Kajian Awal Optimalisasi Desain Pesawat Tanpa Awak Untuk Mendapatkan Karakteristik Rendah Bising Berdasarkan Penurunan Noise Generation Mechanisme dengan Bantuan Simulasi Aliran Fluida
Kajian Awal Optimalisasi Disain Propeler Pesawat Tanpa Awak
Untuk Mendapatkan Karakteristik Rendah Bising
Berdasarkan Penurunan Noise Generation Mechanisme
dengan Bantuan Simulasi Aliran Fluida
SKRIPSI
Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
M A S N I A R M A N NIM. 070401026
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
ABSTRAK
Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh pesawat tanpa awak yang bertujuan untuk melakukan pengintaian adalah rendahnya tingkat kebisingan dari pesawat tersebut. Sumber utama dari kebisingan pesawat yang digerakkan oleh propeller terletak pada propeller itu sendiri. Seiring dengan dilakukannya pengembangan terhadap pesawat tanpa awak (UAV) belakangan ini,dimana kajian tentang kebisingan yang dihasilkan oleh propeller belum pernah dilakukan,maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan memperoleh disain propeller yang memiliki tingkat kebisingan yang rendah. Mekanisme penyebab kebisingan (noise generation mechanisme) yang di analisa meliputi turbulensi dan presure field. Dimana karakteristik turbulensi di reduksi dengan penentuan profil airfoil sebagai geometri dasar pembentuk propeller sedangkan karakteristik Presure field
direduksi dengan menetukan sudut puntir yang menghasilkan tingkat tekanan suara terendah. Pengujian dilakukan dengan menggunakan simulasi aliran fluida (CFD) dengan parameter yang di teliti adalah energi tubulensi, coefisien gaya angkat (Cl) dan coefisien gaya hambat (Cd) untuk airfoil, sedangakan untuk
pengujian putaran propeller , parameter yang diteliti adalah kecepatan dan tekanan dinamik yang dihasilkan. Dari penelitian dihasilkan bahwa dari tiga kandidat yang diteliti ternyata airfoil jenis Clark-Y memiliki tingkat turbulensi yang paling rendah tetapi memiliki unjuk kerja airodinamika yang paling tinggi. Sedangkan pada pengujian propeller hasil desain, dengan kecepatan putar 2500 rpm diketahui bahwa tingkat tekanan suara terendah dihasilkan oleh propeller
dengan sudut puntir = 350 sebesar 52.01777383 dB yang di analisa pada jarak 10 m.
Kata kunci: propeller, CFD, kebisingan, turbulensi, UAV, Noise generation mechanisme
(10)
ABSTRACT
One of condition that must UAV have while doing suveilance mission is low of noise. The prime source of noise in aircraft that moved by propeller is come from the propeller. In arrow with development in UAV nowdays, when the study of noise that produced by propeller never been done yet. So , this research have purpose to design the propeller that have lower noise level. The Noise Generation Mechanisme (NGM) that will be analys consist of turbulence and presure field. Turbulence characteristic will be reduce by choose the airfoil as base geometry of propeller. And the presure field will be reduce by choose twist angel which produce lower sound preseure level. This experiment did by computational fluid dynamic (CFD) with the thorough paramaters are turbulence energy, lift coefficient, and Drag coefficient for airfoil. In rotating propeller experiment, the parameter that will be analys is velocity and dynamic presure thet produced by the rotationg of propeller. From the result of experiment, could be conclude that Clark-Y is the best airfoil in aerodynamics performance and also have lower turbulence energy rather than the other two candidates. From the results of rotating propeller experiment that rotate in 2500 rpm, could be conclude that the lower SPL is come from the propeller with twisting angel = 350. The value of SPL = 52.01777383 dB in 10 m of radius of hearing.
Keyword : propeller, CFD, Noise, Turbulence UAV, Noise generation mechanisme
(11)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-Nya yang senantiasa diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini adalah salah satu syarat untuk dapat lulus menjadi Sarjana Teknik di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi ini adalah “Kajian Awal Optimalisasi Desain Pesawat Tanpa Awak Untuk Mendapatkan Karakteristik Rendah Bising Berdasarkan Penurunan Noise Generation Mechanisme dengan Bantuan Simulasi Aliran Fluida”.
Selama penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Dr.Ing.Ir. Ikhwansyah Isranuri selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya membimbing penulis hingga skripsi ini dapat terselesaikan.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME dan bapak Ir.Mulfi Hazwi, M.Sc selaku dosen pembanding I dan II yang telah memberikan masukan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Kedua orang tua tercinta, Masturi S.Pd dan Asniar Purba S.Pd yang telah memberikan segala dukungan tak terhingga moril dan materil. Kepada bapak dan mamak, skripsi ini kudedikasikan.
4. Abangda Fadly Ahmad Kurniawan,ST selaku mahasiswa Magister Teknik Mesin sekaligus ketua tim Riset yang telah teman perjalanan dalam penelitian ini dari awal hingga akhir.
5. Bapak / Ibu staff pengajar dan pegawai Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik USU.
6. Teman teman dalam rumah penelitian laboratorium Noise and Vibration Research Center atas kerjasamanya dalam membangun suasana ilmiah.
7. Teman teman stambuk 2007 atas dukungan moril dan materil yang diberikan selama perjalanan mengenyam pendidikan di bangku kuliah.
(12)
Penulis tetap mengharapkan saran dan kritik yang membangun terhadap penelitian ini.
Akhir kata, penulis berharap agar laporan ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis sendiri pada khususnya.
Medan, Juli 2012 Penulis,
NIM : 070401026 M a s n i a r m a n
(13)
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR GAMBAR... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR NOTASI ... viii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan Penelitian ... 2
1.3.1 Tujuan Umum ... 2
1.3.2 Tujuan Khusus... 3
1.4 Batasan Masalah... 3
1.5 Sistematika Penulisan ... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Propulsi ... 5
2.1.1 Defenisi Propeler ... 6
2.1.2 Sejarah Perkembangan Teori Propeler ... 6
2.1.3 General Momentum Theory ... 7
2.1.4 Voteks Element Theory ... 7
2.2 Airfoil ... 8
2.3 Suara ... 9
2.4 Kebisingan (Noise) ... 10
2.5 Tingkat Kebisingan ... 11
2.6 Impedansi ... 12
2.7 Koefisien Attenuation ... 13
2.8 Sumber Noise aerodinamis ... 16
2.9 Noise Pada Propeler... 17
2.10 Disain Propperl Untuk Noise Reduction ... 21
2.11 Computational Fluid Dynamic (CFD)... 23
2.11.1 Defenisi CFD ... 23
2.11.2 CFD dan Noise ... 23
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat ... 25
3.2 Idendifikasi Masalah ... 25
3.3 Variabel Penelitian ... 26
3.4 Spesifikasi Data ... 26
3.5 Spesifikasi Fluida ... 27
(14)
3.7 Diagram Alir Penelitian ... 29
3.8 Peralatan Pengujian ... 30
3.9 Set-Up Pengujian ... 31
3.10 Diagram alir simulasi ... 40
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemilihan Jenis Airfoil ... 42
4.2 Pembahasan ... 50
4.3 Penentuan Disain Propeler ... 54
4.4 Hasil Pengujian Simulasi Propeler ... 55
4.5 Analisa Kebisingan ... 61
4.6 Perbandingan dengan Penelitian Lain ... 70
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 71
5.2 Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(15)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Defenisi gaya pada gerak pesawat ... 5
Gambar 2.2 Konsep vortex pada propeler ... 8
Gambar 2.3 Gelombang suara pada material ... 9
Gambar 2.4 Skema transmisi kebisingan ... 11
Gambar 2.5 Sumber-sumber noise pada komponen aerodinamis ... 17
Gambar 2.6 Noise GenerationMechanisme pada propeler ... 19
Gambar 2.7 Skema Pendekatan CFD Terhadap Prediksi Noise... 24
Gambar 3.1 Skema identifikasi masalah ... 25
Gambar 3.2 Diagram alir penelitian ... 30
Gambar 3.3 Geometri airfoil Clark-Y ... 32
Gambar 3.4 Geometri airfoil NACA 0012 ... 32
Gambar 3.5 Geometri airfoil Onera-12 ... 33
Gambar 3.6 Input koordinat airfoil ... 34
Gambar 3.7 Input data jenis aliran ... 35
Gambar 3.8 Input goal yang diinginkan dari hasil simulasi ... 36
Gambar 3.9 Running simulasi ... 37
Gambar 3.10 Proses pembentukan sudut puntir (twist) ... 38
Gambar 3.11 Geometri propeler yang dilingkupi silinderpejal sebagai rotating region ... 39
Gambar 3.12 Diagram alir simulasi ... 40
Gambar 3.13 Diagram alir simulasi (lanjutan) ... 41
Gambar 4.1 Kontur kecepatan fluida melalui airfoil Clark-Y. α = 150 ... 43
Gambar 4.2 Kontur sebaran energi tubulensi melalui airfoil Clark-Y α = 150 ... 44
Gambar 4.3 Display pola aliran pembentukan tubulensi dan vorteks melalui airfoil Clark-Y. α = 150) ... 44
Gambar 4.4 Kontur kecepatan fluida melalui airfoil Onera12. α = 150 ... 46
Gambar 4.5 Kontur sebaran energi tubulensi melalui airfoil Onera12 α = 150 ... 46
Gambar 4.6 Display pola aliran pembentukan tubulensi dan vorteks melalui airfoil Onera12 α = 150 )... 47
(16)
Gambar 4.8 Gambar 4.5 Kontur sebaran energi tubulensi melalui airfoil
N0012 α = 150
... 49
Gambar 4.9 Display pola aliran pembentukan tubulensi dan vorteks melalui airfoil N0012 α = 150 ) ... 49
Gambar 4.10 .Grafik koefisien gaya angkat dengan variasi sudut serang ... 51
Gambar 4.11 Grafik koefisien gaya hambat dengan variasi sudut ... 52
Gambar 4.12 Grafik koefisien gaya hambat dengan variasi sudut serang ... 52
Gambar 4.13 Grafik Energi turbulensi dengan variasi sudut serang ... 53
Gambar 4.14 Geometri propeler hasil disain ... 54
Gambar 4.15 Detail geometri propeler hasil disain ... 55
Gambar 4.16 Computational domain sebelum di meshing ... 56
Gambar 4.17 Computational domain setelah di meshing ... 56
Gambar 4.18 Hasil simulasi untuk = 350 (a) tampak samping dari pola aliran , (b) tampak depan dari pola aliran ... 57
Gambar 4.19 Cut plot kontur kecepatan dari penampang samping untuk = 350 ... 58
Gambar 4.20 Cut plot kontur kecepatan dari penampang samping untuk = 250 ... 59
Gambar 4.21 Cut plot kontur kecepatan dari penampang samping untuk = 150 ... 60
Gambar 4.22 Grafik perbandingan SPL dengan radius jarak dengar... 69
Gambar 4.23 Hasil pengujian optimalisasi disain propeler pada Penelitian lain ... 70
(17)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Contoh SPL berdasarkan sumbernya ... 12
Tabel 2.2 Basic sound power level ... 20
Tabel 3.1 Spesifikasi data ... 27
Tabel 3.2 Spesifikasi Fluida udara atmosfir... 28
Tabel 4.1 Hasil simulasi untuk Clark Y ... 45
Tabel 4.2 Hasil simulasi untuk Onera12 ... 47
Tabel 4.3 Hasil simulasi untuk N0012 ... 50
Tabel 4.4 Hasil pengujian Propeler untuk = 350 ... 58
Tabel 4.5 Hasil pengujian Propeler untuk = 250 ... 59
Tabel 4.6 Hasil pengujian Propeler untuk = 150 ... 60
Tabel 4.7 Sound Power Level Hasil Pengujian ... 67
Tabel 4.8 SPL Berdasarkan Jarak Dengar untuk Sudut = 150... 68
Tabel 4.9 SPL Berdasarkan Jarak Dengar untuk Sudut = 250... 68
(18)
DAFTAR NOTASI
Simbol arti Satuan
C Kecepatan suara m/s
Lp Sound presure Level dB
Lw Sound Power Level dB
. Impedansi rayl
V Kecepatan m/s
P Tekanan Pa
L Gaya angkat N
D Gaya hambat N
RH Relative Humidity %
Koefisien Attenuasi Kontanta gas Koefisien relaksasi
CL Koefisien gaya anggat
CD Koefisien gaya hambat
Q Laju aliran volumetrik m3/s
α Sudut serang (0)
(19)
ABSTRAK
Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh pesawat tanpa awak yang bertujuan untuk melakukan pengintaian adalah rendahnya tingkat kebisingan dari pesawat tersebut. Sumber utama dari kebisingan pesawat yang digerakkan oleh propeller terletak pada propeller itu sendiri. Seiring dengan dilakukannya pengembangan terhadap pesawat tanpa awak (UAV) belakangan ini,dimana kajian tentang kebisingan yang dihasilkan oleh propeller belum pernah dilakukan,maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan memperoleh disain propeller yang memiliki tingkat kebisingan yang rendah. Mekanisme penyebab kebisingan (noise generation mechanisme) yang di analisa meliputi turbulensi dan presure field. Dimana karakteristik turbulensi di reduksi dengan penentuan profil airfoil sebagai geometri dasar pembentuk propeller sedangkan karakteristik Presure field
direduksi dengan menetukan sudut puntir yang menghasilkan tingkat tekanan suara terendah. Pengujian dilakukan dengan menggunakan simulasi aliran fluida (CFD) dengan parameter yang di teliti adalah energi tubulensi, coefisien gaya angkat (Cl) dan coefisien gaya hambat (Cd) untuk airfoil, sedangakan untuk
pengujian putaran propeller , parameter yang diteliti adalah kecepatan dan tekanan dinamik yang dihasilkan. Dari penelitian dihasilkan bahwa dari tiga kandidat yang diteliti ternyata airfoil jenis Clark-Y memiliki tingkat turbulensi yang paling rendah tetapi memiliki unjuk kerja airodinamika yang paling tinggi. Sedangkan pada pengujian propeller hasil desain, dengan kecepatan putar 2500 rpm diketahui bahwa tingkat tekanan suara terendah dihasilkan oleh propeller
dengan sudut puntir = 350 sebesar 52.01777383 dB yang di analisa pada jarak 10 m.
