PERADILAN KONEKSITAS 66

BAB XI PERADILAN KONEKSITAS 66

A. PENGERTIAN

Pengertian koneksitas adalah sitem peradilan pidana/ jinayah terhadap tersangka-tersangka yang bersama-sama melakukan tindak pidana akan tetapi masing- masing tunduk dalam kompetensi peradilan yang berbeda, sebagian tersangka tunduk pada peradilan mahkamah syar’iyah dan sebagian lagi tunduk pada kompetensi peradilan militer.

Tersangka-tersangka yng melakukan tindak pidana bersama-sama adalah merupakan tindakan pidana yang berada dalam ruang lingkup pasal 55 KUHP atau pasal 56 KUHP:

Pasal 55 KUHP adalah mengenai pengertian, yaitu: (1) Mereka yang melakukan tindak pidana. (2) Mereka yang menyuruh melakukan tindak pidana. (3) Mereka yang turut serta melakukan tindak pidana. (4). Mereka yang menganjurkan melakukan tindak pidana.

Pasal 56 KUHP adalah mengenai pembantuan suatu kejahatan yaitu: (1) Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan. (2) Mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan.

Adapun dalam rancangan qanun hukum acara jinayat aceh menyebutkan :

a. Berdasar ketentuan Pasal 89 Qanun Aceh Tentang Hukum Acara Jinayat, bahwa Jarimah yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang masuk dalam lingkungan peradilan Syariat Islam dan peradilan militer yang menundukkan diri pada qanun ini, diperiksa dan diadili oleh Mahkamah Syar’iyah .

66 Disadur Dari Bukunya Ramelan, Hukum Acara Pidana Teori Dan Implementasinya, Sumber Ilmu Jaya, Jakarta, 2006 Hal.140-146., Buku Bahan Ajar Diklat II Cakim Angkatan VII 2012, Rancangan Qanun

Hukum Acra Jinayat Aceh Dan KUHAP.

b. Penyidikan perkara jarimah sebagaimana dimaksud pada huruf (a) dilaksanakan oleh satu tim tetap yang terdiri dari penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal

6 dan Penyidik Polisi Militer.

c. Berdasar ketentuan Pasal 90 Qanun Aceh Tentang Hukum Acara Jinayat, bahwa Penyidikan yang dilakukan oleh tim tetap sebagaimana dimaksud dalam huruf (b) dalam pelaksanaannya sepanjang belum diatur lain dapat menggunakan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

B. PRINSIP-PRINSIP KONEKSITAS

Prinsip yang dianut dalam peradilan koneksitas sebagaimana ditentukan dalam pasal 89 ayat 1 KUHAP adalah lingkungan peradilan umum 67 yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara-perkara koneksitas.

Pengecualian terhadap prinsip umum tersebut ditentukan sebagai berikut:

a. Jika menurut keputusan menteri pertahanan dan keamanan harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.

b. Keputusan menteri pertahanan dan keamanan tersebut harus mendapat persetujuan menteri kehakiman. Dengan Adanya UU RI No.48 tahun 2009 tentang Kekuasaan kehakiman maka penentuan pengecualian prinsip peradilan koneksitas pada saat ini adalah keputusan ketua mahkamah agung.

C. PENYIDIKAN PERKARA KONEKSITAS

Penyidikan perkara jarimah sebagaimana dimaksud pada pasal 89 huruf (a) Qanun Hukum acara jinayat Aceh dilaksanakan oleh satu tim tetap yang terdiri dari penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Penyidik Polisi Militer.

67 Dalam Kontek Peradilah Perkara Jinayat Peradilan Umum Dibaca Peradilan Mahkamah Syar’iyah.

Menurut pasal 89 ayat (2) KUHAP menegaskan bahwa penyidikan perkara koneksitas dilaksanakan oleh suatu tim tetap yang terdiri dari penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 KUHAP (penyidik Polisi) dan polisi militer angkatan dara RI dan oditur militer atau oditur militer tinggi.

Tim tetap penyidik perkara koneksitas tersebut dibentuk dengans surat keputusan bersama menteri pertahan dan keamanan, dan menteri kehakiman (pasal

89 ayat (3) KUHAP).

Keputusan bersama yang dimaksud pasal 89 ayat (3) KUHAP adalah Keputusan Bersama Menteri Pertahanan dan Keamanan, dan menteri Kehakiman Nomor: KEP.10/M/XII/1983, Nomor M.57.PR.09.03 tahun 1983 tertanggal 29 desember 1983.

