9 fotosintesis dan respirasi dapat mengurangi bobot gabah Yoshida, 1981.
Suhu yang dibutuhkan tanaman padi berbeda-beda pada berbagai tahapan tumbuh padi Tabel 1.
Tabel 1. Kisaran Suhu Udara Optimum dan Kritis °C pada Tahap Pertumbuhan Tanaman Padi menurut Yoshida 1981.
Stadia pertumbuhan Optimum
Kritis Rendah
Tinggi Perkecambahan
20-35 10
45 Perkembangan kecambah
25-30 12-13
35 Perakaran
25-28 16
35 Perkembangan daun
31 7-12
45 Perakaran
25-31 9-16
33 Inisiasi malai
- 15
- Diferensiasi malai
- 15-20
38 Antesis-pembungaan
30-33 22
35 Pematangan
20-25 12-18
30
2.2.3 Siklus Hidup Tanaman Padi
Tanaman padi biasanya berumur 3-6 bulan sejak berkecambah hingga panen, tergantung varietas yang digunakan dan lingkungan tumbuhnya.
Pertumbuhan tanaman padi dibagi menjadi 3 fase yaitu: 1 vegetatif awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malaiprimordial, 2 reproduktif
primordial sampai pembungaan, 3 pematangan pembungaan sampai gabah matang Yoshida, 1981.
Fase vegetatif ditandai dengan terbentuknya anakan, tanaman bertambah tinggi, dan munculnya daun secara berkala. Anakan terbentuk ketika batang utama
telah memiliki jumlah daun 5-6 helai. Jumlah anakan ini akan terus bertambah sampai jumlah anakan maksimum tercapai. Setelah jumlah anakan maksimum
tercapai, bakal malai primordia muncul dan sebagian anakan akan mati jumlah anakan maksimum berkurang. Jumlah anakan maksimum terus berkurang hingga
jumlah anakan sama dengan jumlah malai Yoshida, 1981. Menurut Vergara 1991, fase vegetatif dapat dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu:
1. Pembentukan anakan. Di daerah tropis, jumlah anakan maksimum tercapai 40-
60 hari setelah tanam, tergantung pada varietas, jarak tanam, dan tingkat kesuburan tanah. Jumlah anakan dan jumlah malai yang dihasilkan merupakan
komponen hasil utama yang mendukung hasil gabah.
10 2.
Pembentukan daun. Daun terbentuk satu helai per minggu pada batang utama, tetapi tergantung pada faktor lingkungan dan varietas yang digunakan. Varietas
yang unggul di daerah tropis memiliki 14-18 daun, mirip dengan sebagian besar varietas di daerah beriklim sedang.
Fase reproduktif ditandai dengan peningkatan tinggi tanaman, penurunan jumlah anakan, munculnya daun bendera, bunting, heading keluarnya bunga atau
malai, dan pembungaan Yoshida, 1981. De Datta 1981 menyebutkan bahwa fase reproduktif terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:
1. Pembentukan malai. Tahap ini dimulai ketika bakal malai sudah terbentuk.
Pembentukan bakal malai dapat dilihat hanya dengan menggunakan mikroskop Yoshida, 1981. Pembentukan malai pertama kali terjadi pada batang utama,
kemudian pada anakan dengan pola yang tidak sama. Pembentukan malai dapat tertunda jika kebutuhan air tidak tercukupi. Pada varietas berumur pendek 105
hari, bakal malai mulai terbentuk sejak 40 hari setelah disemai dan akan
terlihat setelah 11 hari setelah bakal malai terbentuk.
