Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

menjadi 3 tipe berdasarkan yang dilaporkan Baumrind yaitu otoriter, permisif dan demokratis. Orang tua yang otoriter lebih menekankan kontrol daripada sikap menerima atau kehangatan sehingga orang tua otoriter akan cenderung memberikan perintah kepada anak dengan keharusan tanpa kompromi. Orang tua permisif adalah orang tua yang lebih menekankan kehangatan atau penerimaan tanpa kontrol dan pengawasan sehingga orang tua cenderung melepas anaknya dan menuruti setiap permintaan dan keinginan dari anak tanpa memperhatikan latar belakang atau motif dari keinginan tersebut, bahkan orang tua akan memilih untuk menghindari konflik dengan anaknya. Yang terakhir adalah demokratis. Pola asuh orang tua macam ini menekankan kehangatan atau penerimaan sekaligus memiliki kontrol dan pengawasan yang tinggi terhadap anak. Orang tua demokratis akan bersikap responsif terhadap keinginan atau permintaan anak. Sikap responsif tersebut menyebabkan orang tua tidak langsung memutuskan, tetapi anak diajak untuk membuat pertimbangan dan memikirkan konsekuensi akan hal tersebut. Hal ini menyebabkan orang tua akan memberikan penjelasan pada setiap perintah yang diberikannya supaya anak mengetahui alasan orang tua memberikan perintah tersebut. Di dalam pola asuh, anak merupakan subjek yang dikenai dan orang tua sebagai pelakunya. Setiap pola asuh tersebut akan memberikan dampak yang berbeda kepada anak. Seperti halnya orang tua yang mengasuh anak dengan otoriter akan menyebabkan anak mudah tersinggung, penakut, mudah terpengaruh orang lain karena tidak mempunyai pendirian dan anak akan mudah mengalami PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI stress sehingga tidak mempunyai arah hidup masa depan yang jelas. Sedangkan pola asuh permisif akan menghasilkan anak yang impulsif dan agresif, memiliki kecenderungan untuk memberontak, kurang percaya diri dan tidak memiliki kontrol diri yang baik. Selain itu, anak akan cenderung mendominasi dalam relasinya dengan orang lain dan anak cenderung rendah dalam hal prestasi. Pola asuh demokratis akan menghasilkan anak yang memiliki relasi sosial yang baik sehingga anak mampu bekerja sama, mempunyai kepercayaan dan pengendalian diri yang baik serta memiliki arah masa depan yang jelas. Yusuf, 2000. Melalui penjelasan tersebut, dapat semakin diketahui bahwa perkembangan anak seperti kepribadian dan sifatnya dapat dipengaruhi oleh hal- hal yang terjadi dalam keluarga seperti relasi atau hubungan antar anggota keluarga termasuk antara orang tua dan anak. Pola asuh orang tua akan berpengaruh terhadap anak dalam hal kepercayaan diri, pandangannya terhadap masa depan, relasinya dengan orang lain, agresifitas, kontrol dan konsep diri, kecemasan dan depresi serta kebutuhan untuk berprestasi. Kay 2013 menjelaskan bahwa pola pengasuhan yang kurang berkualitas akan berpengaruh negatif pada perkembangan anak, sehingga dapat memunculkan masalah-masalah dalam perilaku anak. Kualitas pola pengasuhan yang dilakukan orang tua dapat dilihat dari kedua aspek yang terdapat dalam pola asuh, yaitu demandingness dan responsiveness Baumrind, 1991. Ketika salah satu aspek saja yang memiliki nilai tinggi, perkembangan anak akan menjadi negatif dan memunculkan masalah dalam perilaku anak. Masalah-masalah dalam perilaku anak dapat terlihat melalui perilaku yang menyimpang dari aturan norma sosial atau bahkan menyimpang serta melanggar norma hukum yang berlaku. Hal tersebut merupakan perilaku yang disebut delinkuen sehingga dapat pula dikatakan sebagai kenakalan anak. Pada penelitian sebelumnya mengenai pola asuh dan perkembangan anak, banyak yang menggunakan salah satu pola asuh saja sehingga tidak melihat pola asuh mana yang baik, seperti yang dilakukan oleh Taganing 2008 yang melibatkan remaja pria dan wanita yang sedang bersekolah di tingkat SMU, menunjukkan bahwa pola asuh otoriter berhubungan positif terhadap perilaku agresif pada remaja. Dalam penelitian yang dilaporkan oleh Taha 2013, pola asuh demokratis memiliki hubungan yang positif terhadap rasa kepercayaan diri. Penelitian yang lain melihat pola asuh secara umum namun berhubungan dengan perilaku kenakalan remaja secara spesifik dan tidak melihat kenakalan remaja secara umum. Seperti dalam penelitian Kharie 2014 yang melihat hubungan antara pola asuh orang tua dengan perilaku merokok yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara keduanya. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan Nurul 2012 yang menunjukkan bahwa pola asuh orang tua memiliki pengaruh dan hubungan terhadap perilaku seksual pranikah. Dalam berbagai penelitian sebelumnya yang dilihat adalah perilaku kenakalan remaja atau kenakalan secara spesifik. Hal tersebut memiliki kecenderungan akan faking yang dilakukan oleh subjek dalam memberikan respon terhadap perilaku kenakalan remaja. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan membahas sikap terhadap kenakalan remaja untuk menghindari faking karena sikap bukan perilaku melainkan awal mula, pendorong atau kecenderungan manusia dalam berperilaku. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya sikap yang sesuai atau mendukung akan mendorong munculnya suatu perilaku, sehingga apabila sikapnya sesuai dengan kenakalan remaja maka dapat diasumsikan bahwa sikapnya mendukung perilaku kenakalan remaja atau bahkan akan mendorong untuk melakukan kenakalan remaja. Adanya hal tersebut, maka peneliti ingin melihat perbedaan sikap terhadap kenakalan remaja ditinjau dari pola asuh orang tua.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut diatas, masalah yang ingin diteliti dalam penelitian ini adalah apakah ada perbedaan sikap terhadap kenakalan remaja ditinjau dari pola asuh ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan sikap terhadap kenakalan remaja ditinjau dari pola asuh.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi perkembangan pada disiplin ilmu psikologi, khusunya psikologi perkembangan dalam hal sikap terhadap kenakalan remaja. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan mampu memberi masukan pada orang tua dalam menentukan pola asuh yang tepat dalam mengasuh anaknya, terutama dalam mengasuh anak yang memasuki usia remaja. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7

