Diturunkan dari persamaan
F = 2.1
Dengan nilai massa yang konstan maka persamaan diatas dapat di ubah menjadi F =
F = m .a 2.2
2.1.1 Defenisi Propeler
Propeler berasal dari dua kata bahasa latin yakni Pro dan Pellere . Pro yang berarti di depan,dan pellere yang berarti untuk menggerakkan. Lebih jauh
lagi menurut Shivell dalam bukunya fundamentals of flight, propeler adalah sekumpulan dari bilah atau “sayap” yang berputar, yang di orientasikan pada arah
dari resultan gaya angkat yang pada hakikatnya mengarah ke depan Shivell, 1983.
2.1.2 Sejarah Perkembangan Teori Propeler
Penjelasan secara detail tentang teori bagaimana propeler bekerja sehingga menghasilkan thrust atau gaya dorong sangatlah rumit dan kompleks.
Hal ini dikarenakan propeler merupakan sayap yang berputar dengan perubahan bentuk airfoil yang sulit untuk dianalisa. Teori propeler telah dikenal beberapa
ratus tahun yang lalu oleh ilmuwan-ilmuwan pada masa itu. Beberapa teori yang telah dikenal diantaranya adalah teori momentum dan teori elemen bilah. Axial
momentum theory diperkenalkan oleh William. J. M. Rankine pertama kali pada tahun 1865 dan mengalami beberapa perkembangan sampai disempurnakan oleh
Betz pada tahun 1920 yang hingga sekarang lebih dikenal dengan General
Universitas Sumatera Utara
Momentum Theory. Sedangka n teori elemen bilah klasik diteliti pertama kali oleh Lanchester pada tahun 1907 dan disempurnakan dengan Vortex-Blade Element
Theory Ardhianto, 2011
2.1.3 General Momentum Theory
Teori ini mempelajari tentang gaya-gaya yang dihasilkan oleh propeler. Propeler dianggap sebagai sebuah piringan, dan udara melewati piringan piringan
tersebut. Gaya dorong dihasilkan dari perubahan momentum dari aliran udara sebelum dan sesudah melewati piringan tersebut.
2.1.4 Vortex-Blade Element Theory
Teori ini adalah gabungan dari teori elemen bilah yang disempurnakan dengan vortex teory. Teori elemen bilah mempelajari tentang gaya-gaya di tiap-
tiap bilah baling-baling dengan cara mem-breakdown bilah tersebut menjadi beberapa bagian. Tiap-tiap bagian dari bilah tersebut akan membentuk cincin
dalam dua dimensi sehingga pada keadaan tiga dimensi akan membentuk tabung yang kemudian dihitung per bagian.
Teori elemen bilah disempurnakan dengan teori vortex. Teori vortex tersebut berdasarkan atas keberadaan tip vortex yang dihasilkan oleh ujung bilah
yang berputar sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.2. Vorteks-vorteks tersebut lalu mengalir ke belakang membentuk lintasan berbentuk helikal. Konsep
trailing edge vortices dan tip vortices pada propeler tersebut mirip dengan konsep-konsep pada finite wing. Hanya saja konsep ini dipakai untuk propeler
dengan perubahan penampang serta perubahan sudur serang. Pada gambar 2.2
Universitas Sumatera Utara
juga dapat menunjukkan bahwa penyederhanaan permasalahan dengan mengasumsikan aliran putaran hanya dihasilkan ujung bilah saja.
Gambar 2.2. Konsep vortex pada propeler
2.2 Airfoil