Kata kunci: propeller, CFD, kebisingan, turbulensi, UAV, Noise generation mechanisme
(20)
ABSTRACT
One of condition that must UAV have while doing suveilance mission is low of noise. The prime source of noise in aircraft that moved by propeller is come from the propeller. In arrow with development in UAV nowdays, when the study of noise that produced by propeller never been done yet. So , this research have purpose to design the propeller that have lower noise level. The Noise Generation Mechanisme (NGM) that will be analys consist of turbulence and presure field. Turbulence characteristic will be reduce by choose the airfoil as base geometry of propeller. And the presure field will be reduce by choose twist angel which produce lower sound preseure level. This experiment did by computational fluid dynamic (CFD) with the thorough paramaters are turbulence energy, lift coefficient, and Drag coefficient for airfoil. In rotating propeller experiment, the parameter that will be analys is velocity and dynamic presure thet produced by the rotationg of propeller. From the result of experiment, could be conclude that Clark-Y is the best airfoil in aerodynamics performance and also have lower turbulence energy rather than the other two candidates. From the results of rotating propeller experiment that rotate in 2500 rpm, could be conclude that the lower SPL is come from the propeller with twisting angel = 350. The value of SPL = 52.01777383 dB in 10 m of radius of hearing.
Keyword : propeller, CFD, Noise, Turbulence UAV, Noise generation mechanisme
(21)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Propeler merupakan sistem propulsi yang secara umum digunakan pada pesawat tanpa awak. Berdasarkan praktik di lapangan, propeler merupakan penyumbang kebisingan terbesar pada pesawat. Dimana kebisingan ini merupakan akumulasi dari kebisingan yang bersumber dari bending Vibration , mekanisme
pressure field serta adanya turbulensi dan vorteks udara (Harris,1957).
Ditinjau dari kebutuhan misi pengintaian,maka kebisingan yang ditimbulkan propeler harus rendah. Berdasarkan SK Menteri Negara Lingkungan hidup No.48 tahun 1996 tentang baku tingkat kebisingan untuk kawasan terbuka, maka tingkat kebisingan maksimum yang diijinkan adalah sebesar 50 db. Sementara pada aplikasinya di lapangan kondisi ini sulit diterapkan mengingat tingkat kebisingan pesawat secara umum lebih dari 80 db pada ketinggian 50-100 kaki.
Reduksi tingkat kebisingan pada propeler mengacu kepada bentuk geometri dari propeler. Disain geometri sendiri biasanya dilakukan dengan menggunakan software disain. Sedangkan untuk pengujian dilakukan secara eksperimental pada wind tunnel dengan menggunakan SPL meter sebagai alat pengukur kebisingan.
Dewasa ini pengujian kebisingan dapat dilakukan dengan menggunakan simulasi fluida yang dikenal dengan konsep aerocoustic. Kemajuan dalam bidang
(22)
dengan fluida. Dimana pengujian tidak lagi membutuhkan wind tunel dalam skala besar. Selain dari itu juga memudahkan dalam pembentukan geometri dimana hasil disain tidak perlu dibentuk terlebih dahulu sebelum dilakukan pengujian.
Penelitian ini dilakukan dengan membentuk satu disain propeler dari bentuk dasar yang telah dipilih berdasarkan airfoil yang memiliki karakteristik turbulensi dan vortisitas yang paling rendah. Hasil dari pemodelan kemudian di uji dengan simulasi fluida untuk diketahui kecepatan dan tekanan dinamisnya sehingga dapat dimasukkan kedalam persamaan kebisingan.
1.2 Perumusan Masalah
Salah satu karakteristik utama yang harus dimiliki oleh pesawat tanpa awak (PUNA) untuk keperluan pertahanan dan keamanan adalah memiliki tingkat kebisingan yang sangat rendah. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, propeler pesawat merupakan penyumbang kebisingan yang paling besar pada sebuah pesawat.
Berdasarkan kenyataan tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian pada propeler pesawat tanpa awak (PUNA) guna menurunkan salah satu dari penyebab munculnya sumber kebisingan.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mendisain propeler rendah bising pada pesawat tanpa awak (PUNA) dengan menggunakan software disain Solidworks disertai pengujian simulasi terhadap aliran fluidanya.
(23)
Secara terperinci, penelitian ini memiliki tujuan khusus yang terdiri dari beberpa poin:
1 Mengoptimalisasi disain propeler sehubungan prinsip disain rendah bising
(Low Noise Design) dengan memilih airfoil yang memiliki karakteristik turbulensi rendah
2. Melakukan simulasi dari disain propeler rendah bising tersebut menggunakan CFD untuk mengetahui kecepatan dan tekanan dinamis aliran udara melewati propeler dengan variasi sudut puntir .
3. Mengetahui hubungan sudut puntir propeler terhadap kebisingan yang ditimbulkan.
1.4 Batasan Masalah
Agar masalah tidak melebar dari pembahasan utama, maka permasalahan hanya dibatasi pada:
1. Disain propeler pesawat ini hanya dibatasi untuk jenis dengan jumlah blade = 2 sesuai dengan kondisi existing PUNA saat ini. Putaran yang ditetapkan sebesar 2500 rpm.
2. Pembahasan disain hanya mengacu kepada penurunan dari dua Noise Generation Mechanisme (NGM) yaitu turbulensi dan pressure field (Pulsasi).
3. Pengujian hanya dilakukan dengan simulasi numerik Computational Fluid Dynamic (CFD) dengan menggunakan bantuan software Flowsimulation
(24)
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini disajikan dalam tulisan yang terdiri dari 5 bab. Bab 1 merupakan pendahuluan. Bab ini memberikan gambaran menyeluruh mengenai tugas akhir yang meliputi pembahasan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan, manfaat dan sistematika penulisan. Bab 2 adalah tinjauan pustaka dimana pada bab ini berisikan landasan teori dan studi literatur yang berkaitan dengan pokok permasalahan serta metode pendekatan yang digunakan untuk menganalisa persoalan. Bab 3 merupakan metode penelitian yang berisikan metode dari pengerjaan meliputi langkah langkah pengolahan dan analisa data serta mensimulasikannya dengan bantuan software. Bab 4 adalah Hasil dan pembahasan yang berisi tentang hasil pengolahan data yang diperoleh dari hasil penelitian kemudian dilakukan pembahasan terhadap hasil pengujian. Bab 5 merupakan kesimpulan dan saran yang berisikan jawaban dari tujuan penelitian.
(25)
BAB 2
DASAR TEORI
2.1Sistem Propulsi
Setiap kendaraan membutuhkan sesuatu yang menghasilkan gerak,sesuatu yang mendorong kendaraan tersebut dan memberikan percepatan. Sistem propulsi merupakan mekanisme penggerak pada setiap pesawat udara. Ada dua jenis sistem propulsi yang dipakai,yakni sistem penggerak propeler dan sistem penggerak jet expansi. Setiap sistem propulsi dihasilkan berdasarkan hukum ketiga Newton. Pada sistem propulsi,udara sebagai fluida kerja diakselerasikan oleh sistem, dan reaksi dari akselerasi atau percepatan ini menghasilkan gaya pada sistem yang disebut dengan thrust atau gaya dorong. Gaya yang bekerja pada sistem propulsi sebagaimana yang terlihat pada gambar 2.1 merupakan penerapan dari hukum kedua Newton.
Gambar 2.1. Defenisi gaya pada gerak pesawat
Dimana force atau gaya merupakan perubahan momentum berdasarkan perubahan waktu. Persamaan ini dapat diuraikan sehingga akan diperoleh persamaan gaya yang mengacu kepada hukum ke dua Newton
(26)
Diturunkan dari persamaan
F =
(2.1)
Dengan nilai massa yang konstan maka persamaan diatas dapat di ubah menjadi
F =
F = m .a (2.2)
2.1.1 Defenisi Propeler
Propeler berasal dari dua kata bahasa latin yakni Pro dan Pellere . Pro yang berarti di depan,dan pellere yang berarti untuk menggerakkan. Lebih jauh lagi menurut Shivell dalam bukunya fundamentals of flight, propeler adalah sekumpulan dari bilah atau “sayap” yang berputar, yang di orientasikan pada arah
dari resultan gaya angkat yang pada hakikatnya mengarah ke depan
(Shivell, 1983).
