21
9. Output program
Hasil keluaran dari Fluent diantaranya dapat berupa kontur, vector, pathline dan
particle track. Pada penelitian ini penggambaran output akan ditampilkan dalam
bentuk kontur tiga dimensi. Kontur konsentrasi SO
2
hasil simulasi, diatur skalanya dengan konsentrasi maksimumnya
sebesar 365 µg m
-3
atau sama dengan 5.703125 × 10
-9
kmol m
-3
. Nilai tersebut merupakan nilai ambang batas polutan SO
2
berada di udara ambien. Konversi satuan konsentrasi SO
2
hasil simulasi Fluent ditunjukkan pada contoh
perhitungan sebagai berikut: 1
= × 64
× 10 ×
10 = 6.4 × 10
3.5 Asumsi Model
Sehubungan dengan adanya berbagai keterbatasan, maka pada penelitian ini
digunakan asumsi sebagai berikut : 1.
Simulasi dilakukan pada kondisi steady state
2. Topografi daerah kajian dianggap datar
3. Sumber emisi hanya berasal dari PLTU
Suralaya Diagram alir penelitian dapat dilihat pada
Lampiran 4.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Aliran di Dalam Model
Aliran yang terjadi di dalam simulasi ini merupakan aliran turbulen. Hal ini dapat
dilihat dari besarnya bilangan Reynolds pada aliran tersebut yaitu sebesar 1.4 × 10
6
. Bilangan ini cukup penting karena selain
dapat menunjukkan suatu aliran turbulen atau tidak, bilangan ini juga dapat dijadikan
patokan oleh peneliti untuk membandingkan antara penelitian yang satu dengan yang
lainnya dalam kasus aliran fluida pada kasus yang sama.
Salah satu besaran yang sering digunakan sebagai pembanding antara model
yang satu dengan yang lainnya, khususnya pada kasus aliran disekitar silinder adalah
drag coefficient
C
D
. Pada saat pembandingan, model yang dibandingkan
harus memiliki bilangan Reynolds yang relatif sama. Perhitungan besaran tersebut dilakukan
di dalam Fluent yang di dalamnya tersedia pilihan untuk menghitung drag coefficient
tersebut. Hasil perhitungan C
D
pada penelitian ini adalah 0.304, perbandingannya dengan
hasil pada beberapa eksperimen dapat dilihat pada Tabel 7. Nilai C
D
pada simulasi saat ini dengan bilangan Reynolds sebesar 1.4 × 10
6
masih berada diantara beberapa hasil eksperimen lainnya dan hasilnya cukup
mendekati. Hal ini menunjukkan bahwa model yang dibuat sudah cukup baik untuk
dapat digunakan pada tahap penelitian selanjutnya.
4.2 Kecepatan Aliran di Sekitar Cerobong
Hasil simulasi aliran yang terjadi di sekitar silinder mulut cerobong ditunjukkan
pada Gambar 9. Gradasi warna di sebelah kiri kontur menunjukkan nilai dari kecepatan
angin m det
-1
. Semakin merah warna kontur,
Gambar 9 Kontur kecepatan angin di sekitar cerobong hasil simulasi
Tabel 7 Nilai C
D
dari beberapa eksperimen Re
Eksperimen Persamaan Turbulen
C
D
1.4× 10
6
Simulasi saat
ini 3D
Spalart-Allmarass 0.404
Catalano et al. 3D LES
0.310 Catalano et al.
Unsteady RANS 0.410
1 × 10
6
Singh dan Mittal. 2D LES 0.591
Shih et al. Tidak Diketahui
0.240 Zdravkovich Tidak
Diketahui 0.17-0.40
22
maka kecepatan anginnya semakin tinggi sedangkan semakin biru warna kontur, maka
kecepatan anginnya akan semakin rendah. Pada simulasi tersebut, tidak ada material lain
yang keluar dari cerobong, melainkan hanya udara yang berasal dari velocity inlet yang
mengalir searah sumbu x.
Hasil simulasi tersebut jika dibandingkan dengan hasil penelitian
Catalano et al 2003 dengan bilangan
Reynolds sebesar 1 × 10
6
, kontur kecepatan angin yang terbentuk menunjukkan bentuk
yang hampir sama, terlebih pada penelitian dengan menggunakan persamaan turbulensi
LES Gambar 10. Perbedaan bentuk kontur terjadi karena masing-masing persamaan
turbulensi yang digunakan memiliki akurasi yang berbeda-beda. Selain itu, kerapatan grid
pada masing-masing penelitian juga akan mempengaruhi keakuratan hasil sehingga
akan terjadi perbedaan bentuk kontur. Semakin rapat suatu grid pada suatu model,
waktu komputasi yang dibutuhkan akan lebih lama tetapi hasilnya akan semakin akurat.
Sebaliknya jika grid dari suatu model tidak begitu rapat, maka waktu komputasi yang
dibutuhkan juga akan lebih sedikit dan hasil yang didapat akan berkurang keakuratannya.
Gambar 10 Kontur kecepatan angin dengan menggunakan dua persamaan
turbulensi URANS dan LES Catalano et al. 2003
Seperti diketahui sebelumnya, aliran yang terjadi pada penelitian ini termasuk ke
dalam aliran turbulen supercritical dan kecepatannya mengalami fluktuasi yang
cukup besar. Aliran mengalami fluktuasi ketika menyentuh silinder dan terjadi
pemisahan aliran secara paksa secara simetris ke arah kanan dan kiri Gambar 11.
Pada titik tengah silinder terjadi stagnasi sehingga aliran di daerah tersebut
berkurang kecepatannya ditunjukkan oleh warna kuning. Lain halnya dengan aliran di
samping silinder, terjadi peningkatan kecepatan aliran ditunjukkan oleh warna
ungu sehingga di daerah tersebut terbentuk lapisan geser yang nantinya akan
menimbulkan vortex putaran aliran di daerah belakang silinder. Pola pembentukan vortex
sangat bergantung pada bilangan Reynolds dari aliran itu sendiri.
Gambar 11 Pembentukan vortex dan titik pemisahan aliran B pada aliran
supercritical Sumer dan Fredsoe 2006
Menurut Sumer dan Fredsoe 2006, pembentukan vortex pada aliran supercritical
di sekitar silinder terjadi pada titik B dan pembentukan vortex tersebut terjadi di kedua
sisi silinder Gambar 11. Hal tersebut sesuai dengan hasil simulasi Gambar 12, vortex
mulai terbentuk di kedua sisi silinder ditunjukkan oleh warna pink pada titik yang
letaknya sama dengan titik B tersebut.
Gambar 12
Hasil simulasi
kontur pembentukan vorticity pada arah
x di sekitar cerobong Separasi aliran yang terjadi pada
lapisan batas boundary layer di kedua sisi silinder tersebut merupakan aliran turbulen,
tetapi transisi menuju aliran turbulen di dalam lapisan batas belum terbentuk sepenuhnya.
Daerah transisi tersebut terletak diantara titik stagnasi stagnation point dan titik
pemisahan separation point Sumer dan Fredsoe 2006.
4.3 Hasil Simulasi Penyebaran Gas SO