Hasil Penelitian

A. Hasil Penelitian

Penelitian yang berjudul Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Volume Ekspor Teh di Provinsi Jawa Tengah ini menggunakan data sekunder berupa data time series selama 16 tahun, yaitu tahun 1994-2009. Volume ekspor teh dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan model non linier berganda sehingga volume ekspor teh sebagai variabel tak bebas

(dependent). Sebagai variabel bebas (independent) yaitu produksi teh (X 1 ), harga domestik teh Provinsi Jawa Tengah (X 2 ), harga ekspor Provinsi Jawa Tengah (X 3 ), nilai tukar Dollar Amerika Serikat terhadap Rupiah (X 4 ), dan volume ekspor tahun sebelumnya (X 5 ). Adapun data dan analisis hasil dari masing-masing variabel yang diteliti adalah sebagai berikut :

1. Volume Ekspor Teh di Provinsi Jawa Tengah Volume ekspor teh di Provinsi Jawa Tengah dalam kurun waktu 16 tahun, yaitu selama tahun 1994 hingga tahun 2009. Volume ekspor rata-rata teh yang dihasilkan oleh Provinsi Jawa Tengah tiap tahunnya mencapai 1.695.530 kg dengan nilai ekspor rata-rata per tahun sebesar US$ 1.947.384. Volume ekspor teh mulai menurun pada tahun 1995 yaitu sebesar 206.446 kg dan terus menurun hingga tahun 1998. Setelah itu volume ekspor meningkat tajam pada tahun 1999 yaitu sebesar 1.709.702 kg. Peningkatan ini termasuk peningkatan terbesar selama kurun waktu 16 tahun. Peningkatan terjadi karena mutu teh yang dihasilkan sangat bagus. Hal ini membuat harga jual teh di Provinsi Jawa tengah keluar negeri menjadi tinggi, sehingga mendorong eksportir untuk meningkatkan volume ekspor dengan harapan dapat memperoleh keuntungan yang berlipat. Hal tersebut juga turut mempengaruhi volume ekspor teh di Provinsi Jawa tengah. Sedangkan penurunan volume ekspor terbesar terjadi pada tahun 2001 dari tahun 2000 yaitu sebesar 1.279.708 kg, dan terus menurun dari tahun 2004 hingga tahun 2009. Hal ini dikarenakan jumlah produksi teh yang semakin menurun menyebabkan

commit to user

karena banyak tanaman teh yang kurang dirawat dengan baik. Volume ekspor teh di Provinsi Jawa Tengah mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun seperti terlihat dalam tabel berikut: Tabel 13. Perkembangan Volume Ekspor Teh di Provinsi Jawa Tengah,

1994-2009

Tahun

Volume ekspor (Kg)

Nilai Ekspor

(US$)

Laju Perkembangan Ekspor (Kg)

-213.468 -22,84 Total

Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, 1994-2009

Perkembangan volume ekspor teh di Provinsi Jawa Tengah tahun 1994-2009 secara keseluruhan sangat fluktuatif dan mempunyai kecenderungan menurun. Hal ini ditunjukkan oleh laju perkembangan volume ekspor rata-rata sebesar -70.745,13 kg per tahun. Kecenderungan perkembangan menurun ini menunjukkan bahwa selama kurun waktu

16 tahun penawaran ekspor teh mengalami penurunan. Hal tersebut diakibatkan oleh adanya penurunan permintaan teh di pasar dunia. Penurunan permintaan ini disebabkan oleh makin menurunnya mutu teh yang dihasilkan oleh Provinsi Jawa Tengah, sehingga teh yang dihasilkan oleh Provinsi Jawa Tengah kalah bersaing dengan teh dari negara lain,

commit to user

ekspor tersebut diakibatkan adanya penurunan produksi teh oleh petani. Produksi teh mengalami penurunan dikarenakan perawatan tanaman kurang diperhatikan, misalnya tanaman yang sudah tua (sudah berumur lebih dari 40 tahun) tidak diganti dengan tanaman yang baru, adanya tanaman yang rusak, serta luas areal tanaman teh yang semakin menurun. Hal-hal lain yang menjadi penghambat dalam pengembangan produksi teh adalah semakin mahalnya pupuk dan tuntutan kenaikan upah buruh. Perubahan volume ekspor teh di Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.

