BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Telinga
Telinga dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu telinga luar, telinga tengah atau cavum tympani, dan telinga dalam atau labyrinth Tortora, 2009; Snell,
2006.
Gambar 2.1: Struktur telinga Martini et. al., 2012 1.
Telinga luar Telinga luar terdiri atas auricula pinna dan meatus acusticus
externus.
2. Telinga tengah cavum tympani
Telinga tengah merupakan ruang berisi udara dalam pars petrosa ossis temporalis yang dilapisi oleh membran mukosa.
Universitas Sumatera Utara
3. Telinga Dalam Labyrinthus
Telinga dalam terdiri atas labyrinthus osseus, yang tersusun dari sejumlah rongga di dalam tulang dan labyrinthus membranaceus yang
tersusun dari saccus dan ductus membranosa di dalam labyrinthus osseus.
a. Labyrinthus osseus
Terdiri dari tiga bagian yaitu vestibulum, canalis semicirculares dan cochlea. Ketiganya merupakan rongga-
rongga yang berisi cairan perilympha, yang di dalamnya terdapat labirynthus membranaceus.
Vestibulum merupakan bagian tengah labyrinthus osseus, terletak posterior terhadap cochlea dan anterior terhadap canalis
semicirculares. Canalis semicirculares terbagi mendjadi tiga, yaitu canalis
semisirculares superior, posterior, dan lateral. Setiap canalis memiliki pelebaran diujungnya yang disebut dengan ampula.
Cochlea berbentuk seperti rumah siput, dan bermuara pada bagian anterior vestibulum.
b. Labyrinthus Membranaceus
Terletak didalam labyrinthus ossesus, dan berisi endolympha yang dikelilingi perilympha. Labyrinthus
membranaceus terdiri atas sacculus dan utriculus yang terdapat di dalam vestibulum ossesus. Tiga duktus
semicircularis, yang terletak didalam canalis semicircularis osseus, dan ductus cochlearis yang terletak di dalam
cochlea Snell, 2006.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2: Telinga Dalam Tortora, 2009.
2.2 Fisiologi Pendengaran
Mendengar merupakan persepsi neural dari energi suara. Mendengar memiliki dua aspek yaitu identifikasi suara dan lokalisasi
suara.
2.2.1 Fungsi Telinga Luar
Telinga luar yang terdiri dari auricula pinna, external auditory meatus meatus acusticus externus, dan membran tympani.
Pinna akan mengumpulkan gelombang suara dan menghubungkanya dengan meatus acusticus externus. Pinna juga
berfungsi untuk mengetahui penentuan arah suara yang berasal dari depan atau dari belakang.
Meatus acusticus externus dilindungi oleh rambut-rambut halus dan terdapat modifikasi kelenjar keringat yang memproduksi serumen atau
lilin earwax. Secara bersama-sama rambut dan serumen akan mencegah masuknya partikel-partikel mengganggu seperti debu agar tidak sampai ke
membrana tympani dan telinga dalam Sherwood, 2010.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Transmisi Suara
Sebagai respon terhadap perubahan tekanan yang dihasilkan oleh gelombang suara di permukaan luarnya, membran timpani bergerak keluar
masuk. Membran timpani berfungsi sebagai resonator yang menghasilkan ulang getaran dari sumber suara dan akan berhenti bergetas hampir segera
setelah suara berhenti. Gerakan membran timpani disalurkan ke manubrium malleus Ganong, 2008.
Ujung tangkai malleus melekat dibagian tengah membran timpani, dan tempat perlekatan ini akan konstan tertarik oleh muskulus tensor
tympani, yang menyebabkan membran tympani tetap tegang. Keadaan ini menyebabkan getaran pada setiap bagian membran timpani akan dikirim
ke tulang-tulang pendengaran, hal ini tidak dapat terjdai jika membran tersebut longgar.
