8
a b
c d
e Gambar 6 Bentuk kepulan dari sumber titik a looping b coning c fanning d lofting e
fumigation Saperaud 2005 Selanjutnya untuk bentuk kepulan
lofting Gambar 6d, terbentuk pada saat sore hari menjelang malam ketika di dekat
permukaan kondisi atmosfernya stabil sedangkan di atasnya kondisi atmosfernya
masih tidak stabil. Hal ini mengakibatkan pada bagian atas kepulan lebih terlihat
terjadinya turbulensi dibandingkan pada bagian bawahnya.
Berbeda dengan kepulan yang lain, bentuk kepulan
fumigation Gambar 6e merupakan bentuk yang paling buruk. Pada
daerah dekat permukaan kondisi atmosfer tidak stabil sedangkan di atasnya kondisi
atmosfer stabil. Hal ini berakibat polutan yang berada di bawah tidak dapat terdispersikan ke
atas melewati daerah yang stabil tersebut sehingga menyebabkan polutan bercampur di
daerah dekat dengan permukaan.
c. Kelembaban Relatif RH dan Curah
Hujan CH Kelembaban udara merupakan
banyaknya uap air yang terdapat dalam kandungan air dan udara dalam fase gas.
Kelembaban relatif ini cukup penting dalam pengaruhnya terhadap pencemaran udara
karena dapat mempengaruhi jarak pandang. Kandungan uap air ketika mengembun akan
membentuk kabut yang dapat mempengaruhi pandangan. Selain itu, uap air dalam jumlah
yang banyak akan menghalangi radiasi matahari yang masuk ke bumi sehingga akan
menghambat radiasi matahari tersebut untuk memecah inversi. Hal tersebut akan
mengakibatkan zat pencemar yang berada di udara lebih lama berada di atmosfer. Uap air
yang mengembun menjadi kabut juga akan mengakibatkan perubahan SO
3
menjadi H
2
SO
4
menjadi lebih cepat yang berbahaya bagi makhluk hidup Fardiaz 1992.
Kelembaban udara jika kadarnya kurang dari 60 rendah maka akan
membantu memperlambat atau mengurangi efek korosif dari SO
2
sedangkan jika kadarnya sekitar 80 maka akan memperburuk atau
mempercepat efek korosif pada benda. Selain itu, udara yang kadar uap airnya tinggi dapat
membantu partikel polutan seperti debu untuk cepat jatuh ke tanah karena debu tersebut
menempel pada uap air dan akibat adanya gravitasi maka uap air bersama debu yang
menempel akan tertarik ke bumi.
Sulfur dioksida yang jatuh ke bumi bersama dengan curah hujan akan membentuk
hujan asam. Ketika curah hujan tersebut yang sudah bercampur jatuh menyentuh tanah,
tanaman, bangunan, sungai, dan sebagainya maka akan sangat berbahaya. Jika mengenai
bangunan akan menyebabkan efek korosif, sedangkan jika menyentuh kawasan hutan
9
akan mengakibatkan deforestasi dan ketika mengenai daerah perairan maka akan
mengganggu ekosistem yang ada di dalamnya karena dapat menyebabkan kematian bagi
makhluk hidup yang tinggal di perairan tersebut EPA 2007.
2.2 Model Prediksi Dispersi Polutan
Terdapat berbagai macam model prediksi dispersi polutan, mulai dari yang
sederhana sampai dengan yang lebih kompleks yaitu a model empirik: hanya
didasarkan pada data sumber emisi, kualitas udara, dan meteorologi b model numerik:
berdasarkan prinsip dasar fisika dan kimia yang berhubungan dengan proses dalam
pencemaran udara, contohnya adalah model kotak-tetap c model semi-empirik:
berdasarkan formulasi yang diturunkan dari prinsip
scientific, tetapi berdasar pada parameter yang ditentukan secara empirik,
contohnya adalah model Gaussian d model dinamik: berdasarkan persamaan-persamaan
diferensial fisika dan kimia yang berhubungan dengan dinamika aliran fluida di atmosfer.
2.2.1 Model Kotak Tetap Fixed-Box
Model
Model kotak tetap merupakan model pendugaan konsentrasi polutan yang mudah
digunakan untuk daerah perkotaan, tetapi model ini juga memiliki beberapa kekurangan.