2.1.2 Sejarah Perkembangan Teori Propeler
Penjelasan secara detail tentang teori bagaimana propeler bekerja sehingga menghasilkan thrust atau gaya dorong sangatlah rumit dan kompleks. Hal ini dikarenakan propeler merupakan sayap yang berputar dengan perubahan bentuk airfoil yang sulit untuk dianalisa. Teori propeler telah dikenal beberapa ratus tahun yang lalu oleh ilmuwan-ilmuwan pada masa itu. Beberapa teori yang telah dikenal diantaranya adalah teori momentum dan teori elemen bilah. Axial momentum theory diperkenalkan oleh William. J. M. Rankine pertama kali pada tahun 1865 dan mengalami beberapa perkembangan sampai disempurnakan oleh Betz pada tahun 1920 yang hingga sekarang lebih dikenal dengan General
(27)
Momentum Theory. Sedangka n teori elemen bilah klasik diteliti pertama kali oleh Lanchester pada tahun 1907 dan disempurnakan dengan Vortex-Blade Element Theory (Ardhianto, 2011)
2.1.3 General Momentum Theory
Teori ini mempelajari tentang gaya-gaya yang dihasilkan oleh propeler. Propelerdianggap sebagai sebuah piringan, dan udara melewati piringan piringan tersebut. Gaya dorong dihasilkan dari perubahan momentum dari aliran udara sebelum dan sesudah melewati piringan tersebut.
2.1.4 Vortex-Blade Element Theory
Teori ini adalah gabungan dari teori elemen bilah yang disempurnakan dengan vortex teory. Teori elemen bilah mempelajari tentang gaya-gaya di tiap-tiap bilah baling-baling dengan cara mem-breakdown bilah tersebut menjadi beberapa bagian. Tiap-tiap bagian dari bilah tersebut akan membentuk cincin dalam dua dimensi sehingga pada keadaan tiga dimensi akan membentuk tabung yang kemudian dihitung per bagian.
Teori elemen bilah disempurnakan dengan teori vortex. Teori vortex
tersebut berdasarkan atas keberadaan tip vortex yang dihasilkan oleh ujung bilah yang berputar sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.2. Vorteks-vorteks tersebut lalu mengalir ke belakang membentuk lintasan berbentuk helikal. Konsep
trailing edge vortices dan tip vortices pada propeler tersebut mirip dengan konsep-konsep pada finite wing. Hanya saja konsep ini dipakai untuk propeler dengan perubahan penampang serta perubahan sudur serang. Pada gambar 2.2
(28)
juga dapat menunjukkan bahwa penyederhanaan permasalahan dengan mengasumsikan aliran putaran hanya dihasilkan ujung bilah saja.
Gambar 2.2. Konsep vortex pada propeler
2.2 Airfoil
Airfoil merupakan suatu bentuk geometri yang dibuat untuk menghasilkan gaya angkat yang lebih besar dari gaya drag pada saat ditempatkan pada sudut tertentu pada suatu aliran udara. Airfoil mempunyai bentuk ujung yang lancip untuk menjamin aliran udara sedapat mungkin sealiran (Clancy, 1975).
Airfoil dapat menghasilkan gaya angkat (lift) yang dibutuhkan untuk mempertahankan pesawat terbang tetap di udara. Untuk menghasilkan gaya angkat ini maka airfoil tersebut perlu terus bergerak di udara. Harus diingat pula bahwa kita tidak mungkin hanya mendapatkan lift saja, tanpa menghasilkan gaya hambat.
Gaya hambat ini harus diperkecil agar tenaga pendorong airfoil tidak mengalami hambatan yang besar. lift dan drag dipengaruhi oleh:
1. Bentuk airfoil
2. Luas permukaan airfoil
3. Pangkat dua dari kecepatan aliran udara 4. Kerapatan (densitas) udara
(29)
Persamaan untuk menghitung Lift dan Drag dapat dinyatakan dengan (Anderson,1999)
(2.3) (2.4) Dimana :
CL = Coefficient of Lift
= Densitas Udara S = Kecepatan Udara CD = Coefficient of Drag
2.3 Suara
Suara merupakan perubahan tekanan yang bergerak sepanjang material dengan kecepatan yang bergantung kepada karakteristik material tersebut (Beranek, 2006). Gelombang suara pada fluida kebanyakan dihasilkan melalui permukaan zat padat yang bergetar di dalam fluida tersebut. Untuk mempermudah pemahaman terhadap proses terjadinya suara yang berkaitan dengan adanya permukaan zat padat yang bergetar dapat dilihat pada gambar 2.3.
(30)
Pada gambar 2.3, permukaan benda yang bergetar mengakibatkan fluida yang berdekatan dengan permukaan tersebut terkompresi. Kompresi ini mengakibatkan efek menjauh dari permukaan yang bergetar. Efek ini disebut dengan gelombang suara, gelombang suara tersebut akan bergerak menjauhi permukaan yang bergetar dengan kecepatan yang bervariasi bergantung terhadap material yang dilalui. Untuk gas ideal, kecepatan suara adalah fungsi dari temperatur absolut.
c = (2.5)
dimana gc = fator konversi satuan = 1 kgm/N-s2
= spesfic heat ratio = cp/cv
= konstanta gas spesifik = 287 J/kg-K T = temperatur absolut ( K )
2.4 Kebisingan (Noise)
Noise atau bising merupakan suara atau bunyi yang tidak diinginkan keberadaannya (Harris,1957). Seiring berkembangnya waktu, kebanyakan dari mesin mesin produksi,mesin mesin transportasi, dan segala sesuatu yang dapat meningkatkan taraf hidup manusia selalu berdampingan dengan masalah kebisingan. Karena sifat dari kebisingan adalah keberadaannya tidak diinginkan, maka ada usaha usaha yang dilakukan untuk meniadakan atau meminimalisir kebisingan tersebut. Konsep dari minimalisasi kebisingan tersebut terbagi kedalam noise reduction dan noise control.
Kebisingan dapat merambat melalui banyak jalur yang disebut sebagai
(31)
Gambar 2.4. Skema transmisi kebisingan
2.5Tingkat Kebisingan
Untuk mempermudah penentuan nilai kebisingan, maka ada metode yang digunakan dengan menggunakan skala level atau tingkat kebisingan suara dalam satuan desibel (db) yang dibagi menjadi dua kategori yakni sound pressure level dan sound power level.
a. Sound Power level
Sound power level dapat di definisikan dalam persamaan
Lw = 10 log10 (db) (2.6)
Dimana W = Sound Power
Wreff = sound power referensi dengan standar 10-12 wattt
b. Sound Pressure Level (SPL)
Hampir setiap pemikiran umum mendefenisikan kata desibel (db) dengan mengaitkan terhadap sound pressure level. Hal seperti ini telah menjadi suatu kesimpulan tersendiri bahwa apabila berbicara tentang
(32)
skala desibel berbarti merupakan suatu hasil perhitungan dari sound pressure level. Contoh contoh bentuk tingkat daya suara yang dihasilkan oleh sumber kebisingan ditunjukkan pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Contoh SPL Berdasarkan Sumbernya
Sound Souces (Noise) Sound Pressure Level
Examples with distance (dB)
Jet Aircraft,50 m Away Threshold of pain
140 130 Threhold of discomfort
Chainsaw,1 m distance
120 110 Disco, 1 m from speaker
Diesel truck, 10 m away
100 90 kerbside of busy road, 5 m
vacuum cleaner,1 m distance 80 70 conversational speech 1 m
avarage home
60 50 quiet library
quiet bedroom at night
40 30 background in tv studio
rustling leaves
20 10 threshold of hearing 0
(Sumber:
2.6 Impedansi
Impedansi dapat diartikan sebagai gangguan yang terjadi pada proses propagasi dari suara. Hal ini dikarenakan sifat sifat yang dimiliki oleh media. Ada
tiga jenis impedansi yang lazim digunakan di dalam analisa akustik yakni (Barron,2001):
(33)
1. Impedansi mekanis
Impedansi mekanis biasanya digunakan di dalam analisa akustik untuk menggambarkan beban radiasi akustik yang diberi oleh medium kepada permukaan yang bergetar.
2. Impedansi Akustik
Impedansi akustik merupakan properties akustik yang sangat berguna didalam menganalisa propagasi pada peralatan penyaring suara.
3. Impedansi akustik spesifik
Properties ini sangat penting didalam menggambarkan keadaan propagasi suara pada area terbuka atau luar ruangan dan secara terus menerus memotong diantara media. Satuan SI untuk impedansi akustik spesifik adalah Pa-s/m. kombinasi dari satuan ini secara khusus dinyatakan dengan satuan rayl sebagai penghargaan terhadapa Rayleigh yang telah menulis buku yang terkenal dalam bidang akustik, 1 rayl = 1 Pa-s/m.
Untuk gelombang akustik bidang, impedansi akustik spesifik adalah fungsi dari sifat sifat fluida saja. Impedansi akustik spesifik pada gelombang bidang disebut dengan impedansi karakteristik yang dirumuskan dengan:
=
(2.7)2.7 Koefisien Attenuation
Attenuation atau bisa juga disebut dengan dissipasi energi akustik sebagai gelombang suara yang bergerak melewati media dapat disebabkan oleh tiga mekanisme dasar:
(34)
1. Efek viskositas,yaitu dissipasi yang terjadi berdasarkan gesekan fluida dimana secara termodinamika,propagasi dari gelombang suara bersifat irreversible.
2. Efek konduksi panas, yaitu terjadi akibat perpindahan panas antara temperatur yang tinggi ke temperatur yang rendah yang akan menghasilkan propagasi suara yang tidak adiabatis.
3. Efek relaksasi molekul energi,yaitu terjadi akibat perbahan tempat dari molekul internal energi yang mengakibatkan perlambatan waktu diantara perubahan energi kinetik translasi dengan energi yang berasosiasi dengan putaran dan getaran dari molekul.
Untuk semua jenis fluida kecuali gas monoatomik,ada batasan perlambatan waktu untuk perubahan energi putaran dan getaran molekul. Selama rentang waktu ini, gelombang akustik dapat bergerak melampaui molekul dan meninggalkan beberapa energi akustik dibelakang.
Attenuation berdasarkan penjumlahan dari dua buah mekanisme disipasi pertama yakni viskositas dan konduksi panas,dinamakan dengan clasical attenuation yang dapat ditulis dengan mengikuti persamaan:
classical = (2.8)
Sedangkan relaksasi clasical dapat dinyatakan dengan
classical = (2.9)
Secara teoritis yang diverifikasi secara experimen,dapat ditunjukkan bahwa koefisien attenuasi dapat ditulis dalam bentuk persamaan dari penjumlahan kontribusi perbagian dari attenuation tersebut
(35)
= classical + (2.10)
Dimana adalah kontribusi dari setiap efek relaksasi energi yang bergetar yang dapat dinyatakan dengan
= (2.11)
Kuantitas dari ω = 2 .f , sedangkan adalah waktu relaksi yang terjadi ketika
energi mengalami getaran. Dan adalah harga limit dari kontribusi
attenuation getaran.