Malleus terikat pada incus oleh ligamen yang kecil sehingga ketika malleus bergerak incus juga ikut bergerak. Ujung yang berlawanan dari
incus akan berartikulasi dengan batang stapes, dan bidang depan dari stapes terletak berhadapan dengan membran labyrith cochlea pada muara
fenestra ovalis Guyton, 2008.
2.2.3 Transmisi Suara Melalui Tulang Pendengaran
Malleus bergoyang yang kemudian menyalurkan getararan manubrium ke incus, incus bergerak sedemikian rupa sehingga getaran
diteruskan ke bagian kepala stapes. Pergerakan kepala stapes menyebabkan lempeng kakinya bergerak maju mundur seperti pintu
berengsel di tepi posterior fenestra ovalis. Dengan demikian, tulang-tulang pendengaran berfungsi sebagai pengungkit Ganong, 2008.
Sistem pengungkit tersebut mengurangi jarak antar tulang dan meningkatkan tenaga 1,3 kali lebih kuat. Luas permukaan membran
timpani 55 milimeter persegi yang jauh lebih besar dari luas lempeng kaki stapes 3,2 milimeter persegi menyebabkan penekanan total yang
Universitas Sumatera Utara
lebih kuat yang diberikan pada cairan koklea Guyton, 2008; Ganong, 2008.
2.2.4 Anatomi dan fungsi koklea
Koklea adalah sistem tuba yang melingkar-lingkar yang teridiri dari tiga tuba yang saling bersisian yaitu skala vestibuli, skala media, dan
skala timpani. Skala vestibuli dan skala media dipisahkan satu sama lain oleh membran reissner yang disebut juga membran vestibular. Diantara
skala timpani dan skala media dipisahkan oleh membran basilar.
Gambar 2.3: Koklea Guyton, 2008.
Pada permukaan membran basilar tersebut terletak organ corti, yang mengandung serangkaian sel yang sensitif secara elektromagnetik,
yaitu sel-sel rambut. Sel-sel ini merupakan organ reseptif terakhir yang membangkitkan impuls saraf sebagai respon terhadap getaran suara
Guyton, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4: Potongan satu lingkaran koklea Guyton, 2008. Skala vestibuli dan skala timpani mengandung perilymph dan
berhubungan satu sama lain di apeks koklea melalui lubang kecil yang disebut helikotrema Ganong, 2008. Skala media atau disebut juga duktus
koklearis mengandung cairan yang berbeda yaitu endolymph Sherwood, 2010.
Perilymph merupakan cairan dengan komposisi ion yang serupa dengan komposisi cairan ekstrasel di tempat lain tetapi kandungan
proteinya sangat rendah. Sedangkan endolymph memiliki komposisi kalium yang lebih tinggi dan natrium yang rendah Junqueira Carneiro,
2007.
2.2.5 Transmisi Gelombang suara di koklea
Ketika kaki stapes menekan fenestra ovalis, getaran suara memasuki skala vestibuli. Bidang stapes akan menyebabkan perylimph
pada skala vestibuli bergetar hingga sampai helikotrema lalu kemudian menuju fenestra rotundum. Fenestra ovale dan fenestra rotundum ikut
Universitas Sumatera Utara
bergerak ke dalam dan ke luar sesuai dengan arah getaran suara Guyton, 2008; Sherwood, 2010.
Tujuan utama dari gelombang suara yang masuk ke fenestra ovale adalah untuk menggerakan membran basilar pada skala media Guyton,
2008. Gelombang tekanan pada skala vestibuli akan di transfer ke skala media melalu membran reissner yang tipis dan kemudian akan ditranfer ke
membran basiler pada skala media dan kemudian akan di transfer ke skala timpani yang akan menyebabkan foramen rotundum bergerak masuk dan
keluar. Transmisi dari tekanan ke membran basiler akan membuat membran basilar bergerak ke atas dan ke bawah, atau bergetar secara
sinkron dengan tekanan suara Sherwood, 2010.
