Bacalah penggalan drama berikut ini!
1. Bacalah penggalan drama berikut ini!
Tuan Amin
Di ruangan sebuah kantor, di dinding sebelah kanan ada sebuah meja besar, untuk kepala bagian. Jadi meja itu meletakkannya ke dinding sebelah kiri. Di mukanya - jarak satu setengah meter ada dua baris meja. Tiap-tiap baris ada tiga meja. Di belakang panggung dua meja untuk nona-nona juru tik. Di dinding kiri ada sebuah papan tulis untuk pengumuman.
Aman, wakil kepala bagian, duduk di baris muka, di meja tengah. Di belakangnya, Amat, penyalin nomor satu, dan di sebelah Amat, Amin, penyalin nomor dua.
Aman : (kaget) Lho! Saya tidak mau tanggung, Saudara. Dia sudah acap kali marah-marah, karena pegawainya tidak pernah ada di tempatnya masing-masing.
Ningsun : Bilang sajalah Saudara, nanti kalau dia marah, biar
saja saya yang tanggung.
Aman : Ah, Saudara Ningsun enak omong saja. Pak Tembak dalam marah juga pakai aturan. Tidak mau langsung terus sama pegawai rendahan. Marahnya sama saya dulu, sebagai wakil kepala, lantas saya harus bilang sama yang harus dimarahi.
Ningsun : (ketawa) Itu dia! Pukulan pertama pada saudara Aman yang tangkap, saya dapat marah yang sudah second hand . Ayo Ning kalau kita tunggu lama-lama lagi, datang si Tembak terus tak dapat pergi. Hih! Kalau dia melirik dari kacamatanya yang besar itu, seram bulu tengkukku. (keduanya pergi)
Aman : (merengut) Ah, gadis-gadis ini, yang dapat susah saya juga, si Tembak meradang-radang sama saya juga.
Bahasa Indonesia XI Program Bahasa
Amat : Saudara Aman bodoh! Suruh saja si Tembak langsung. Masa, dalam ruangan sekecil ini, kalau mau ngomong yang lain mesti pakai pengacara.
Aman : Itulah, maka saya kesal di sini. Telah berpuluh- puluh kali saya bilang sama dia: "Tuan Amin, kalau saya yang bilangin, pegawai itu toh tidak ambil pusing."
Amat : Lantas apa jawab? Aman
: Jawabnya begini: "Saudara! Dalam tiap-tiap kantor mesti ada organisasi. Saya sebagai kepala, dan Saudara saya angkat jadi wakil kepala. Kalau ada apa-apa saya bilang sama Saudara dan Saudaralah yang bilang pada pegawai rendah.
Amat : (tertawa mencemooh). Ha,ha,ha, Saudara Aman, saya mengerti kalau sekiranya di ruangan ini ada enam ribu pegawainya. Tapi untuk apa orang yang hanya delapan ekor dengan dia sendiri, apa dia tidak bisa langsung dan lagi berapa meterkah jauh jarak dari mejanya sampai ke meja masing-masing kulinya?
Amat : Ah Saudara, dia tidak mau ambil pusing. Dia bilang: "Saya tidak bisa disamakan dengan pegawai biasa. Saya kepala, bilangnya."
Saudara tahu di mana dia dulu bekerja sebelum Nippon datang ke sini? Jadi klerek kelas tiga di kantor madat. Gaji tiga puluh rupiah sebulan.
Aman : Up Mengapa dia bisa jadi kepala di bagian ini dengan gaji dua ratus lima puluh sebulan?
Amat : (mencemooh). Biasa Saudara. Waktu mula-mula Nippon masuk, dia terus-menerus menulis karangan, bagus tidak bagus, hantam keromo, asal isinya ada semangat menghitam musuh, atau menyebut kemakmuran bersama. Sajaknya penuh dengan semangat perjuangan, kalau kita tidak tahu, nah, ini orang paling sedikit sudah memakan musuh hidup-hidup dan darahnya dihirup sekali. Lantas namanya dikenal oleh “Saudara tua" kita dan pada
Menegakkan Keadilan
Aman : O, begitu? Saudara dulu kenal sama dia? Amat
: Belum pernah kenal! Saya baru sekali ini melihat batang hidungnya. Saya sebetulnya jijik melihat dia, entah apa sebabnya saya tidak tahu. Kalau di dekati saya mau marah marah saja.
Aman : Saya juga telah memperhatikan sikap Saudara terhadap dia. Kok Saudara berani benar?
Amat : Begini Saudara Aman. Kalau orang hormat dan sopan terhadap saya, saya beribu kali sopan dan hormat kepada dia. Tapi kalau saya lihat dia angkuh dan sombong, dan mau memperlihatkan saja, bahwa dia di sini kepala, wah sayalah yang lebih angkuh dan sombong lagi. Saudara Aman lihat sajalah sikap saya terhadap dia.
Aman : Saya heran, lho. Kalau dia mau marah pada Saudara, marahnya sama saya dulu. Dia bilang ini: "hierarchi." (Amin masuk, tergesa-gesa, ditangannya beberapa buah buku dan map. Aman berhenti berbicara waktu Amin masuk. Amin sembrono saja tidak memandang ke arah Amin datang ).
