Pengaruh Penambahan Tawas Terhadap Proses Penjernihan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Dengan Metode Elektrokoagulasi

(1)

skripsi

PENGARUH PENAMBAHAN TAWAS TERHADAP PROSES

PENJERNIHAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT

DENGAN METODE ELEKTROKOAGULASI

SKRIPSI

RAY DONALT HUTAURUK

050802014

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

PERSETUJUAN

Judul :PENGARUH PENAMBAHAN TAWAS TERHADAP PROSES PENJERNIHAN LIMBAH CAIR PABRIK

KELAPA SAWIT DENGAN METODE ELEKTROKOAGULASI

Kategori : SKRIPSI

Nama : RAY DONALT H

NIM : 050802014

Program Studi : Sarjana (S1) KIMIA Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

(FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di Medan, Agustus 2010 Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Drs. Chairuddin, MSc Drs. Saut Nainggolan NIP. 195912311987011801 NIP. 194701251974031001

Diketahui / disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

DR. Rumondang Bulan Nst. MS NIP. 195408301985032001


(3)

PERNYATAAN

PENGARUH PENAMBAHAN TAWAS TERHADAP PROSES PENJERNIHAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN METODE

ELEKTROKOAGULASI

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2010

RAY DONALT H 050802014


(4)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini dengan baik.

Dengan rasa hormat, penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Drs. Saut Nainggolan, dan Bapak Drs. Chairuddin, MSc selaku pembimbing I dan pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan serta memberikan motivasi kepada penulis selama melakukan penelitian hingga penyususnan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr Harlem Marpaung, M.Sc selaku Kepala Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA-USU yang telah banyak memberikan saran-saran kepada penulis.

3. Ibu Dr. Rumondang Bulan,MS dan Bapak Drs. Firman Sebayang,MS selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia FMIPA-USU.

4. Bapak Dekan dan Pembantu Dekan FMIPA-USU.

5. Bapak Prof Dr. Pina Barus, MS selaku pembimbing akademik yang selalu mengarahkan dan memberikan saran-saran kepada penulis selama penelitian. 6. Bapak / Ibu dosen staff Kimia Analitik yang telah banyak memberikan

saran-saran kepada penulis.

7. Seluruh Bapak/Ibu staff dosen Departemen Kimia FMIPA-USU yang telah banyak memberikan ilmunya dan pengalamannya kepada penulis.

8. Bapak Hamonangan Nainggolan yang telah banyak membantu penulis selama penelitian.

9. Seluruh teman-teman mahasiswa Kimia stambuk 2005 yang telah banyak membantu penulis selama kuliah dan penelitian.

10. Abang/kakak stambuk 2004, yang telah banyak dan memberikan informasi, saran, dan dukungan kepada penulis.

11. Seluruh asisten lab. Kimia Analitik: Hisar S.Si, Tiwi M.Si, Ferdinand S.Si, Tresna Naibaho S.Si, Sevia Laura, dll, atas dukungan yang diberikan kepada penulis.

Dan akhirnya, penulis mengucapkan terimakasih kepada keluargaku yang sangat kukasihi dan kucintai: Ayahku S.Hutauruk dan Ibuku N.Simanjuntak, Kakakku Tetty Merry Hutauruk SKM, Abangku Deddi Sunarto Hutauruk SE, Adikku Desi Yosnora Hutauruk Amd yang telah banyak memberikan dukungan doa, moral, dan dana kepada penulis.

Teman-temanku dalam pelayanan: Iman Purba S.H, Berlin Anna H Amd, Freddy S.L.T S.H, Ediatur P Amd, Alexon Samosir S.Si, , Meinar L.Batu, Pangeran Manurung, Morinta Manulang, Ronita M Spd, Rebecca Sihombing S.Sn, Rina Simanjuntak S.Sn, Inta Junia Hasugian S.Sn, Weni Sagita P S.T, Anike N W S.E.

Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih melimpahkan berkat dan rahmatNya kepada kita semua.


(5)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh penambahan tawas terhadap proses penjernihan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan metode elektrokoagulasi. Dalam hal ini, tawas, bertindak sebagai koagulan. Kedalam limbah cair pabrik kelapa sawit ditambahkan beberapa variasi tawas dan selanjutnya dielektrokoagulasi. Kondisi optimum pengaruh tawas dalam limbah cair pabrik kelapa sawit, yaitu pada penambahan tawas sebanyak 4 gr dalam 500 mL air limbah dan waktu elektrokoagulasi 45 menit. Hasil dengan penambahan tawas tersebut yaitu: pH 7,4 – 8,3, COD 323 mg/L, dan turbiditi 276 NTU yang memenuhi syarat standart air buangan yang dikeluarkan oleh Menteri Negara KLH No.Kep. 03/MENKLH/II/2000.


(6)

THE EFFECT OF ADDED ALUM FOR PURIFICATION PROCESS WATER WASTE CRUDE PALM OIL BY ELECTROCOAGULATION METHOD

ABSTRACT

Research the effect of added alum for purification process water waste crude palm oil by electrocoagulation method has been done. In this research, alum act as coagulan. In to water waste crude palm oil was added variation of alum and then elektrocoagulated. The optimum condition of alum in water waste crude palm oil is 4 gr in 500 mL waste and 45 minute for elektrocoagulation. The result of add alum namely: pH 7,4 – 8,3, COD 323 mg/L and turbidity 276 NTU has complied with water waste standard in Menteri Negara KLH No.Kep. 03/MENKLH/II/2000.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstarct vi

Daftar Isi vii

Daftar Gambar ix

Daftar Tabel x

Daftar Lampiran xi

Bab 1. Pendahuluan

1.1.Latar Belakang 1

1.2.Permasalahan 2

1.3.Pembatasan Masalah 2

1.4.Tujuan Penelitian 2

1.5.Manfaat Penelitian 3

1.6.Lokasi Penelitian 3

1.7.Metodologi Percobaan 3 Bab 2. Tinjauan Pustaka

2.1. Peranan Air dalam Kehidupan 4 2.2. Indikasi Pencemaran Air 5 2.3. Sumber Pencemaran Air 5

2.4. Limbah Kelapa Sawit 6

2.5. Karekteristik Limbah 7 2.6. Pemanfaatan Limbah Kelapa Saawit 8


(8)

2.8. Flokulasi 10 2.9. Sel Elektrokimia dengan Elektroda Al 11 2.9.1. Reaksi pada Katoda 11 2.9.2. Reaksi pada Anoda 12 2.10. Proses Elektrokoagulasi 13 2.10.1. Keuntungan Elektrokoagulasi 14 2.10.2. Kerugian Elektrokoagulasi 14 2.11. COD (Chemical Oxygen Demand) 15

2.12. Turbidimeter 15

2.13. Zat Padat dalam Air 17

2.14. Alum(tawas) 18

Bab 3. Bahan Dan Metode Penelitian

3.1. Alat-alat 20

3.2. Bahan-bahan 20

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Pembuatan Larutan Baku Kalium Dikromat, K2Cr2O7 0,25 N 21

3.3.2. Pembuatan Larutan Baku Fero Amonium Sulfat, Fe (NH4SO4)2 21

6H20 0,025 N

3.3.3. Penentuan pH 21

3.3.4. Penentuan Warna 22 3.3.5. Elektrokoagulasi tanpa penambahan tawas 22 3.3.6. Elektrokoagulasi dengan penambahan tawas 22 3.3.7. Penentuan Turbiditas 22

3.3.8. Penentuan COD 22

3.3.9. Rangkaian Alat 23

3.4. Bagan Penelitian

3.4.1. Pembuatan Larutan Baku Kalium Dikromat, K2Cr2O7 0,025 N 24

3.4.2. Pembuatan Larutan Baku Fero Amonium Sulfat, Fe (NH4SO4)2

6H20 0,25 N 24

3.4.3. Penentuan pH 25

3.4.4. Penentuan Warna 25 3.4.5. Elektrokoagulasi tanpa penambahan tawas 26 3.4.6. Elektrokoagulasi tanpa penambahan tawas 26 3.4.7. Penentuan Turbiditas 27

3.4.8. Penentuan COD 27

3.5. Bagan Alat 28

Bab 4. Hasil Dan Pembahasan 4.1. Hasil Penelitian


(9)

4.1.2. Hasil Penentuan warna 30 4.1.3. Hasil Penentuan Turbiditi 31 4.1.4. Hasil Penentuan COD 32

4.2. Pembahasan 34

Bab 5. Kesimpulan Dan Saran

5.1. Kesimpulan 35

5.2. Saran 35

DAFTAR PUSTAKA 36


(10)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh penambahan tawas terhadap proses penjernihan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan metode elektrokoagulasi. Dalam hal ini, tawas, bertindak sebagai koagulan. Kedalam limbah cair pabrik kelapa sawit ditambahkan beberapa variasi tawas dan selanjutnya dielektrokoagulasi. Kondisi optimum pengaruh tawas dalam limbah cair pabrik kelapa sawit, yaitu pada penambahan tawas sebanyak 4 gr dalam 500 mL air limbah dan waktu elektrokoagulasi 45 menit. Hasil dengan penambahan tawas tersebut yaitu: pH 7,4 – 8,3, COD 323 mg/L, dan turbiditi 276 NTU yang memenuhi syarat standart air buangan yang dikeluarkan oleh Menteri Negara KLH No.Kep. 03/MENKLH/II/2000.


