Prevalensi infestasi lalat Keragaman Jenis Lalat Di Pasar Tradisional Kota Bogor Dan Status Kerentanannya Terhadap Berbagai Jenis Insektisida

Pasar Gunung Batu dan Pasar Sukasari memiliki lokasi yang berbatasan dengan komplek perumahan sedangkan Pasar Jambu Dua bersebelahan dengan aliran sungai. Hal ini memungkinkan perbedaan penyebaran jenis lalat di sekitar lokasi. Di belakang Pasar Kota Bogor dan Jambu Dua juga terdapat tumpukan sampah yang berasal dari sisa-sisa penjualan ikandaging ayam, sehingga sangat disukai lalat Calliphoridae sebagai tempat mencari makanan dan tempat berkembangbiak. Rudianto dan Azizah 2005 melaporkan bahwa terdapat pengaruh signifikan kepadatan lalat di perumahan terhadap jarak lokasi pembuangan sampah open dumping. Semakin dekat letak perumahan dengan tempat pembuangan sampah maka semakin tinggi tingkat kepadatan lalatnya. Semakin tinggi tingkat kepadatan lalat maka semakin tinggi angka kejadian diare. Tingginya angka prevalensi Calliphoridae dari blok lingkungan tertinggi pada Pasar Kota Bogor 6.95. Selanjutnya diikuti Pasar Jambu Dua 5.52 Pasar Sukasari 4.98, Pasar Gunung Batu 1,25 dan Pasar Anyar 0.63. Prevalensi yang rendah didapatkan Pada blok daging dan blok ikan Gambar 3. Dengan demikian prevalensi Calliphoridae berdasarkan pembagian blok pasar dapat disimpulkan bahwa sanitasi lingkungan yang kurang baik memegang peranan penting terhadap tingginya prevalensi lalat Calliphoridae di pasar tradisional. Angka prevalensi Muscidae menyebar bervariasi diantara tiga blok pasar Gambar 4. Pasar yang memiliki prevalensi Muscidae tertinggi yaitu Pasar Gunung Batu sebesar 4.77 pada blok daging, 4.45 pada blok ikan dan 2.48 pada blok lingkungan. Pasar yang memiliki tingkat prevalensi tinggi berikutnya pada blok daging yaitu Pasar Kota Bogor dengan prevalensi sebesar 3.08. Tingginya prevalensi Muscidae di Pasar Gunung Batu salah satunya disebabkan karena letak geografis pasar yang berdekatan dengan permukiman penduduk dan proses renovasi pasar yang sedang berjalan saat dilakukan pengambilan sampel. Kondisi lingkungan sekitar sangat berpengaruh terhadap prevalensi lalat diantara tiga blok pasar. Penelitian Hestiningsih et al. 2003 mengungkapkan bahwa Muscidae dan Calliphoridae dominan ditemukan pada tempat pembuangan sampah yang dekat dengan pemukiman penduduk. Lalat mendapatkan daya dukung yang cocok bagi kehidupannya. Sehingga ditemukan pada masing-masing blok pasar. Lalat terbukti membawa kuman pathogen yang dapat bersifat mewabah seperti E. coli, Klebsiella pneumoniae, Proteus morgani, Enterobacter aerogenes, Enterococcus sp, Staphylococcus aureus dan lain-lain. Gambar 4. Prevalensi Muscidae di setiap blok pasar Februari – Maret 2014 Ps. Kota Bogor Ps. Sukasari Ps. Gunung Batu Ps. Jambu Dua Ps. Anyar 1.47 2.15 2.48 3.95 1.82 3.08 0.18 4.77 2.18 0.52 1.08 0.10 4.45 2.83 0.28 Prevalensi Blok Lingkungan Prevalensi Blok Daging Prevalensi Blok Ikan

