FORMAT DAN PENGADAAN BLANKO PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN KETENTUAN PENUTUP

Lampiran 3 Lanjutan

BAB III FORMAT DAN PENGADAAN BLANKO

Pasal 7 1 Format blanko SKAU dibuat sesuai contoh pada lampiran Peraturan ini 2 Pengadaan blanko SKAU dilakukan oleh masing-masing Dinas Provinsi, melaIui percetakan umum, 3 SKAU merupakan surat keterangan sahnya hasil hutan yang berlaku untuk seluruh wilayah Republik Indonesia. Pasal 8 1 Blanko SKAU dibuat 4 empat rangkap dengan peruntukan sebagai berikut : a. Lembar ke-1 :menyertai kayu yang diangkut dan sekaligus sebagai arsip Penerima b. Lembar ke-2 :untuk Kepala Dinas KabupatenKota c. Lembar ke-3 : untuk arsip Pengirim d. Lembar ke-4 : untuk arsip Penerbit 2 Masa berlaku SKAU ditetapkan oleh masing-masing Penerbit dengan mempertimbangkan waktu tempuh norma.

BAB IV PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN

Pasal 9 1 Kepala Desa setiap bulan wajib melaporkan penerbitan SKAU kepada Kepala Dinas Kabupa- tenKota. 2 Kepala Dinas KabupatenKota setiap bulan melaporkan realisasi produksi dan peredaran kayu rakyat di wilayahnya kepada Kepala Dinas Provinsi. 3 Dalam rangka ketertiban pelaksanaan penatausahaan hasil hutan kayu yang berasal dari hutan hak, Dinas Provinsi berkewajiban melakukan pemantauan, pengawasan dan pengendalian per- edarannya. 4 Tatacara penerbitan SKAU, mekanisme pendistribusian blanko SKAU dan pelaporan diatur Iebih lanjut oleh masing-masing Kepala Dinas Provinsi dengan mengacu pada Peraturan ini. BABV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 10 SKSHH yang diterbitkan untuk pengangkutan hasil hutan kayu yang berasal dari hutan hak sebe- lum berlakunya Peraturan ini, dinyatakan tetap berlaku sampai berakhirnya masa berlaku SKSHH tersebut.

