Suhu dan Stabilitas Atmosfer

6 dibandingkan dengan cerobong yang memiliki densitas yang lebih kecil Gambar 4. Gambar 4 Pengurangan kecepatan angin di sekitar daerah aliran dengan densitas yang berbeda Oke 1978

b. Suhu dan Stabilitas Atmosfer

Suhu udara bervariasi pada setiap ketinggian lapisan atmosfer. Pada lapisan troposfer, suhu udara menurun dengan bertambahnya ketinggian atau biasa disebut dengan lapse rate, tetapi pada keadaan tertentu di dekat permukaan sering ditemukan keadaan inversi yaitu ketika suhu udara menaik dengan bertambahnya ketinggian. Secara umum, lapse rate dapat diekspresikan dalam persamaan sebagai berikut: ….. 2 merupakan adiabatic lapse rate, T adalah suhu ºC, dan z merupakan ketinggian m. Lapse rate memiliki dua tipe yaitu environmental lapse rate dan adiabatic lapse rate. Environmental lapse rate ELR merupakan perubahan negatif suhu aktual terhadap bertambahnya ketinggian di dalam atmosfer yang stasioner pada waktu dan tempat tertentu. Rata-rata ELR adalah sebesar 6.49 ºC1000 m. Adiabatic lapse rate terbagi menjadi dua, yaitu dry adiabatic lapse rate DALR dan moist adiabatic lapse rate MALR. DALR merupakan perubahan negatif suhu terhadap bertambahnya ketinggian ketika sebuah parsel udara menaik pada udara yang kering atau tidak jenuh dibawah kondisi adiabatik. Udara yang tidak jenuh memiliki RH 100 dengan suhu aktualnya lebih besar dibandingkan titik embunnya Td. Besarnya nilai DALR rata-rata adalah 9.8 ºC1000 m. Moist adiabatic lapse rate MALR atau disebut juga dengan saturated adiabatic lapse rate SALR merupakan perubahan negatif suhu terhadap bertambahnya ketinggian ketika sebuah parsel udara menaik pada udara yang jenuh. Kondisi lapse rate ini berubah-ubah sesuai dengan kadar kelembabannya serta bergantung pada suhu dan tekanan rendah dengan nilai rata-rata sebesar 5 ºC1000 m. Perbedaan nilai lapse rate antara DALR dengan MALR disebabkan oleh adanya perbedaan panas laten yang dilepaskan ketika air terkondensasi Ahrens 2006. Kondisi inversi yaitu suhu udara menaik dengan bertambahnya ketinggian, merupakan kondisi yang sangat buruk dalam kaitannya dengan penyebaran zat polutan karena pada kondisi ini zat polutan tidak akan bisa naik ke atas melainkan akan cenderung untuk kembali ke permukaan dikarenakan suhu parsel udara lebih dingin dibandingkan udara di atasnya sehingga parsel akan cenderung menuju ke ketinggian awalnya. Perubahan suhu udara terhadap ketinggian juga berhubungan secara langsung terhadap stabilitas atmosfer. Secara umum, terdapat tiga kriteria stabilitas atmosfer yaitu netral, tidak stabil, dan stabil. Kriteria kestabilan atmosfer tersebut dapat ditentukan dengan membandingkan antara laju penurunan suhu adiabatik dengan laju penurunan suhu lingkungan aktual. Keadaan atmosfer netral adalah ketika laju penurunan suhu secara adiabatik sama dengan laju penurunan suhu lingkungan. Kerapatan udara di dalam parsel juga akan sama dengan densitas udara di luar parsel sehingga pada keadaan tersebut gaya buoyancy gaya ke atas yang menahan suatu benda mengapung tidak ada. Pada kondisi tidak stabil, laju penurunan suhu adiabatik lebih kecil dibandingkan dengan laju penurunan suhu lingkungan sehingga ketika suatu parsel akan bergerak naik dan mengalami pendinginan, suhu parsel tersebut masih lebih tinggi dibandingkan dengan suhu udara di lingkungannya. Hal itu membuat kerapatan parsel tersebut akan lebih rendah daripada udara di sekitarnya yang membuat parsel tersebut akan terus naik. Kondisi ini juga dipengaruhi oleh gaya buoyancy sehingga parsel tersebut akan terus bergerak ke atas. Kondisi atmosfer stabil ditunjukkan oleh suhu parsel yang lebih rendah dibandingkan suhu lingkungannya ketika bergerak naik karena pada kondisi ini laju 7 Gambar 5 Stabilitas atmosfer berdasarkan perubahan suhu terhadap ketinggian tempat penurunan suhu adiabatik lebih besar dibandingkan dengan laju penurunan suhu lingkungan. Pada