Nilai dari berhubungan dengan spesific heat ratio
( )
untuk gas dankontribusi getaran terhadap panas spesifik
(c
vib)
.=
(2.12)Vibrational spesific heat dapat dikalkulasi dari persamaan
= yj
(2.13)
Dimana yj merupakan fraksi mol dari gas, defenisi (j) sendiri merupakan variabel
dari berbagai macam komponen campuran gas. merupakan konstanta yang
bergantung kepada gas. Untuk nitrogen dan oksigen, konstanta
adalah :
(N2) = 3352K (2.14)
(36)
Waktu relaksasi untuk udara atmosfir sangat dipengaruhi oleh jumlah dari uap air yang terkandung di udara. Molekul O2 atau N2 bertubrukan dengan
molekul H2O yang mana akan lebih mengakibatkan perubahan di dala energi
vibrasi daripada ketika molekul molekul ini (O2 atau N2)saling bertabrakan atau
bertabrakan dengan sesamanya. Untuk menyatakan estimasi dari watu relaksasi untuk oksigen dan nitrogen di udara atmosfir dapat mengikuti persamaan
= 24 + (4,41)(106)
h
(2.16)
=
[9 + (3,5)(104) h –F ].
(2.17)F = 6,142
- 1
(2.18)Tekanan referensi dan temperatur refernsi memiliki harga Pref = 101,325 kPa dan
Treff = 293,16 K. nilai h adalah fraksi dari molekul yang berhubungan dengan relative humidity (RH) dinyatakan dalam bentuk desimal (sebagai contoh RH=0,2 untuk menyatakan RH = 20%). Dimana h dapat dinyatakan dengan
h
= (RH).
(2.19)dimana Psat adalah tekanan saturasi dari uap air pada suhu udara.
2.8 Sumber Noise Aerodinamis
Sumber noise pada komponen aerodinamis dapat didefinisikan sebagai bunyi yang ditimbulkan akibat efek langsung dari pergerakan relatif antara fluida
(37)
terhadap medium lingkungannya. Sumber sumber kebisingan ini merupakan gabungan dari kebisingan dalam skala periode dan kebisingan dalam skala acak dari sekumpulan perambatan kebisingan. Kebisingan aerodinamik yang terjadi dalam skala periodik cenderung lebih banyak hal yang mempengaruhinya.
Sumber noise pada komponen aerodinamis secara skematik dapat dilihat pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5. Sumber-sumber noise pada komponen aerodinamis
2.9 Noise pada Propeler
Pada pesawat terbang dengan propeler sebagai penggerak memiliki prilaku yang berbeda dibandingkan dengan turbofan atau turbojet sebagai pendorong. Pada pesawat yang menggunakan propeler, aliran kebisingan relatif menyebar, sedangkan pada turbofan atau turbo jet, telah memiliki cerobong pendorong yang berfungsi sebagai pendorong atau bisa dikatakan pengarah gaya dorong sehingga dapat juga dipergunakan sebagai pengarah kebisingan.
(38)
Noise yang bersumber dari propeler merupakan noise yang diakibatkan oleh konfigurasi dan kondisi operasi dari propeler. Struktur dan lokasi propeler yang menimbulkan noise disebabkan oleh getaran pada baling-baling dan aliran asimetrik yang terinduksi terjadi secara tidak normal.
Menurut Harris,Cyrill M didalam bukunya Handbook of Noise Control,
menyebutkan bahwa noise dari propeler yang menggerakkan pesawat terbagi menjadi dua jenis sumber bising yang utama.
Yakni kebisingan yang bersumber dari motor penggerak dan kebisingan yang bersumber dari propeler itu sendiri.
Kebanyakan dari orang orang yang belum mendalami permasalahan kebisingan pada propeler pesawat selalu beranggapan bahwa kebisingan itu disebabkan oleh adanya suara motor yang berisik. Padahal dari kondisi praktik, kebisingan yang diakibatkan oleh propeler merupakan sumber kebisingan yang paling penting yang secara umum melampaui kebisingan yang dihasilkan oleh motor penggerak (Harris, 1957).
Propeler yang berputar dapat menghasilkan kebisingan melalui tiga
Noise generation mechanisme yang berbeda. Yang pertama dihasilkan melalui
bending vibration dari bilah propeler. Dikatakan oleh Harris, Cyril bahwa kebisingan yang dihasilkan oleh bending vibration ini tidak begitu penting karena tidak begitu mempengaruhi total kebisingan pada kenyataannya.
Yang kedua dan mekanisme penghasil kebisingan yang paling penting adalah noise dari rotasi propeler yang dihasilkan oleh tekanan bidang yang mengelilingi setiap blade sebagai konsekuensi dari setiap pergerakannya. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh sudut dari blade atau bilah propeler dan chamber pada airfoil.
(39)
Noise generation mekanisme yang ketiga adalah kebisingan yang dihasilkan oleh vortex noise yang dihasilkan oleh vortisitas udara pada aliran lintasan baling yang terkumpul pada bilah propeler selama perputaran. Vortisitas juga terjadi sebagai akibat dari adanya pembentukan aliran udara setalah melewati profil airfoil dari propeler.
Secara skematik, penjabaran tentang mekanisme pembentukan kebisingan dapat dilihat pada gambar 2.6.
Gambar 2.6. Noise GenerationMechanisme pada propeler
Perhitungan level kebisingan pada mekanisme Presure field merupakan perhitungan berdasarkan laju aliran volumetrik dan tekanan fluida yang terjadi pada permukaan bilah propeler. Sound power level untuk setiap oktav band dapat di estimasikan dengan mengikuti korelasi Graham (Barron,Randall F. 2001).
Lw = Lw(B) + 10 log10 + 20 log10 + BT (2.20)
Dimana Lw(B) = basic sound level (diperoleh dari tabel
Q = laju aliran volumetric
(40)
P = tekanan melalui Propeler P0 = tekanan referensi = 248,8 Pa
BT = Blade tone komponen (diperoleh dari table 2.2)
Setiap baling baling menghasilkan bunyi (tone) berdasarkan Blade pass frequency (BPF) yang di peroleh dari persamaan
BPF = Nb x (2.21)
Diman Nb adalah jumlah bilah propeler.
(Sumber: Baron, 2001)
Karena propeler pesawat beroperasi ketika pesawat terbang di udara, maka noise yang dihasilkan pada kondisi kerja propeler tergolong kedalam jenis transmisi outdoor. untuk menghitung level tekanan suara tersebut dapat di peroleh dari persamaan (Barron,2001)
(41)
Dimana DI = directivity index
r = jarak penentuan tingkat tekanan suara m = 2 dimana = koefisien energi attenuation = Karakteristik impedansi
2.10 Disain Propeler untuk Noise Reduction
Mendisain propeler rendah bising merupakan sebuah kajian khusus yang sangat kompleks. Dimana perhitungan aerodinamika harus diselaraskan dengan perhitungan kebisingan. Disain dari aerodinamika sendiri memiliki cakupan yang sangat luas,akan tetapi pada pembahasan kali ini permasalahan aerodinamika ketika mendisain propeler akan diuraikan sesederhana mungkin.
Secara umum, beberapa parameter yang mempengaruhi kebisingan yang disebabkan oleh propeler adalah sebagai berikut:
1. Geometri dasar pembentuk propeler (airfoil) 2. Diameter propeler
3. Jumlah blades tiap prpeller
4. RPM atau kecepatan ujung propeler
5. Ketajaman/kekasarn perubahan bentuk bilah propeler 6. Sudut puntir bilah propeler
7. Kecepatan pesawat 8. Jumlah propeler 9. Material propeler
Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa secara umum propeler yang berputar akan memberikan tiga macam kebisingan yakni:
(42)
2. Bising yang disebabkan oleh turbulensi dan voteks udara
3. Bising yang disebabkan karena adanya presure field disekitar tiap tiap blade akibat pergerak dan perputaran bilah propelernya
Aspek disain yang mempengaruhi bising yang disebabkan oleh bergetarnya bilah propeler adalah modulus elastisitas bahan dan masa jenisnya. Hal ini disebabkan kebisingan yang diakibatkan bergetarnya bilah propeler sangat dipengaruhi oleh cepat rambat suara pada bilah tersebut. Dimana cepat rambat suara pada benda padat dinyatakan dengan persamaan
c
pdt=
(2.23)dimana cpdt = Cepat rambat pada zat padat (m/s)
E = Modulus young (Pa) = Massa jenis zat (kg/m3)
Sehingga untuk permasalahan reduksi kebisingan yang diakibatkan oleh getaran pada bilah propeler (bending vibration) sangat bergantung pada pemilihan materialnya. Bersamaan dengan penelitian ini juga tengah dikembangkan penelitian material dari campuran Al-Mg. pemilihan campuran Mg disebabkan oleh karakteristik material Mg yang ternyata memiliki kemampuan yang sangat baik dalam menyerap suara. Lebih jauh lagi bahwa pengembangan dari segi kajian material untuk propeler ini yang tengah dikembangkan adalah material dengan porositas didalamnya.
Aspek disain selanjutnya yang perlu diperhatikan untuk mereduksi kebisingan yang diakibatkan oleh adanya turbulensi dan vorteks udara. Yakni dengan memperhatikan airfoil sebagai geometri dasar pembentuk airfoil. Aspek
(43)
disain ini perlu menguji beberapa jenis airfoil yang memiliki tingkat turbulensi dan vortisitas yang rendah akan tetapi tetap memiliki unjuk kerja aerodinamis yang tinggi.
Sedangkan aspek disain untuk mereduksi kebisingan yang disebabkan oleh mekanisme pressure field yang diakibatkan gerakan perputaran propeler sangat erat kaitannya dengan sudut puntir serta kekasaran perubahan bentuk geometri hasil disain yang dimiliki oleh bilah propeler. Sudut puntir ini akan berpengaruh terhadap tekanan dinamis fluida yang berputar seiring dengan perputaran bilah propeler.
Sedangkan kekasaran perubahan bentuk akan meningkatkan tekanan dinamis parsial yang ada di dekat bilah propeler. Oleh karena itu sangat penting memperhatikan kelembutan perubahan bentuk penampang dari propeler.
2.11 Computational Fluid Dynamics (CFD) 2.11.1 Defenisi CFD
CFD adalah singkatan dari Computational Fluid Dynamics, yang jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia adalah Perhitungan Dinamika Fluida. Bagi engineer perhitungan dinamika fluida dilakukan untuk mendapatkan medan kecepatan dan distribusi tekanan. Karena dengan mengetahui kedua hal ini maka perhitungan lanjutan seperti perhitungan gaya, perpindahan panas dan lain lain dapat dilakukan. Parameter-parameter ini diperlukan untuk keperluan analisa, evaluasi, atau disain suatu struktur yang melibatkan fluida.