(11)

THE EFFECT OF ADDED ALUM FOR PURIFICATION PROCESS WATER WASTE CRUDE PALM OIL BY ELECTROCOAGULATION METHOD

ABSTRACT

Research the effect of added alum for purification process water waste crude palm oil by electrocoagulation method has been done. In this research, alum act as coagulan. In to water waste crude palm oil was added variation of alum and then elektrocoagulated. The optimum condition of alum in water waste crude palm oil is 4 gr in 500 mL waste and 45 minute for elektrocoagulation. The result of add alum namely: pH 7,4 – 8,3, COD 323 mg/L and turbidity 276 NTU has complied with water waste standard in Menteri Negara KLH No.Kep. 03/MENKLH/II/2000.


(12)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang berkembang pesat di Indonesia. Pada tahun 2015 diperhitungkan kelapa sawit di Indonesia akan mencapai 3,3 juta ha dan produksi tahun 2010 hampir 9,7 juta ton CPO. Dengan bertambah pesatnya pertumbuhan industri kelapa sawit akan meningkatkan pendapatan/perekonomian negara. Perkembangan industri pengolahan kelapa sawit juga akan mengakibatkan pengoperasian pabrik kelapa sawit yang meningkat dan juga akan menimbulkan dampak negatif yang besar pula, yaitu banyaknya limbah yang akan dihasilkan dan dibuang ke Badan Air.

Masalah pencemaran lingkungan dan kemusnahan sumber daya alam menjadi masalah utama yang dihadapi oleh hampir semua negara pada saat ini. Di antara pencemaran tersebut di atas didapati bahwa pencemaran air telah menjadi salah satu dari pada masalah utama yang dihadapi oleh masyarakat dewasa ini. Banyak dari beberapa indusri yang ada sekarang ini tidak memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang tidak sesuai dengan standart yang ditetapkan oleh Mentri Negara Lingkungan Hidup.

Air buangan dari industri yang tidak sesuai dengan standard baku mutu air buangan yang ditetapkan oleh Mentri Negara Lingkungan Hidup tersebut akan dapat menyebabkan pencemaran pada Badan Sungai dan juga akan berdampak buruk terhadap penduduk setempat atau lingkungan sekitar daerah aliran sungai.

Limbah cair yang dihasilkan pabrik pengolahan kelapa sawit berasal dari air drab, air kondensat, air cucian pabrik, air hidrocyclone atau claybath dan sebagainya. Jumlah


(13)

air buangan tergantung pada sistem pengolahan, kapasitas olah dan keadaan peralatan klarifikasi.

Air buangan kondensor umumnya 60% terhadap TBS (Tandan Buah Sawit) yang diolah, akan tetapi ini dipengaruhi oleh: Jumlah air pengencer yang digunakan pada vibrating screen atau pada screw press, sistem dan instalasi yang digunakan dalam stasiun klarifikasi yaitu klarifikasi yang menggunakan decanter menghasilkan air limbahnya kecil dan juga efesiensi pengutipan minyak dan air limbah yang rendah akan mempengaruhi karakteristik limbah cair yang dihasilkan (Dr.Ir Ponten, 1998)

Penelitian mengenai metode elektrokoagulasi telah dilakukan oleh Sunardi (2007), yang meneliti pengaruh tegangan listrik dan kecepatan alir terhadap hasil pengolahan limbah cair yang mengandung logam Pb, Cd, dan TSS (Total Suspended Solid) dengan menggunakan alat elektrokoagulasi. Penelitian ini juga digunakan beberapa peneliti dengan penambahan beberapa bahan koagulan seperti PAC ke beberapa limbah industri.

Hal ini yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang pengolahan limbah yang lebih mudah, efesien dan praktis, dengan penambahan koagulan tawas / alum dengan objek penelitian ialah limbah cair pabrik kelapa sawit yang terdapat pada kolam terakhir.

1.2. Permasalahan

Berapa nilai dari COD, turbiditas, pH, serta perubahan warna dari limbah cair pabrik kelapa sawit setelah melalui proses penjernihan dengan penambahan tawas sebagai koagulan disertai dengan proses elektrokoagulasi.

1.3. Pembatasan Masalah

1. Penelitian hanya untuk limbah cair pada kolam akhir Pabrik Kelapa Sawit 2. Hasil akhir yang ingin dicapai adalah air yang sesuai dengan standart baku


(14)

3. Parameter yang diteliti adalah: perubahan warna, pH, turbiditas dan COD. 1.4. Tujuan Penelitian

Untuk menentukan nilai COD, turbiditas, pH, serta perubahan warna dari limbah cair pabrik kelapa sawit, setelah melalui proses penjernihan dengan penambahan tawas sebagai koagulan disertai dengan proses elektrokoagulasi.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini merupakan suatu informasi ilmiah bagi pemerintah dan masyarakat tentang pengolahan limbah cair Pabrik Kelapa Sawit yang ramah lingkungan dengan harga murah dan mudah dilakukan oleh masyarakat.

2. Masyarakat dapat mengetahui dan dapat mengurangi, serta mencegah beberapa bahaya yang dapat ditimbulkan karena pengkonsumsian air limbah yang terdapat di dalam air sungai.

1.6. Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium. Metode penelitian dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Metode pengambilan sampel dilakukan secara acak, yaitu pada 3 titik, dengan kedalaman 50 cm dan hanya pada kolam terakhir Pabrik Kelapa Sawit.

2. Metode penjernihan, yaitu dengan metode elektokoagulasi dengan elektroda Al, disertai dengan penambahan berbagai variasi tawas untuk menentukan beberapa parameter yang sesuai dengan standart buangan air limbah yang dikeluarkan oleh Mentri Lingkungan Hidup, yaitu:

COD dengan metode titrasi pH menggunakan pH meter warna secara organoleptis


(15)

turbiditas menggunakan turbidimeter

1.7. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Ilmu Dasar dan Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.


(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Peranan Air dalam Kehidupan

Air adalah zat yang sangat dibutuhkan oleh semua makhluk hidup termasuk manusia, hewan serta tumbuh – tumbuhan. Manfaat air bermacam – macam misalnya untuk diminum, pembawa zat makanan, zat pelarut, pembersih dan sebagainya. Oleh karena itu penyediaan air bersih merupakan salah satu kebutuhan utama bagi manusia untuk kelangsungan hidupnya dan menjadi faktor penentu dalam kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

Air yang bersih mutlak diperlukan, karena merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan penyakit, terutama penyakit – penyakit perut. Dari penelitian – penelitian yang dilakukan, bahwasanya penduduk yang menggunakan air bersih mempunyai kecenderungan lebih kecil untuk menderita sakit dibandingkan dengan penduduk yang tidak menggunakan air bersih.

Melalui penyediaan air bersih, baik dari segi kaualitas dan kuantitasnya di suatu daerah, diharapkan dapat menghambat penyebaran penyakit menular. Agar air yang masuk ke dalam tubuh manusia baik berupa minuman atau makanan tidak mengandung bibit penyakit, maka pengolahan air baik yang berasal dari sumber air dan jaringan transmisi atau pun distribusi adalah sangat diperlukan.

Dalam kehidupan manusia, air dapat dipakai untuk berbagai macam kegiatan seperti :

1. Pemakaian domestik, misalnya : mandi, mencuci, minum, makan, dan lain – lain. 2. Pemakaian industri, misalnya : obat, makanan, minuman, dan lain – lain


(17)

3. Pengangkutan dan transportasi air. 4. Sumber tenaga mekanik.

5. Pertanian, irigasi, perikanan 6. Rekreasi.

7. Penguraian kotoran (Sutrisno, 1987)

2.2. Indikasi Pencemaran Air

Indikasi pencemaran air dapat kita ketahui baik secara visual maupun pengujian : 1. Perubahan pH (tingkat keasaman / konsentrasi ion hidrogen) air normal yang

memenuhi syarat untuk suatu kehidupan memiliki pH netral dengan kisaran nilai 6,5 – 7,5. Air limbah industri yang belum terolah dan memiliki pH di luar nilai pH netral, akan mengubah pH air sungai dan dapat mengganggu kehidupan organisme di dalamnya. Hal ini akan semakin parah jika daya dukung lingkungan rendah serta debit air sungai rendah. Limbah dengan pH asam / rendah bersifat korosif terhadap logam.

2. Perubahan warna, bau dan rasa air normal dan air bersih tidak akan berwarna, sehingga tampak bening / jernih. Bila kondisi air warnanya berubah maka hal tersebut merupakan salah satu indikasi bahwa air telah tercemar. Timbulnya bau pada air lingkungan merupakan indikasi kuat bahwa air telah tercemar. Air yang bau dapat bersal dari limbah industri atau dari hasil degradasi oleh mikroba. Mikroba yang hidup dalam air akan mengubah organik menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau sehingga mengubah rasa.

3. Timbulnya endapan, koloid dan bahan terlarut endapan, koloid dan bahan terlarut berasal dari adanya limbah industri yang berbentuk padat, bila tidak larut sempurna akan mengendap di dasar sungai, dan yang larut sebagian akan menjadi koloid dan akan menghalangi bahan – bahan organik yang sulit diukur melalui uji BOD karena sulit didegedrasi melalui reaksi biokimia, namun dapat diukur melalui uji COD.


(18)

2.3. Sumber Pencemaran Air

Pencemaran air pada umumnya diakibatkan oleh kegiatan manusia. Besar kecilnya pencemaran akan tergantung dari kuantitas dan kualitas limbah yang dibuang ke sungai, baik limbah padat maupun cair.

