujuan pembelajaran yang efektif. Dalam
upaya mengelola pembelajaran dan memotivasi siswa inilah digunakan beragam prinsip atau dasar berpikir. CTL memadukan beragam prinsip
yang dianggap terbaik yang direkomendasikan oleh ahli-ahli pendidikan masa kini dan diharapkan dapat menciptakan pembelajaran yang efektif,
membuat siswa kompeten dan sekaligus kreatif, serta menciptakan pembelajaran yang menyenangkan.
22
Kehadiran CTL diharapkan dapat mengubah pembelajaran tradisional ke arah pembelajaran kontekstual. Pembelajaran tradisional
biasanya diasosiasikan dengan pembelajaran yang bercirikan 1 siswa pasif karena gurunya yang dominan, 2 guru hanya mengandalkan materi
dari buku teks, buku teks merupakan satu-satunya sumber belajar, 3 siswa hanya diajak menghafal, mencatat, melakukan pengulangan-
pengulangan yang sifatnya mekanis, dan 4 siswa bekerja secara individual, dan tes hanya bersifat hafalan. Jika masih ada guru yang
demikian diharapkan pembelajarannya diubah ke arah pembelajaran kontekstual
yang bercirikan:
berbasis pemecahan
masalah, memberdayakan konteks alamiah, menggunakan beragam sumber yang
relevan, menggunakan penilaian otentik dengan beragam alat ukur yang sesuai, guru bertindak sebagai fasilitator, pembimbing, siswa diajak untuk
bekerja sama,dan siswa belajar bukan diberitahu tetapi dari mengalami, menemukan, dan akhirnya memperkuat temuannya.
4. Pilar CTL
Terdapat tujuh prinsip pilar CTL yang diharapkan dapat mengubah pembelajaran dari tradisional ke pembelajaran kontekstual.
Ketujuh prinsip CTL tersebut diuraikan berikut ini. a.
Konstruktivisme Paradigma pembelajaran konstruktivistik telah disuarakan
dengan lantang oleh Degeng 1989 sebagai hal yang wajib untuk merevolusi pembelajaran di Indonesia apabila kita ingin menghasilkan
23
sumber daya manusia yang ideal. Paradigma
behavioristic
yang dipegang guru selama ini, yang wujudnya dalam proses pembelajaran
berupa transfer pengetahuan dari guru ke siswa, telah menunjukkan kegagalannya dalam menghasilkan lulusan pendidikan yang ideal.
Cara pandang
behavioristic
ini harus secara radikal diganti dengan cara pandang konstruktivistik.
Ciri khas paradigma konstruktivistik adalah aktivitas dan keterlibatan siswa dalam upaya proses belajar dengan memanfaatkan
pengetahuan awal dan gaya belajar masing-masing siswa dengan bantuan guru sebagai fasilitator yang membantu siswa apabila siswa
mengalami kesulitan dalam upaya belajarnya. Dalam kaitannya dengan pemberian bantuan, guru hanya membantu siswa dengan
memberikan arahan atau media dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit dikuasai siswa. Namun, tanggung jawab penyelesaian tugas tetap
pada diri siswa. Ada kemungkinan dalam mengerjakan tugas, siswa melakukan beberapa kesalahan tetapi dengan mediasi atau bantuan
baik berupa umpan balik, bimbingan maupun petunjuk yang diberikan guru, siswa dapat mengerjakan tugas-tugas tersebut dan mencapai
tujuan. Pemberian bantuan semacam ini dikenal dengan istilah
scaffolding.
Melalui pentahapan atau
scaffolding
ini diharapkan setiap siswa dapat menguasai kompetensi yang kompleks secara mudah dan tahan
lama. Guru yang telah menerapkan paham konstruktivisme