2.11.2 CFD dan Noise
Computational Fluid Dynamic bukanlah metode yang dapat menyelesaikan permasalahan permasalahan Aerocoustic secara langsung. Akan tetapi,sehubungan dengan Noise generation Mechanisme pada Airborne berupa
(44)
turbulensi dan pressure field, maka CFD merupakan salah satu jalan untuk memprediksi sumber kebisingan melalui pola laju aliran fluida dengan mengetahui parameter parameter alirannya.
Parameter parameter aliran yang diperoleh dari hasil komputasi CFD inilah yang kemudian akan dimasukkan kedalam persamaan persamaan kebisingan. Sehingga pada dasarnya analisa kebisingan yang dilakukan dengan CFD dapat dikatakan semi penyelesaian. Namun keadaan ini sudah cukup memenuhi kebutuhan dalam analisa tersebut.
Untuk melakukan analisa kebisingan dengan komputasi secara menyeluruh dari awal hingga akhir, maka dibutuhkan software khusus untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Alur dari analisa kebisingan dapat ditunjukkan pada gambar 2.7.
(45)
BAB 3
METODOLOGI
3.1Waktu dan Tempat
Waktu penelitian ini dimulai dari September 2011 sampai dengan Mei 2012. Tempat dilaksanakannya penelitian adalah di Laboratorium Noise and Vibration Control program Magister dan Doktoral Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
3.2Identifikasi Masalah
Spesifikasi dari permasalah yang akan dikaji dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.1.
(46)
3.3Variabel Penelitian
Pada penelitian ini ditentukan dua buah variable penelitian, yakni variable terikat dan variable bebas.
3.3.1 Variabel Terikat
Untuk menyederhanakan permasalahan dalam kajian kebisingan pada propeler , maka dalam penelitian ini di tetapkan variable terikat yakni:
1. Jenis airfoil
2. Sudut serang airfoil 3. Sudut puntir propeler
3.3.2 Variabel Bebas
Variable bebas pada penelitian ini merupakan pengaruh yang diakbiatkan oleh adanya variabel terikat dan ditetapkan dalam empat hal yakni:
1. Koeffisien gaya angkat 2. Koeffisien gaya hambat 3. Energi turbulensi 4. Tingkat tekanan suara
3.4Spesifikasi Data
Pengerjaan penelitian ini membutuhkan spesifikasi data yang diperoleh dari BPPT. Secara umum data yang diperoleh masih terangkum secara acak meliputi banyak hal. Oleh karena itu pada laporan penelitian ini hanya ditampilkan data data yang berkaitan dengan penelitian ini saja. Sedangkan data data lainnya diabaikan. Beberapa bentuk data yang paling dibutuhkan seperti diameter propeler, jumlah blade,
(47)
type blade dan data data lainnya dapat ditampilkan pada tabel 3.1.
Tabel 3.1. Spesifikasi data
No Spesifikasi Karakteristik
1 Structure komposit / Fiberglass
2 Berat maks lepas
landas
120 kg (maks)
3 Kecepatan 72 knot (rata-rata) (37,0399 m/s)
4 Ketinggian
maksimum
7.000 kaki (2133 m)
5 Mesin 22 HP (single engine)
6 Diameter sapuan 982 mm
7 Material Aluminium alloys (Mn-Ni-Al) or Composite
material
8 Number of blade 2
9 Chord 95 mm
10 Tipe Pusher
Sumber: http//:www.BPPT.go.id
3.5Spesifikasi Fluida
Data untuk fluida ini digunakan dalam proses simulasi dan proses perhitungan nilai kebisingan. Parameter parameter fluida digunakan dalam perhitungan nilai kebisingan untuk mendapatkan nilai impedansi dan disipasi gelombang suara yang terjadi di udara.Oleh karena itu di gunakan propertis fluida pada keadaan atmosfir yang di tabulasikan pada tabel 3.2.
(48)
Tabel 3.2. Spesifikasi Fluida udara atmosfir
No Spesifikasi
1 2 Jenis Fluida Temperatur udara atmosfir 293,2 K 3 4 Tekanan RH 101,3 kPa 20% 5 6 Viskositas bilangan Prandtl
18,21 x10-6 Pa-s 0,717
7
8
specific heat ratio Massa jenis
1,400
1.204 kg/m3 Sumber: Baron ,Randal F, (2001)
3.6 Urutan Proses Analisa
Untuk melakukan analisis kebisingan pada propeler ini, maka dibuat urutan proses agar dalam pengerjaan tugas akhir ini dapat berjalan dengan baik yang meliputi:
1. Pengumpulan data awal
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data tentang informasi yang berkitan dengan pesawat PUNA dari segi untuk kerja, fungsi dan kegunaan, perkembangan penelitian kebisingan terhadap pesawat tersebut serta spesifikasi data yang dibutuhkan untuk dilakukan penelitian.
2. Studi Literatur
Penelitian ini harus berlandaskan pada azas azas teoritis yang diakui di dalam dunia keteknikan secara ilmiah sehingga dapat dijadikan rujukan
(49)
penyelesaian penelitian ini. Studi literatur ini dilakukan dengan cara memperolehnya dari buku buku referensi, jurnal jurnal ilmiah, kumpulan symposium, diskusi personal, atau bahkan lewat media internet.
3. Komput asi data
Data data yang dibutuhkan selam proses pengerjaan di input kedalam proses komputasi data meliputi pemodelan bentuk geometri, simulasi awal untuk memilih jenis airfoil yang sesuai, kemudian melakukan simulasi kedua untuk memperoleh parameter parameter fluida keluaran propeler dengan memasukkan variabel bebas yang ada.
4. Pembahasan Hasil Komputasi data
Pada tahapan ini akan dilakukan pembahasan terhadap masing masing hasil simulasi dengan berbagai input variabel bebasnya untuk di pilih disain propeler yang memiliki tingkat turbulensi paling rendah. Kemudian akan dihitung tingkat kebisingannya dalam sekala desibel (db) dengan memasukkan parameter parameter hasil simulasi kedalam persamaan persamaan kebisingan.
5. Penarikan kesimpulan
Penarikan kesimpulan ini berdasarkan korelasi terhadap tujuan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya.dengan demikian diharapkan tidak terjadi penyimpangan dari tujuan penelitian.
3.7 Diagram Alir Penelitian
(50)
Gambar 3.2. Diagram alir penelitian
3.8Peralatan Pengujian
Pengujian yang dilakukan merupakan jenis pengujian komputasional dengan menggunakan seperangkat komputer berkecepatan tinggi dengan spesifikasi:
(51)
- Processor : Core i3 (4core)
- Ram : 6 Gb
- Software : Solidworks Design and Flow simulation
- VGA : Intel HD 1Gb plus shared
- OS : Win7 64 bit
3.9Setup Pengujian
3.9.1 Pemilian Jenis Airfoil
Dalam pembahasan dasar teori telah dibas bahwa propeler merupakan sayap yang berputar dengan parameter parameter tertentu seperti sudut twist, atau perubahan kontur geometri untuk menghasilkan effisiensi yang lebih tinggi dalam ruanglingkup penghasil gaya dorong. Sebagaimana layaknya sayap pada pesawat, propeler juga tersusun atas geometri dasar yang disebut dengan airfoil.
Ada ratusan atau bahkan ribuan jenis airfoil yang telah dikembangkan oleh para ilmuan ilmuan penerbangan. Oleh sebab itu, pada penelitian kali ini membatasi jenis airfoil yang akan di analisa tingkat kebisingannya. Ada 3 kandidat airfoil yang akan di ajukan dalam penentuan penerapannya di propeler yang akan di simulasikan yakni:
1. Clark-Y 2. Naca 0012 3. Onera 12
Airfoil Clark-Y dijadikan salahsatu kandidat karena airfoil jenis ini telah umum dipakai sebagai propeler dengan unjuk kerja yang sangat baik,hal ini dapat dilihat pada kesimpulan para engineer yang telah mendisain bentuk bentuk propeler.
(52)
Geometri dari airfoil Clark-Y yang berdasarkan koordinatnya dapat dilihat pada gambar 3.3.
Gambar 3.3. Geometri airfoil Clark-Y
Airfoil NACA 0012 merupakan airfoil yang umum dipakai pada rotor helikopter.Sebagaimana diketehui bahwa helikopter merupakan jenis pesawat VTAL yang membutuhkan gaya dorong yang sangat besar. Penampang geometri airfoil NACA 0012 diperlihatkan pada gambar 3.4.
(53)
Sedangkan Airfoil Onera-12 dipilih karena memiliki kemiripan bentuk dengan airfoil Clark-Y dengan sedikit perubahan bentuk pada daerah trailing edge
nya. Penampang geometri airfoil NACA 0012 diperlihatkan pada gambar 3.5.
Gambar 3.5. Geometri airfoil NACA 0012
Pemilihan jenis airfoil ini mengikuti prosedur sebagai berikut:
1. Input koordinat geometri airfoil
Koordinat airfoil diperoleh dari situs resmi edukasi Aerospace Engineering dalam bentuk format file data. Data ini kemudian di convert dengan aplikasi Ms.Excell sehingga data koordinat dapat di view dalam bentuk tabualasi angka. Koordinat yang didapatkan dari situs tersebut tidak disertakan koordinat untuk sumbu Z, sehingga perlu dilakukan penambahan koordinat untuk sumbu Z pada aplikasi Ms.Excell. karena geometri merupakan sketsa garis yang terletak pada sumbu X dan Y saja maka keseluruhan sumbu Z bernilai 0 .Melalui Ms.Excell ini
(54)
juga di konvert kembali dalam bentuk file text deliminated sebagai mana ditunjukkan pada gambar 3.6.
Gambar 3.6. Input koordinat airfoil
Data yang diperoleh dari situs resmi Aerospace Engineering tidak selamnya menggunakan metode penyusunan koordinat yang sama untuk setiap airfoil. Keadaan ini membutuhkan tidakan yang lebih lanjut bilamana ketika proses penginputan data koordinat kedalam software solidwork terjadi kegagalan.
2. Input besar sudut serang
Langkah selanjutnya adalah mengimput sudut serang dengan besar sudut di tetapkan sebagai sudut serang yang mengakibatkan Clmaks pada masing masing
airfoil.
3. Persiapan membentuk simulasi
Langkah berikutnya adalah penentuan jenis aliran,yakni menentukan jenis aliran fluida yang akan disimulasikan apakah termasuk kategori aliran external ataupun internal. Karena proses yang berlangsung pada propeler kondisi
(55)
realnya merupakan aliran eksternal, maka digunakan jenis aliran external dengan memasukkan parameter gravitasi pada Physical feature yang ditunjukkan pada gambar 3.7.
Gambar 3.7. Input data jenis aliran
4. Input data parameter kecepatan
Pada tahapan ini dilakukan setup data kecepatan aliran. Untuk menyederhanakan permasalahan maka kecepatan linier dari airfoil merupakan kecepatan yang terjadi pada putaran propeler Dikarenakan proses simulasi tidak dapat memasukkan parameter gerak benda, maka dibuat suatu aproximasi bahwa fluida yang bergerak dengan kecepatan yang sama dengan kecepatan putar propeler.Dari spesifikasi data diperoleh bahwa putaran yang akan di uji adalah sebesar 2500 rpm.sehingga pada ujung bilah memiliki kecepatan linier maksimum sebesar 128.216 m/s .