Perkembangan Volume Ekspor Teh Tahun 1994 - 2009

Volume Ekspor (kg)

Gambar 2. Perkembangan Volume Ekspor Teh di Provinsi Jawa Tengah Tahun 1994-2009

Berdasarkan Gambar 2 diketahui bahwa volume ekspor teh di Provinsi Jawa Tengah mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun dan cenderung mengalami penurunan. Volume ekspor teh Provinsi Jawa Tengah tertinggi terjadi pada tahun 2003. Sedangkan volume ekspor teh Provinsi Jawa Tengah terkecil terjadi pada tahun 2009. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh dari variabel-variabel seperti produksi teh Provinsi Jawa Tengah, harga domestik teh Provinsi Jawa Tengah, harga ekspor teh Provinsi Jawa Tengah, nilai tukar Dollar Amerika Serikat terhadap Rupiah, dan volume ekspor teh Provinsi Jawa Tengah pada tahun sebelumnya.

commit to user

Provinsi Jawa tengah sebagai salah satu penghasil teh di Indonesia, mempunyai 13 wilayah penghasil teh. Diantaranya adalah Kabupaten Banyumas, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Kendal, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Pemalang, Kota Tegal, Kabupaten Brebes dan Kabupaten Batang sebagai produsen terbesar. Selain dari perkebunan rakyat produksi teh juga berasal dari PTPN IX dan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Selama rentang waktu penelitian produksi teh di Provinsi Jawa Tengah menunjukkan perkembangan sebagai berikut :

Tabel 14. Perkembangan Produksi Teh di Provinsi Jawa Tengah,

1994-2009

Tahun

Produksi (Kg)

Perkembangan

(Kg)

Laju Pertumbuhan (%)

Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, 1994-2009

commit to user

Jawa Tengah pada tahun 1994-2009 mengalami fluktuasi dengan kecenderungan menurun. fluktuasi harga di luar negeri, memberikan dampak terhadap produksi didalam negeri. Pada saat harga teh turun, diduga karena kelebihan suplai dipasar. Hal inilah yang menyebabkan petani teh perkebunan rakyat biasanya kurang antusias untuk merawat tehnya dengan baik, sehingga produksi turun. Selain itu juga dapat disebabkan karena luas areal perkebunan teh terus mengalami penurunan, musim yang kurang baik (misal musim kemarau yang panjang), dan serangan hama. Produksi teh lebih tinggi pada waktu musim hujan daripada musim kemarau.

Total produksi teh Provinsi Jawa Tengah selama 16 tahun adalah sebanyak 156.433.310 kg dengan produksi rata-rata pertahunnya adalah sebanyak 9.777.081,88 kg. Adapun produksi tertinggi mampu dicapai pada tahun 2000 yaitu sebanyak 17.077.050 kg. Hal ini dikarenakan terdorong oleh harga ekspor tahun sebelumnya yang cukup tinggi, sehingga mendorong eksportir untuk meningkatkan produksinya pada tahun selanjutnya. Sedangkan produksi terendah adalah sebanyak 4.400.140 kg yang terjadi pada tahun 2006. Hal ini dikarenakan luas lahan perkebunan teh di Provinsi Jawa Tengah semakin berkurang. Perkembangan produksi teh yang berfluktuasi tersebut dapat dilihat pada gambar berikut :

commit to user

Perkembangan Produksi Teh Provinsi Jawa Tengah

Tahun 1994 - 2009

Produksi Teh (kg)

Gambar 3. Perkembangan Produksi Teh di Provinsi Jawa Tengah Tahun 1994-2009

Berdasarkan Tabel 13 dan Gambar 3 dapat diketahui bahwa produksi teh di Provinsi Jawa Tengah mengalami perkembangan yang fluktuatif dengan kecenderungan menurun rata-rata sebesar 153.678,13 kg per tahun. Penurunan produksi teh mengindikasikan banyak tanaman teh yang kurang dirawat dengan baik. Hal ini dipengaruhi oleh biaya perawatan tanaman yang terus meningkat tiap tahunnya. Penurunan produksi teh Provinsi Jawa Tengah terjadi dari tahun 2004 ke tahun 2005. Hal ini dapat disebabkan karena luas areal perkebunan teh terus mengalami penurunan, musim yang kurang baik, dan serangan hama.