Model ini hanya bersifat prediksi numerik saja sehingga secara kualitatif hasilnya benar,
sedangkan secara kuantitatif masih belum memadai Nevers 2000.
Perhitungan konsentrasi polutan dengan model ini menggunakan beberapa
asumsi antara lain: •
Kota berbentuk dimensi L panjang dan W lebar, salah satunya paralel dengan
arah datangnya angin. •
Turbulen di atmosfer menyebabkan percampuran polutan terjadi secara
keseluruhan hanya sampai di daerah batas mixing height H tinggi.
• Turbulen cukup kuat di daerah upwind
sehingga membuat konsentrasi polutan seragam di seluruh volume udara kota
tersebut. •
Angin berhembus di arah x dengan kecepatan angin
u. Diasumsikan kecepatan angin seragam di setiap
ketinggian. •
Konsentrasi polutan di udara ketika memasuki kota x = 0 adalah konstan
dan nilainya sama dengan b. •
Nilai laju emisi polutan di kota tersebut adalah Q biasanya diekspresikan dalam g
det
-1
dan biasa dinyatakan dalam laju emisi per luas area g m
-2
det
-1
. Secara matematis nilai tersebut dapat
digambarkan pada persamaan 3. Q = qA
….. 3 A adalah luasan area L x W. Laju emisi
ini konstan dan tidak berubah dengan waktu.
• Tidak ada polutan yang keluar ataupun
masuk dari atas kotak ataupun melalui sisi yang paralel dengan arah angin.
• Polutan yang berada di atmosfer stabil
dan tidak dapat terurai. Konsentrasi polutan yang terdapat di
dalam udara ambien dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan model kotak tetap
berikut ini Nevers 2000:
c = b + ….. 4
keterangan : c = konsentrasi rata-rata polutan pada
keadaan steady state b = konsentrasi polutan yang masuk
ke dalam kota g m
-3
atau µg m
-3
q = laju emisi per satuan luas g m
-2
det
-1
L = panjang m u = kecepatan angin m det
-1
H = tinggi m
2.2.2 Model Gaussian
Pendekatan ini bertumpu pada kenyataan bahwa solusi dasar persamaan
klasik difusi Fick merupakan distribusi normal. Model Gauss telah dicobakan untuk
sumber tunggal pada kondisi meteorologi khusus dengan waktu rata-rata satu jam atau
lebih. Model ini cukup valid untuk difusi dengan waktu yang lama, kondisi homogen
dan stasioner Soenarmo 1999. Liu dan Liptak 1999 menambahkan bahwa model ini
juga efektif untuk menggambarkan difusi polutan pada jarak kondisi atmosfer tertentu
dengan menggunakan standar deviasi dari distribusi Gaussian dalam dua arah untuk
menggambarkan karakteristik dari polutan sesuai dengan arah anginnya. Secara
10
= 2
1 2
1 2
+ 1
2 +
..... 5 keterangan:
= konsentrasi polutan pada arah x, y, dan z µg m
-3
= nilai emisi dari polutan g det
-1
, = standar deviasi kepulan m
= kecepatan angin vertikal rata-rata yang melintasi ketinggian kepulan m det
-1
= jarak lateral m = jarak vertikal m
= ketinggian efektif cerobong m matematis, model Gaussian pada sumber titik
secara umum dapat digambarkan pada persamaan 5 Liu dan Liptak 1999.
Asumsi yang digunakan pada model ini antara lain Leonard 1997:
1. Turbulensi atmosfer konstan
2. Kecepatan dan arah angin dari sumber
titik sampai reseptor konstan 3.
Kepulan tidak mengalami deposisi ataupun washout
4. Tidak ada komponen yang diserap oleh
badan air ataupun vegetasi 5.
Dispersi hanya terjadi pada arah vertikal dan crosswind
6. Tidak ada komponen yang mengalami
transformasi secara kimia 7.
Komponen yang mencapai permukaan dipantulkan kembali ke dalam kepulan
Berdasarkan asumsi-asumsi yang dijabarkan pada model numerik dan semi-
empirik tersebut yaitu model kotak-tetap dan Gaussian, masih terdapat beberapa
kekurangan yang signifikan. Oleh karena itu, dibutuhkan model yang lebih kompleks yang
lebih mampu menjelaskan fenomena- fenomena yang terjadi dengan harapan
mendapatkan hasil yang lebih baik dan akurat. Salah satu model tersebut yang telah banyak
dikembangkan adalah model dinamik.