BAB VI KETENTUAN PENUTUP

Pasal 11 1 Hal-hal teknis yang belum diatur dalam Peraturan ini diatur Iebih lanjut oleh Direktur Jenderal. 2 Dengan ditetapkannya peraturan ini, maka ketentuan Pasal 33, Pasal 34 dan Pasal 35 Keputus- an Menteri Kehutanan Nomor 126Kpts-II2003,dinyatakan tetap berlaku untuk jenis-jenis ka- yu di luar jenis-jenis kayu yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 dalam peratur- an ini. 3 Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku efektif mulai 60 enam puluh hari kerja terhitung sejak ditetapkannya peraturan ini. 4 Sebelum secara efektif berlaku, Peraturan ini disosialisasikan terlebih dahulu kepada semua pi- hak-pihak terkait. Lampiran 3 Lanjutan Ditetapkan di : J A K A R T A Pada tanggal : 10 Juli 2006 Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Biro Hukum dan Organisasi, MENTERI KEHUTANAN, ttd. H. M.S. KABAN, SE.,M.Si Salinan disampaikan kepada Yth. : 1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; 2. Menteri Dalam Negeri; 3. Menteri Perhubungan; 4. Jaksa Agung; 5. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia; 6. Pejabat Eselon I lingkup Departemen Kehutanan; 7. Direksi Perum Perhutani; 8. Gubernur seluruh Indonesia; 9. Kepala Kepolisian Daerah seluruh Indonesia; 10. BupatiWalikota seluruh Indonesia; 11. Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan Regional I sd. IV; 12. Kepala Dinas Provinsi yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan di daerah Provinsi di seluruh Indonesia; 13. Kepala Dinas KabupatenKota yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan di daerah KabupatenKota di seluruh Indonesia; 14. Kepala Balai Sertifikasi Penguji Hasil Hutan Wilayah I s.d. XVII. Lampiran 4 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.62Menhut-II2006 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.62Menhut-II2006 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.51Menhut-II2006 TENTANG PENGGUNAAN SURAT KETERANGAN ASAL USUL SKAU UNTUK PENGANGKUTAN HASIL HUTAN KAYU YANG BERASAL DARI HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.51Menhut-II2006 tentang Peng- gunaan Surat Keterangan Asal USul Kayu SKAU untuk Pengangkutan Hasil Hu- tan Kayu Yang Berasal Dari Hutan Hak, berlaku efektif mulai 18 Oktober 2006; b. bahwa dalam pemberlakuan Peraturan Menteri Kehutanan sebagaimana dimaksud pada huruf a, antara lain dipersyaratkan tersedianya blanko SKAU dan tersedianya tenaga penerbit SKAU Kepala Desa yang telah dibekali pelatihan pengukuran dan penetapan jenis kayu; c. bahwa sehubungan sampai saat ini ketersediaan blanko dan ketersediaan tenaga penerbit SKAU sebagaimana dimaksud huruf b, secara merata belum dapat dipe- nuhi oleh masing-masing daerah, dipandang perlu untuk mengubah pemberlakuan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.51Menhut-II2006, dengan Peraturan Menteri Kehutanan. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2004; 2. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan; 7. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187M Tahun 2004 jo. Nomor 171M Tahun 2005 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu; 8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 jo. Nomor 62 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia; 9. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 jis. Nomor 15 Tahun 2005 dan Nomor 63 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia; 10. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.13Menhut-II2005 jis. Nomor P.17Menhut-II2005 dan Nomor P.35Menhut-II2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehutanan; 11. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.26Menhut-II2005 tentang Pedoman Pemanfaatan Hutan Hak; 12. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.51Menhut-II2006 tentang Penggunaan SKAU Untuk Pengangkutan Hasil Hutan Kayu Yang Berasal Dari Hutan Hak. Lampiran 4 Lanjutan M E M U T U S K A N : Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG PERUBAHAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.51Menhut-II2006 TENTANG PENGGUNAAN SURAT KETERANGAN ASAL USUL SKAU UNTUK PENGANGKUTAN HASIL HUTAN KAYU YANG BERASAL DARI HUTAN HAK. Ketentuan dalam Pasal 11 ayat 2 dan ayat 3 dalam Peraturan Menteri Kehutanan No. P.51Menhut-II2006 tentang Penggunaan Surat Keterangan Asal Usul SKAU untuk Pengangkutan Hasil Hutan Kayu Yang Berasal Dari Hutan Hak, diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 2 Pengangkutan kayu yang berasal dari hutan hak untuk jenis-jenis yang belum ditetapkan menggunakan SKAU, maka sejak berlakunya peraturan ini menggunakan dokumen angkutan SKSKB dengan menambahkan cap KR pada blankonya. 3 Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku efektif mulai tanggal 1 Januari 2007. Ditetapkan di : J A K A R T A Pada tanggal : 17 Oktober 2006 MENTERI KEHUTANAN, ttd. H.M.S. KABAN, SE., M.Si. Salinan Peraturan ini disampaikan kepada yth.: 1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; 2. Menteri Dalam Negeri; 3. Menteri Perhubungan; 4. Jaksa Agung; 5. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia; 6. Pejabat Eselon I lingkup Departemen Kehutanan; 7. Direksi Perum Perhutani; 8. Gubernur Provinsi seluruh Indonesia; 9. Kepala Kepolisian Daerah seluurh Indonesia; 10. BupatiWalikota seluruh Indonesia; 11. Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan Regional I s.d. IV; 12.Kepala Dinas Kehutanan Provinsi seluruh Indonesia; 13.Kepala Dinas KabupatenKota seluruh Indonesia; 14. Kepala Balai Sertifikasi Penguji Hasil Hutan Wilayah I s.d. XVII. Lampiran 5 Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.33Menhut-II2007 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.33Menhut-II2007 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.51MENHUT-II2006 TENTANG PENGGUNAAN SURAT KETERANGAN ASAL USUL SKAU UNTUK PENGANGKUTAN HASIL HUTAN KAYU YANG BERASAL DARI HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendorong bergeraknya sektor Kehutanan dengan dukungan ekonomi rakyat, perlu pengakuan, perlindungan dan tertib peredaran hasil hutan dari hutan milikrakyat dengan Peraturan Menteri; b. bahwa Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.51Menhut-II2006 jo. Nomor P.62Menhut-II2006 tentang Penggunaan Surat Keterangan Asal Usul SKAU Untuk Pengangkutan Hasil Hutan Kayu Yang Berasal Dari Hutan Hak, telah ber- laku efektif sejak tanggal 1 Januari 2007 dan perlu disempurnakan; c. bahwa sehubungan dengan butir b tersebut di atas, perlu menetapkan Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.51Menhut-II2006 tentang Penggunaan Surat Keterangan Asal Usul SKAU Untuk Pengangkutan Hasil Hu- tan Kayu yang berasal dari Hutan Hak dengan Peraturan Menteri. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan jo. Nomor 19 Tahun 2004; 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua; 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah KabupatenKota; 9. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu jo. Nomor 171M Tahun 2005; 10. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah beberapa kali disempurnakan, terakhir dengan Nomor 66 Tahun 2006; 11. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia, seba- gaimana telah beberapa kali disempurnakan, terakhir dengan Nomor 91 Tahun 2006; 12. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.13Menhut-II2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehutanan, sebagaimana telah beberapa kali disempurnakan, terakhir dengan Nomor P.17Menhut-II2007; 13. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.26Menhut-II2005 tentang Pedoman Pemanfaatan Hutan Hak; 14. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.51Menhut-II2006 jo. Nomor P.62Menhut-II2006 tentang Penggunaan Surat Keterangan Asal Usul SKAU Untuk Pengangkutan Hasil Hutan Kayu Yang Berasal Dari Hutan Hak; Lampiran 5 Lanjutan 15. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.55Menhut-II2006 jo. Nomor P.63- Menhut-II2006 tentang Penatausahaan Hasil Hutan Yang Berasal Dari Hutan Negara. M E M U T U S K A N : Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.51MENHUTII 2006 TENTANG PENGGUNAAN SURAT KETERANGAN ASAL USUL SKAU UNTUK PENGANGKUTAN HASIL HUTAN KAYU YANG BERASAL DARI HUTAN HAK. Pasal I Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.51Menhut-II2006 tentang Penggunaan Surat Keterangan Asal Usul SKAU Untuk Pengangkutan Hasil Hutan Kayu Yang Berasal Dari Hutan Hak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.62Menhut-II2006, diubah menjadi sebagai berikut :

1. Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga menjadi berbunyi sebagai berikut :

Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan : a. Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang telah dibebani hak atas tanah yang berada di luar kawasan hutan dan dibuktikan dengan alas titel atau hak atas tanah. b. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap . c. Lahan masyarakat adalah lahan perorangan atau masyarakat di luar kawasan hutan yang dimilikidigunakan oleh masyarakat berupa pekarangan, lahan pertanian dan kebun. d. Hasil hutan kayu yang berasal dari hutan hak atau lahan masyarakat, yang selanjutnya disebut kayu rakyat adalah kayu bulat atau kayu olahan yang berasal dari pohon yang tumbuh dari hasil budidaya dan atau tumbuh secara alami di atas hutan hak dan atau lahan masyarakat. e. Kayu bulat rakyat adalah kayu dalam bentuk gelondong yang berasal dari pohon yang tumbuh di atas hutan hak dan atau lahan masyarakat. f. Kayu olahan rakyat adalah kayu dalam bentuk olahan yang berasal dari pohon yang tumbuh di atas hutan hak dan atau lahan masyarakat, antara lain berupa kayu gergajian, kayu pacakan, dan arang. g. Surat Keterangan Asal Usul SKAU adalah surat keterangan yang menyatakan sahnya pengangkutan, penguasaan atau kepemilikan hasil hutan kayu yang berasal dari hutan hak atau lahan masyarakat. h. Dinas Provinsi adalah Dinas yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan di wilayah Provinsi. i. Dinas KabupatenKota adalah Dinas yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang kehutanan di wilayah KabupatenKota.

2. Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga menjadi berbunyi sebagai berikut :

Pasal 2 Hutan hak dan lahan masyarakat dibuktikan dengan : a. Sertifikat Hak Milik, atau Leter C, atau Girik, atau surat keterangan lain yang diakui oleh Badan Pertanahan Nasional sebagai dasar kepemilikan lahan; atau b. Sertifikat Hak Pakai; atau c. Surat atau dokumen lainnya yang diakui sebagai bukti penguasaan tanah atau bukti kepemilikan lainnya. Lampiran 5 Lanjutan

3. Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga berbunyi menjadi sebagai berikut :