Amin : (pendek) Selamat pagi! Aman
: Selamat pagi! dan Amat Amin
: (terus ke mejanya dan menyiapkan diri untuk: bekerja. Ketiga-tiganya hendak bekerja tiba-tiba: ) Saudara Aman! Mana kedua nona-nona ini? Apa tidak masuk?
Aman : Mereka minta permisi sebentar ke pasar Baru, Tuan. Amin
: Sekarang sudah pukul sebelas, mengapa tidak
dalam waktu mengaso saja pergi?
Aman : Saya sudah bilang, Tuan. Tapi nona-nona itu tidak
mau peduli.
Amin : Saudara Aman harus bertindak keras!
Bahasa Indonesia XI Program Bahasa
Aman : Macam mana saya bertindak keras? Larangan saya diketawain mereka. Dan bilang boleh mengadu sama sepmu!
Amin
: Ancamkan sama pemberhentian!
Aman : Mereka mengucap syukur kalau dapat pergi dari
kantor ini.
Amin : (heran) Mengucap syukur kalau boleh berhenti? (si Amin tidak dapat mengerti hal ini, karena, jiwanya telah dididik dari dahulu bahwa sep itu adalah Tuhan pegawainya, dan apa yang dibilang oleh sep adalah undang-undang yang tidak boeh dilanggar).
Amat : Maaf, Tuan Amin. bolehkah saya menyambut perkataan Tuan itu dengan tidak memakai Saudara Aman sebagai pengacara?
Amin : (berpikir sebentar, lantas) Buat sekali ini, yah, apa
boleh buat Silakan!
Amat : Begini Tuan Amin! Bukan pemuda sekarang tidak tahu akan tanggung jawab. Itu salah, tapi kami benci melihat tingkah laku dari angkatan yang lebih tua dari kami. Seolah-olah mereka pohon eru!
Amin : (kaget) Saudara Amat! Ingat akan perkataan- perkataan Saudara supaya nanti jangan menyesal! Apa pohon eru? Jadi dalam azasnya Saudara menentang politik di sini?
Amat : Saya tidak bilang saya menentang! Saya tahu, saya
tidak mempunyai senjata.
Amin : (marah. Dalam pada itu merasa di pihak yang kuat). Hati-hati Saudara. (sombong) kta tidak takut mengambil tindakan terhadap orang yang pendiriannva lain dari kita. Lebih baik pembicaraan ini kita anggap tidak ada, ya Saudara?
Amat : (merasa panas, tapi apa boleh buat, di pihak yang lemah ) Itu terserah! (lalu mengeluarkan pekerjaannya dari dalam laci meja ).
Amin : Saudara Aman. (Aman datang ke tempat Amin. Amin bercakap-cakap dengan Aman dengan suara
Menegakkan Keadilan
Ningsih : (mendapatkan Aman) Saudara Aman, maaf ya, kami tidak dapat kembali dengan segera, karena di jalanan tidak boleh ada yang boleh liwat. Trem, spoor, kapal terbang, orang semuanya disuruh berhenti.
Aman : Ada apa? Ningsih : Tahulah! Katanya ada raja dewa matahari mau
liwat. Semua orang mesti melihat bopongnya. Aman
: Saudara Ning ini ada-ada saja. Masakan betul-betul
begitu?
Ningsih : Lho, Saudara tidak percaya. Kami mesti mutar 180 derajat. Kan apa yang dulu muka, sekarang jadi bopong?
Aman : (0) Sst, sudahlah, kerjalah, sekarang sudah jam dua belas. Tadi Pak Tembak sudah menanyakan Saudara. (merengut). Sekarang saya mesti kasih rapotan lagi.(Kecuali gadis itu pergi ketempatnya masing-masing. Amin pura-pura saja tidak mendengar dan tidak melihat. Seketika kemudian terdengar deresan mesin tik. Amin bangkit dari tempatnya pergi ke Amin. Tampaknya ia sedang melaporkan peristiwa kedua nona itu. Amin tampaknya kurang puas, dia selalu menggeleng- ngelengkan kepalanya. Akhirnya Aman kembali ke tempatnya dengan muka merengut. Seketika hanya suara mesin tik. Amid masuk, jalannya lambat, seperti ia datang pagi dan bukan jam dua belas ).
Bahasa Indonesia XI Program Bahasa
Amid : (sembrono) Pagi. Amat
: (melihat kepadanya) Sore. (Amid terus pergi
mendapatkan Amin).
Amid : Saudara Aman! Saya tidak dapat datang pagi-pagi, karena ada dewa yang liwat. Kalau sep bertanya, bilang saja begitu (lalu ia pergi ke tempatnya Aman pergi ke meja Amin).
Aman : Tuan Amin! Saudara Amid tidak dapat masuk pagi, karena tidak boleh terus jalan sebab ada pembesar Nippon yang hendak liwat
Sumber: Gema Tanah Air, Amal Hamzah.