3. Harga Domestik Teh di Provinsi Jawa Tengah Harga domestik teh Provinsi Jawa Tengah adalah harga teh dipasaran dalam negeri. Perkembangan harga domestik teh di Provinsi Jawa Tengah baik menurut harga berlaku (harga sebelum terdeflasi) maupun harga konstan (harga terdeflasi) selama periode penelitian mengalami fluktuasi dengan kecenderungan meningkat. Hal ini dapat disebabkan karena meningkatnya permintaan teh dalam negeri dan menurunnya harga ekspor teh. Perkembangan harga domestik Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel 15 berikut ini.

commit to user

Harga Berlaku (Rp/Kg)

Harga Terdeflasi

(Rp/Kg)

Laju Perkembangan Ekspor

183,62 73,57 Rata- rata

Sumber: Dinas Perkebunan di Provinsi Jawa Tengah, 1994-2009

Tabel 15 menunjukkan harga domestik teh Provinsi Jawa Tengah menurut harga berlaku tertinggi terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar Rp 4.295 per kg dan harga terendah terjadi pada tahun 1994 yaitu sebesar Rp 880 per kg. Sedangkan harga domestik teh Provinsi Jawa tengah menurut harga konstan tertinggi yaitu sebesar Rp 4.000 per kg terjadi pada tahun 2002, dan harga terendah terjadi pada tahun 1997 yaitu sebesar Rp1.312,59 per kg. Rata-rata harga domestik teh Provinsi Jawa Tengah menurut harga berlaku selama penelitian adalah sebesar Rp 2.822,81 per kg, lebih besar dibandingkan harga konstan yaitu sebesar Rp 2.671,76 per kg. Sedangkan perubahan rata-rata harga berlaku yaitu sebesar 11,48%, lebih tinggi dibandingkan dengan perubahan harga konstan yang hanya sebesar 4,60%. Hal ini terjadi karena nilai mata uang rupiah yang cenderung mengalami peningkatan inflasi terutama setelah tahun 2002.

commit to user

sebelum terdeflasi) dan harga konstan (harga setelah terdeflasi). Indeks harga konsumen yang dipergunakan dalam penelitian ini (2002=100). Adapun dalam penelitian ini, harga yang digunakan adalah harga konstan dengan pertimbangan untuk menghilangkan pengaruh kenaikan harga barang dan jasa (inflasi) selama penelitian. Perkembangan harga domestik teh yang berfluktuasi tersebut dapat dilihat pada gambar berikut :

Perkembangan Harga Domestik Teh Provinsi Jawa Tengah

Tahun 1994 - 2009

Harga Berlaku (Rp/Kg)

Harga Terdeflasi (Rp/Kg)

Gambar 4. Perkembangan Harga Domestik Teh di Provinsi Jawa Tengah,

1994-2009 Gambar 4 menunjukkan bahwa perkembangan harga domestik teh Provinsi Jawa Tengah selama kurun waktu 16 tahun berfluktuatif dengan kecenderungan mengalami peningkatan. Dapat dilihat nilai rata-rata harga domestik teh Provinsi Jawa Tengah menurut harga berlaku selama penelitian adalah sebesar Rp 2.822,81 per kg. Peningkatan harga berlaku lebih cepat dibandingkan harga terdeflasi. Hal ini dikarenakan harga berlaku merupakan nilai barang atau jasa yang mencerminkan harga yang masih terpengaruh oleh kenaikan harga yang terjadi pada tahun tertentu (inflasi yang terjadi) ataupun adanya perubahan nilai tukar uang yang

commit to user

harga yang telah mengalami penyesuaian berdasarkan IHK tahun dasar tertentu (tahun 2002) dengan kondisi perekonomian saat itu yang tergolong stabil. Kondisi perekonomian yang stabil yaitu kondisi perekonomian suatu negara pada saat tidak terjadi krisis ekonomi dan tidak terjadi krisis ekonomi global. Harga yang telah terdeflasi menunjukkan harga atau nilai sebenarnya (nilai riil) dimana pengaruh kenaikan harga barang dan jasa yang terjadi selama periode penelitian telah dihilangkan. Dengan metode pendeflasian harga maka akan terlihat kenaikan harga berlaku yang lebih cepat dibandingkan dengan harga sebenarnya.

4. Harga Ekspor Teh di Provinsi Jawa Tengah Harga ekspor merupakan harga komoditas saat diperdagangkan di pasar internasional. Dengan memperhatikan perkembangan harga ekspor suatu komoditas yang diekspor, dapat diketahui seberapa besar potensi komoditas tersebut dalam memberikan sumbangan terhadap perolehan devisa negara. Begitu pula dengan komoditas teh, dengan mengamati perkembangan harga ekspor komoditas ini, dapat diketahui seberapa besar potensi komoditas ini dalam menyumbangkan devisa bagi negara. Hal ini dapat dilihat dari nilai ekspor teh Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2004 hingga tahun 2006 terus mengalami peningkatan sebesar 1.101.768 US$, 1.688.184 US$, menjadi 1.975.846 US$. Perkembangan harga ekspor teh di Provinsi Jawa Tengah selama kurun waktu tahun 1994-2009 akan ditunjukkan pada Tabel 16 berikut.

commit to user

Tahun

Volume ekspor (Kg)

Nilai FOB

(US$)

Harga ekspor teh

Laju pertumbuhan(%)

(US$/kg)

Berlaku (Rp/kg)

konstan (Rp/kg)

(Rp/kg) berlaku

(Rp/kg) konstan

11.487,27 -27,84 -32,20 2001

7.591,24 -31,02 -33,92 2002

5.026,77 -63,83 -64,13 2005

5.946,85 -20,09 -23,81 2008

8.072,40 -7,77 -9,32 Total

126.614,19 392,77 262,53 Rata- rata

Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, 1994-2009 Tabel 16 menunjukkan perkembangan harga ekspor teh di Provinsi Jawa Tengah selama penelitian. Berdasarkan harga berlaku pada tahun penelitian, harga teh rata-rata pertahun sebesar Rp 8.282,84. Sedangkan berdasarkan harga konstan (harga setelah terdeflasi) harga ekspor rata-rata pertahun lebih rendah, yaitu sebesar Rp 7.913,39 per tahun. Harga ekspor tertinggi mampu dicapai pada tahun 1999 yaitu sebesar 2,06 US$/kg atau sebesar Rp14.626 per kg menurut harga berlaku, dan Rp16.941,97 menurut harga konstan (harga setelah terdeflasi). Harga ekspor terendah terjadi pada tahun 2004 yaitu sebesar 0,58 US$/kg atau sebesar Rp 5.388,20 per kg menurut harga berlaku, dan Rp 5.026,77 menurut harga konstan (harga setelah terdeflasi). Perkembangan harga ekspor teh berdasarkan harga berlaku dan harga konstan dapat dilihat lebih jelas pada gambar berikut ini.

commit to user

Perkembangan Harga Ekspor Teh Provinsi Jawa Tengah

Tahun 1994 - 2009

Harga Berlaku (Rp/Kg)

Harga Terdeflasi (Rp/Kg)

Gambar 5. Perkembangan Harga Ekspor Teh di Provinsi Jawa Tengah,

1994-2009 Berdasarkan Tabel 16 dan Gambar 5 dapat diketahui bahwa fluktuasi harga ekspor berlaku tergolong tinggi, dengan rata-rata peningkatan yang cukup tinggi yaitu mencapai 24,55% per tahun. Tingginya laju rata-rata harga konstan ini disebabkan oleh tingginya fluktuasi nilai tukar Dollar Amerika Serikat terhadap rupiah, serta tingginya angka inflasi terutama setelah tahun 2002. Sedangkan laju perubahan rata-rata harga ekspor konstan (harga setelah terdeflasi) memiliki laju perubahan yang lebih rendah yaitu sebesar 16,41% per tahun. Hal ini disebabkan karena harga konstan adalah harga yang telah mengalami pendeflasian, yaitu perhitungan tahun dasar dengan mendasarkan harga pada Indeks Harga Konsumen (IHK) tahun tertentu (tahun 2002) dengan pertimbangan kondisi perekonomian pada tahun tersebut dianggap stabil dengan tujuan untuk menghilangkan pengaruh inflasi selama tahun penelitian. Adapun harga berlaku sendiri merupakan harga yang masih mendapatkan pengaruh inflasi selama penelitian, sehingga laju perubahan rata-rata per tahunnya terlihat lebih cepat.

commit to user

Mata uang Dollar Amerika Serikat (Dollar AS) merupakan jenis valuta asing yang paling umum dipakai dalam kegiatan ekspor impor di Indonesia termasuk di Provinsi Jawa Tengah. Hal ini dikarenakan mata uang Dollar Amerika Serikat adalah mata uang yang paling umum digunakan sebagai alat pembayaran internasional. Perkembangan nilai tukar Dollar Amerika Serikat terhadap rupiah adalah sebagai berikut: Tabel 17. Perkembangan Nilai Tukar dollar Amerika Serikat terhadap

Rupiah, 1994-2009

Tahun

Kurs USD Terhadap Rupiah

Laju Pertumbuhan (%)

Harga berlaku Harga Terdeflasi

Harga berlaku

Harga Terdeflasi

-14,16 -15,60 Total

Sumber: Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah, 1994-2009

Tabel 17 menunjukkan perkembangan nilai tukar Dollar Amerika Serikat terhadap rupiah pada tahun 1994-2009, terbagi dalam harga berlaku dan harga terdeflasi. Jika dilihat dari harga berlaku, nilai tukar Dollar Amerika Serikat terhadap rupiah mempunyai kecenderungan meningkat selama tahun 1994-2009 dengan peningkatan drastis terjadi di tahun 1997 yaitu sebesar 95,13 persen dari nilai tahun sebelumnya, fluktuasi nilai tukar Dollar Amerika Serikat terhadap rupiah yang tinggi juga ditunjukkan setelah tahun 2000 hingga tahun 2001.

commit to user

yang telah dideflasi menunjukkan keadaan yang sebaliknya yaitu terjadi cenderung mengalami penurunan selama tahun 2002-2003, sedangkan fluktuasi nilai tukar Dollar Amerika Serikat terhadap rupiah mulai berlangsung pada tahun 1997 dengan laju yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan perhitungan sebelumnya. Perkembangan nilai tukar Dollar Amerika Serikat terhadap rupiah selama kurun waktu 1994-2009 secara jelas akan tampak pada gambar berikut ini.

Perkembangan Nilai Tukar Dollar AS terhadap Rupiah

Tahun 1994-2009

Kurs Berlaku

Kurs Terdeflasi

Gambar 6. Perkembangan Nilai Tukar Dollar Amerika Serikat terhadap

Rupiah, 1994-2009 Gambar 6 menunjukkan bahwa nilai tukar Dollar Amerika Serikat terhadap rupiah cenderung mengalami fluktuasi terutama pada periode setelah 1997. Peningkatan nilai tukar Dollar Amerika Serikat terhadap rupiah, pada dasarnya merupakan dampak yang terjadi akibat adanya perubahan dalam cita rasa masyarakat yang membentuk permintaan atas barang-barang impor, terjadi peningkatan inflasi serta perkembangan ekonomi yang berlangsung dalam suatu negara. Keadaan yang demikian mampu menyebabkan penurunan nilai tukar mata uang domestik terhadap

commit to user

mata uang asing, maka nilai mata uang tersebut semakin tinggi.

6. Volume Ekspor Teh Provinsi Jawa Tengah Tahun Sebelumnya

Besarnya volume ekspor yang mampu dihasilkan pada tahun sebelumnya, merupakan suatu pertimbangan yang dapat membantu eksportir dalam menentukan volume ekspor pada tahun-tahun berikutnya. Perkembangan volume ekspor teh pada tahun sebelumnya yaitu volume ekspor pada tahun 1993-2008 dapat diamati pada Tabel 18 berikut ini. Tabel 18. Perkembangan Volume Ekspor Teh Pada Tahun Sebelumnya di

Provinsi Jawa Tengah, 1993-2008

Tahun

Volume ekspor

(Kg)

Nilai Ekspor

(US$)

Laju Perkembangan Ekspor (Kg)

-202.774 -17,82 Total

Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, 1993-2008

Tabel 18 menunjukkan volume ekspor teh di Provinsi Jawa Tengah pada tahun sebelumnya yaitu data ekspor selang satu tahun dari rentang waktu penelitian yang digunakan. Volume ekspor rata-rata yang dihasilkan Provinsi Jawa Tengah dalam memenuhi permintaan pasar luar negeri mencapai 1.754.442,63 kg per tahunnya, tetapi laju pertumbuhannya cenderung menurun sebesar -45.570,88 kg tiap tahunnya.

commit to user

keadaan yang semakin menurun pada tahun 2001 yaitu mencapai -46,04%. hal ini terjadi karena pada tahun 2001 mutu teh yang di hasilkan oleh Provinsi Jawa Tengah mengalami penurunan. Penurunan mutu teh tersebut dikarenakan proses penanganan panen dan pasca panen yang tidak tepat. Seharusnya dalam proses panen teh dilakukan jenis petikan halus. Penanganan panen dan pasca panen yang tidak tepat dikarenakan para petani memiliki keterampilan yang rendah, teknologi yang digunakan masih kalah bila dibandingkan dengan negara pengekspor teh lainnya, serta melakukan petikan kasar sehingga menghasilkan teh yang berkualitas rendah. Selain itu juga disebabkan karena perawatan terhadap tanaman teh masih kurang, misalnya banyak tanaman teh yang sudah tua tidak diganti dengan yang baru serta banyak tanaman yang rusak. Menurunnya mutu teh di Provinsi Jawa Tengah memberikan dampak pada penurunan permintaan ekspornya oleh negara-negara importir teh. Standar mutu teh hitam yang diinginkan oleh negara pengimpor teh adalah bentuk teh besar, sedang, atau kecil menurut jenisnya, warna kehitam-hitaman. Air seduhannya berwarna merah kekuning-kuningan, aroma harum dan keras.

Teh hijau yang biasa diekspor adalah teh dengan mutu I (peko), yaitu bentuk daun tergulung kecil dengan warna hijau sampai kehitaman, aromanya wangi dan tidak apek, tidak ada benda asing (kotoran), tangkai daun maksimum 5%, dan kadar air maksimum 10%. Sedangkan mutu teh hijau yang dipasarkan di dalam negeri adalah mutu II (Jikeng), mutu III (Bubuk), dan mutu IV (Tulang). Perkembangan ekspor teh Provinsi Jawa tengah tahun 1993-2009 mempunyai kecenderungan menurun, namun keadaan sebaliknya terjadi setelah tahun 2000 hingga tahun 2001, keadaan ini dapat terlihat jelas pada gambar dibawah ini.

commit to user

Perkembangan Volume Ekspor Teh Provinsi Jawa

Tengah Tahun Sebelumnya

Volume Ekspor (Kg)

Gambar 7. Perkembangan Volume Ekspor Teh di Provinsi Jawa Tengah

pada Tahun Sebelumnya, 1993-2008