Berdasarkan jenis kegiatannya maka sumber pencemaran air dibedakan menjadi :

a. Effluent Industri Pengolahan

Effluent adalah pencurahan limbah cair yang masuk ke dalam air bersumber dari pembuangan sisa produksi, lahan pertanian, peternakan dan kegiatan domestik. Dari hasil statistik industri, sumber industri pengolahan yang menjadi sumber pencemaran air yaitu agro industri (peternakan sapi, babi dan kambing), industri pengolahan makanan, industri minuman, industri tekstil, industri kulit, industri kimia dasar, industri mineral non logam, industri logam dasar, industri hasil olahan logam dan industri listrik dan gas.

b. Sumber domestik / buangan rumah tangga

Menurut peraturan Menteri Kesehatan, yang dimaksud dengan buangan rumah tangga adalah buangan yang berasal bukan dari industri melainkan berasal dari rumah tangga, kantor, hotel, restoran, tempat ibadah, tempat hiburan, pasar, pertokoan dan rumah sakit (Sastrawijaya,A.T.,2000).

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia organik dan anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat


(19)

berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.

2.4. Limbah Kelapa Sawit

Tandan buah sawit yang diolah pabrik akan menghasilkan minyak buah sawit, inti sawit, cangkang, serat dan tandan kosong. Dalam proses pengolahan terdapat bahan yang tidak termanfaatkan seperti tandan kosong dan air buangan pabrik. Karena kapasitas pabrik yang cukup besar yaitu antara 10 s/d 60 ton TBS/jam maka bahan buangan tersebut dapat mempengaruhi lingkungan biotik dan abiotik.

Perkembangan areal perkebunan kelapa sawit yang diikuti dengan pembangunan pabrik yang cukup pesat akan mempengaruhi lingkungan sekitar terutama lingkungan badan penerima limbah. Untuk mengurangi dampak negatif pabrik pengolah kelapa sawit yang mengacu pada undang-undang no 4 tahun 1982 dan peraturan pemerintah, maka pengendalian limbah pabrik kelapa sawit harus dilakukan dengan baik. Pengendalian limbah pabrik kelapa sawit dapat dilakukan dengan cara pemanfaatan, penguranggan volume limbah dan pengawasan mutu limbah.

Pembangunan instalasi pengendalian limbah dilakukan bersamaan dengan pembangunan pabrik kelapa sawit dengan sistem yang dilakukan kepada kapasitas dan kualitas limbah yang diinginkan.

2.5. Karekteristik Limbah Limbah Padat

Limbah padat yang dihasilkan oleh pabrik pengolah kelapa sawit ialah tandan kosong, serat dan tempurung. Limbah padat tandan kosong kadang-kadang mengandung buah tidak lepas diantara celah-celah ulir di bagian dalam. Serat yang merupakan hasil pemisahan dari fibre cyclone mempunyai kandungan cangkang, minyak dan inti. Kandungan tersebut tergantung pada proses ekstraksi di scew press dan pemisahan


(20)

pada fiber cyclone. Tempurung yang dihasilkan dari kernel plant yaitu shell separator masih mengandung biji bulat dan inti sawit. Bila bahan ini digunakan sebagai bahan bakar pada dapur ketel akan menghasilkan gas-gas yang tidak terbakar sempurna. Limbah cair yang dihasilkan pabrik pengolah kelapa sawit ialah air drab, air kondensat, air cucian pabrik, air hidrocyclone atau claybath dan sebagainya. Jumlah air buangan tergantung pada sistem pengolahan, kapasitas olah dan keadaan peralatan klarifikasi.

Air buangan sludge separator umumnya 60% terhadap TBS yang diolah, akan tetapi ini dipengaruhi oleh:

a. Jumlah air pengencer yang digunakan pada vibrating screen atau pada screw press

b. Sistem dan instalasi yang digunakan dalam stasiun klarifikasi yaitu klarifikasi yang menggunakan decanter menghasilkan air limbahnya kecil.

c. Efesiensi pengutipan minyak dan air limbah yang rendah akan mempengaruhi karakteristik limbah cair yang dihasilkan (Dr.Ir Ponten, 1998)

2.6. Pemanfaatan Limbah Kelapa Saawit

Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS), dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik yang memiliki kandungan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah dan tanaman. Tandan kosong kelapa sawit mencapai 23% dari jumlah seluruh pemanfaatan limbah kelapa sawit (baik limbah cair maupun padat), dimana dipakai sebagai alternatif pupuk organik sehingga akan memberikan manfaat lain dari sisi ekonomi.

Beberapa alternatif pemanfaatan TKKS yang dapat dilakukan: a. Pupuk kompos

Merupakan bahan organik yang telah mengalami proses fermentasi atau dekomposisi yang dilakukan oleh mikroorganisme


(21)

b. Pupuk kalium

TKKS dapat dibakar dan akan menghasilkan abu tandan. Abu tandan tersebut ternyata memiliki kandungan 30-40% K2O, 7% P2O5, 9% CaO, dan 3% MgO.

c. Bahan serat

TKKS juga menghasilkan serat yang kuat dapat digunakan untuk berbagai hal, diantaranya serat sebagai pengisi bahan jok mobil dan matras, polipot, dan bahan pengepak industri. (Yan Fauzi, 2002)

2.7. Koagulasi

Koagulasi adalah peristiwa destabilisasi partikel-partikel koloid dalam larutan. Partikel-partikel tersebut membentuk lapisan secara kimia yang kemudian diikuti dengan flokulasi. Zat-zat kimia yang digunakan untuk mendestabilkan partikel koloid disebut dengan koagulan.

Koagulan yang paling umum dan sering digunakan adalah alum (aluminium sulfat) dan garam-garam dari senyawa besi. Karakteristik dari kation multivalensi adalah mempunyai kemampuan menarik koagulan ke muatan partikel koloid (Proste, 1997).

Pada dasarnya koagulasi disebabkan oleh ion-ion yang muatannya berlawanan dengan partikel koloid, dalam hal ini ion-ion koagulan yang bermuatan positif akan menetralisir muatan negatif partikel koloid yang menyebabkan dapat mengurangi gaya tolak-menolak antara partikel-pertikel koloid sehingga terjadi pengendapan (Robert, 1986).

Koagulan pada umumnya dikategorikan atas dua jenis yaitu koagulan organik (senyawa polielektrolit yang larut dalam air) dan koagulan anorganik (garam-garam dari logam trivalen dan diavalen). Ferri Klorida (FeCl3) merupakan koagulan

anorganik yang lebih efektif digunakan untuk mensuspensikan padatan dan pengotor lainnya dalam pengolahan limbah (Patent-6306308, 2001).


(22)

Proses Koagulasi

Destabilisasi partikel koloid di kontrol oleh repulse lapisan rangkap listrik dan antaraksi Van der Walls. Empat metode yang digunakan untuk menggambarkan proses ini adalah : penekanan lapisan rangkap listrik (double layer), netralisasi muatan, penjaringan partikel dalam endapan, dan pembentukan jembatan antar partikel.

Ketika konsentrasi dari ion pusat di dalam medium dispersi adalah kecil, ketebalan lapisan rangkap listrik adalah besar. Dua partikel koloid yang berdekatan tidak bisa bersatu dengan yang lain disebabkan adanya lapisan rangkap listrik yang tebal, oleh karena itu koloidnya stabil. Namun, ketika konsentrasi ditingkatkan, kuatnya tarikan di antara muatan pertama dan ion pusatnya ditingkatkan sehingga menyebabkan lapisan rangkapnya berrkurang. Lapisan ini kemudian ditekan secukupnya dengan dilanjutkan penambahan ion pusat.

Muatan koloid dapat dinetralkan secara langsung dengan penambahan ion yang mempunyai muatan yang berlawanan yang mempunyai kemampuan mengadsorbsi permukaan koloid.

Karakteristik beberapa kation dari garam-garam logam seperti Al (III) dan Fe (III) adalah membentuk endapan ketika ditambahkan ke dalam air. Untuk endapan yang terjadi ini, partikel koloid mengalami nukleasi yaitu pembungkusan koloid sehingga membentuk endapan.

Metode yang terakhir adalah pembentukan jembatan antar partikel. Sebuah jembatan molekul akan mengikat sebuah partikel koloid pada daerah yang aktif dan partikel koloid kedua pada daerah yang lain. Sisi yang aktif menunjukan molekul dimana partikelnya diikat dengan ikatan kimia dari koloid yang terjadi sehingga menyebabkan diikatnya koloid sehingga terjadi proses koagulasi (Sincero, 1990).