D. TATACARA PENENTUAN PENGADILAN KONEKSITAS

Setelah Tim penyidik Koneksitas selesai melakukan penyidikan, maka hasil penyidikan diteliti bersama oleh jaksa dan oditur militer atau jaksa tinggi dan oditur militer tinggi (pasal 90 ayat (1) KUHAP.

Menurut Pasal 90 ayat (2) KUHAP, pendapat dari penelitian bersama tersebut dituangkan dalam berita acara yang ditanda tangani oleh pihak peneliti (jaksa dan oditur militer atau jaksa tinggi danoditur militer tinggi).

Jika dalam penelitian bersama itu tidak terdapat persesuaian pendapat tentang pengadilan yang berwenang mengadili perkara tersebut maka hal itu dilaporkan oleh jaksa atau jaksa tinggi kepada jaksa agung dan oleh oditur militeratau oditur militer tinggi kepada oditur Jendral Angkatan Bersenjata RI (pasal 90 ayat 3 KUHAP).

Jika menurut pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (3) titik berat kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut terletak pada kepentingan umum dan karenanya perkara pidana itu harus diadili oleh pengadilan Jika menurut pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (3) titik berat kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut terletak pada kepentingan umum dan karenanya perkara pidana itu harus diadili oleh pengadilan

Apabila menurut pendapat itu titik berat kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut terletak pada kepentingan militer sehingga perkara pidana itu harus

diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer, maka pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (3) dijadikan dasar bagi Oditur Jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia untuk mengusulkan kepada Menteri Pertahanan dan Keamanan, agar dengan persetujuan Menteri Kehakimaan dikeluarkan keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan yang menetapkan, bahwa perkara pidana tersebut diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.(pasal 91 ayat 2 KUHAP)

Surat keputusan tersebut pada ayat (2) dijadikan dasar bagi perwira penyerah perkara dan jaksa atau jaksa tinggi untuk menyerahkan perkara tersebut kepada mahkamah militer atau mahkamah militer tinggi.(pasal 91 ayat 3 KUHAP)

Apabila perkara diajukan kepada pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1), maka berita acara pemeriksaan yang dibuat oleh tim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (2) dibubuhi catatan oleh penuntut umum yang mengajukan perkara, bahwa berita acara tersebut telah diambil alih olehnya.(pasal 92 ayat 1 KUHAP)

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga bagi oditur militer atau oditur militer tinggi apabila perkara tersebut akan diajukan kepada pengadilan dalam lingkungan peradilan militer. (pasal 92 ayat 2 KUHAP)

Apabila dalam penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (l) terdapat perbedaan pendapat antara penuntut umum dan oditur militer atau oditur Apabila dalam penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (l) terdapat perbedaan pendapat antara penuntut umum dan oditur militer atau oditur

Jaksa Agung dan Oditur Jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia bermusyawarah untuk mengambil keputusan guna mengakhiri perbedaan pendapat

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (pasal 93 ayat 2 KUHAP).

Dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara Jaksa Agung dan Oditur Jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, pendapat Jaksa Agung yang menentukan. (pasal 93 ayat 3 KUHAP)

E. SUSUNAN MAJLIS HAKIM PENGADILAN KONEKSITAS

Berdasarkan pasal 94 KUHAP, susunan majelis hakim pengadilan koneksitas adalah sebagai berikut:

a. Apabila perkara koneksitas diperiksa dan diadili oleh pengailan dalam

lingkungan peradilan umum 68 .

1. Majelis hakim sekurang-kurangnya tiga orang hakim

2. Hakim ketua majelis ditetapkan dari lingkungan peradilan umum dan hakim anggota ditetapkan dari peradilan umum dan peradilan militer secara berimbang.

b. Apabila perkara koneksitas diperiksa dan diadili oleh pengailan dalam lingkungan peradilan militer.

1. Majelis hakim sekurang-kurangnya tiga orang hakim

2. Hakim ketua majelis ditetapkan dari lingkungan peradilan umum dan hakim anggota ditetapkan dari peradilan umum yang diberi pangkat militer tituler dan peradilan militer secara berimbang,

68 Dalam perkara jinayat Peradilan umum dibaca Mahkamah Syar’iyah.

c. Susunan Majelis Hakim yang dimaksud pada huruf a dan b tersebut diatas juga berlaku bagi pengadilan tingkat banding. Menurut pasal 94 ayat 5 KUHAP pengangkatan hakim anggota sebagaimana tersebut diatas diusulkan secara timbal balik oleh menteri kehakiman dan menteri pertahanan keamanan. Adapun pada saat ini dengan adanya UU RI tentang kekuasaan kehakiman No. 48 tahun 2009 maka yang mengangkat hakim koneksitas adalah Ketua Mahkamah Agung.