2. Pengembangan malai. Selama tahap pengembanagn malai, bulir padi dapat
dibedakan dan malai memanjang ke atas di dalam selubung daun bendera. Malai terus berkembang secara bertahap. Ketika malai sudah berukuran 5 cm
7 hari setelah malai terlihat, jumlah bulir padi telah ditentukan. Pada tahap
pengembangan malai ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
a Bunting. Malai muda terus bertambah ukurannya dan terus berkembang ke
atas di dalam pelepah daun bendera yang menyebabkan pelepah daun
mengembung. Pengembungan ini disebut bunting.
b Heading keluarnya bunga atau malai. Heading ditandai dengan munculnya
ujung malai dari pelepah daun bendera. Malai ini akan terus berkembang
sampai keluar seutuhnya dari pelepah daun.
c Pembungaan. Tahap ini dimulai ketika benang sari bunga yang paling ujung
pada tiap cabang malai telah tampak keluar dari bulir dan terjadi proses pembuahan. Pembungaan terjadi sekitar 25 hari setelah inisiasi malai
11 terlihat. Pembungaan terus berlanjut sampai bulir pada malai yang paling
dalam telah mekar.
3. Penyerbukan dan pembuahan. Pada tahap ini kelopak bunga terbuka.
Pembungaan ini terjadi dengan cepat pada pagi hari dengan cuaca cerah, dan lambat pada cuaca lembab dan berawan. Pada proses pembungaan ini, benang
sari memanjang, dan serbuk sari ditumpahkan ke kepala putik, kemudian kelopak bunga menutup.
Fase terakhir yaitu fase pematangan. Di daerah tropis, fase pematangan dari pembungaan sampai gabah matang membutuhkan waktu 25-35 hari tergantung
varietas yang digunakan. Sedangkan pada daerah temperate seperti Jepang, Australia dan Amerika fase pematangan membutuhkan waktu 45-60 hari De
Datta, 1981. Fase pematangan ditandai dengan penuaan daun, ukuran dan bobot butir meningkat, serta warna butir berubah. Selama butir terus berkembang, baik
bobot basah maupun bobot kering terus meningkat. Menuju tahap gabah matang, bobot kering meningkat secara perlahan, sedangkan bobot basah menurun sebagai
akibat dari hilangnya air Yoshida, 1981. Menurut De Datta 1981 fase pematangan ini dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
1. Tahap gabah matang susu. Pada tahap ini, gabah mulai terisi dengan cairan
kental berwarna putih susu. 2.
Tahap gabah setengah matang. Pada tahap ini, isi gabah yang menyerupai susu, berubah menjadi gumpalan lunak dan akhirnya mengeras.
3. Tahap gabah matang penuh. Pada tahap ini, warna gabah berubah dari hijau
menjadi kuning. Tahap ini berakhir jika 90-100 butir gabah telah berwarna kuning. Malai terus merunduk, gabah berwarna kuning dan mengeras. Pada
saat yang sama, daun bagian atas, termasuk daun bendera menjadi tua dan mengering, namun untuk beberapa varietas, batang dan daun bagian atas tetap
berwarna hijau.
12
BAB III BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan selama empat bulan, mulai bulan Mei sampai Agustus 2012. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Desa Sidosari, Kecamatan Natar,
Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Lahan sawah yang digunakan pada penelitian adalah lahan sawah beririgasi yang memiliki luas lahan 1 ha. Rata-
rata produksi padi yang dihasilkan yaitu 5-7 tonha dengan dua kali panen dalam satu tahun.
Analisis data jumlah malai, jumlah butir, jumlah butir hampa, dan bobot kering biomassa dilaksanakan di Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik
Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan antara lain lahan percobaan seluas 108 m
2
, benih padi varietas Ciherang, pupuk Phonska, Urea, SP-18, dan bahan humat.
Alat-alat yang digunakan antara lain bambu untuk penanda sampel, sprayer, plastik sampel, timbangan, meteran, dan oven.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri dari tiga perlakuan yaitu perlakuan tanpa bahan humat, perlakuan bahan humat pada tanah dan perlakuan bahan humat pada tanah dan
daun. Masing-masing perlakuan ditanam pada empat petakan sebagai ulangan, sehingga jumlah total satuan pengamatan menjadi 12. Sampel tanaman diambil
sebanyak tujuh rumpun dari satu petak pada tiap perlakuan. Sedangkan bobot gabah diambil dari tiap petak. Luas satu petakan yaitu 3 m x 3 m Gambar 2.