(23)

2.8. Flokulasi

Flokulasi adalah penggabungan dari partikel-partikel hasil koagulasi menjadi partikel yang lebih besar dan mempunyai kecepatan mengendap yang lebih besar, dengan cara pangadukan lambat. Dalam hal ini proses koagulasi harus diikuti flokulasi yaitu penggumpalan koloid terkoagulasi sehingga membentuk flok yang mudah terendapkan atau transportasi partikel tidak stabil, sehingga kontak antar partikel dapat terjadi (Sutrisno, 1987)

Proses Flokulasi

1. Tahap Pembentukan Inti Endapan

Pada tahap ini diperlukan zat koagulan yang berfungi untuk penggabungan antara koagulan dengan polutan yang ada dalam air limbah. Agar penggabungan dapat berlangsung diperlukan pengadukan dan pengaturan pH limbah. Pengadukan dilakukan pada kecepatan 60 s/d 100 rpm selama 1 s/d 3 menit; pengaturan pH tergantung dari jenis koagulan yang digunakan, misalnya untuk :

Alum pH 6 s/d 8 Fero Sulfat pH 8 s/d 11 Feri Sulfat pH 5 s/d 9 PAC pH 6 s/d 9 2. Tahap Flokulasi

Pada tahap ini terjadi penggabungan inti-inti endapan sehingga menjadi molekul yang lebih besar, pada tahap ini dilakukan pengadukan lambat dengan kecepatan 40 s/d 50 rpm selama 15 s/d 30 menit. Untuk mempercepat terbentuknya flok dapat ditambahkan flokulan misalnya polielektrolit. Polielektrolit digunakan secara luas, baik untuk pengolahan air proses maupun untu pengolahan air limbah industri. Polielektrolit dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu non ionik, kationik, dan anionik; biasanya bersifat larut air. Sifat yang menguntungkan dari penggunaan polielektrolit adalah : volume lumpur yang terbentuk relative lebih kecil, mempunyai kemampuan


(24)

untuk menghilangkan warna, dan efisien untuk proses pemisahan air dari lumpur (dewatering).

3. Tahap Pemisahan Flok dengan Cairan

Flok yang terbentuk selanjutnya harus dipisahkan dengan cairannya, yaitu dengan cara pengendapan atau pengapungan. Bila flok yang terbentuk dipisahkan dengan cara pengendapan, maka dapat digunakan alat klarifier, sedangkan bila flok yang terjadi diapungkan dengan mengguanakan gelembung udara, maka flok dapat diambil dengan menggunakan skimmer.

2.9. Sel Elektrokimia dengan Elektroda Al 2.9.1. Reaksi pada Katoda

Reaksi pada katoda adalah reduksi terhadap kation. Jadi yang diperhatikan hanya kationnya saja.

1. Jika larutan mengandung ion-ion logam alkali, ion-ion logam alkalitanah, ion logam Al3+ dan ion Mg2+, maka ion-ion logam ini tidak dapat direduksi dari larutan. Yang akan mengalami reduksi adalah pelarut (air), dan terbentuk gas Hidrogen (H2) pada katoda.

2H2O + 2e → 2OH‾‾ + H2

Dari daftar E0 diketahui bahwa reduksi terhadap air lebih mudah berlangsung dari pada reduksi terhadap ion-ion di atas.

2. Jika larutan mengandung asam, maka ion H+ dari asam akan direduksi menjadi gas Hidrogen pada katoda.

2H+ + 2e → H2

3. Jika larutan mengandung ion-ion lain, maka ion-ion logam ini akan direduksi menjadi masing-masing logamnya dan logam yang terbentuk itu diendapkan pada permukaan batang katoda.


(25)

Fe2+ + 2e → Fe Mn2+ + 2e → Mn

2.9.2. Reaksi pada Anoda

Elektroda pada anoda, dioksidasi (bereaksi) diubah menjadi ionnya. Contoh : Al → Al3+ + 3e

Zn → Zn2+ + 2e

Dalam sistem elektrokimia dengan anoda terbuat dari aluminium, beberapa kemungkinan reaksi elektroda dapat terjadi sebagai berikut :

Anoda : Al → Al3+ + 3e Katoda : 2 H2O + 2e → H2 + 2OH‾

2 H+ + 2e → H2

O2 + 4H+ + 4e → 2H2O (Sunardi, 2007).

2.10. Proses Elektrokoagulasi

Elektrokoagulasi adalah suatu proses teknologi elektrokimia yang popular untuk digunakan pada pengolahan limbah. Proses elektrokoagulasi disusun meliputi proses equalisasi, elektrokimia, sedimentasi dan proses filtrasi. Proses equalisasi dimaksudkan untuk menyeragamkan limbah cair yang akan dioalah, terutama kondisi pH, pada tahap ini tidak terjadi reaksi kimia.

Pada proses elektrokimia akan terjadi pelepasan Al3+ dari plat elektroda (anoda) sehingga membentuk flok Al(OH)3 yang mampu mengikat kontaminan dan


(26)

yang di dalamnya terdapat dua penghantar arus listrik searah yang disebut elektroda, yang tercelup dalam larutan limbah sebagai elektrolit.

Apabila dalam suatu elektrolit ditempatkan dua elektroda dan dialiri arus listrik searah, maka akan terjadi peristiwa elektrokimia yaitu gejala dekomposisi elektrolit, yaitu ion positif (kation) bergerak kekatoda dan menerima elektron yang direduksi dan ion negatif (anion) bergerak ke anoda dan menyerahkan elektron yang dioksidasi (Ni’am,M.F.2007)

Elektrokoagulasi adalah suatu proses teknologi elektrokimia yang populer untuk digunakan pada pengolahan air limbah. Proses elektrokoagulasi disusun meliputi proses equalisasi, elektrokimia, sedimentasi dan proses filtrasi. Proses equalisai dimaksudkan unutk menyeragamkan limbah cair yang akan dioalah terutama kondisi pH, pada tahap ini tidak terjadi reaksi kimia. Pada proses elektrokimia akan terjadi pelepasan Al3+ dari plat elektroda (anoda) sehingga membentuk flok Al(OH)3

yang mampu mengikat kontaminan dan partkel-partikel dalam limbah. Proses elektrokoagulasi dilakukan pada bejana elektrolisis yang di dalamnya terdapat dua penghantar arus listrik searah yang disebut elektroda, yang tercelup dalam larutan limbah sebagai elektrolit. Apabila dalam suatu elektrolit ditempatkan dua elektroda dan dialiri arus listrik searah, maka akan terjadi peristiwa elektrokimia yaitu gejala dekomposisi elektrolit, yaitu ion positif (kation) bergerak ke katoda dan menerima elektron yang direduksi dan ion negatif (anion) bergerak ke anoda dan menyerahkan elektron yang dioksidasi. (Sunardi, 2007).

2.10.1. Keuntungan Elektrokoagulasi

- Elektrokoagulasi menggunakan peralatan yang sederhana dan mudah dioperasikan

- Pengolahan air limbah dengan elektrokoagulasi menghasilkan air yang bersih, warna dan baunya berkurang.

- Endapan yang terbentuk dari proses elektrokoagulasi lebih mudah dipisahkan dari air.


(27)

- Flok-flok yang terbentuk dengan elektrokoagulasi memiliki persamaan dengan flok-flok kimia.

- Hasil elektrokoagulasi dapat menurunkan total padatan.

- Proses elektrokoagulasi dapat memindahkan partikel-partikel koloid yang lebih kecil.

- Proses elektrokoagulasi dapat diatur arus listriknya.

2.10.2. Kerugian Elektrokoagulasi

- Elektrodanya dapat terlarut sehingga dapat mengakibatkan terjadinya oksidasi - Penggunaan arus listrik yang mahal.

- Pada berbagai sistem elektrokoagulasi, lapisan oksida dapat membentuk katoda dan pengaturan unit elektrokoagulasi kurang efisien.

2.11. COD (Chemical Oxygen Demand)

Chemical Oxygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) adalah jumlah Oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik

yang ada dalam 1 L sample air, dimana pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan sebagai

sumber oksigen (oxidizing agent). Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air. (Alaerts, G. dan Santika,S.S, 1987).

Pengujian COD dipergunakan untuk mengukur padanan oksigen dari bahan organik dalam air limbah yang dapat dioksidasi secara kimiawi dengan penggunaan dikromat pada larutan asam. Meskipun diharapkan bahwa nilai BOD tertinggi akan mendekati COD, namun hal ini jarang terjadi dalam praktek. Beberapa sebab dari perbedaan itu adalah sebagai berikut :

(1) banyak zat-zat organik yang dapat dioksidasi degan dikromat saja, tetapi tidak secara biologis.


(28)

(2) zat-zat anorganik yang dioksidasi dengan dikromat menaikkan kandungan zat organik yang nampak.

(3) zat-zat organik tertentu yang mungkin merupakan racun bagi organisme mikro dipergunakan pada pengujian BOD.

(4) nilai COD yang tinggi mungkin terjadi karena adanya zat-zat pengganggu.

Dari segi pandangan operasional, salah satu keuntungan utama dari pengujian COD adalah bahwa ia dapat diselesaikan dalam waktu kira-kira 21/2 jam (bandingkan

dengan pengujian BOD yang lima hari atau lebih). Untuk mengurangi waktunya lebih jauh, sudah dikembangkan pengujian COD secara tepat yang hanya memakan waktu 15 menit. (Linsley,R.K. dan Franzini,J.B. 1995).

2.12. Turbidimeter

Turbiditas merupakan sifat optik akibat dispersi sinar dan dapat dinyatakan sebagai perbandingan cahaya yang dipantulkan terhadap cahaya yang tiba. Intensitas cahaya yang dipantulkan oleh suatu suspensi adalah fungsi konsentrasi jika kondisi-kondisi lainnya konstan. Metode pengukuran turbiditas dapat dikelompokkan dalam tiga golongan , yaitu pengukuran perbandingan intensitas cahaya yang dihamburkan terhadap intensitas cahaya yang datang; pengukuran perbandingan cahaya yang diteruskan terhadap cahaya yang datang; pengukuran efek ekstingsi, yaitu kedalaman dimana cahaya mulai tidak tampak di dalam lapisan medium ynag keruh.

Instrumen pengukur perbandingan Tyndall disebut sebagai Tyndall meter. Dalam instrumen ini intensitas diukur secara langsung. Sedang pada nefelometer, intensitas cahaya diukur dengan larutan standar. Turbidimeter meliputi pengukuran cahaya yang diteruskan. Turbiditas berbanding lurus terhadap konsentrasi dan ketebalan, tetapi turbididtas tergantung juga pada warna. Untuk partikel yang lebih lecil, rasio Tyndall sebanding dengan pangkat tiga dari ukuran partikel dan berbanding terbalik terhadap pangkat empat panjang gelombangnya.

Prinsip spektroskopi absorbsi dapat digunakan pada turbidimeter dan nefelometer. Untuk turbidimeter, absorbsi akibat partikel yang partikel yang


(29)

tersuspensi diukur sedangkan pada nefelometer, hamburan cahaya oleh suspensilah yang diukur. Meskipun presisi metode ini tidak tinggi tetapi mempunyai kegunaan praktis, sedang akurasi pengukuran tergantung pada ukuran dan bentuk partikel. Setiap instrumen spektroskopi absorbsi dapat digunakan untuk turbidimeter, sedang nefelometer memerlukan reseptor pada sudut 900 terhadap lintasan cahaya. (Khopkar,S.M.,2003).

Turbiditas dalam air diukur dengan efek partikel suspensi dalam sinar lampu. Kesimpulan cahaya metoda analisis diklasifikasikan sebagai nefelometri, dan satu sistem pengukuran turbiditas menggunakan Nephelometric Turbidity Units (NTU). Metoda original nefelometri digunakan sebagai standar lilin, memberikan hasil dalam Jackson Turbidity Units (JTU), dinamakan untuk orang yang mengembangkan standar lilin. Standar turbiditas disiapkan dengan formazin untuk menentukan perbandingan pipa yang memberikan kenaikan ketiga unit turbiditas, FTU.

JTU diukur dengan transmisi sinar lampu, sedangkan NTU diukur dengan lampu yang dihamburkan, jadi tidak ada perbandingan di antara kedua unit yang berlaku untuk semua air. (Kemmer,F.N., 1979).

2.13. Zat Padat dalam Air

Dalam air alam ditemui dua kelompok zat yaitu zat terlarut seperti garam dan molekul organik, dan zat padat tersuspensi dan koloidal seperti tanah liat, kwarts. Perbedaan pokok antara kedua kelompok zat ini ditentukan melalui ukuran/diameter partikel-partikel tersebut.

Perbedaan antara kedua kelompok zat yang ada dalam air alam cukup jelas dalam praktek namun kadang-kadang batasan itu tidak dapat dipastikan secara defenitip. Dalam kenyataan sesuatu molekul organik tetap bersifat zat yang terlarut, walaupun panjangnya lebih dari 10 μm sedangkan beberapa jenis zat padat koloid mempunyai sifat dapat bereaksi seperti sifat zat-zat yang terlarut.

Analisa zat padat dalam air sangat penting bagi penentuan komponen-komponen air secara lengkap, juga untuk pengamatan serta pengawasan proses-proses pengolahan dalam bidang air minum maupun dalam bidang air buangan. Zat-zat padat


(30)

yang berada dalam suspensi dapat dibedakan menurut ukurannya sebagai partikel tersuspensi koloidal (partikel koloid) dan partikel tersuspensi biasa (partikel tersuspensi).

Jenis partkel koloid tersebut adalah penyebab kekeruhan dalam air (efek Thyndall) yang disebabkan oleh penyimpanan sinar nyata yang menembus suspensi tersebut. Partikel-partikel koloid tidak terlihat secara visual sedangkan larutannya (tanpa partikel koloid) yang terdiri dari ion-ion dan molekul-molekul tidak pernah keruh. Larutan menjadi keruh bila terjadi pengendapan (presipitasi) yang merupakan keadaan kejenuhan dan suatu senyawa kimia. Partikel-partikel tersuspensi biasa, mempunyai ukuran labih besar dari partikel koloid dan dapat menghalangi sinar yang akan menembus suspensi; sehingga suspensi tidak dapat dikatakan keruh, karena sebenarnya air di antara partikel-partikel tersuspensi tidak keruh dan sinar tidak menyimpang.

Seperti halnya ion-ion dan molekul-molekul (zat yang terlarut), zat padat koloidal dan zat padat tersuspensi dapat bersifat inorganik (tanah liat, kwarts) dan organik (protein, sisa tanaman dan ganggang, bakteri). Dalam metode analisa zat padat, pengertian Zat Padat Total adalah semua zat-zat yang tersisa sebagai residu dalam suatu bejana, bila sampel air dalam bejana tersebut dikeringkan pada suhu tertentu. Zat Padat Total terdiri dari Zat Padat Terlarut dan Zat Padat Tersuspensi.

Zat Padat Tersuspensi sendiri dapat diklasifikasikan sekali lagi menjadi antara lain zat padat terapung yang selalu bersifat organik dan zat padat terendap yang dapat bersifat organik dan inorganik. Zat padat terendap adalah zat padat dalam suspensi yang dalam keadaan tenang dapat mengendap setelah waktu tertentu karena pengaruh gaya beratnya. Penentuan zat padat terendap ini dapat melalui volumnya, disebut analisa Volum Lumpur (sludge volume), dan dapat melalui beratnya disebut analisa Lumpur Kasar atau pada umumnya disebut Zat Padat Terendap (settleable solids). (Alaerts,G. dan Santika,S.S,. 1987).

2.14.Alum(tawas)

Alum merupakan salah satu senyawa kimia yang dibuat dari dari molekul air dan dua jenis garam, salah satunya biasanya Al2(SO4)3. Alum kalium, juga sering dikenal


(31)

dengan alum, mempunyai rumus formula yaitu K2SO4.Al2(SO4)3.24H2O. Alum

kalium merupakan jenis alum yang paling penting. Alum kalium merupakan senyawa yang tidak berwarna dan mempunyai bentuk kristal oktahedral atau kubus ketika kalium sulfat dan aluminium sulfat keduanya dilarutkan dan didinginkan. Larutan alum kalium tersebut bersifat asam. Alum kalium sangat larut dalam air panas. Ketika kristal alum kalium dipanaskan terjadi pemisahan secara kimia, dan sebagian garam yang terdehidrasi terlarut dalam air. Alum kalium memiliki titik leleh 900ºC.

Tipe lain dari alum adalah aluminium sulfat yang mencakup alum natrium, alum amonium, dan alum perak. Alum digunakan untuk pembuatan bahan tekstil yang tahan api, obat, dan sebagainya. Aluminium sulfat padat dengan nama lain: alum, alum padat, aluminium alum, cake alum, atau aluminium salt adalah produk buatan berbentuk bubuk, butiran, atau bongkahan, dengan rumus kimiaAl2(SO4)3.xH2O.

Kekeruhan dalam air dapat dihilangkan melalui penambahan sejenis bahan kimia yang disebut koagulan. Pada umumnya bahan seperti Aluminium sulfat [Al2(SO4)3.18H2O]

atau sering disebut alum atau tawas, fero sulfat, Poly Aluminium Chlorida (PAC) dan poli elektrolit organik dapat digunakan sebagai koagulan. Untuk menentukan dosis yang optimal, koagulan yang sesuai dan pH yang akan digunakan dalam proses penjernihan air, secara sederhana dapat dilakukan dalam laboratorium dengan menggunakan tes uji yang sederhana. Prinsip penjernihan air adalah dengan menggunakan stabilitas partikel-partikel bahan pencemar dalam bentuk koloid. Stabilitas partikel partikel bahan pencemaran ini disebabkan:

a. Partikel-partikel kecil ini terlalu ringan untuk mengendap dalam waktu yang pendek (beberapa jam)

b. Partikel-partikel tersebut tidak dapat menyatu, bergabung dan menjadi partikel yang lebih besar dan berat, karena muatan elektris pada permukaan, elektrostatis antara muatan partikel satu dan yang lainnya.


(32)

Stabilitas partikel-partikel bahan pencemar ini dapat diganggu dengan pembubuhan koagulan. Dalam proses penjernihan air secara kimia melibatkan dua proses yaitu koagulasi dan flokulasi.

Tawas merupakan alumunium sulfat yang dapat digunakan sebagai penjernih air seperti sedimentasi (water treatment) karena tawas yang dilarutkan dalam air mampu mengikat kotoran-kotoran dan mengendapkan kotoran dalam air sehingga menjadikan air menjadi jernih. Tawas dikenal sebagai koagulan di dalam pengolahan air limbah. Sebagai koagulan tawas sangat efektif untuk mengendapkan partikel yang melayang baik dalam bentuk koloid maupun suspensi. Selain digunakan sebagai penjernih air, tawas juga dapat digunakan sebagai zat aditif untuk antiperspirant (deodorant). (Alearts & Santika, 1984).


(33)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Alat

- Neraca Analitik (presisi ± 0,0001 g) Mettler - Alat-alat gelas yang biasa digunakan dalam laboratorium Pyrex - Statif dan klemp

- Lempeng aluminium - Kabel tembaga - Spatula

- Adaptor 3 – 13,8 V / 10 A BST ech - Stop watch Diamond

- pH meter digital LutronPh207HA

3.2. Bahan

- Limbah cair pabrik kelapa sawit (kolam terakhir / aerob)

- H2SO4 (p) p.a. Merck

- Elektroda aluminium - Aquades


(34)

- Tawas (komersil 17%) - Indikator feroin

- Larutan baku kalium dikromat, (K2Cr2O7) 0,25 N p.a. Merck

- Larutan baku Fero Amonium Sulfat Fe (NH4SO4)2 6H20 0,25 N p.a. Merck

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Pembuatan Larutan Pereaksi

3.3.1.1. Pembuatan Larutan Baku Kalium Dikromat, K2Cr2O7 0,25 N

Sebanyak 12,2590 g K2Cr207 dimasukkan kedalam labu takar 1000 mL dan

dilarutkan dengan aquades lalu diencerkan sampai garis tanda, kemudian dihomogenkan.

.

3.3.1.2. Pembuatan Larutan Baku Fero Amonium Sulfat, Fe (NH4SO4)26H20

0,025 N

Sebanyak 2,25 g Fe (NH4SO4)26H20 dimasukkan kedalam labu takar 500 mL, dan

dilarutkan dengan aquades lalu diencerkan sampai sampai garis tanda, kemudian dihomogenkan.

3.3.2. Pengolahan Sampel 3.3.2.1. Penentuan pH

Sebanyak 50 mL sampel, dimasukkan ke dalam beaker glass lalu dicelupkan elektroda pH meter yang sudah dikalibrasi dengan pH 4 dan pH 10, kemudian diukur pH limbah tersebut.

Dilakukan hal yang sama untuk sampel sebelum dan setelah proses elektrokoagulasi.

3.3.2.2. Penentuan Warna


(35)

perubahan warnanya secara organoleptis.

Dilakukan hal yang sama untuk sampel sebelum dan setelah proses elektrokoagulasi. 3.3.2.3. Elektrokoagulasi tanpa penambahan tawas

Sebanyak 500 mL sampel dimasukkan kedalam beaker glass, lalu dihubungkan dengan alat elektrokoagulasi, kemudian dielektokoagulasi dengan tegangan 12 volt, dengan variasi waktu , 15, 30, 45, dan 60 menit, lalu diukur, pH, warna, turbiditas, dan COD nya.

3.3.2.4. Elektrokoagulasi dengan penambahan tawas

Sebanyak 100 mL dimasukkan ke dalam beaker glass, ditambahkan tawas dengan variasi 1, 2, 3, 4, 5 gr, lalu dihubungkan dengan alat elektrokoagulasi. Kemudiana dielektokoagulasi dengan tegangan 12 volt variasi waktu , 15, 30, 45, dan 60 menit, dan diukur, pH, warna, turbiditas, dan COD nya.

3.3.2.5. Penentuan Turbiditas

Limbah cair pabrik kelapa sawit dimasukkan ke dalam kuvet sampai tidak terdapat gelembung udara, kemudian di tutup dan dimasukkan ke dalam turbidimeter dan diukur kekeruhannya.

Perlakuan yang sama dilakukan sebanyak tiga kali dan juga dilakukan pada percobaan berikutnya, yaitu dengan penambahan tawas dan elektrokoagulasi dan juga tanpa elektrokoagulasi.

3.3.2.6. Penentuan COD

Sampel yang sudah homogen, di pipet 50 mL kemudian dipindahkan secara kuantitatif ke dalam gelas Erlenmeyer COD 500 mL. Kemudian ditambahkan 1 g serbuk merkuri sulfat, 4 butir batu didih dan 5 mL larutan perak sulfat-asam sulfat dengan hati-hati sambil diaduk.

Ditambahkan 25 mL larutan baku Kalium Bikromat 0,250 N sedikit demi sedikit sambil diaduk sehingga larutan homogen. Lalu ditambahkan 70 mL larutan perak sulfat dan asam sulfamat sedikit demi sedikit sambil diaduk dan dijaga suhu larutan tidak lebih dari 500C. Kemudian gelas erlenmeyer COD diangkat dari pendingin es,


(36)

kemudian ditempatkan di atas pemanas listrik dan dihubungkan dengan kondesor air, kemudian direfluks selama 2 jam

Gelas Erlenmeyer COD dibiarkan hingga dingin, kemudian dibilas bagian dalam kondensor dengan 25 mL air suling. Lalu gelas erlemeyer COD dilepas dari kondesor, kemudian ditambahkan air suling sebanyak 175 mL dan diaduk sehingga homogen Ditambahkan 2-3 tetes indikator Feroin, selanjutnya kelebihan kalium bikromat dititrasi dengan larutan baku Fero Ammonium sulfat 0,25 N sampai terjadi perubahan warna yang jelas dari hijau-biru menjadi coklat kemerah-merahan.

Dilakukan perlakuan diatas untuk penetapan blanko.

3.3.2.7. Rangkaian Alat

Adaptor dengan tegangan 12 V dan kuat arus sebesar 15 A dihubungkan dengan elektroda Al, yang memiliki panjang 5 cm, lebar 2 cm dan tebal 0,8 mm, dengan menggunakan kabel tembaga.


(37)

3.4. Bagan Penelitian 3.4.1. Penentuan pH

dimasukkan ke beaker glass dicelupkan elektroda pH meter diukur pH nya

3.4.2. Penentuan Warna

dimasukkan ke dalam beaker glass

diamati warna dan perubahan warnanya secara organoleptis 250 mL sampel

hasil

50 mL Sampel


(38)

3.4.3. Elektrokoagulasi tanpa penambahan tawas

dimasukkan ke dalam beaker glass

dihubungkan dengan alat elektrokoagulasi

Dielektrokoagulasi dengan tegangan 12 volt, dengan variasi waktu 15,30 , 45,dan 60 menit Diukur , pH, warna, turbiditas, dan COD nya

3.4.4. Elektrokoagulasi dengan penambahan tawas

dimasukkan ke dalam beaker glass

ditambahkan tawas dengan variasi 1, 2, 3, 4, 5 g dihubungkan dengan alat elektrokoagulasi Dielektrokoagulasi dengan tegangan 12 volt, dengan variasi waktu 15,30 , 45,dan 60 menit Diukur , pH, warna, turbiditas, dan COD nya 500 mL limbah cair

PKS

hasil

500 mL limbah cair PKS


(39)

3.3.5. Penentuan Turbiditas

dimasukkan ke dalam kuvet sampai tidak terdapat gelembung udara,

di tutup dan dimasukkan ke dalam turbidimeter

3.3.6. Penentuan COD / KOK (Kebutuhan Oksigen Kimia)

dimasukkan kedalam Erlenmeyer COD ditambahkan 10 mL larutan K2Cr2O7 0,25 N

ditambahkan 4 butir batu didih ditambahkan 25 mL sampel direfluks 1,5 – 2 jam

didinginkan

ditambah Indicator Feroin

dititrasi dengan larutan Fe (NH4SO4)2 6H20

0,25N sampel

hasil

0,5 gr Merkuri Sulfat


(40)

1.5.Bagan Alat

Gambar 3.1. Rangkaian Alat Keterangan: 1. Sumber arus

2. Bak sampel / beaker glass 500 mL 3. Elektroda Al

4. Kabel Tembaga

+ -

+ -

1

2

3


(41)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap proses penjernihan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan metode elektrokoagulasi dengan variasi waktu 15, 30, 45, 60 menit, dan juga variasi tawas, yaitu: 1, 2, 3, 4, 5 gr didapat beberapa data dan hasil penelitian yang sesuai dengan parameter yang diuji.

Adapun parameter yang diuji ataupun diteliti yaitu pH, warna, turbiditi dan COD. Dari data tersebut, ditentukan nilai optimum dari penambahan tawas dan juga melalui proses elektrokoagulasi dengan variasi waktu yang berbeda.

Perubahan pH yang terjadi akibat penambahan tawas baik melalui proses elektrokoagulasi maupun tanpa proses elektrokoagulasi, dapat dilihat pada tabel 4.1. dalam lampiran

Perubahan warna yang terjadi akibat penambahan tawas baik melalui proses elektrokoagulasi maupun tanpa proses elektrokoagulasi, dapat dilihat pada tabel 4.2. dalam lampiran.

Perubahan turbiditi yang terjadi akibat penambahan tawas baik melalui proses elektrokoagulasi maupun tanpa proses elektrokoagulasi, dapat dilihat pada tabel 4.3. dalam lampiran

Perubahan COD yang terjadi akibat penambahan tawas baik melalui proses elektrokoagulasi maupun tanpa proses elektrokoagulasi, dapat dilihat pada tabel 4.4. dalam lampiran.


(42)

Hasil optimum yang didapat berdasarkan pengamatan dari data penelitian yang terdapat dalam lampiran adalah: bahwa dalam penambahan tawas, untuk mendapatkan kondisi yang optimum yaitu pada penambahan sebanyak 4 g dan waktu elektrokoagulasi selama 45 menit.

Data Hasil Optimum Proses Penjernihan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit dengan Penambahan tawas dan juga melalui proses elektrokoagulasi

Sampel (mL)

Tawas (g)

waktu elektrokoagulasi 45 menit

pH warna turbiditi (NTU) COD (ppm)


(43)

4.2. Perhitungan

4.2.1. % Perubahan pH

% perubahan pH = awal – akhir

x 100 % awal

tanpa menggunakan metode elektrokoagulasi untuk 4 gr tawas, dengan waktu pengamatan 45 menit

% penurunan pH = 7,3 – 6,2

x 100 % 7,3

= 15,06 %

Dengan menggunakan metode elektrokoagulasi untuk 4 gr tawas dengan waktu pengamatan 45 menit

% kenaikan pH = 7,3 – 8,0

x 100 % 7,3

= 9,50 %

4.2.2. %Penurunan turbiditas

% penurunan turbiditas = awal – akhir

x 100 % awal

tanpa menggunakan metode elektrokoagulasi untuk 4 gr tawas, dengan waktu pengamatan 45 menit


(44)

% penurunan turbiditas = 703 – 434

x 100 % 703

= 38,26 %

dengan menggunakan metode elektrokoagulasi untuk 4 gr tawas, dengan waktu pengamatan 45 menit

% penurunan turbiditas = 703 – 276

x 100 % 703

= 60,73 %

4.2.3. %Penurunan COD

% penurunan COD = awal – akhir

x 100 % awal

tanpa menggunakan metode elektrokoagulasi untuk 4 gr tawas, dengan waktu pengamatan 60 menit

% penurunan COD = 569 – 445

x 100 % 569

= 21,79 %

Dengan menggunakan metode elektrokoagulasi untuk 4 gr tawas dengan waktu pengamatan 60 menit

% penurunan COD = 569 – 303

x 100 % 569


(45)

4.3. Pembahasan

Dalam setiap proses pengolahan kelapa sawit hingga menjadi CPO ataupun menjadi produk yang siap pakai, menghasilkan limbah cair dengan jumlah yang sangat besar. Air buangan pabrik umumnya 60% terhadap TBS yang diolah, akan tetapi ini dipengaruhi oleh: jumlah air pengencer yang digunakan pada vibrating screen atau pada screw press, sistem dan instalasi yang digunakan dalam stasiun klarifikasi yaitu klarifikasi yang menggunakan decanter menghasilkan air limbahnya kecil, dan juga efesiensi pengutipan minyak dan air limbah yang rendah akan mempengaruhi karakteristik limbah cair yang dihasilkan.

Adapun limbah tersebut, akan mengalami beberapa proses hingga limbah tersebut menjadi layak buang. Dalam proses pengolahannya limbah akan melalui beberapa kolam, diantaranya kolam anaerobik, fakultativ hingga kolam terakhir (aerobik). Pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit pada kolam terakhir yang dilakukan hanya dengan cara elektrokoagulasi saja, maupun hanya dengan penambahan tawas tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Hal ini disebabkan oleh karena limbah cair pabrik kelapa sawit lebih dominan mengandung senyawa-senyawa organik dari pada senyawa-senyawa anorganik.

pH limbah cair dalam proses elektrokoagulasi berubah semakin basa (7,4 – 8,3). Hal ini disebabkan karena dalam proses elektrokoagulasi terjadi pelepasan OH- dalam kutub katoda, dengan reaksi: 2 H2O + 2e → H2 + 2OH‾.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

0 2 4 6

p H tawas (g) sebelum elektrokoagulasi setelah elektrokoagulasi


(46)

Gambar 4.1. kurva perubahan pH dengan penambahan tawas, baik dengan elektrokoagulasi, maupun tanpa elektrokoagulasi.

Dari grafik/kurva diatas dapat dilihat perubahan pH baik dengan proses elektrokoagulasi ataupun tanpa melalui proses elektrokoagulasi. Apabila tanpa proses elektrokoagulasi, maka pH akan berubah menjadi semakin asam. Hal ini disebabkan oleh karena tawas yang mempunyai pH yang lebih kecil dari pada sampel tersebut. Sedangkan apabila dengan melalui proses elektrokoagulasi, maka pH akan berubah menjadi semakin basa, hal ini disebabkan karena terjadi penguraian dalan katoda, menghasilkan ion OH sehingga meningkatkan pH dari larutan tersebut.

Reaksi yang terjadi dalam katoda: 2 H2O + 2e → H2 + 2OH‾

Turbiditas dari limbah cair pabrik kelapa sawit dengan penambahan tawas dan elektrokoagulasi juga semakin berkurang, sehingga limbah yang tadinya berwarna coklat kehitaman, dapat menjadi jernih.

Gambar 4.2. kurva penurunan turbiditas sampel dengan penambahan tawas, baik dengan elektrokoagulasi, maupun tanpa elektrokoagulasi.

Penurunan turbiditas yang terjadi dalam sampel dengan penambahan tawas tetapi tanpa melalui proses elektrokoagulasi lebih kecil jika dibandingkan dengan perlakuan yang diikuti dengan proses elektrokoagulasi. Hal ini disebabkan karena Pada proses

0 100 200 300 400 500 600 700 800

0 2 4 6

tu rb id it i ( N T U ) tawas (g) sebelum elektrokoagulasi setelah elektrokoagulasi


(47)

elektrokoagulasi akan terjadi pelepasan Al3+ dari plat elektroda (anoda) sehingga membentuk flok Al(OH)3 yang mampu mengikat kontaminan dan partkel-partikel

dalam limbah.

Penurunan COD yang signifikan juga terlihat dengan penambahahan tawas yang disertai dengan proses elektrokoagulasi selama 45menit, yaitu penurunan sebesar 46,74 %, yaitu dari 569 menjadi 320 ppm, dalam 500 mL sampel.

Gambar 3. kurva penurunan COD sampel terhadap penambahan tawas, baik dengan elektrokoagulasi, maupun tanpa elektrokoagulasi.

Penurunan COD juga berbanding lurus dengan penurunan turbiditi, hal ini disebabkan karena kontaminan-kontaminan ataupun senyawa-senyawa yang terdapat dalam sampel yang mengakibatkan penggunaan oksigen dalam larutan tersebut meningkat, telah dihilangkan dengan penambahan koagulan.

Penambahan tawas kedalam limbah cair pabrik kelapa sawit yang kemudian dielektrokoagulasi ternyata mampu digunakan dalam proses penjernihan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan metode elektrokoagulasi. Hal ini disebabkan oleh karena tawas dapat bertindak sebagai koagulan dalam proses elektrokoagulasi yang kemudian diikuti proses flokulasi yang membentuk gumpalan (flok-flok) yang lebih besar berupa Al(OH)3.

0 100 200 300 400 500 600

0 2 4 6

C O D ( p p m ) tawas (g) sebelum elektrokoagulasi setelah elektrokoagulasi


(48)

Optimalisasi penggunaan tawas yang baik dalam proses penjernihan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan metode elektrokoagulasi adalah sebanyak 4 gr dalam 500 mL limbah cair pabrik kelapa sawit, dan dengan waktu elektrokoagulasi selama 45 menit.

Dari pembahasan serta data diatas dan sesuai dengan Himpunan Peraturan Perundang-undangan di bidang lingkungan hidup, tahun 2000, limbah cair yang dapat dibuang ke badan air dengan pH (7 – 9), dan COD ( max 350 mg/L ). Maka penelitian ini sangat baik digunakan dalam penjernihan limbah cair pabrik kelapa sawit.


(49)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Penggunaan tawas sebagai koagulan dan juga dengan bantuan proses elektrokoagulasi dapat mempercepat dalam proses penjernihan limbah kelapa sawit. Penggunaan optimum tawas yaitu 4 gr didalam 500 mL limbah cair pabrik kelapa sawit pada kolam terakhir dan waktu elektrokoagulasi selama 45 menit sehingga mengahasilkan : COD : 303 mg/L, pH : 8,0, turbiditi : 276 NTU, dimana hasil ini memenuhi syarat baku mutu standart air buangan yang dikeluarkan oleh Menteri Negara KLH No.Kep. 03/MENKLH/II/2000.

5.2. Saran

Diharapkan kepada peneliti berikutnya melakukan penambahan koagulan yang berbeda dan dengan metode yang lebih efektif dalam hal biaya, waktu, dll dalam pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G. dan Santika,S.S. 1987. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional. Franzini, J.B, Linsley. 1987. Introduction To Enviromental Engineering. Fourth

Edition. Singapore: McGraw-Hill International

Kemmer,F.N. 1979. The Nalco Water Handbook. USA: McGraw-Hill

Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Terjemahan : A. Saptohardjo. Jakarta:UI Press.

Mulja, M. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya: Air Langga Press.

Ni’am, M.F. 2001. Removal OF COD and Turbidity To Improve Wasrewater Quality Using Elecrocoagulation Technique. Malaysia: The Malaysian Journal of Analytical Sciences. Vol 11. No 1 (2007):198-205. Diakses pada 21 Juni 2008. Notohadiprawiro, T. 1993. Logam Berat dalam Pertanian. Try.org). diakses tanggal 6 Januari 2008.

Patent-6306308. 2001. Inorganic Composition, Process of Preparation and Method of Use. Diakses pada 12 April 2007.

Proste, R.L. 1997. Theory and Practise of Water and Waste Water Treatment. New York: John Willey & Sons,Inc.

Putra, E. Sinley dan Putra, A.Johan. 2000. Kategori Kimia Logam.

Robert,W. 1986. Handbook of Public Water System. New York: Van Nostrand Reinhold.

Sastrawijaya, A.T.2000. Pencemaran Lingkungan. Cetakan Kedua. Jakarta: Rineka Cipta.

Sincero, A.P. 1990. Physical-Chemical Treatment of Water and Waste Water. London: CRC-Press

Sunardi. 2007. Pengaruh Tegangan Listrik dan Kecepatan Alir Terhadap Hasil

Pengolahan Limbah Cair yang Mengandung Logam Pb, Cd dan TSS Menggunakan Alat Elektrokoagulasi. Yogyakarta: BATAN


(51)

Vogel, A.I. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro.

Terjamahan : Pudjaatmaka Setiono. Edisi Kelima. Jakarta: PT.Kalman Media

Pusaka.

Walsh, A. 1995. Application of Atomic Absorbstion Spectra to Chemical Analisis. Spectrochemia. Acta. Vol. 7.

Diakses pada 8 April 2008.

Yan Fauzi, J. 1999. Sistim Pengolahan Lingkungan Dan Limbah Industri. Cetakan I. Bandung: Yrama Widya.


(52)

LAMPIRAN

Tabel 4.1. Hasil penentuan pH limbah cair pabrik kelapa sawit sebelum dan setelah elektrokoagulasi dengan penambahan tawas.

Tabel 4.2. Hasil penentuan warna limbah cair pabrik kelapa sawit sebelum dan setelah elektrokoagulasi dengan penambahan tawas.

Keterangan: √√√ : keruh (coklat kehitaman)

√√ : sedikit jernih

√ : jernih NO SAMPEL

(mL) TAWAS (gr) pH Sebelum elektrokoagulasi (menit) Setelah elektrokoagulasi (menit)

15 30 45 60 15 30 45 60 1 500 1 7,3 7,3 7,0 7,0 7,3 7,3 7,4 7,4 2 500 2 7,0 6,9 6,9 6,9 7,4 7,5 7,5 7,6 3 500 3 6,8 6,7 6,7 6,6 7,6 7,7 7,7 7,8 4 500 4 6,5 6,4 6,2 6,0 7,8 7,9 8,0 8,1 5 500 5 5,8 5,8 5,9 5,7 8,1 8,2 8,2 8,3

NO SAMPEL (mL) TAWAS (gr) warna Sebelum elektrokoagulasi (menit) Setelah elektrokoagulasi (menit)

15 30 45 60 15 30 45 60 1 500 1 √√√ √√√ √√√ √√√ √√√ √√√ √√√ √√√ 2 500 2 √√√ √√√ √√√ √√ √√√ √√√ √√ √√

3 500 3 √√√ √√√ √√ √√ √√√ √√ √√ √√

4 500 4 √√√ √√√ √√ √√ √√ √√ √ √


(53)

NB: diamati secara organo leptis

Tabel 4.3. Hasil penentuan turbiditas limbah cair pabrik kelapa sawit sebelum dan setelah elektrokoagulasi dengan penambahan tawas.

Turbidity awal sampel : 703

Tabel 4.4. Hasil penentuan COD limbah cair pabrik kelapa sawit sebelum dan setelah elektrokoagulasi dengan penambahan tawas.

COD awal sampel: 569 ppm NO SAMPEL

(mL) TAWAS (gr) turbiditi (NTU) Sebelum elektrokoagulasi (menit) Setelah elektrokoagulasi (menit)

15 30 45 60 15 30 45 60 1 500 1 700 698 667 665 688 678 600 566 2 500 2 659 654 635 584 548 545 534 525 3 500 3 545 534 524 508 400 397 365 304 4 500 4 495 479 434 421 299 294 276 266 5 500 5 398 400 387 346 250 256 243 226

NO SAMPEL (mL) TAWAS (gr) COD (ppm) Sebelum elektrokoagulasi (menit) Setelah elektrokoagulasi (menit)

30 60 30 60

1 500 1 558 550 501 487

2 500 2 500 499 435 400

3 500 3 489 476 387 358

4 500 4 466 445 342 303


(1)

Optimalisasi penggunaan tawas yang baik dalam proses penjernihan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan metode elektrokoagulasi adalah sebanyak 4 gr dalam 500 mL limbah cair pabrik kelapa sawit, dan dengan waktu elektrokoagulasi selama 45 menit.

Dari pembahasan serta data diatas dan sesuai dengan Himpunan Peraturan Perundang-undangan di bidang lingkungan hidup, tahun 2000, limbah cair yang dapat dibuang ke badan air dengan pH (7 – 9), dan COD ( max 350 mg/L ). Maka penelitian ini sangat baik digunakan dalam penjernihan limbah cair pabrik kelapa sawit.


(2)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Penggunaan tawas sebagai koagulan dan juga dengan bantuan proses elektrokoagulasi dapat mempercepat dalam proses penjernihan limbah kelapa sawit. Penggunaan optimum tawas yaitu 4 gr didalam 500 mL limbah cair pabrik kelapa sawit pada kolam terakhir dan waktu elektrokoagulasi selama 45 menit sehingga mengahasilkan : COD : 303 mg/L, pH : 8,0, turbiditi : 276 NTU, dimana hasil ini memenuhi syarat baku mutu standart air buangan yang dikeluarkan oleh Menteri Negara KLH No.Kep. 03/MENKLH/II/2000.

5.2. Saran

Diharapkan kepada peneliti berikutnya melakukan penambahan koagulan yang berbeda dan dengan metode yang lebih efektif dalam hal biaya, waktu, dll dalam pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G. dan Santika,S.S. 1987. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional. Franzini, J.B, Linsley. 1987. Introduction To Enviromental Engineering. Fourth

Edition. Singapore: McGraw-Hill International

Kemmer,F.N. 1979. The Nalco Water Handbook. USA: McGraw-Hill

Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Terjemahan : A. Saptohardjo. Jakarta:UI Press.

Mulja, M. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya: Air Langga Press.

Ni’am, M.F. 2001. Removal OF COD and Turbidity To Improve Wasrewater Quality Using Elecrocoagulation Technique. Malaysia: The Malaysian Journal of Analytical Sciences. Vol 11. No 1 (2007):198-205. Diakses pada 21 Juni 2008. Notohadiprawiro, T. 1993. Logam Berat dalam Pertanian. Try.org). diakses tanggal 6 Januari 2008.

Patent-6306308. 2001. Inorganic Composition, Process of Preparation and Method of Use. Diakses pada 12 April 2007.

Proste, R.L. 1997. Theory and Practise of Water and Waste Water Treatment. New York: John Willey & Sons,Inc.

Putra, E. Sinley dan Putra, A.Johan. 2000. Kategori Kimia Logam.

Robert,W. 1986. Handbook of Public Water System. New York: Van Nostrand Reinhold.

Sastrawijaya, A.T.2000. Pencemaran Lingkungan. Cetakan Kedua. Jakarta: Rineka Cipta.


(4)

Vogel, A.I. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Terjamahan : Pudjaatmaka Setiono. Edisi Kelima. Jakarta: PT.Kalman Media Pusaka.

Walsh, A. 1995. Application of Atomic Absorbstion Spectra to Chemical Analisis. Spectrochemia. Acta. Vol. 7.

Diakses pada 8 April 2008.

Yan Fauzi, J. 1999. Sistim Pengolahan Lingkungan Dan Limbah Industri. Cetakan I. Bandung: Yrama Widya.


(5)

LAMPIRAN

Tabel 4.1. Hasil penentuan pH limbah cair pabrik kelapa sawit sebelum dan setelah elektrokoagulasi dengan penambahan tawas.

Tabel 4.2. Hasil penentuan warna limbah cair pabrik kelapa sawit sebelum dan setelah elektrokoagulasi dengan penambahan tawas.

NO SAMPEL

(mL) TAWAS (gr) pH Sebelum elektrokoagulasi (menit) Setelah elektrokoagulasi (menit)

15 30 45 60 15 30 45 60

1 500 1 7,3 7,3 7,0 7,0 7,3 7,3 7,4 7,4

2 500 2 7,0 6,9 6,9 6,9 7,4 7,5 7,5 7,6

3 500 3 6,8 6,7 6,7 6,6 7,6 7,7 7,7 7,8

4 500 4 6,5 6,4 6,2 6,0 7,8 7,9 8,0 8,1

5 500 5 5,8 5,8 5,9 5,7 8,1 8,2 8,2 8,3

NO SAMPEL (mL) TAWAS (gr) warna Sebelum elektrokoagulasi (menit) Setelah elektrokoagulasi (menit)

15 30 45 60 15 30 45 60

1 500 1 √√√ √√√ √√√ √√√ √√√ √√√ √√√ √√√

2 500 2 √√√ √√√ √√√ √√ √√√ √√√ √√ √√

3 500 3 √√√ √√√ √√ √√ √√√ √√ √√ √√

4 500 4 √√√ √√√ √√ √√ √√ √√ √ √


(6)

NB: diamati secara organo leptis

Tabel 4.3. Hasil penentuan turbiditas limbah cair pabrik kelapa sawit sebelum dan setelah elektrokoagulasi dengan penambahan tawas.

Turbidity awal sampel : 703

Tabel 4.4. Hasil penentuan COD limbah cair pabrik kelapa sawit sebelum dan setelah elektrokoagulasi dengan penambahan tawas.

COD awal sampel: 569 ppm NO SAMPEL

(mL) TAWAS (gr) turbiditi (NTU) Sebelum elektrokoagulasi (menit) Setelah elektrokoagulasi (menit)

15 30 45 60 15 30 45 60

1 500 1 700 698 667 665 688 678 600 566

2 500 2 659 654 635 584 548 545 534 525

3 500 3 545 534 524 508 400 397 365 304

4 500 4 495 479 434 421 299 294 276 266

5 500 5 398 400 387 346 250 256 243 226

NO SAMPEL

(mL) TAWAS (gr) COD (ppm) Sebelum elektrokoagulasi (menit) Setelah elektrokoagulasi (menit)

30 60 30 60

1 500 1 558 550 501 487

2 500 2 500 499 435 400

3 500 3 489 476 387 358

4 500 4 466 445 342 303