menggunakan NaHCO
3
nilai TS menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan dihentikan penambahan NaHCO
3
. Pada Gambar 4.8 untuk sistem non-recycle, nilai TS yang dihasilkan dari ke 2 grafik pada dasarnya memiliki trend yang hampir sama,
dari hasil penelitian yang dilakukan nilai TS dengan penghentian NaHCO
3
lebih tinggi dibanding menggunakan NaHCO
3
. Hal ini diprediksi karena terjadi penumpukan NaHCO
3
di fermentor pada percobaan menggunakan NaHCO
3
, dan tidak ada sistem recycle sehingga menurunkan kinerja mikroba. Tetapi pada saat
HRT 6 hari tercapai, nilai TS dengan dihentikan NaHCO
3
turun drastis, disebabkan penambahan NaHCO
3
dihentikan, kemudian nilai TS kembali stabil pada hari ke 20. Dari percobaan yang dilakukan didapat nilai rata-rata untuk laju dekomposisi
TS dihentikan penambahan NaHCO
3
dengan sistem recycle adalah 40,
sedangkan menggunakan NaHCO
3
adalah 45. Dengan dihentikan penambahan NaHCO
3
sistem non-recycle berkisar 43, sedangkan menggunakan NaHCO
3
adalah 42. Dari hasil penelitian diatas penggunaan NaHCO
3
lebih baik diberikan sesuai kebutuhan dan tidak diberikan secara terus menerus.
4.6. Pengaruh Penghentian NaHCO
3
terhadap Laju Dekomposisi VS
Volatil solid merupakan bagian padatan TS yang berubah menjadi fase gas pada tahapan asidifikasi dan metanogenesis sebagaimana dalam proses fermentasi
limbah organik dan potensi produksi biogas dapat disebut juga persentase volatil solid Budiman, 2010.
Universitas Sumatera Utara
10 20
30 40
50 60
70 80
90
10 20
30 40
50 60
Waktu Fermentasi hari
DNa MNa
L a
ju De
k o
m p
o si
si VS
HRT 6 HARI
10 20
30 40
50 60
70 80
90
10 20
30 40
50 60
Waktu Fermentasi hari
DNa MNa
L a
ju De
k o
m p
o si
si VS
HRT 6 HARI
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.9 memperlihatkan pengaruh dihentikan penambahan NaHCO
3
terhadap laju dekomposisi VS . Dari gambar 4.9 dengan dihentikan penambahan NaHCO
3
sistem recycle terlihat, laju dekomposisi VS dicapai rata-rata 60, sedangkan menggunakan NaHCO
3
laju dekomposisi VS dicapai 80, terdapat perbedaan nilai yang signifikan.
Pada Gambar 4.10 untuk hasil laju dekomposisi VS dengan dihentikan penambahan NaHCO
3
sistem non-recycle rata-rata 45. Dan untuk menggunakan NaHCO
3
hasil yang didapat berkisar 55. Membuktikan dengan dihentikan penambahan NaHCO
3
nilai dekomposisi VS yang dihasilkan masih memiliki performa yang cukup baik. Pada dasarnya nilai dekomposisi VS sistem recycle lebih
menguntungkan dibanding sistem non-recycle.
4.7. Profil Pengaruh Sistem
Recycle dan
Non-Recycle Terhadap Laju
Dekomposisi COD
Selain parameter-parameter untuk mengukur efisiensi suatu proses anaerob
dari segi kualitas dan kuantitas biogas yang dihasilkan, parameter yang menjadi indikator kualitas cairan fermentasi yang dikeluarkan atau discharged slurry juga
sangat penting dan harus memperhatikan baku mutu limbah buangan industri yang berlaku. Parameter yang paling sering digunakan dalam hal ini adalah COD
chemical oxygen demand, yakni ukuran tak langsung dari jumlah senyawa organik, baik yang dapat terbiodegradasi maupun yang tidak dapat terbiodegradasi. Pengujian
Universitas Sumatera Utara
COD biasanya dilakukan dengan mengukur kemampuan kalium dikromat untuk mengoksidasi senyawa organik.
Tabel 4.1 Pengaruh Recycle dan Non Recycle Terhadap Laju Dekomposisi COD Hari ke
Recycle Non-recycle
COD COD
33 86,77
75,88 37
82,62 63,69
40 86,51
66,28 44
76,66 66,28
Dari Tabel 4.1 terlihat bahwa fermentasi anaerobik dengan recycle sludge lebih meningkatkan laju dekomposisi COD dari pada dengan non-recycle sludge, yang
berarti limbah buangan yang dihasilkan lebih rendah konsentrasinya dan memenuhi standar baku mutu limbah buangan, dengan rata-rata nilai 83 untuk recycle sludge,
dan non-recycle dengan rata-rata nilai 68. Laju dekomposisi COD yang diperoleh dari penelitian menggunakan NaHCO
3
telah memenuhi persyaratan CDM yaitu laju dekomposisi COD 80.
4.8. Pengaruh Dihentikan Penambahan NaHCO