158
Gambar 34 Jaring batu a, batu pemberat b, mesin penggerek jaring c. Kontruksi jaring batu terdiri dari tubuh jaring webbing, tali ris atas,
peluntang, tali pelampung, pelampung tanda, bendera tanda, lampu kelap-kelip, tali ris bawah dan pemberat. Tubuh jaring terbuat dari bahan polyetilene PE
multifilamen nomor 30, 42 dan 48 bewarna hijau, kuning dan merah. Panjang
tubuh jaring per keping sekitar 20-30 m, lebar 5-6 m dan ukuran mata jaring 4,5-8 inchi dengan jenis simpul trowler knot. Satu unit jaring berjumlah 30-100
piecekeping dengan hargapiece berkisar antara 750 ribu-1 juta rupiah, dengan umur ekonomis selama tiga tahun. Tali ris atas dan tali ris bawah terdiri dari dua
lapis yanng terbuat dari nilon polyetilen PE berdiameter 4-5 mm. Peluntang atau pantau terbuat dari bahan polyvinylchlor PVC tipe selinder berdiameter 10 cm
dan panjang 23 cm. dalam satu piece banyaknya peluntang 40 buah yang diikat pada tali ris atas. Tali pelampung terbuat dari bahan polyetilene PE berdiameter
sekitar 6 mm dengan panjang sekitar 30 m. Pelampung terbuat dari bahan polypyline
PP berdiameter sekitar 2,5 cm dan panjang sekitar 8,5 cm. pelampung umumnya bewarna putih dalam 4-5 piece jaring terdapat satu buah pelampung.
Pemberat terbuat dari kecoran semen yang berbentuk lempengan dengan diameter 20 cm, tebal 2,5 cm dengan berat sekitar 1 kg per buah pemberat. Dalam setiap
piece jaring terdapat 7-8 buah pemberat. Kegunaan pemberat ini supaya jaring sampai ke dasar laut.
Alat tangkap jaring batu dioperasikan selama 8-9 bulan dalam setahun dan selama 18-20 hari dalam sebulan. Dalam operasi penangkapan ikan menggunakan
kapal motor yang pada umumnya mesin yang digunakan merek yanmar atau mitsubishi. Kapal motor mempunyai usia ekonomis sekitar 10 tahun. Harga satu
kapal antara 40-60 juta rupiah sedangkan harga mesin motor sekitar 30 juta rupiah.
6.4.4 Pemetaan Konflik dan Pihak-Pihak yang Terlibat Didalamnya
Hubungan-hubungan yang dapat digambarkan terhadap konflik antar nelayan yang terjadi di Kabupaten Bengkalis dapat dilihat melalui pemetaan
konflik. Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi
159 oleh masing-masing pihak. Pemetaan konflik ini berguna untuk mengetahui
tingkat dan jenis hubungan terhadap pihak-pihak yang ada atau yang memiliki hubungan terhadap konflik yang terjadi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan
di Kabupaten Bengkalis. Pada kasus konflik dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya
perikanan di Kabupaten Bengkalis, ditunjukkan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik primer adalah antara komunitas nelayan tradisional rawai yang pada
umumnya adalah nelayan berdomisili di Kecamatan Bantan dengan komunitas nelayan jaring batu bottom gill net yang pada umumnya berdomisili di luar
Kecamatan Bantan yaitu Kecamatan Bengkalis, Kecamatan Rangsang, Kecamatan Merbau dan juga dari Kabupaten lain dari Kabupaten Bengkalis yaitu Kabupaten
Tanjung Balai Karimun Provinsi Kepulauan Riau. Konflik antar nelayan ini terjadi pada dasarnya karena perbedaan cara pandang terhadap pengelolaan dan
pemanfaatan sumberdaya perikanan di Kabupaten Bengkalis terutama pada wilayah laut Pulau Bengkalis Tanjung Jati sampai dengan Tanjung Sekodi.
Masyarakat nelayan tradisional rawai dalam pengelolaan dan pemanfaatannya dengan cara yang sederhana dan cenderung tradisional, sementara pihak nelayan
jaring batu dengan memanfaatkan teknologi yang maju dan modal yang besar. Konflik yang telah berumur puluhan tahun dari tahun 1985 sampai
sekarang ini belum terselesaikan dengan baik oleh Pemerintah Kabupaten Bengkalis maupun Provinsi Riau. Masyarakat yang terlibat konflik merupakan
sama-sama masyarakat Kabupaten Bengkalis, dan perairan laut dari Tanjung Jati sampai dengan Tanjung Sekodi merupakan wilayah perairan laut sepanjang 12 mil
yang merupakan wewenang dari Pemerintah Kabupaten Bengkalis dan juga Pemerintah Provinsi Riau.