(56)
5. Pembentukan Computational Domain
Computational Domain merupakan bidang batas simulasi yang akan dipengaruhi oleh laju aliran fluida kerja.bentuk dari Computatioonal Domain. 6. Menentukan goal yang ingin dicapai dari hasil simulasi
Pada software simulasi fluida solidworks, variabel yang ingin diketahui nilainya dari pengerjaan simulasi terangkum dalam sebuah kesatuan yang dinamakan goal. Goal inilah yang menentukan hasil akhir dari setiap input dan penentuan proses data.
Langkah yang dilakukan pada tahap ini hanyalah dengan menceklis variabel yang ingin diketahui nilainya.. Goal yang ingin dicapai pada simulasi ini adalah kontur kecepatan, kontur tekanan, dan energi turbulensi yang terjadi dan dapat dilihat pada gambar 3.8.
Gambar 3.8. Input goal yang di inginkan dari hasil simulasi
(57)
Proses running simulasi merupakan tahap akhir dari proses simulasi, selanjutnya tinggal menunggu hasil simulasi.
Proses running simulasi secara lengkap dengan menyertakan parameter parameternya dapat diperlihatkan pada gambar 3.9.
Gambar 3.9. Running simulasi
Jika terjadi error atau kesalahan dalam mendefenisikan kondisi batas pada saat persiapan simulasi atau jika terjadi error dalam messhing, maka akan muncul warning pada jendela info di bagian bawah. Selama tidak ada warning, maka proses berjalan lancar. Dari gambar 3.7 dapat dilihat bahwa waktu yang telah berjalan adalah 10 jam 44 menit dan masih harus menunggu watu selama 107 jam 20 menit.
3.9.2 Pemodelan dan Simualasi Propeler
Pada tahapan ini dilakukan pemodelan propeler dengan berdasarkan bentuk geometri airfoil terpilih pada proses sebelumnya meliputi:
(58)
1. Pembentukan Sudut Twisting
Sudut twisting yang dibentuk merupakan sudut puntiran antara ujung bilah propeler degan pangkal bilah yang berada pada bagian hub propeler. Feature twisting terdapat pada menu insert feature pada software Solidworks ditunjukkan pada gambar 3.10.
Gambar 3.10. Proses pembentukan sudut puntir (twist)
2. Pembentukan Rotating Region
Pada software ini, simulasi aliran fluida yang menggunakan putaran sebagai salah satu input data memiliki dua buah opsi input putaran. Opsi tersebut adalah Global rotating dan Rotating region.Pada dasarnya prinsip global rotating
lebih mudah digunakan karena pengerjaannya tidak rumit.
Sedangkan prinsip rotating region membutuhkan pengerjaan tambahan dengan membuat sebuah silinder pejal yang harus menutupi seluruh geometri
(59)
yang akan diputar. Secara teori maka untuk kasus propeler ini hanya membutuhkan opsi global rotating, namun pada saat uji coba hasilnya tidak memuaskan sehingga opsi rotating region harus dijalankan. Rotating region yang telah dibentuk dapat dilihat pada gambar 3.11.
Gambar 3.11. Geometri propeler yang dilingkupi silinder pejal sebagai
rotating region
Setelah rotating region terbentuk maka pada feature component control, silinder yang berfungsi sebagai rotating region dinonaktifkan. Tujuannya adalah agar proses simulasi tidak membaca objek silinder sebagai benda yang akan dilalui oleh fluida. Sehingga prinsip kerjanya adalah udara akan bergerak tanpa membentur silinder Dan hanya melalui bilah propeler yang berputar.
Pada dasarnya konsep ini digunakan pada simulasi yang menganalisa putaran dengan dilingkupi oleh benda benda di sekitarnya yang tidak ikut berputar.
(60)
3.10 Diagram Alir Simulasi
Secara khusus untuk alur proses pengerjaan simulasi dipisahkan dari alur proses penelitian. Hal ini guna mendetailkan proses simulasi yang terjadi. Alur proses ini ditunjukkan pada gambar 3.12 dan 3.13.
(61)
Tidak
Y
Gambar 3.13. Diagram alir simulasi (lanjutan)
HASIL
- Parameter tekanan - Kecepatan
- turbulensi
SELESAI
A
SIMULASI TAHAP 2
Pemilihan Profil Propeler
(62)
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini berisi hasil kegiatan penelitian yang telah dikerjakan yang didahului dengan simulasi airfoil untuk menentukan jenis airfoil yang akan dipilih. Dengan memasukkan 3 buah variabel jenis airfoil kedalam tahapan simulasi dimana masing masing airfoil akan disimulasikan dengan variasi sudut serang dari 00 hingga 200. Jenis airfoil tersebut adalah Clark-Y , NACA 0012, dan Onera12. Dimana parameter yang menjadi bahan pertimbangan pemilihan adalah besar energi turbulensi yang dihasilkan oleh fluida yang melewati geometri airfoil dibandingkan dengan lift coefficient dan drag coefficient. Dengan input data yang mengacu kepada sepesifikasi data dan spesifikasi fluida.
Hasil dari pemilihan airfoil ini kemudian dibentuk geometri propeler dan akan disimulasikan kembali untuk mendapatkan disain propeler yang memiliki kebisingan yang paling rendah dengan memasukkan variabel sudut puntiran pada geometri. Parameter parameter dari hasil simulasi kemudian akan diinput kedalam persamaan persamaan kebisingan.
4.1Pemilihan Jenis Airfoil
Berdasarkan metodologi penelitian pada bab sebelumnya dengan memasukkan 3 jenis variabel geometri airfoil kedalam simulasi, maka dihasilkan karakteristik fluida melalui airfoil dan dijelaskan satu persatu berdasarkan jenis airfoil yang menjadi kandidat. Masing masing airfoil dilakukan proses simulasi aliran fluida untuk mendapatkan karakteristik aerodinamisnya. Proses simulasi yang berlangsung untuk ketiga kandidat adalah sama.
(63)
4.1.1 Airfoil Clark-Y
Simualasi dari airfoil ini berhasil dilakukan tanpa ada warning pada jendela info dan membutuhkan waktu sebesar 170 jam iterasi. Parameter paramater goal yang di input adalah komponen gaya pada sumbu y dan x, dan energi turbulensi maksimum pada aliran fluida.Perlu diketahui bahwa seorang bernama PetterVisser mendisain propeler rendah bising dengan menggunakan airfoil jenis Clark-Y ini dengan metodelogi yang belum dipublikasikan.
Hasil simulasi untuk airfoil Clark-Y dengan tampilan kontur kecepatan pada fluida yang melalui geometri airfoil diperlihatkan pada gambar 4.1
Gambar 4.1. Kontur kecepatan fluida melalui airfoil Clark-Y. α = 150
Dari gambar 4.1ditunjukkan bahwa kecepatan maksimum melalu airfoil adalah sebesar 227 m/s. kontur kecepatan maksimum terjadi pada daerah depan bagian atas permukaan airfoil. Sedangkan pada bagian depan bawah terdapat sedikit area yang menunjukkan bahwa kontur kecepatan pada area tersebut sangat rendah disusul pada bagian ekor.
(64)
Sedangkan untuk kontur turbulensi dapat dilihat pada gambar 4.2.
Gambar 4.2. Kontur sebaran energi tubulensi melalui airfoil Clark-Y α = 150
Untuk melihat lebih jelas pembentukan turbulensi yang terjadi disekitar airfoil maka display setting di ubah sehingga menghasilkan display seperti pada gambar 4.3.
Gambar 4.3. Display pola aliran pembentukan tubulensi dan vorteks melalui airfoil Clark-Y. α = 150
(65)
Dengan metodologi yang sama dilakukan pada variasi sudut serang pada airfoil Clark –Y sehingga menghasilkan data hasil simulasi untuk keseluruhan variasi sudut serang ditampilkan pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Hasil simulasi untuk Clark Y
Angle of attack Lift force (N) Drag force (N)
Cl Cd Turbulent
Energy (J/kg) 0 derajat 0.586765 0.0821777 0.180636131 0.025298479 26.93041195
5 derajat 1.50372 0.134763 0.462921549 0.04148691 35.82543712
10 derajat
1.83456 0.318774 0.56477094 0.098134861 534.7066868
15 derajat
3.84503 0.546856 1.18369593 0.16835011 331.0554902
20 derajat
3.27222 0.973479 1.007355859 0.299686382 1695.110407
4.1.2 Onera 12
Geometri dari Onera 12 hampir sama dengan geometri airfoil Clark-y dimana airfoil ini termasuk kedalam kategori flat bottom. dengan ketebalan yang hampir sama. Yang membedakaannya adalah adanya perubahan pada ekor airfoil onera12 ini. Dimana pada bagian ekor airfoil melengkung ke atas dari pandangan normal. Oleh karena itu akan diselidiki apakah perubahan bentuk ekor tersebut memiliki dampak yang baik terhadap performansi airfoil Onera 12 dibandingkan dengan airfoil Clark-Y atau tidak.
Proses simulasi dilakukan pada airfoil Onera12 dengan prosedur yang sama seperti simulasi terhadap airfoil Clark-Y. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan simulasi airfoil Onera12 ini lebih besar daripada simulasi pada
(66)
Dan hasil yang diperoleh dari simulasi airfoil Onera-12 ditampilkan pada gambar 4.4.
Gambar 4.4. Kontur kecepatan fluida melalui airfoil Onera12. α = 150
Dari gambar 4.4 bahwa kecepatan maksimum melalu airfoil adalah sebesar 187 m/s. sedangkan untuk kontur turbulensi dapat dilihat pada gambar 4.5.
(67)
Untuk melihat lebih jelas pembentukan turbulensi yang terjadi disekitar airfoil maka display setting di ubah sehingga menghasilkan display sebagaimana ditampilkan pada gambar 4.6.
Gambar 4.6. Display pola aliran pembentukan tubulensi dan vorteks melalui airfoil onera-12. α = 150
Dengan metodologi yang sama dilakukan pada variasi sudut serang pada airfoil Clark –Y sehingga menghasilkan data hasil simulasi untuk keseluruhan variasi sudut serang ditampilkan pada tabel 4.2.
Tabel 4.2. Hasil simulasi untuk Onera-12
Angle of attack Lift force (N) Drag force (N)
Cl Cd Turbulent
Energy (J/kg) 0 derajat 0.0860588
3 0.03393501 2 0.02649328 8 0.01044692 4 205.937305 1 5 derajat 0.348633 0.0328026 0.10732698
1
0.01009831 151.725932 5 10 derajat 1.9374706 9 0.20965600 7 0.59645208 8
0.06454279 643.148620 8 15 derajat 1.6878305 4 0.46738696 6 0.51960014 4 0.14388549 6 1675.30966 6 20 derajat 2.1859084 4 0.67735487 7 0.67293387 2 0.20852430 6 1977.45088 4
(68)
4.1.3 Airfoil NACA 0012
Simulasi dari airfoil ini berhasil dilakukan tanpa ada warning pada jendela info dan membutuhkan waktu iterasi sebesar 170 jam 48 menit. Parameter paramater goal yang di input sama seperti simulasi sebelumnya. Hasilnya ditunjukkan pada gambar 4.7.