Pasal 4 1 Surat Keterangan Asal Usul SKAU digunakan untuk pengangkutan kayu bulat rakyat dan kayu olahan rakyat yang diangkut langsung dari hutan hak atau lahan masyarakat. 2 Jenis-jenis kayu bulat rakyat atau kayu olahan rakyat yang pengangkutannya menggunakan dokumen SKAU adalah sebagaimana yang tercantum dalam lampiran Peraturan ini. 3 Pengangkutan lanjutan kayu bulat rakyatkayu olahan rakyat menggunakan Nota yang diterbitkan oleh pemilik kayu dengan mencantumkan nomor SKAU asal. 4. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi menjadi sebagai berikut: Pasal 5 1 SKAU diterbitkan oleh Kepala DesaLurah atau pejabat setarapejabat lain di desa tersebut dimana hasil hutan kayu tersebut akan diangkut. 2 Pejabat penerbit SKAU sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan oleh BupatiWalikota berdasarkan usulan Kepala Dinas KabupatenKota. 3 Dalam hal Kepala DesaLurah atau pejabat setarapejabat lain di desa tersebut berhalangan, Kepala Dinas KabupatenKota menetapkan Pejabat penerbit SKAU.

5. Ketentuan Pasal 9 ayat 4 diubah sehingga berbunyi menjadi sebagai berikut:

Pasal 9 4 Mekanisme pendistribusian blanko SKAU dan pelaporan diatur lebih lanjut oleh masing- masing Kepala Dinas Provinsi dengan mengacu pada Peraturan ini.