2.2.6 Fungsi Organ Corti
Organ corti merupakan organ reseptor yang membangkitkan impuls saraf sebagai respon terhadap getaran membran basilar. Reseptor
pada organ corti merupakan tipe sel saraf yang khusus yang disebut dengan sel rambut yang terdiri dari sel rambut interna dan sel rambut
eksterna. Rambut-rambut ini tertanam pada permukaan lapisan gel dari
membran tektorial. Bagian dasar dan samping sel rambut bersinaps dengan jaringan ujung saraf koklearis. Serabut saraf yang dirangsang oleh sel
rambut akan menuju ganglion spiralis corti, yang terletak pada modiolus koklea. Neuron ganglion spiralis akan mengirimkan akson ke dalam
nervus koklearis dan kemudian kedalam sistem saraf pusat pada tingkat medula spinalis bagian atas Guyton, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5: Organ Corti Guyton, 2008.
2.2.7 Fungsi sel rambut dalam dan luar
Fungsi sel rambut dalam lebih banyak berperan dalam mekanisme pendengaran. Sekitar 90 saraf auditorik dihantarkan melalui sel-sel
rambut bagian dalam Guyton, 2008. Rambut dalam menransfer getaran suara menjadi impuls elektrik yang akan disampaikan ke kortex serebri.
Stereocillia dari rambut-rambut tesusun mulai dari tinggi ke rendah dan diikat oleh filamen penghubung yang merupakan CAMs Cell
Adhesion Mollecule. Ketika membrana basiler bergerak ke atas, stereocillia akan bergerak ke arah yang paling tinggi dan akan menarik
filamen penghubung. Kemudian, akan terjadi pembukaan kanal kation. Kalium-kalium yang berasal dari endolymph akan masuk dan akan terjadi
depolarisasi. Ketika membrana basilaris bergerak ke bawah maka akan terjadi
hal yang sebaliknya. Kanal ion akan tertutup dan terjadi hiperpolarisasi. Gerakan membrana basiler yang bergerak ke atas dan ke bawah secara
sinkron akan menyebabkan terjadinya depolarisasi dan hiperpolarisasi secara bergantian yang akan menyebabkan terangsangnya ujung-ujung
saraf koklea yang bersinaps di sel-sel rambut Sherwood, 2010; Guyton, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Rambut luar akan secara aktif dan cepat mengubah panjangnya sebagai respon pada membran potensial, yang dikenal dengan
elektromotility . Rambut luar akan memendek ketika depolarisasi dan akan
memanjang ketika hiperpolarisasi. Dengan demikian, rambut luar akan meningkatkan respon rambut dalam dan membuatnya lebih sensitif
Sherwood, 2010.
2.2.8 Jaras Persarafan pendengaran
Gambar 2.6 dibawah ini menggambarkan jaras pendengaran utama. Jaras ini menunjukan bahwa nervus cochlearis cochlear nerve memasuki
Gambar 2.6: Jaras persarafan pendengaran Kennedy, 2010
nukleus koklearis dorsalis dan ventralis berjalan terus hingga nukleus olivarius superior yang selanjutkan akan berakhir di korteks auditorik pada
girus superior lobus temporalis Guyton, 2008; Kennedy, 2010.
2.2.9 Menentukan kekerasan suara
Kekerasan suara dapat ditentukan dengan 3 cara yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Ketika suara semakin keras, amplitudo getaran membran basilar dan
sel-sel rambut juga meningkat, sehingga sel-sel rambut mengeksitasi ujung saraf dengan lebih cepat.
b. Ketika amplitudo getaran meningkat, semakin banyak sel-sel rambut
yang terangsang sehingga terjadi transmisi melalui banyak serabut saraf.
c. Sel-sel rambut luar tidak terangsang secara bermakna sampai getaran
membran basiler mencapai intensitas yang tinggi, dan perangsangan ini tam,paknya mengabarkan pada sistem saraf bahwa suara tersebut
sangat keras Guyton, 2008.
2.3 Tinitus
2.3.1 Definisi Tinitus
Tinitus merupakan persepsi suara yang berasa dari kepala atau telinga tanpa adanya sumber suara dari luar dan dapat mengganggu kegiatan
sehari-hari, dalam pekerjaan dan tidur Xu, et. al., 2011.
2.3.2 Klasifikasi dan Etiologi
Tinitus dapat diklasifikasikan menjadi: a.
Tinitus Subjektif dimana bunyi hanya didengar oleh penderita Kennedy, 2010.
Tinitus subjektif bersifat nonvibratorik, disebabkan oleh proses iritatif atau perubahan degeneratif traktus auditorius mulai dari sel-sel
rambut getar koklea sampai pusat saraf pendengar Bashiruddin Sosialisman, 2007.
Tinitus subjektif dapat disebabkan oleh gangguan dari telinga, neurologis, infeksi, dan akibat obat-obatan. Penyebab lainya adalah
Noise induce hearing loss, presbyscusis , otosklerosis, otitis, serumen
yang keras, Meniere’s disease, dan sudden sensori neural hearing loss. Penyebab neurologis termasuk akibat dari trauma kepala, whiplash,
sklerosis multipel, vestibular schwannoma, dan tumor cerebellopontine angle
. Penyebab tinitus karena penyakit infeksi seperti otitis media, meningitis, sifilis. Obat-obatan yang umumnya menyebabkan tinitus
Universitas Sumatera Utara
subjektif adalah antibiotik golongan aminoglikosida, salisilat, anti inflamasi non steroid, loop diuretics, dan obat-obatkan kemoterapi
Chan, 2010. b.
Tinnitus Objektif dimana bunyi terdengar pada penderita dan pemeriksa Kennedy, 2010.
Jenis ini bersifat vibratorik, berasal dari transmisi vibrasi sistem muskuler atau kardiovaskuler di sekitar telinga. Umumnya disebabkan
oleh kelainan vaskular, sehingga tinnitusnya berdenyut mengikuti denyut jantung. Tinnitus berdenyut ini dapat dijumpai pada pasien
dengan malformasi ateriovena, tumor glomus jugular dan aneurisma. Tinnitus objektif juga dapat dijumpai sebagai suara klik clicking
sound yang berhubungan dengan penyakit sendi temporomandibular
dan karena kontraksi spontan dari otot telinga tengah atau myoclonus palatal. Tuba eustachius paten juga dapat menyebabkan timbulnya
tinnitus akibat hantaran udara dari nasofaring ke telinga tengah Bashiruddin Sosialisman, 2007.
2.3.3 Prevalensi
Prevalensi tinitus telah diestimasi pada basis data dalam studi epidemiologi yang dilaksanakan di beberapa negara yang berbeda
Sindhusake, et al., 2003; Henry, Dennis, schechter, 2005. Prevalensi tinnitus pada orang dewasa adalah sekitar 10-15. Prevalensi data
tinnitus spesifik umur pada orang dewasa Henry, Dennis, Schechter, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1: Penyebab dan Tipe tinitus
S u
mber: Lockwood, Salvi, Bruckard, 2002
Tipe Penyebab
Subjektif
Otologik Noise-induced hearing loss, presbikusis, otosklerosis,
otitis, serumen yang keras, tuli mendadak, Meniere’s disease, dan penyebab kehilangan pendengaran yang
lain.
Neural Cedera kepala, whiplash, multiple sclerosis, vestibular
schwannoma acoustic neuroma dan tumor
cerebellopontine angle.
Infeksi otitis media, meningitis, sifilis dan infeksi lain yang
berhubungan dengan pendengaran
Obat antibiotik golongan aminoglikosida, salisilat, anti
inflamasi non steroid, loop diuretics, dan obat-obatkan kemoterapi
Objektif
Pulsasi Carotid stenosis, arteriovenous malformations, anomali
vaskular lain, tumor vascular, penyakit katup jantung biasanya stenosis aorta, and kondisi-kondisi yang
menyebabkan aliran darah turbulen.
Muskular Mioklonus Palatal, spasme stapedius atau otot tensor
timpani, patulous eustachian tube.
Spontan Emisi akustik Spontan
Universitas Sumatera Utara
Masing-masing studi menunjukan peningkatan prevalensi pada orang tua. Pada orang tua didapati peningkatan prevalensi menjadi 29.6
−30.3 Sindhusake, Mitchell, Newall, 2003; Xu, Bu, Xing, et al., 2006.
Dari hasil penelitian pada penderita tinitus diperkirakan usia rata- rata 40 sampai 70 tahun. Kira-kira hanya 1 yang dijumpai pada penderita
yang berusia kurang dari 45 tahun. Pada usia 70 tahun terdapat sekitar 25 sampai 30 risiko tinitus Pray Pray, 2005.
2.3.4 Teori-teori Mekanisme Tinitus
2.3.4.1 Model Neural
Tinitus merupakan simptom fungsional yang melibatkan seluruh aspek sistem mulai dari transduksi suara di dalam telinga sampai dengan
area somatosensori pada korteks. Model ini menekankan pada pentingnya sinkronisasi sinaps pada
sel rambut oleh influks Ca
++
, kejadian patologis pada proses transduksi, kebocoran kalium pada bagian apeks dari sel rambut dan juga berbagai
kerusakan pada sel rambut, sistem eferen auditorius dan saraf auditorius Holgers, 2003.
2.3.4.2 Model for tinnitus suffering
Model ini berdasarkan hipotesis Jastreboff dan Hazel 1993 yang menyatakan tinitus dapat dipertimbangkan sebagai bentuk dari respon
yang terkondisi. Model ini fokus pada jaringan aktivitas neural pada sistem auditori, sistem limbik dan sistem saraf simpatis dan parasimpatis.
Tinitus diperkirakan berasal dari perifer, dan seluruh level dari jaras auditori mulai dari koklea, sub korteks dan korteks auditori
merupakan bagian yang penting dari pembuatan persepsi tinitus Holgers, 2003.
2.3.5 Dampak Psikososial Tinitus
Tinitus lebih dari hanya sekedar bunyi berdenging dan biasanya diikuti dengan simptom-simptom tertekan yang tidak dapat dijelaskan
hanya dengan faktor-faktor otologis. Perasaan tertekan ini berhubungan
Universitas Sumatera Utara
dengan faktor psikologis dari pada faktor audiologis. Banyak problem akibat tinitus yang didasarkan oleh faktor psikososial.
Reaksi yang terjadi dapat berupa rasa tertekan, frustasi, marah, penurunan konsentrasi dan gangguan tidur, yang akhirnya masuk kedalam
kondisi ansietas yang konstan, perhatian langsung terhadap tinitus dan membangun ‘lingkaran kemarahan’ ketika tinitus meningkat secara
langsung mengakibatkan ansietas Holmes Padgham, 2009.
2.4 Bising
Bising dapat didefinisikan sebagai suara yang merusak yang memiliki efek samping terhadap kesehatan individu. Bising yang level suara yang tinggi
dapat menyebabkan gangguan pendengaran, dan juga dapat menyebabkan anxietas, depresi, dan meningkatkan angka kecelakaan Mrena, et al., 2007.
Suara diukur dengan desibel db. Pada skala desibel, peningkatan 10 berarti surata tersebut 10 kali lebih intens dan lebih kuat. Percakapan sehari-
hari adalah sebesar 60db, suara lemari es yang menyala sekitar 45db, suara kemacetan di jalan raya dapat mencapai 85 db, sedangkan suara motor,
kembang api berkisar antara 120-150 db NIDCD, 2008 Berdasarkan National Institute on Deafness and Other Communication
Disorders 2008, pemaparan yang lama dan berulang-ulang dengan kekuatan suara sekitar 85db dapat menyebabkan gangguan pendengaran.
2.5 Mekanisme Bising Menyebabkan Tinitus