Gambar 4.7. Kontur kecepatan fluida melalui airfoil N0012
Hasil simulasi untuk airfoil NACA 0012 menunjukkan bahwa kecepatan maksimum mencapai 182,445 m/s. kecepatan ini berada dibawah kecepatan maksimum untuk airfoil Clark Y. akan tetapi pola kecepatan maksimum menyebar mulai dari bagian atas airfoil sampai aliran fluida daerah keluaran. Kondisi ini mengakibatkan pembentukan lapisan batas turbulen yang jauh lebih besar daripada pola aliran pada airfoil Clark-Y. secara aerodinamis, tentunya keadaan ini akan menurunkan unjuk kerjanya. Hal ini disebabkan gaya angkat yang dihasilkan akan cenderung rendah.
(69)
Kondisi sebaran energi turbulen yang terjadi pada fluida melalui airfoil N0012 ini dapat di lihat pada gambar 4.8.
Gambar 4.8. Kontur sebaran energi tubulensi melalui airfoil N0012
Untuk melihat lebih jelas pembentukan turbulensi yang terjadi disekitar airfoil maka display setting di ubah dan ditampilkan pada gambar 4.9.
Gambar 4.9. Display pola aliran pembentukan tubulensi dan vorteks melalui
(70)
Dari display kontur diatas dapat dilihat bahwa sebaran turbulensi begitu besar diiringi dengan banyaknya jumlah vorteks yang terjadi di sepanjang aliran melewati airfoil. Dapat dinyatakan bahwa airfoil jenis memiliki tingkat turbulensi yang palig tinggi dibandingkan kedua kandidat airfoil lainnya.
Dengan metodologi yang sama dilakukan pada variasi sudut serang pada airfoil N0012 sehingga menghasilkan data hasil simulasi untuk keseluruhan variasi sudut serang ditampilkan pada tabel 4.3. hal ini bertujuan untuk menyederhanakan penulisan pada penelitian ini.
Tabel 4.3. Hasil simulasi untuk N0012
Angle of attack Lift force (N) Drag force (N)
Cl Cd Turbulent
Energy (J/kg) 0 0 0.01675955
4 0.04035338 4 0.00515944 4 0.01242282 5 71.4496660 6
5 0 1.04645185 0.09757478 4
0.32215114 0.03003848 5
368.738503 1
10 0 1.64397798 0.22023664 7 0.50610009 4 0.06780004 9 476.973310 1
15 0 1.65842352 0.57959751 9 0.51054716 6 0.17842961 5 1530.99620 3
20 0 2.35352482 0.95207197 1 0.72453472 4 0.29309620 9 1323.50563
4.2 Pembahasan
Tiga parameter penting dalam pemilihan jenis airfoil sebagai kandidat utama pembentuk propeler adalah koefisien gaya angkat, koefisien gaya hambat, dan energi turbulensi. Perbandingan antara koeffisien gaya angkat dengan gaya hambat seperti pada gambar 4.10 dapat dijadikan sebagai tolok ukur unjuk kerja airfoil dalam hal aerodinamis. sedangkan parameter energi turbulensi dijadikan sebagai tolok ukur awal dari kemampuan geometri airfoil itu sendiri dalam menghasilkan tingkat kebisingan.
(71)
Gambar 4.10. Grafik koefisien gaya angkat dengan variasi sudut serang
Dari grafik 4.10 dinyatakan bahwa pada sudut serang 00, koefisien gaya angkat untuk airfoil Clark-Y lebih tinggi dengan range yang cukup jauh di susul pada urutan kedua airfoil Onera12 yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan airfoil NACA0012. Pada sudut serang 50, koefisien gaya angkat tetap lebih tinggi. Sedangkan untuk urutan tertinggi kedua tidak lagi dimiliki airfoil Onera12,tetapi digantikan oleh NACA0012.
Pada sudut serang 100 , koefisien gaya angkat dari onera12 melonjak jauh dari nilai sebelumnya pada sudut serang 50 sehingga sehingga sedikit melampau unjuk kerja Cl dari Clark-Y. pada sudut serang 150, koefisien gaya angkat airfoil Clark-Y mengalami peningkatan sangat jauh dengan range lebih dari 2 kali lipat dari nilai sebelumnya . Sementara koeffisien gaya angkat airfoil NACA0012 hanya naik sedikit sekali dan Onera12 mengalami penurunan nilai koefisien gaya angkat.
(72)
Sedangkan untuk grafik koefisien gaya hambat dengan variasi sudut serang dapat dilihat pada grafik 4.11.
Gambar 4.11. Grafik koefisien gaya hambat dengan variasi sudut serang
Untuk koefisien gaya hambat, dari grafik 4.11 diperoleh bahwa koefisien gaya hambat tertinggi dimiliki oleh airfoil NACA 0012 sedangkan untuk airfoil onera12 dan Clark-Y memiliki nilai yang hampir sama dan memiliki koefisien gaya hambat yang terendah ditunjukkan pada gambar 4.12.
(73)
Perbandingan antara koefisien gaya angkat dengan koefisien gaya hambat merupakan penentu dari unjuk kerja aerodinamika airfoil. Dari gambar 4.12 dapat diketahui bahwa ketiga jenis airfoil memiliki Cl/Cd yang maksimum pada sudut serang 50. Dan memang pada umumnya berdasarkan pengujian pengujian yang lain dinyatakan bahwa hampir setiap airfoil memiliki Cl/Cd maksimum pada sudut serang 50. Walaupun untuk Cl maksimum berada pada kisaran sudut serang 100 keatas. Sedangkan untuk karakteristik turbulensi pada masing masing sudut serang ditunjukkan pada gambar 4.13
Gambar 4.13. Grafik energi turbulensi dengan variasi sudut serang
Turbulensi sebagai akibat dari aktifitas fluida dengan karakter yang acak mengakibatkan pergerakannya menjadi sumber kebisingan. Parameter ini lah yang menjadi penentu awal tingkat kebisingan. Dari grafik pada gambar 4.13 di ketahui bahwa pada Cl/Cd maksimum, yakni pada sudut serang 50 energi turbulensi yang
(74)
terendah dimiliki oleh airfoil Clark –Y. Sedangkan pada sudut serang 150 dimana dihasilkan Cl maksimum untuk Clark-Y, energi turbulensinya jauh dibawah airfoil yang lain pada sudut serang yang sama.
Dengan demikian dapat ditentukan bahwa kandidat airfoil terpilih untuk dibentuk menjadi propeler adalah airfoil Clark-Y dimana memiliki nilai yang tinggi pada unjuk kerja aerodinamis dan memiliki nilai yang rendah dalam tingkat turbulensi yang dihasilkannya.
4.3 Penentuan Disain Propeler
Propeler didisain berdasarkan geometri airfoil terpilih yakni Clark-Y. Pada penelitian awal ini digunakan tipe propeler yang sederhana dengan bentuk hasil disain pada gambar 4.14.
(75)
Sedangkan untuk detail dari geometri propeler hasil disain ditunjukkan pada gambar 4.15.
Gambar 4.15. Detail geometri propeler hasil disain
4.4Hasil Pengujian Simulasi Propeler
Pengujian dilakukan dengan menginput spesifikasai data fluida sebagaimana yang terdapat pada bab 3 sebelumnya. Aliran fluida dianggap steady dan simulasi transient tidak dapat dijalankan karena keterbatasan komputer.
(76)
Dengan memasukkan nilai sudut puntir sebesar 150, 250 dan 350 pada bilah propeler maka running simulasi di lakukan pada propeler. Kecepatan putar propeler sebesar 2500 rpm. Maka kemudian dilakukan pembentukan
computational domain yang ditunjukkan pada gambar 4.16
Gambar 4.16. Computational domain sebelum di meshing
Meshing dilakukan secara otomatis pada saat running simulasi, sehingga jumlah grid ditentukan secara otomatis berdasarkan besarnya computational domain.Hasil meshing untuk simulasi ini ditunjukkan pada gambar 4.17.
(77)
4.4.1. Hasil Pengujian Untuk Sudut Puntir = 350
Hasil yang diperoleh dari simulasi dapat dilihat dari pola pembentukan aliran melalui propeler pada gambar 4.18.
Gambar 4.18. Hasil simulasi untuk = 350(a) Tampak samping dari pola aliran , (b) Tampak depan dari pola aliran
(78)
Pembentukan pola aliran yang terjadi pada gambar 4.18 merupakan hasil dari pergerakan saling silang fluida dengan kontur kecepatan yang berbeda dari sumbu putar ke arah luar putaran. Hal ini diakibatkan oleh putaran bilah propeler yang menghasilkan perubahan kecepatan dari 0 m/s pada daerah awal masukan dan peningkatan kecepatan pada daerah keluaran terlihat pada gambar 4.19.
Gambar 4.19. Cut plot kontur kecepatan dari penampang samping untuk = 350
Data masing masing sudut puntir yang dihasilkan dari simulasi dan akan di jadikan sebagai input data pada analisa kebisingan yang ditabulasikan pada tabel 4.4.
Tabel 4.4. Hasil pengujian Propeler untuk = 350
Goal Name Unit Value Use In
Convergence SG Max Dynamic
Pressure 1
[Pa] 326.2189985 Yes
SG Max Velocity [m/s] 23.29902661 Yes
(79)
4.4.1. Hasil Pengujian Untuk Sudut Puntir = 250
Untuk propeler dengan sudut puntir = 250 udara yang mengalir dibelakang propeler mengalami degradasi kecepatan yang tidak searah dengan aliran udara.kondisi ini diperjelas pada gambar 4.20.
Gambar 4.20. Cut plot kontur kecepatan dari penampang samping untuk = 250
Kondisi aliran kecepatan udara yang terpecah menjadi dua arah ini mengakibatkan sebaran kebisingan sebagai implikasinya semakin besar. Kondisi ini tentunya juga mengakibatkan daya dorong yang dihasilkan akan semakin kecil. Parameter hasil simulasi ditampilkan pda tabel 4.5.
Tabel 4.5. Hasil pengujian Propeler untuk = 250
Goal Name Unit Value Use In
Convergence SG Max Dynamic
Pressure 1
[Pa] 350.7494278 Yes
SG Max Velocity [m/s] 24.18456422 Yes
(80)
4.4.2. Hasil Pengujian Untuk Sudut Puntir = 150
Untuk propeler dengan sudut puntir = 150 udara yang mengalir dibelakang propeler kondisinya hampir sama dengan kondisi aliran udara pada propeler dengan sudut puntir = 250 yakni mengalami degradasi kecepatan yang tidak searah dengan aliran udara.kondisi ini diperjelas pada gambar 4.21.
Gambar 4.21. Cut plot kontur kecepatan dari penampang samping untuk = 150
Data hasil simulasi yang memuat paramter tekanan Dan kecepatan ditabulasikan pada tabel 4.6.