6. Ketentuan Pasal 10 diubah sehingga berbunyi menjadi sebagai berikut:

Pasal 10 Kayu olahan produk industri primer hasil hutan kayu yang bahan bakunya berasal dari hutan hak dan atau lahan rakyat, pengangkutannya dari industri tersebut menggunakan Faktur Angkutan Ka- yu Olahan FAKO atas nama industri yang bersangkutan sebagaimana telah diatur dalam Peratur- an Menteri. 7. Diantara Pasal 10 dan Pasal 11 disisipkan tiga Pasal baru, yaitu Pasal 10a, 10b, dan 10c, yang berbunyi sebagai berikut : Pasal 10.a 1 Jenis-jenis kayu Cempedak, Dadap, Duku, Jambu, Jengkol, Kelapa, Kecapi, Kenari, Mangga, Manggis, Melinjo, Nangka, Rambutan, Randu, Sawit, Sawo, Sukun, Trembesi, Waru tidak menggunakan dokumen SKAU maupun SKSKB cap “KR”, tetapi cukup menggunakan Nota yang diterbitkan penjual. 2 Nota sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa kwitansi Penjualan bermeterai cukup yang umum berlaku di masyarakat. Pasal 10.b Hasil hutan kayu dari pohon yang tumbuh secara alami dalam kawasan hutan yang berubah status menjadi bukan kawasan hutan APL dan atau KBNK, tetap dikenakan PSDHDR. Pasal 10.c Kayu rakyat yang tumbuh secara alami pada lahan hak atau lahan masyarakat tidak dikenakan PSDHDR. 8. Ketentuan Pasal 11 ayat 2 diubah sehingga berbunyi menjadi sebagai berikut : 2 Pengangkutan kayu rakyat di luar jenis-jenis yang menggunakan SKAU sebagaimana di- maksud pada Lampiran dan Nota sebagaimana dimaksud Pasal 10a Peraturan ini, meng- gunakan SKSKB cap „KR”. Lampiran 5 Lanjutan Pasal II 1 Ketentuan dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.51Menhut-II2006 jo. Nomor P.62Menhut-II2006 tetap berlaku sepanjang tidak diubah dan tidak bertentangan dengan Peraturan ini. 2 Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : JAKARTA Salinan sesuai dengan aslinya Pada tanggal :24 Agustus 2007 Kepala Biro Hukum dan Organisasi MENTERI KEHUTANAN, ttd SUPARNO, SH. NIP. 080068472 H. M.S. KABAN Salinan : Peraturan ini disampaikan kepada Yth. : 1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; 2. Menteri Dalam Negeri; 3. Menteri Perhubungan; 4. Jaksa Agung; 5. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia; 6. Pejabat Eselon I lingkup Departemen Kehutanan; 7. Direksi Perum Perhutani; 8. Gubernur Provinsi seluruh Indonesia; 9. Kepala Kepolisian Daerah seluruh Indonesia 10. BupatiWalikota seluruh Indonesia; 11. Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Kehutanan Regional I s.d. IV; 12. Kepala Dinas Provinsi yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang Kehutanan di seluruh Indonesia; 13. Kepala Dinas KabupatenKota yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang Kehutanan di seluruh Indonesia; 14. Kepala Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi Wilayah I s.d. XVII. Lampiran 5 Lanjutan Lampiran : Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.33Menhut-II2007 Tanggal : 24 Agustus 2007 DAFTAR JENIS-JENIS KAYU BULAT RAKYAT ATAU KAYU OLAHAN RAKYAT YANG PENGANGKUTANNYA MENGGUNAKAN SURAT KETERANGAN ASAL USUL SKAU No. Nama Perdagangan Nama Botani Keterangan 1. Akasia Acasia sp Kelompok akasia 2. Asam Kandis Celebium dulce 3. Bayur Pterospermum javanicum Hanya berlaku untuk Provinsi Sumatera Barat 4. Durian Durio zibethinus 5. IngulSuren Toona sureni 6. JabonSamama Anthocephalus sp 7. Jati Tectona grandis Tidak berlaku untuk Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, Sulawesi Tenggara, NTT dan NTB 8. Jati Putih Gmelina arborea 9. Karet Hevea braziliensis 10. Ketapang Terminalia catappa 11. Kulit Manis Cinamomum sp 12. Mahoni Swietenia sp Tidak berlaku untuk Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, NTT dan NTB 13. Makadamia Makadamia ternifolia 14. Medang Litsea sp Hanya berlaku untuk Provinsi Sumatera Barat 15. Mindi Azadirachta indica 16. Kemiri Aleurites mollucana sp Hanya berlaku untuk Provinsi Sumatera Utara 17. Petai Parkia javanica 18. Puspa Schima sp 19. Sengon Paraserianthes falcataria 20. Sungkai Peronema canescens 21. TerapTarok Arthocarpus elasticus Hanya berlaku untuk Provinsi Sumatera Barat Salinan sesuai dengan aslinya MENTERI KEHUTANAN, Kepala Biro Hukum dan Organisasi Ttd, SUPARNO, SH. NIP. 080068472 H.M.S. KABAN Lampiran 6 Dokumen SKAU Provinsi PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT D I N A S K E H U T A N A N No. Seri : Kab. Kota : SURAT KETERANGAN ASAL USUL SKAU KHUSUS UNTUK PENGANGKUTAN HASIL HUTAN KAYU YANG BERASAL DARI HUTAN HAK RAKYAT Berlaku selama …. hari, dari tanggal ………………. sd ……………… Desa Kelurahan : ………………….. Kecamatan : ………………….. Kabupaten Kota : ………………….. ASAL KAYU TUJUAN PENGANGKUTAN Bukti Kepemilikan : ………………….. Nama Penerima : ………………….. Nomor : ………………….. Alamat Penerima : ………………….. Nama Pemilik : ………………….. ………………….. Alamat Pemilik : ………………….. ………………….. ………………….. ………………….. Tempat Muat : ………………….. ………………….. ………………….. Jenis Alat Angkut : ………………….. No Jenis Kayu Jumlah Batang Volume m3SM Keterangan 1 2 3 4 5 JUMLAH Catatan : - Kolom 3, diisi khusus untuk sortimen kayu bulatkayu olahan masyarakat. - Kolom 4, diisi sesuai dengan satuan ukuran yang digunakan meter kubik atau stapel meter . - Bukti kepemilikan diisi : SHMGirikLeter CHGUHak Pakai. - Dalam hal SKAU digunakan untuk pengangkutan lanjutan, maka Bukti Kepemilikan diisi No. Seri SKAU asal . ………………,………………………. Penerbit, Kepala Desa Lurah Lembar 1,2,3,4 Lampiran 7 Dokumen SKAU Desa Jugalajaya PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR KECAMATAN JASINGA KANTOR KEPALA DESA JUGALAJAYA SURAT KETERANGAN ASAL USUL SKAU Nomor : 522.21 2011 A. Hasil Hutan Rakyat Berasal dari : Nama : …………………………… TempatTgl lahir : …………………………… Alamat : …………………………… : …………………………… B. Di Angkut ke : Nama Perusahaan : …………………………… Alamat Tujuan : …………………………… : …………………………… Nomor Polisi : …………………………… Berdasarkan permohonan dari Pemilik Hasil Hutan Rakyat yang berasal dari Desa Jugalajaya Kecamatan Jasinga. Jenis dan Bentuk serta tujuan pengangkutan Hasil Hutan sebagai mana tersebut di bawah ini : No Jenis Hutan Rakyat Jumlah Volume M 3 Keterangan 1 Albazia Jengjeng 2 Afrika manii 3 Durian 4 Nangka 5 Mangga Kaweni 6 Kecapi 7 Kemiri 8 Karet 9 Kelapa 10 Petai Pete 11 Pulai Gading Lame 12 Binglu Kemang 13 Bambu 14 Jering Jengkol 15 Randu Kapuk 16 A.Portis Rakyat Jumlah Dengan Huruf Dengan Angka Kami mohon kepada pihak UPTD peredaran Hasil Pertanian Dan Kehutanan Wilayah Bogor Barat untuk mengadakan pengecekan pemeriksaan lebih detail terhadap hasil hutan dengan rincian sebagaimana tersebut di atas. Demikian surat keterangan ini kami berikan kepadanya, agar dipergunakan seperlunya. Jugalajaya, …………………2011 Kepala Desa Jugalajaya AGUS MUNADI