BAB XII

GANTI KERUGIAN, REHABILITASI DAN PENGGABUNGAN PERKARA GANTI KERUGIAN

A. GANTI KERUGIAN

a. Berdasar ketentuan Pasal 91 Qanun Aceh Tentang Hukum Acara Jinayat, bahwa Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena

ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan qanun dan undang-undang lainnya atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.

b. Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan qanun dan undang- undang lainnya atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud pada huruf (a) yang perkaranya tidak diajukan ke Mahkamah Syar’iyah, diputus di sidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 78;

c. Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada huruf (a) diajukan oleh tersangka, terdakwa, terpidana atau ahli warisnya kepada Mahkamah Syar’iyah yang berwenang mengadili perkara yang bersangkutan.

d. Untuk memeriksa dan memutus perkara tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada huruf (a) Ketua Mahkamah Syar’iyah sedapat mungkin menunjuk hakim yang sama yang telah mengadili perkara jinayat yang bersangkutan.

e. Pemeriksaan terhadap ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada huruf (d) mengikuti acara praperadilan.

f. Berdasar ketentuan Pasal 92 Qanun Aceh Tentang Hukum Acara Jinayat, bahwa Putusan pemberian ganti kerugian berbentuk penetapan.

g. Penetapan sebagaimana dimaksud pada huruf (f) memuat dengan lengkap semua hal yang dipertimbangkan sebagai alasan bagi putusan tersebut.

B. REHABILITASI

a. Berdasar ketentuan Pasal 93 Qanun Aceh Tentang Hukum Acara Jinayat, bahwa Seorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh Mahkamah diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

b. Rehabilitasi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam putusan Mahkamah sebagaimana dimaksud pada huruf (a).

c. Permintaan rehabilitasi oleh tersangka atas penangkapan atau penahanan tanpa alasan yang berdasarkan qanun dan undang-undang lainnya atau kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

91 ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke Mahkamah Syar’iyah, diputus oleh hakim praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78.

d. Berdasar ketentuan Pasal 94 Qanun Aceh Tentang Hukum Acara Jinayat, bahwa Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 dibebankan pada APBA dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.

C. PENGGABUNGAN PERKARA GANTI KERUGIAN

a. Berdasar ketentuan Pasal 95 Qanun Aceh Tentang Hukum Acara Jinayat, bahwa Jika suatu perbuatan yang menjadi dasar dakwaan di dalam suatu pemeriksaan perkara jinayat oleh Mahkamah Syar’iyah, menimbulkan kerugian bagi orang lain, maka hakim ketua sidang atas permintaan orang itu dapat menetapkan untuk menggabungkan gugatan ganti kerugian kepada perkara jinayat itu.

b. Permintaan sebagaimana dimaksud pada huruf (a) hanya dapat diajukan selambat-lambatnya sebelum penuntut umum mengajukan tuntutan ‘uqubat. Dalam hal perkara jinayat tidak mengharuskan penuntut umum hadir, permintaan diajukan selambat-lambatnya sebelum hakim menjatuhkan putusan.

c. Berdasar ketentuan Pasal 96 Qanun Aceh Tentang Hukum Acara Jinayat, bahwa Apabila pihak yang dirugikan minta penggabungan perkara gugatannya pada perkara jinayat sebagaimana dimaksud dalam pasal 95, maka Mahkamah

Syar’iyah menimbang tentang kewenangan untuk mengadili gugatan tersebut, tentang kebenaran dasar gugatan dan tentang kewajiban penggantian biaya yang telah dikeluarkan oleh pihak yang dirugikan tersebut.

d. Kecuali dalam hal Mahkamah Syar’iyah menyatakan tidak berwenang mengadili gugatan sebagaimana dimaksud pada huruf (b) atau gugatan dinyatakan tidak dapat diterima, putusan hakim hanya memuat tentang penetapan kewajiban penggantian biaya yang telah dikeluarkan oleh pihak yang dirugikan.

e. Putusan mengenai ganti kerugian dengan sendirinya mendapat kekuatan tetap, apabila putusan jinayatnya juga mendapat kekuatan hukum tetap.

f. Berdasar ketentuan Pasal 97 Qanun Aceh Tentang Hukum Acara Jinayat, bahwa Apabila terjadi penggabungan antara perkara muamalat dan perkara jinayat, maka penggabungan itu dengan sendirinya berlangsung dalam pemeriksaan tingkat banding.

g. Apabila terhadap suatu perkara jinayat tidak diajukan permintaan banding, maka permintaan banding mengenai putusan ganti rugi tidak diperkenankan.