Pengujian Hipotesis 2 Kebijakan Berhubungan Positif Dengan Kinerja

organisasi.penerapan pengelolaan sumber daya berbasis kompetensi akan memungkinkan adanya pendekatan yang terintegrasi dalam sistem manajemen sumber daya manusia dalam organisasi. Manajemen sumber daya berbasis kompetensi adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pelkasanaan dan pengendalian aktifitas sumber daya muali dari rekrutmen sampai dengan pension dengan menggunakan pendekatan yang berbasis kompetensi jabatan dan individu untuk mencapai visi dan misi organisasi. Penerapan pengelolaan sumber daya berbasis kompetensi akan memungkinkan adanya pendekatan yang terintegrasi dalam sistem manajemen sumber daya manusia manusia dalam organisasi. Pada tahap rekrutmen pegawai baru, untuk mendapatkan pegawai yang tepatdibutuhkan persyaratan kompetensi yang jelas pada setiap jabatan yang akan direkrut. Selain itu metode seleksi yang tepat juga akan mampu memilih pegawai yang sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan. Setelah pegawai diterima, pegawai dalam organisasi memiliki ha untuk mendapatkan pelatihan dan pengembangan. Pelatihan dan pengembangan yang berdasarkan kompetensi akan dapat membantu organisasi untuk lebih fokus pada pengembangan kompetensi yang dibutuhkan dalam meningkatkan kinerja organisasi. Selain itu dalam hal pembinaan karir, organisasi akan lebih mudah dalam mengidentifikasi dan mengembangkan pegawai yang memiliki kompetensi tinggi sehingga pengambilan keputusan mengenai promosi dan mutasi pegawai akan lebih tepat dan mempunyai dasar yang kuat. Sistem manajemen sumber daya manusia berbasis kompetensi juga akan membantu organisasi untuk fokus pada pengembangan kompetensi organisasi dalam menciptakan daya saing bagi organisasi. Pengelolaan sumber daya manusia yang berbasis kompetensi juga dapat memperjelas sistem penghargaan dan pengakuan dengan memberikan imbalan yang diberikan kepada pegawai. Hal ini dipandang akan mampu member motivasi kepada pegawai untuk meningkatkan kompetensi dan kinerjanya.

b. Pengujian Hipotesis 2 Kebijakan Berhubungan Positif Dengan Kinerja

Hasil pengujian kedua menunjukkan bahwa hubungan variabel kebijakan dengan kinerja menunjukkan nilai koefisien jalur sebesar 0.069 dengan nilai t sebesar 5.760 . Nilai tersebut lebih besar dari nilai t tabel 1.96. Hasil ini berarti bahwa kebijakan memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap kinerja yang berarti sesuai dengan hipotesis kedua dimana kebijakan mempengaruhi kinerja. Hal ini berarti Hipotesis 2 diterima. Nilai positif pada koefisien jalur menunjukkan bahwa kebijakan memiliki hubungan yang positif dengan kinerja, artinya bahwa semakin baik kebijakan yang diterapkan maka kinerja akan semakin baik. Hasil pengujian hipotesis 2 di atas juga di dukung oleh Musakabe 2010, yang menyatakan bahwa pelaksanaan kebijakan yang efektif dan efisien akan mampu meningkatkan kinerja. Pelaksanaan kebijakan dapat dilakukan dengan beberapa upaya sebagai berikut: 1. Pengisisan personil sesuai latar belakang pendidikan yang diperlukan untuk mengisi jabatan-jabatan yang tersedia. Penempatan orang yang tepat pada jabatan yang tepat akan menunjang keberhasilan tugas, sebaliknya penempatan orang yang salah akan mengakibatkan menurunnya kinerja organisasi. 2. Pelatihan keterampilan dan kemampuan SDM. SDM yang terampil dan berkualitas akan menunjang pelaksanaan kebijakan pemimpin, sebaliknya kebijakan yang baik tanpa dukungan SDM yang terampil dan berkualitas tidak akan berhasil dalam pelaksanaannya. 3. Pemimpin harus memahami bahwa sejumlah orang yang mengerjakan suatu pekerjaan memiliki motivasi dan member kontribusi yang berbeda-beda. Ada kelompok yang memberi kontribusi kepada organisasi karena memiliki motivasi dan kemampuan, tetapi ada sebagian yang tidakkurang memberi kontribusi dan mungkin ada yang menjadi penghambat atau beban bagi organisasi. Dari ketiga hal tersebut di atas dapat kita ketahui bahwa semakin baik kebijakan yang dilakukan oleh pemimpin maka kinerja karyawan akan semakin baik dan tujuan organisasi dapat tercapai. Tetapi sebaliknya, apabila kebijakan yang diterapkan oleh pemimpin kurang baik, maka kinerja akan menjadi kurang baik. Hal tersebut juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Rakhmanto 2012 yang menyatakan bahwa dalam instansi pemerintahan, sebagian besar atasan atau pimpinan dalam melakukan kebijakan belum sepenuhnya dilakukan secara baik. Hal ini dapat dilihat dari sifat mereka yang berkaitan dengan: a. Kecerdasannya, bahwa mayoritas pimpinan lebih menekankan pad aide dan gagasan dalam merencanakan program kerja kantornya, daripada hanya menjaring masukan dari koleganya, mengacu pada program-program sebelumnya, atau mengikuti perintah pejabat yang lebih tinggi. b. Motivasinya, bahwa mayoritas pimpinan dalam memberi motivasi kepada para PNS di bawahnya lebih didasarkan pada tujuan semata daripada suatu kebutuhan yang harus diberikan atu hanya sekedar keinginan dan tindakan saja. c. Hubungan sosial, bahwa mayoritas pimpinan sangat minim dalam menjalin hubungan dengan komunitas lain. d. Inisiatifnya, bahwa mayoritas pimpinan apabila mendapatkan suatu persoalan bisa diselesaikan dengan inisiatifnya daripada meminta bantuan orang lain ataupun menundanya. e. Keterbukaannya, bahwa mayoritas pimpinan bila mendapatkan informasi segera disampaikan kepada yang bersangkutan.

c. Pengujian Hipotesis 3 Kebijakan Memoderasi Hubungan Antara