lainnya dan ketika target muatan telah tercapai, maka barulah tengkulak mengurus SKAU. Padahal seharusnya tengkulak melapor ke desa setiap kali ada penebangan
dan pengangkutan, agar data potensi kayu di desa yag bersangkutan terdata dengan rapi. Alasan tengkulak tidak mengurus SKAU karena jarak tempuh kayu
yang akan diangkut tidak terlalu jauh dari desa asal kayu tersebut.
5.6.3. Jenis Kayu Angkutan
Pada mulanya, penggunaan blanko SKAU hanya untuk pengangkutan 3 jenis kayu yang berasal dari hutan hak, yaitu : Kayu Karet Hevea brasiliensis,
Kayu Sengon Paraserianthes falcataria, dan Kayu Kelapa Cocos nucifera Permenhut Nomor P.512006. Setelah dikeluarkan Permenhut Nomor
P.332007, jenis kayu bertambah menjadi 21 jenis. Walaupun jenis kayu yang dicakup sudah lebih banyak, aktivitas atau kegiatan peredaran kayu yang berasal
dari hutan hakhutan rakyat yang bukan termasuk ke dalam jenis kayu yang diatur dalam Permenhut tersebut akan menjadi masalah bagi petanipengusaha hutan
rakyat. Hal ini disebabkan karena dokumen yang diurus lebih dari satu sehingga waktu dan biaya yang dikeluarkan akan semakin bertambah. Sementara
pengangkutan kayu antara lain : Cempedak, Dadap, Duku, Jambu, Jengkol, Kelapa, Kecapi, Kenari, Mangga, Manggis, Melinjo, Nangka, Rambutan, Randu,
Sawit, Sawo, Sukun, Trembesi, dan Waru tidak menggunakan dokumen SKAU maupun SKSKB cap “KR”, tetapi cukup menggunakan Nota yang diterbitkan
penjual. Pada kenyataannya, jenis kayu rakyat yang pengangkutannya menggunakan dokumen SKAU tidak sesuai dengan yang tercantum dalam
Peraturan, misalnya: jenis kayu yang dalam pengangkutannya hanya cukup dengan menggunakan nota yang diterbitkan penjual, antara lain : Kayu Nangka,
Mangga, Kecapi, Kelapa, Jengkol, dan Kapuk pada kenyataannya di lapangan tetap dimasukkan ke dalam dokumen SKAU. Menurut pejabat desa, hal ini
dilakukan karena jenis kayu tersebut biasa ditanam oleh petani. Selain itu mempermudah petani dalam mengurus dokumen SKAU dan mengurangi biaya
yang harus dikeluarkan oleh petani.
5.6.4. Sosialisasi dan Pengawasan Dinas Kehutanan
Kurangnya sosialisasi dari petugas Dinas Kehutanan Daerah kepada masyarakat, menyebabkan SKAU tidak berjalan efektif. Masyarakat juga banyak
yang tidak mengetahui keberadaan blanko SKAU. Melihat sistem penjualan kayu hutan rakyat, maka sosialisasi sebaiknya tidak hanya dilakukan kepada petani,
tetapi sosialisasi juga perlu dilakukan kepada tengkulak dan pengusaha industri penggergajian kayu. Selain itu, perlu dilakukan pengawasan oleh Dinas
Kehutanan setempat agar tidak terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan SKAU di lapangan, serta perlu adanya sanksi bagi pelaku usaha yang melakukan
penyimpangan dalam pelaksanaan SKAU.