BAB II LANDASAN TEORI

A. Sikap terhadap Kenakalan Remaja

1. Kenakalan Remaja a. Kenakalan Kenakalan remaja dalam bahasa asing disebut sebagai juvenile delinquency. Juvenile dalam bahasa latin adalah anak-anak, anak muda atau dapat dikataan sebagai remaja. Sedangkan delinquent dalam bahasa latin berarti terabaikan atau mengabaikan, dalam hal ini maknanya semakin luas menjadi pelanggar aturan atau pembuat keributan. Dalam Kartono 2005, juvenile delinquent atau kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau kenakalan anak muda yang dapat disebabkan oleh karena adanya pengabaian sosial. Hal ini menyebabkan remaja melakukan tingkah laku yang menyimpang. Santrock 2002 menjelaskan bahwa kenakalan remaja adalah perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial seperti bertindak berlebihan di sekolah, pelanggaran seperti melarikan diri dari rumah sampai tindakan kriminal seperti mencuri. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kenakalan remaja adalah kenakalan atau kejahatan anak muda merupakan tindakan yang melanggar atau bertentangan dengan aturan norma sosial ataupun norma hukum. Jensen dalam Sarwono 1989 membagi kenakalan ke dalam beberapa jenis, yaitu i. Kenakalan yang menyebabkan menimbulkan korban fisik pada orang lain, misalnya perkelahian, pemerkosaan, perampokan dan juga pembunuhan. ii. Kenakalan yang menimbulkan korban materi, misalnya perusakan, pencurian, pencopetan dan juga pemerasan. iii. Kenakalan sosial yang tidak menyebabkan korban pada orang lain, misalnya melakukan tindak seks bebas atau pelacuran dan juga penyalahgunaan obat-obatan terlarang. iv. Kenakalan yang melawan status, misalnya membolos sebagai bentuk melawan status remaja sebagai pelajar dan juga pergi dari rumah tanpa ijin dari orang tua atau melawan dan membantah orang tua sebagai bentuk melawan statusnya sebagai anak. Dari keempat uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa semua kenakalan remaja berdampak negatif pada dirinya sendiri dan orang lain. Banyak sumber yang melihat dan mencari penyebab dari remaja melakukan kenakalan. Salah satunya dalam Kartono 2005, remaja yang melakukan kenakalan tersebut, sebagian besar merupakan usaha dalam rangka untuk mencapai kedewasaan dalam hal seksualnya, dalam rangka mencari dan mendapatkan identitas dirinya, ada ambisi materiil yang tidak atau belum mampu mereka PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI