Keragaman Jenis (Species Diversity)

G. Keragaman Jenis (Species Diversity)

Keragaman jenis (bukan kekayaan jenis) adalah bagian penting sebagai indikator terjadinya perubahan pada suatu komunitas penyusun ekosistem hutan, dalam hal ini kontinyunitas vegetasi.

Perubahan tegakan pasca tebang bukan saja terkait jumlah jenis yang terjadi pada setiap perbedaan struktur vegetasi secara horizontal (antar klaster petumbuhan), perubahan juga berimbas pada dinamika tingkat keragaman jenis (species diversity) bagi tegakan tinggal yang ada. Dinamika nilai Indeks Keragaman hayati pada tingkat jenis (dalam hal ini digunakan versi Shannon-Wiener) dan Indeks Kemerataan berturut turut ditampilkan pada Gambar 4.20 hingga Gambar 4.22.

STUDI REGENERASI HUTAN ALAM DI PT UTAMA DAMAI INDAH TIMBER IV-

HASIL DAN PEMBAHASAN

INDEKS KERAGAMAN (H') PADA RKT 2010 INDEKS KEMERATAAN (e) PADA RKT 2010 PT UTAMA DAMAI INDAH TIMBER

PT UTAMA DAMAI INDAH TIMBER

H 2.88 2.87 e 3.00 1.00

g a ma 2.50 0.96 0.94

ra 2.00 e me e 0.92

sK 1.50 1.33 sK 0.92 0.91

d 1.00 d 0.90

Klaster Ukuran Pohon Klaster Ukuran pohon

Gambar 4.23 Indeks Keragaman Jenis (Shannon-Wiener, H’; Grafik Kiri) dan Indeks Kemerataan (e; Grafik Kanan) pada Masing-masing Klaster Pertumbuhan dalam RKT 2010 PT Utama Damai Indah Timber.

Pendapat yang menyatakan bahwa tingkat diversitas atau Indeks Keragaman Jenis (species) mencerminkan stabilitas suatu komunitas. Hal demikian tidak selalu benar jika tidak secara “ekologis” mengartikannya. Karena tinggi rendahnya nilai Indeks Keragaman Jenis ditentukan utamanya oleh dua hal, yaitu jumlah jenis yang terdapat suatu komunitas, serta proporsi jumlah individu dari setiap jenis penyusun komunitas tersebut. Pengelompokan jenis sebagai “suatu komunitas” itu sendiri tidak boleh terlepas dari petimbangan mendasar, yaitu relung ekologis yang mengisyaratkan kemiripan sifatnya dalam ekosistem. Jenis pohon tidak selaiknya dijadikan satu komunitas dengan vegetasi liana, pepaleman atau bahkan kelompok sukulen misalnya. Penetapan tumbuhan dalam struktur horizontal tertentu dianggap mempunyai relung ekologis yang sama, sehingga muncul aspek kompetisi keruangan untuk bertahan hidup. Indeks keragaman Shannon-Wiener mencapai nilai tinggi jika jenis yang ada tersusun dari individu yang sama. Karena jumlah individunya

IV-36 STUDI REGENERASI HUTAN ALAM PT UTAMA DAMAI INDAH TIMBER

HASIL DAN PEMBAHASAN

sama, maka dikatakan menyebar secara merata (evenly). Sebaliknya, ketika individu setiap jenis tersebar merata sehingga tidak ada lagi jenis yang dominan. Dengan demikian dikatakan nilai Indeks Keragaman Jenis Shannon-Wiener berbanding terbalik dengan tingkat atau indeks dominansi jenis pada suatu komunitas.

INDEKS KERAGAMAN (H') PADA RKT 2012 INDEKS KEMERATAAN (e) PADA RKT 2012 PT UTAMA DAMAI INDAH TIMBER

PT UTAMA DAMAI INDAH TIMBER

1.00 ') 3.00 2.76 2.78 ) H 1.00 e 0.98

n ( 2.50 2.30 a 0.96 n ma

g a 2.00 ra 0.94

e ra

1.50 e me 0.92 0.91

Klaster Ukuran Pohon Klaster Ukuran Pohon

Gambar 4.24 Indeks Keragaman Jenis (Shannon-Wiener, H’; Grafik Kiri) dan Indeks Kemerataan (e; Grafik Kanan) pada Masing-masing Klaster Pertumbuhan dalam RKT 2012 PT Utama Damai Indah Timber.

Kompetisi dan faktor neisa (niche) mendorong terjadinya seleksi keruangan untuk tumbuh berkembangnya vegetasi. Sudah jamak diketahui bahwa jumlah individu pohon hutan alam makin sedikit ketika ukuran makin bertambah. Mencermati data olahan pada Gambar 4.23 hingga Gambar

4.25 nampak bahwa belum tentu Hutan alam yang terganggu akan mendorong turunnya Indeks Keragaman Jenis. Hal demikian juga menjadi keyakinan peneliti lain (Sagar, R., A.S Raghubanshi., J.S. Singh, 2003). Jumlah jenis sedikit mendorong

cenderung mengecil (H’maksimum adalah nilai logaritma dari jumlah jenis (S). Namun bukan berarti jumlah individu yang sedikit tentu menjadikan indeks keragaman Jenis juga rendah. Jika

STUDI REGENERASI HUTAN ALAM DI PT UTAMA DAMAI INDAH TIMBER IV-

HASIL DAN PEMBAHASAN

konsisten dalam memahami besar kecilnya indeks terkait langsung dengan tinggi rendahnya sebaran populasi, maka jenis yang sedikitpun jika individunya merata tersebar, tentu nilai H’ juga mendekati maksimal, atau bahkan maksimal jika misalnya dari lima jenis berbeda penyusun komunitas pohon masing masing terdiri satu individu saja. Sehingga penggunaan nilai H’ dengan istilah tinggi dan/atau maksimal disini perlu kehati-hatian tersendiri. Apalagi sebenarnya indeks keragaman H’ lebih tepat digunakan sebagai alat evaluasi terhadap dinamika suatu tempat dalam rentang waktu tertentu.

INDEKS KERAGAMAN (H') PADA RKT 2014 IINDEKS KEMERATAAN (e) PADA RKT 2014 PT UTAMA DAMAI INDAH TIMBER

PT UTAMA DAMAI INDAH TIMBER

H 3.00 2.76 2.65 e 0.93 ( 0.97 1.00 n 1.00 ( a n 0.87

1.93 ra g 0.80 0.66

ra 2.00

me

e 1.61 e 0.60

sK k 1.50 sK k

e d d e 0.40

In 1.00 In

Klaster Ukuran Pohon Klaster Ukuran Pohon

Gambar 4.25 Indeks Keragaman Jenis (Shannon-Wiener, H’; Grafik Kiri) dan Indeks Kemerataan (e; Grafik Kanan) pada Masing-masing Klaster Pertumbuhan dalam RKT 2010 PT Utama Damai Indah Timber.

Dari Gambar 4.23 hingga Gambar 4.25 terlihat bahwa nilai Indeks Keragaman Jenis H’ (Shannon-Wiener) yang berasal dari setiap klaster pertumbuhan bersifat naik dan turun. Satu faktor penentu besar kecilnya indeks H’ adalah jumlah jenis. Sedangkan dari Gambar 4.4 hingga Gambar 4.6 nampak bahwa semakin mendekati klaster dengan ukuran diameter besar jumlah jenis makin sedikit, dengan pengecualian tertentu. Secara ekologis hal demikian kejadan wajar terjadi di

IV-38 STUDI REGENERASI HUTAN ALAM PT UTAMA DAMAI INDAH TIMBER

HASIL DAN PEMBAHASAN

hutan tropis karena semua vegetasi jenis berkayu (wooden species) hanya akan mencapai ukuran diameter tertentu pada akhir generasi dan tidak selalu berupa pohon raksasa.

Penebangan pohon hutan alam tropis Kalimantan yang sudah berlangsung sejak hampir setengah abad yang lalu telah menimbulkan dampak ekonomi maupun lingkungan cukup nyata. Dampak lingkungan, khususnya ekologi, telah mengantarkan jenis-jenis pohon hutan alam tertentu menjadi terancam

keberadaannya (eksistensinya), dikarenakan sejumlah hal, diantaranya akibat daya pulih regeneratifnya tidak secepat tingkat penebangan yang terjadi.