kondisi ini, parsel yang bergerak naik maupun bergerak turun akan cenderung kembali ke ketinggiannya semula. Deskripsi ketiga kriteria atmosfer tersebut dapat dilihat pada Gambar 5 Kushnir 2000. Garis merah tebal merupakan laju penurunan suhu lingkungan, garis merah putus-putus merupakan laju penurunan suhu adiabatik, Tp dan Te berturut-turut merupakan suhu parsel dan suhu lingkungan pada ketinggian Z 1 . Penentuan stabilitas dengan menggunakan metode di atas membutuhkan observasi yang terus-menerus sehingga seorang ilmuwan bernama Pasquill mengkategorikan stabilitas atmosfer tersebut menjadi enam kelas stabilitas dari A sampai F dengan penentuan kelas tersebut berdasarkan pada beberapa parameter yaitu radiasi matahari, kecepatan angin di permukaan, dan penutupan awan Pasquill 1962. Keenam stabilitas atmosfer tersebut dapat ditentukan berdasarkan kriteria gradien suhu yang ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2 Kelas stabilitas berdasarkan gradien suhu Kelas Stabilitas Gradien Suhu °C100 m A sangat tidak stabil -1.9 B tidak stabil -1.9 s.d -1.7 C tidak stabil ringan -1.7 s.d -1.5 D netral -1.5 s.d -0.5 E stabil ringan -0.5 s.d 1.5 F stabil 1.5 s.d 4.0 Sumber : Soenarmo 1999 Selain mempengaruhi pergerakan polutan secara vertikal, stabilitas atmosfer juga dapat mempengaruhi bentuk kepulan dari cerobong. Terdapat lima bentuk kepulan dari cerobong secara umum, yaitu looping, coning, fanning, lofting, dan fumigation Oke 1978. Bentuk kepulan tersebut ditunjukkan pada Gambar 4 dengan keterangan bahwa garis merah di sebelah kiri gambar menunjukkan ELR sedangkan garis hitam menunjukkan DALR. Pada bentuk kepulan looping Gambar 6a, pengaruh turbulensi cukup besar. Bentuk kepulan ini naik turun dan polutannya terdispersi ke berbagai arah,tercampur dengan udara sekitarnya. Kondisi ini terjadi pada saat keadaan atmosfer tidak stabil dan biasanya terjadi pada saat siang hari yang terik. Bentuk kepulan ini lebih menguntungkan walaupun polutannya jatuh ke tanah pada jarak yang lebih dekat karena polutan tersebut konsentrasinya rendah akibat adanya pencampuran dengan udara sekitarnya sehingga cenderung tidak membahayakan makhluk hidup. Kepulan coning Gambar 6b terbentuk pada saat kondisi atmosfer mendekati netral dan biasa terjadi pada keadaan mendung, disaat malam hari ataupun siang hari. Pencampuran secara vertikal dan turbulensi kecil sehingga polutan cenderung lebih tersebar secara horizontal. Kemudian untuk bentuk kepulan fanning Gambar 6c, konsentrasi polutan cukup tinggi karena percampuran secara vertikal dan turbulensi hampir tidak ada di lokasi tersebut. Hal ini menyebabkan polutan terkonsentrasi dan terpusat dengan bentuk seperti garis tebal yang konstan di atmosfer. Bentuk kepulan ini dapat terjadi pada keadaan atmosfer sangat stabil atau pada sistem yang memiliki tekanan tinggi. Biasanya polutan pada bentuk kepulan seperti ini akan jatuh ke tanah pada jarak yang cukup jauh sehingga ketika sudah sampai di tanah konsentrasinya akan jauh berkurang akibat terbawa angin. 8 a b c d e Gambar 6 Bentuk kepulan dari sumber titik a looping b coning c fanning d lofting e fumigation Saperaud 2005 Selanjutnya untuk bentuk kepulan lofting Gambar 6d, terbentuk pada saat sore hari menjelang malam ketika di dekat permukaan kondisi atmosfernya stabil sedangkan di atasnya kondisi atmosfernya masih tidak stabil. Hal ini mengakibatkan pada bagian atas kepulan lebih terlihat terjadinya turbulensi dibandingkan pada bagian bawahnya. Berbeda dengan kepulan yang lain, bentuk kepulan fumigation Gambar 6e merupakan bentuk yang paling buruk. Pada daerah dekat permukaan kondisi atmosfer tidak stabil sedangkan di atasnya kondisi atmosfer stabil. Hal ini berakibat polutan yang berada di bawah tidak dapat terdispersikan ke atas melewati daerah yang stabil tersebut sehingga menyebabkan polutan bercampur di daerah dekat dengan permukaan.

c. Kelembaban Relatif RH dan Curah