3. Faktor risiko yang mempengaruhi infestasi lalat

Faktor risiko yang mempengaruhi infestasi lalat ditentukan berdasarkan hasil wawancara menggunakan kuisioner yang dikelompokkan dalam tiga bagian yaitu variabel biosekuriti personal, biosekuriti tempatperalatan, dan lingkungan. Unsur variabel biosekuriti personal seperti kesehatan personal tidak ada luka, korengantidak menderita penyakit lain yang bisa mengundang lalat, memakai pakaian khusus untuk berjualan, mandi sebelum berjualan dan lain-lain. Unsur variabel dalam biosekuriti tempatperalatan seperti memakai alat untuk pengusir lalat, menggunakan penutupkasa untuk melindungi lalat, tempat berjualan dibersihkan sebelum atau sesudah berjualan dan lain-lain. Unsur variabel dalam biosekuriti lingkungan seperti tidak membuang sampah sembarangan, pengangkutan sampah secara rutin oleh petugas, tersedia air bersihalat kebersihan dan lain-lain. Dengan demikian reponden akan menjawab ‘ya’ atau tidak sesuai pertanyaan yang diajukan dalam kuisioner. Responden menjawab “Ya” lebih banyak daripada responden yang menjawab “Tidak”terhadap variabel biosekuriti personal dan biosekuriti lingkungan kecuali jawaban responden terhadap biosekuriti personal yang berasal dari Pasar Jambu Dua Tabel 8. Wawancara responden terhadap unsur biosekuriti tempatperalatan menunjukkan persentase responden yang menj awab “Tidak” lebih banyak daripada responden yang menjawab “Ya”. Hubungan antara infestasi lalat dengan unsur- unsur variabel biosekuriti personal, biosekuriti tempatperalatan dan biosekuriti lingkungan di lima pasar tradisional menggunakan Uji Korelasi Spearman menunjukkan hasil yang bervariasi Lampiran 11. Tabel 8. Distribusi frekuensi total unsur-unsur variabel biosekuriti personal, biosekuriti tempatperalatan dan biosekuriti lingkungan. No. Pilihan Jawaban Responden Biosekuriti Personal Biosekuriti TempatPeralatan Biosekuriti Lingkungan 1. Pasar Kota Bogor N = 11 Ya 56.36 47.27 63.64 Tidak 43.64 52.73 36.36 2. Pasar Sukasari N = 8 Ya 57.5 43.75 62.5 Tidak 42.5 56.25 37.5 3. Pasar Anyar N = 15 Ya 51.33 43.33 70.67 Tidak 48.67 56.67 29.33 4. Pasar Jambu Dua N = 7 Ya 45.71 47.14 54.29 Tidak 54.29 52.86 45.71 5. Pasar Gunung Batu N = 6 Ya 56.67 36.67 41.67 Tidak 43.33 63.33 58.33

a. Hubungan antara infestasi lalat dengan biosekuriti personal

Taraf signifikansi hasil Uji Korelasi Spearman yang menjelaskan hubungan korelasi infestasi lalat dengan biosekuriti personal P=0,391 lebih besar dari angka kepercayaan α=0.05 menunjukkan bahwa hubungan korelasi tidak signifikan. Walaupun demikian unsur-unsur variabel biosekuriti personal dapat berpengaruh terhadap infestasi lalat di pasar tradisional. Angka koefisien korelasi yang diperoleh sebesar R=0.500 termaasuk dalam kategori sedang. Tanda negatif - pada koefisien korelasi menunjukkan arah korelasi yang berlawanan. Semakin rendah tingkat biosekuriti personal kemungkinan infestasi lalat di pasar tradisional Kota Bogor semakin tinggi, begitu pula sebaliknya semakin tinggi tingkat biosekuriti personal kemungkinan infestasi lalat di pasar tradisional semakin rendah. Variabel biosekuriti personal merupakan variabel yang erat kaitannya dengan higiene sanitasi terhadap produk yang dijual di pasar tradisional. Perilaku pedagang seperti tidak mencuci tangan sebelum berjualan, tidak menggunakan pakaian khusus, makan, minum dan merokok sambil berjualan di pasar tradisional ini hampir serupa dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Yuspasari 2012 bahwa pedagang pasar memiliki kebiasaan yang kurang baik terhadap higiene dan sanitasi terhadap produk yang dijual. Hal ini juga tidak sesuai dengan anjuran Kementerian Kesehatan RI dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 942MENKES SKVII2003 tentang Pedoman Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Jajanan.

b. Hubungan antara infestasi lalat dengan biosekuriti tempatperalatan

Taraf signifikansi hasil Uji Korelasi Spearman yang menjelaskan hubungan korelasi infestasi lalat dengan biosekuriti tempatperalatan P=0,037 lebih kecil dari angka kepercayaan α=0.05 menunjukkan bahwa hubungan korelasi yang signifikan. Angka koefisien korelasi yang diperoleh sebesar R=0.900. Hal ini menunjukkan hubungan korelasi yang sangat kuat antara infestasi lalat dengan biosekuriti tempatperalatan. Tanda negatif - pada koefisien korelasi menjelaskan hubungan korelasi yang berlawanan. Semakin rendah tingkat biosekuriti tempatperalatan kemungkinan infestasi lalat di pasar tradisional Kota Bogor semakin tinggi, begitu pula sebaliknya semakin tinggi tingkat biosekuriti tempatperalatan maka infestasi lalat di pasar tradisional diharapkan semakin rendah. Variabel biosekuriti tempat dan peralatan memegang peranan penting dalam infestasi lalat di pasar tradisional. Sebagai contoh pengelolaan sampah di pasar tradisional sangat tergantung pada kondisi dan ketersediaan alat-alat penunjang. Namun kebutuhan akan alat penunjang masih terhambat oleh kurangnya dana dan perhatian dari pihak Dinas Pasar. Menurut pengakuan pedagang, tempat pembuangan sampah pasar posisinya terlalu dekat dengan pasar, sehingga menimbulkan bau tidak sedap yang disukai lalat. Penjual makanan juga berseberangan dengan tempat sampah sehingga lalat-lalat dari tempat sampah hinggap pada makanan. Kondisi serupa terdapat di beberapa pasar tradisional lain di Indonesia seperti pernah dilakukan penelitian oleh Widodo 2013 di Pasar Merdeka, Samarinda.