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan hutan rakyat memberikan suatu harapan bagi pemenuhan bahan baku kayu. Hasil kayu dari hutan rakyat mampu memberikan kontribusi bagi penurunan defisit kebutuhan kayu yang sedang dihadapi oleh dunia kehutanan saat ini. Kondisi tersebut mendorong pengembangan hutan rakyat agar kebutuhan kayu dapat terpenuhi. Peningkatan penggunaan bahan baku dari hutan rakyat terlihat dari data BRIK Badan Revitalisasi Industri Kehutanan tahun 2004-2006 dimana persentase ekspor produk kayu olahan yang menggunakan bahan baku dari hutan rakyat berkisar antara 38-40, berarti hampir separuh dari volume ekspor produk kehutanan telah menggunakan bahan baku dari sumber- sumber alternatif BRIK 2007. Dalam rangka mendorong bergeraknya sektor Kehutanan dengan dukungan ekonomi rakyat, perlu pengakuan, perlindungan dan tertib peredaran hasil hutan dari hutan milikrakyat dengan Peraturan Menteri. Kementerian Kehutanan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.51Menhut-II2006 tentang penggunaan Surat Keterangan Asal Usul SKAU untuk pengangkutan hasil hutan kayu yang berasal dari hutan hak. SKAU adalah surat keterangan yang menyatakan sahnya pengangkutan, penguasaan atau kepemilikan hasil hutan kayu yang berasal dari hutan hak atau lahan masyarakat. Peraturan tersebut telah diubah menjadi Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.33Menhut-II2007. Perubahan Peraturan Menteri Kehutanan ini dimaksudkan untuk mendorong bergeraknya sektor kehutanan dengan dukungan ekonomi rakyat sehingga perlu pengakuan, perlindungan, kemudahan, dan tertib peredaran hasil hutan rakyat atau kayu dari lahan masyarakat. Dengan diberlakukannya kebijakan SKAU, sangatlah wajar jika mendapatkan respon dari pelaku usaha hutan rakyat. Bagaimanakah respon pelaku usaha hutan rakyat terhadap kebijakan SKAU tersebut? Apakah pelaku usaha hutan rakyat menerima respon positif atau menolak respon negatif kebijakan SKAU tersebut atau memang respon netral saja yang diberikan oleh pelaku usaha hutan rakyat? Untuk mengetahui implementasi penerapan Peraturan tentang SKAU, maka perlu dilakukan penelitian tentang respon pelaku usaha hutan rakyat terhadap kebijakan SKAU. Dalam hal ini pelaku hutan rakyat yang terdapat di Desa Jugalajaya, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengkaji respon masyarakat atau petani serta stakeholders terkait terhadap implementasi kebijakan SKAU melalui proses adopsi. 2. Mengetahui permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan SKAU.

1.3. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Memberikan informasi mengenai respon pelaku usaha hutan rakyat terhadap implementasi kebijakan SKAU sehingga dapat dijadikan bahan evaluasi bagi pelaksanaan kebijakan SKAU di hutan rakyat. 2. Memberikan informasi mengenai proses adopsi dan kendala pelaksanaan implementasi kebijakan SKAU yang dapat dijadikan bahan acuan bagi dinas kehutanan dan stakeholders yang terkait. 3. Mendapatkan pengetahuan tentang respon dan adopsi kebijakan oleh pelaku usaha hutan rakyat dengan menggunakan teori Respon yang dikembangkan oleh Sajogyo dan Pudjiwati 2002 dan teori Proses Adopsi yang dikembangkan oleh Rogers dan Shoemaker 1971.