Tabel 4.6. Hasil pengujian Propeler untuk = 150
Goal Name Unit Value Use In
Convergence SG Max Dynamic
Pressure 3
[Pa] 395.8264376 Yes
SG max Velocity [m/s] 25.69618238 Yes
(81)
4.5 Analisa Kebisingan
4.5.1 Karakteristik Perambatan Kebisingan Pada Udara
Analisa kebisingan pada udara merupakan proses pendefenisian parameter parameter yang mempengaruhi propagasi kebisingan dari sumbernya menuju titik ukur dimana media propagasi adalah udara (airborne). Parameter paramater penting ini meliputi cepat rambat suara, impedansi, koefisien relaksasi dan atenuasi.
Cepat rambat suara pada udara dapat dinyatakan dengan persamaan. Yakni merupakan fungsi dari temperatur,konstanta gas, dan spesific heat ratio. Sehingga kecepatan suara dinyatakan sebagai
c =
=
= 343.23 m/s
Sedangkan impedansi yang terjadi merupakan impedansi akustik spesifik karena propagasi suara propeler terjadi pada ruang terbuka secara terus menerus. Sehingga impedansi yang terjadi dapat dihitung berdasarkan persamaan
=
=
= 413.248 rayl
Perhitungan koefisien energi attenuasi merupakan kompilasi yang rumit antara koefisien relaksasi klasikal dengan koefisien attenuasi klasikal. Dengan spesifikasi data fluida yang ada pada bab 3.
(82)
Maka tahapan pertama yang akan dilakukan untuk mecari keseluruhan harga koefisien atenuasi energi adalah dengan mencari nilai koefisien relaksasi klasikal dengan menggunakan persamaan
classical
=
=
= 0,243 x10-9 s = 0,243 ns
Klasikal koefisien atenuasi dapat dihitung dari persamaan
classical =
=
= 1.64578 x 10-12 Np/m
Efek dari Interaksi molekul antara O2 dan H2O pada relative humidity
sebesar 20 % dapat dihitung berdasarkan persamaan
H = (RH). =
= 0.00 461
Waktu relaksasi untuk O2 diketahui berdasarkan persamaan
(83)
=
24 + (4,41)(106) 0.00 461=
12,235/s
=
= 13,01 x 10—6 s = 13,01µs
Di udara atmosfir fraksi mol dari O2 (yj O2) adalah sebesar 0,21.dan
vibrational specific heat diperoleh dari persamaan
= yj
= (0,21)
= 0,005904
Koefisien atenuasi tak terhingga dari oksigen diperoleh dari persamaan
=
=
= 0,07941 Np/m
ω
=
2 f x= 2 83,33 x 13,01 x 10—6 s
(84)
Sehingga kontribusi vibrational antara O2 dengan uap air dapat dihitung
berdasarkan persamaan
=
=
=3.68039 x 10-6
Dengan cara yang sama juga dilakukan untuk menghitung kontribusi
attenuasi vibrational antara N2 dengan uap air.
=
[9 + (3,5)(104) h –F ] .Diman dalam penelitian ini nilai F = 0 karena Tref = T
=
9+ (3,5)(104)x 0.00 461 = 170,5 s
=
=
0,933 x 10 -3 sFraksi mol dari Nitrgen di atmofer y(N2) = 0,79 . vibrational specific heat untuk
Nitrogen dengan uap air sebagai berikut :
= yj
=
0,79 x
(85)
=
= 0,0001961Np/m
ω
=
2 f x= 2 83,33 x 0,933 x 10 -3 = 488,250 x 10 -3
=
=
= 3.7749 x 10-5
=
classical + [ (O2) + (N2) ]=
1.64578 x 10
-12+ [
3.68039 x 10-6+
3.7749 x 10-5 ] = 4.14294 x 10-5m = 2
= 2 x 4.14294 x 10-5 = 8,28588x 10-5Np/m
4.5.2 Analisa Kebisingan Pada Propeler
Analisa kebisingan yang akan dilakukan pada fluida yang melewati propeler merupakan langkah lanjutan dari proses simulasi yang menghasilkan
(86)
data data yang dibutuhkan. Analisa ini ditujukan untuk mendapatkan nilai tingkat tekanan suara pada masing masing variabel penelitian. Persamaan tingkat tekanan suara yang digunakan merupakan persamaan yang didasari pada tingkat daya suara atau sound power level.
Perhitungan nilai tingkat daya suara ini dilakukan berdasarkan persamaan
Lw= Lw(B) + 10 log10 + 20 log10 + BT
Dimana Q = V x A
Q15 = 25.69618238 m/s x ( x 0.9822)
= 76,995 m3/s
Q25 = 24.18456422 m/s x ( x 0.9822)
= 73.23031293 m3/s
Q35 = 23.29902661 m/s x ( x 0.9822)
= 70.54892509 m3/s
Nilai Lw(B) merupakan nilai tingkat daya suara dasar yang dimiliki oleh propeler
berdasarkan harga frekuensi laluan dari bilah propeler atau yang bisasa di sebut dengan BPF yang dihitung berdasarkan persamaan
BPF = Nb x
= 2 x = 83.33 Hz
Nilai Lw (B) diperoleh dari tabel 2.2 dengan menginterpolasikan nilai BPF
(87)
propeler berada di kisaran 5-7 dB dan dipilih 7 dB. Sehingga dengan memasukkan nilai nilai diatas ke dalam persamaan diperoleh
Lw= 49,92 dB+ 10 log10 + 20 log10 + 7 dB
=81.92939dB
Dengan cara yang sama maka diperoleh tingkat daya suara (sound power level) untuk masing masing sudut puntir pada propeler dan ditampilkan hasil dalam tabel 4.7.
Tabel 4.7. Sound Power Level Hasil Pengujian
Sementara nilai tingkat tekanan suara yang diukur pada jarak r = 10 m dengan DI = 3 dapat dihitung berdasarkan persamaan
Lp = Lw + (DI – 20 log10( r ) + 10log10 (
-mr
) –
10log10
= 81.92939 + 3 – 20 Log10 (10 m) – 4,434 m(10) –
10log10
Besar sudut Sound Power Level (dB)
15 81.92939366
25 80.70247072
(88)
= 81.92939 + { 3 – 20 – (4,434 x 8,28588 x 10-5 x 10) – 10.848389} = 54.07740614 dB
Dengan cara yang sama pula untuk nilai tingkat tekanan suara (sound presure level) dengan variasi jarak titik dengar dari sumber kebisingan pada masing masing sudut puntir ditabulasikan pada tabel 4.8,tabel 4.9, Dan tabel 4.10.
Tabel 4.8. SPL Berdasarkan Jarak Dengar untuk Sudut = 150
Sudut = 150 Radius Jarak Titik Dengar (m)
SPL (dB)
1 74.08064481
2 68.05968504
4 62.03836542
6 58.51582054
8 56.0163261
10 54.07740614
12 52.49306151
14 51.15340601
16 49.99284737
18 48.96907722
20 48.0532077
22 47.22463429
24 46.46814337
26 45.77218154
28 45.12776817
(89)
Tabel 4.9. SPL Berdasarkan Jarak Dengar untuk Sudut = 250
Sudut = 250 Radius Jarak Titik Dengar (m)
SPL (dB)
1 72.85372187
2 66.8327621
4 60.81144248
6 57.2888976
8 54.78940316
10 52.8504832
12 51.26613857
14 49.92648307
16 48.76592443
18 47.74215428
20 46.82628476
22 45.99771135
24 45.24122043
26 44.5452586
28 43.90084523
30 43.30086106
Tabel 4.10. SPL Berdasarkan Jarak Dengar untuk Sudut = 350
Sudut = 350 Radius Jarak Titik Dengar (m)
SPL (dB)
1 72.0210125
2 66.00005273
4 59.97873311
6 56.45618823
8 53.95669379
10 52.01777383
12 50.4334292
14 49.0937737
16 47.93321506
18 46.90944491
20 45.99357539
22 45.16500198
24 44.40851106
26 43.71254923
28 43.06813586
(90)
Dari keseluruhan data hasil analisa yang di tampilkan dalam bentuk tabulasi, masing masing dibandingkan pada tampilan gambar 4.22
Gambar 4.22. Grafik perbandingan SPL dengan radius jarak dengar
Dari grafik 4.22 dapat diketahui kinerja propeler hasil disain sehubungan dengan tingkat kebisingan yang dihasilkan.Dari tiga variabel sudut puntir yang di uji dalam simulasi fluida, diperoleh harga tingkat tekanan suara tertinggi dimiliki oleh propeler dengan sudut puntir 150 dan tingkat tekanan suara terendah dimiliki oleh sudut puntir 350..
4.6. Perbandingan dengan Penelitian Lain
Pada jurnal penelitian Peeter Veeser (2007) yang juga berupaya untuk menurunkan kebisingan pada pesawat tanpa awak memberikan hasil penelitiannya terhadap kebisingan propeler hasil disain optimalisasi yang ditampilkan pada gambar 4.23
(91)
Gambar 4.23. Hasil pengujian optimalisasi disain propeler pada penelitian lain
Pada gambar 4.23 dapat dilihat bahwa penelitian tersebut menghasilkan disain propeler optimalisasi dimana pada putaran 2500 rpm, propeler menghasilkan kebisingan diatas 80 db. Sementara pada penelitian kali ini pada putaran 80 db dengan sudut puntir 350 menghasilkan kebisingan sebesar 72.0210125 db.
(1)
85 0.8224211 -0.0237142 0 86 0.8035813 -0.0258337 0 87 0.7840324 -0.0279828 0 88 0.7638202 -0.0301515 0 89 0.7429917 -0.0323294 0 90 0.7215958 -0.0345058 0 91 0.6996823 -0.03667 0 92 0.6773025 -0.0388109 0 93 0.6545085 -0.0409174 0 94 0.6313537 -0.0429778 0 95 0.6078921 -0.0449802 0 96 0.5841786 -0.0469124 0 97 0.5602683 -0.0487619 0 98 0.5362174 -0.0505161 0 99 0.5120819 -0.052162 0 100 0.4879181 -0.0536866 0 101 0.4637826 -0.0550769 0 102 0.4397317 -0.05632 0 103 0.4158215 -0.0574033 0 104 0.3921079 -0.0583145 0 105 0.3686463 -0.0590419 0 106 0.3454915 -0.0595747 0 107 0.3226976 -0.0599028 0 108 0.3003177 -0.0600172 0 109 0.2784042 -0.0599102 0 110 0.2570083 -0.0595755 0 111 0.2361799 -0.0590081 0 112 0.2159676 -0.0582048 0 113 0.1964187 -0.057164 0 114 0.1775789 -0.0558856 0 115 0.1594921 -0.0543715 0 116 0.1422005 -0.0526251 0 117 0.1257446 -0.0506513 0 118 0.1101628 -0.0484567 0 119 0.0954915 -0.0460489 0 120 0.0817649 -0.0434371 0 121 0.0690152 -0.040631 0 122 0.057272 -0.0376414 0 123 0.0465628 -0.0344792 0 124 0.0369127 -0.0311559 0 125 0.0283441 -0.0276827 0 126 0.0208771 -0.0240706 0 127 0.0145291 -0.02033 0
(2)
131 0.0005839 -0.0042603 0
132 0 0 0
(3)
(4)
LAMPIRAN 5
(5)
LAMPIRAN 6
(6)
LAMPIRAN 7