digunakan sebagai bahan baku konstruksi, industri pulp dan kertas dan turunan selulosa. Ditambah lagi ukuran diameter dan ketebalan dinding batang yang besar.
Selain itu, kadar selulosa yang tinggi juga dapat menduga bahwa wilayah kristalin dalam molekul selulosa juga tinggi sehingga akan mampu menghantarkan getaran
dengan baik, atau dengan kata lain bambu ini juga memiliki potensi digunakan sebagai bahan baku musik Setiadi 2009.
2.2.2 Serat
Serat di dalam batang terdapat sebagai tudung pada ikatan pembuluh dan merupakan 40-50 dari total jaringan atau 60-70 dari berat batang.
Perbandingan panjang dan lebar serat bervariasi antara 150:1 dan 250:1, panjang serat tergantung dari spesies Liese 1980. Menurut Dransfield dan Wijaya 1995,
serat bambu dikarakteristikkan oleh adanya sel sklerenkim yang mengelilingi ikatan pembuluh dan dipisahkan oleh parenkim tetapi antara keduanya seringkali
bertemu pada satu titik dan membentuk ikatan sklerenkim. Panjang serat tergantung jenis bambu, serat terpendek ditemukan dekat buku dan serat
terpanjang pada bagian tengah ruas.
2.2.3 Parenkim
Liese 1980 menyatakan bahwa jaringan dasar pada batang bambu terdiri atas sel-sel parenkim yang kebanyakan memanjang secara vertikal 100 x 20 µm
dan sel parenkim pendek yang terletak berselang-seling diantaranya. Sel parenkim panjang memiliki dinding sel lebih tebal dan mengalami lignifikasi pada awal
pertumbuhan pucuk, sedangkan sel parenkim pendek berdinding tipis dengan sitoplasma yang tetap aktif serta mengalami lignifikasi walaupun telah dewasa.
Sel-sel parenkim saling berhubungan satu dengan yang lain melalui noktah sederhana yang terletak pada dinding longitudinal.
2.3 Sifat Fisis Bambu
Kadar air batang bambu merupakan faktor penting, dapat mempengaruhi sifat-sifat mekanisnya dan sangat ditentukan oleh kadar air yang terdapat dalam
batang bambu. Kadar air batang bambu yang segar berkisar 50-99 dan pada
bambu muda 80-150, sementara pada bambu kering bervariasi antara 12-18 Dransfield dan Widjaja 1995. Haris 2008 mengatakan semakin tinggi nilai
kadar air maka kekuatan suatu bahan akan menurun. Kekuatan bambu akan meningkat dari kondisi basah ke kondisi kering udara, sehingga untuk
penggunaan di lapangan diperlukan pengeringan terlebih dahulu.
2.4 Sifat Mekanis Bambu
Kekuatan dan ketahanan terhadap perubahan bentuk suatu bahan disebut sebagai sifat-sifat mekanis. Kekuatan adalah kemampuan suatu bahan untuk
memikul beban atau gaya yang mengenainya. Ketahanan terhadap perubahan bentuk menentukan banyaknya bahan yang dimanfaatkan, terpuntir atau
terlengkung oleh beban yang mengenainya Bowyer et al. 2007. Secara teoritis sifat-sifat mekanis bambu tergantung pada jenis, umur,
kelembaban kadar air kesetimbangan, bagian batang yang digunakan pangkal, tengah, ujung, letak dan jaraknya ruas masing-masing bagian ruas kurang tahan
terhadap gaya tekan dan lentur Frick 2004. Menurut Dransfield dan Widjaya 1995, sifat kekuatan meningkat dengan adanya penurunan kadar air dan
berhubungan erat dengan berat jenis. MOE Modulus of Elasticity bambu berhubungan secara langsung dengan jumlah serat, oleh karena itu pada batang
nilai parameter ini menurun dari sisi luar menuju bagian dalam. Kisaran normal untuk bambu kering udara adalah 17.000-20.000 Nmm
2
dan untuk batang segar 9.000-10.100 Nmm
2
. Nilai rata-rata MOR Modulus of Rupture adalah 0,14 x kerapatan dalam kgm
3
untuk kondisi kering udara KA 12 dan 0,11 x kerapatan untuk bambu basah.
Kemudian Liese 1980 mengatakan bahwa sifat mekanis bambu didasarkan pada kandungan serat yang sangat tergantung pada letak di bagian batang dan
spesies. Sifat mekanis terbesar terdapat pada bambu bagian luar sedangkan yang terkecil pada bagian dalamnya, sebagai contoh kekuatan lentur bagian luar bambu
2-3 kali lebih besar dari bagian dalam bambu. Sifat mekanis bambu lebih ditentukan oleh keberadaan ikatan pembuluhnya dimana sklerenkim terdapat di
dalamnya dan bukan pada parenkim Liese 1980.
2.5 Jenis Bambu yang Digunakan 2.5.1 Bambu Andong