Pada umumnya pihak nelayan jaring batu tidak mempunyai izin usaha perikanan baik dari Pemerintah Kabupaten Bengkalis dan juga pemerintah
Provinsi Riau, hal ini terbukti dari tahun 2003 Pemerintah Kabupaten Bengkalis dan Provinsi Riau tidak ada mengeluarkan izin terhadap usaha penangkapan
dengan menggunakan jaring batu. Disamping usaha yang dilakukan secara ilegal kalaupun memiliki izin berasal dari Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau tetapi
melakukan operasional di wilayah perairan Provinsi Riau terutama di perairan
160 Kabupaten Bengkalis Gambar 35. Kondisi ini mengakibatkan Provinsi Riau
maupun Kabupaten Bengkalis tidak mendapat pemasukan kas daerah dari usaha perikanan tersebut. Namun pengawasan di tingkat lapangan sangat rendah
dilakukan oleh pemerintah, hal ini terbukti dengan tidak ada izin operasional penangkapan ikan yang dimiliki pihak nelayan jaring batu tetapi jaring batu
beroperasional secara leluasa di perairan Kabupaten Bengkalis tanpa ada sikap yang tegas dari pemerintah. Kondisi ini mengakibatkan nelayan tradisional
menjadi kurang tingkat kepercayaannya dengan pemerintah. Pengamatan di lapangan menunjukkan adanya keterlibatan oknum aparat
penegak hukum dalam konflik antar nelayan yang terjadi. Pemerintah melakukan tindakan dalam bentuk patroli secara berkala dengan melibatkan aparat penegak
hukum, namun dalam waktu bersamaan adanya oknum aparat keamanan ikut melakukan operasional penangkapan ikan dengan menggunakan jaring batu.
kondisi di lapangan juga memperlihatkan jaring batu yang beroperasi secara ilegal namun tempat penambatan kapal-kapal milik pengusaha pengguna jaring batu
tersebut teletak di armada Pos Keamanan Laut serta Pos Laut Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bengkalis. Kondisi tersebut sangat berbeda dengan
lokasi penambatan perahu-perahu nelayan tradisional yang pada umumnya hanya ditambat di pinggir-pinggir pantai.
Kondisi di atas kalau dihubungkan dengan apa yang disampaikan oleh salah seorang pengusaha jaring batu Bapak ”B 45 tahun” memang boleh jadi
adanya indikasi minimnya penegakan hukum tentang mengatasi permasalahan yang ada, seperti yang disampaikan sebagai berikut:
“Kite melakukan usaha penangkapan ikan dengan menggunakan jaring batu di Kabupaten Bengkalis tidak punye izin, karene kite tidak diberikan izin operasi
dari pemda semenjak tahun 2003, namun kite dapat kebaikan dari kawan-kawan aparat jadi kita agak mudahlah dalam menjalankan usahe ini”.
Pendapat di atas juga diperkuat dengan yang disampaikan salah seorang pengusaha perikanan di Kecamatan Bantan Bapak ”A 47 tahun” sebagai berikut:
“Patroli laut yang dilakukan aparat keamanan bukan macam mane nak mengatasi konflik, namun yang saye lihat kebetulan usaha saye dekat dengan salah seorang
pengusaha jaring batu, eh malah oknum aparat yang patroli duduk-duduk dekat rumah pengusaha tersebut. Kapal patroli yang dipakai juge kapal pengusaha
jaring batu tersebut, dan aparat tersebut hanye ngurus kapal-kapal lintas batas dari
161 Malaysia tidak menangkap kapal jaring batu yang beroperasi. Kalau macam gitu
awak tau sendirilah maksudnye ape”.
Perairan Pulau Bengkalis
Tj Jati sd Tj. Sekodi
Wilayah hukum adat
0-12 mil Wilayah
Perairan Prov. Riau
Nelayan tradisional
rawai Nelayan jaring batu
Bottom gill net Pemda Kab.
Bengkalis
Pemda Prov. Riau
Aparat penegak
hukum Pemda
Prov.Kep. Riau
Perizinan
Masyarakat Kab. Bengkalis
-
Perbedaan teknologi - Cara pandang
Kaya akan sumberdaya perikanan ikan Kurau punya nilai ekonomis
tinggi
Konflik
Tanpa izin Pengusaha
Kurang koordinasi
- pemerasan - Pemukulan
- Penyanderaan - Penjarahan
- Pembakaran kapal
- Rendahnya penegakan hukum
- Indikasi keterlibatan aparat
Ketidakpercayaan dengan Pemda
Kondisi Dilematis
Gambar 35 Peta konflik antar nelayan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Kabupaten Bengkalis.
Keterangan Dampak
Hubungan yang kuat Koordinasi
Pelaksanaanpemahaman Konflik Primer
Sumber: Survey 2006
162
Bukti lain yang memperkuat tentang adanya keterlibatan oknum aparat keamanan dengan tertangkapnya salah seorang oknum aparat keamanan berinisial
W oleh nelayan rawai pada tanggal 29 April 2006 sedang melakukan operasi penangkapan ikan dengan menggunakan jaring batu di wilayah perairan 0-4 mil
Gambar 36. Berita acara penangkapan dapat dilihat pada Lampiran 3. Untuk penyelesaian lebih lanjut oknum aparat keamanan tersebut diserahkan pihak
nelayan rawai kepihak Kepolisian Sektor Bantan dan pihak Koramil Bengkalis. Namun aparat terkait sampai sekarang tidak pernah diproses secara hukum. Hal
ini menyebabkan masyarakat tidak percaya lagi dengan pihak pemerintah karena tidak jelas penegakan hukum yang ada.
Gambar 36 Kondisi pembakaran kapal jaring batu oleh nelayan tradisional a, aparat keamanan ikut serta menggunakan jaring batu dan ditangkap
nelayan tradisional b dan c.
6.4.5 Peraturan-Peraturan dalam Penyelesaian Konflik antar Nelayan