2.3 Computational Fluid Dynamics CFD
Penyebaran polutan di atmosfer akan selalu mengikuti perilaku atmosfer, oleh
karena itu untuk mempelajari aliran polutan tersebut pola aliran fluida perlu dipahami.
Dewasa ini telah berkembang suatu disiplin ilmu yang mempelajari cara memprediksi
aliran fluida, perpindahan panas, reaksi kimia, dan fenomena lainnya dengan menyelesaikan
persamaan-persamaan matematika yang mampu memprediksi suatu aliran fluida lebih
tepat dan akurat yang dikenal sebagai Computational Fluid Dynamics CFD
Tuakia 2008. Persamaan matematis yang terdapat di
dalam CFD tersebut beragam dan cukup kompleks sehingga penyelesaiannya
membutuhkan suatu alat bantu berupa perangkat lunak. Beberapa perangkat lunak
yang berbasis CFD diantaranya adalah Engineering Fluid Dynamics EFD, CFX,
Flow-3D, Phoenix, Starcd, Numeca, dan Fluent.
CFD telah banyak digunakan baik untuk tujuan komersil, penelitian, maupun
akademis yang hasilnya dapat diterima dengan baik. Contohnya adalah penelitian yang
dilakukan oleh Prasanto 2008 yang menunjukkan bahwa simulasi penyebaran SO
2
yang dilakukan menggunakan Fluent memberikan hasil yang lebih baik sebesar
66.3 dibandingkan model Gaussian yang hanya memberikan akurasi sebesar 2.6. Hal
tersebut menunjukkan bahwa CFD memiliki hasil prediksi yang lebih baik dan akurat.
Selain itu, penggunaan CFD dalam bidang pencemaran udara juga telah banyak
dilakukan, beberapa diantaranya digunakan pada sumber transportasi terutama di jalan
yang berbentuk street canyon Baik et al. 2003; Shui et al. 2009; Chu et al. 2004.
Beberapa kegunaan CFD dalam dalam berbagai bidang antara lain Tuakia 2008:
1. Bidang arsitektur, contohnya mendesain
ruangan yang aman dan nyaman 2.
Aerodinamika, contohnya mendesain kendaraan untuk meningkatkan efisiensi
3. Olahraga, contohnya mencari rahasia
tendangan melengkung pada sepak bola 4.
Kesehatan, contohnya mengobati penyakit arterial computational
hemodynamics dan ahli keamanan dalam mengurangi resiko kesehatan akibat
radiasi
11
5. Militer, contohnya mengembangkan
persenjataan dan menganalisa seberapa besar kerusakan yang ditimbulkannya
Secara umum, proses simulasi dalam CFD terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu
preprocessing, solving, dan postprocessing. Preprocessing merupakan langkah awal
dalam simulasi yaitu membuat suatu persiapan dengan membangun model geometri yang
sesuai dalam bentuk CAD Computer Aided Design, membuat grid atau
mesh, dan menentukan kondisi batas dari geometri
tersebut. Solving merupakan proses
penghitungan dan persamaan-persamaan yang terdapat dalam model CFD tersebut
diselesaikan dengan menggunakan bantuan program komputer sesuai dengan kondisi-
kondisi yang telah ditentukan pada saat preprocessing sebelumnya. Sedangkan
postprocessing merupakan langkah terakhir dalam simulasi ini. Hasil penghitungan
langkah sebelumnya diinterpretasikan ke dalam beberapa bentuk diantaranya adalah
grafik, kurva, animasi, gambar 2D maupun 3D.
Model CFD menggunakan persamaan- persamaan aljabar untuk mengganti
persamaan-persamaan diferensial parsial dari kontinuitas, momentum , dan energi dengan
pendekatan model diskrit jumlah sel terhingga. Metode diskritisasi yang
digunakan oleh model CFD ini antara lain :
• Metode beda hingga finite difference
method •
Metode elemen hingga finite elements method
• Metode volume hingga finite volume
method •
Metode elemen batas boundary element method
• Metode skema resolusi tinggi high
resolution scheme method
2.4 GAMBIT