Proporsi Gangguan Pendengaran pada Pasien Hipertensi di Poli Ginjal Hipertensi RSUP Haji Adam Malik Medan

(1)

Lampiran 1

RIWAYAT HIDUP PENELITI (Curriculum Vitae)

Nama : Ayu Zulhafni Lubis

Tempat/ tanggal lahir : Medan, 28 Agustus 1993

Pekerjaan : Mahasiswa

Agama : Islam

Alamat : Jl. Bajak II Pasar VII, gg sekolah No. 308 Marendal-Medan, Sumatera Utara

Nomor Telepon : 085761104573

Orang Tua : Ayah : Zulkifli Lubis, SH

Ibu : Zainab Nasution, SE, MH Riwayat Pendidikan : TK Swasta RIZA (1997 – 1998)

SD Negeri 060812 (1998 – 2004) SMP Negeri 34 Medan (2004 – 2007) SMA Negeri 10 Medan(2007 – 2010)


(2)

Lampiran 2


(3)

Lampiran 3


(4)

(5)

Lampiran 4

LEMBAR PENJELASAN KEPADA RESPONDEN PENELITIAN

Dengan hormat,

Saya, Ayu Zulhafni Lubis, adalah seorang mahasiswi di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) angkatan tahun 2010. Saat ini saya sedang melakukan penelitian dengan judul proporsi gangguan pendengaran pada pasien hipertensi di poli ginjal hipertensi RSUP HAM Medan.

Tujuan penelitian ini adalah unuk mengetahui berapa proporsi pasien hipertensi di poli ginjal hipertensi RSUP HAM Medan yang menderita gangguan pendengaran.

Untuk keperluan tersebut,saya memohon kesediaan anda untuk menjadi partisipan dalam penelitian ini. Saya memohon kesediaan anda untuk bersedia dilakukan pemeriksaan telinga atau tes pendengaran dengan menggunakakn Garpu Tala. Jika anda bersedia, silahkan menandatangani lembar persertujuan ini sebagai bukti sukarelawanan.

Identitas pribadi anda sebagai partisipan akan disamarkan, kerahasiaan data anda akan dijamin sepenuhnya, dan semua informasi yang anda berikan hanya akan digunakan untuk penelitian ini. Bila terdapat hal yang kurang dimengerti, anda dapat bertanya langsung kepada saya atau dapat menghubungi saya di nomor 085761104573.

Demikian informasi ini saya sampaikan, atas bantuan, partisipasi dan kesediaan waktu anda,saya ucapkan terimakasih.

Hormat Saya, Peneliti,


(6)

Lampiran 5

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN PENELITIAN (INFORM CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : ... Umur : ... tahun Jenis kelamin : laki-laki/perempuan Alamat :...

TD : .../...

Lama Menderita : ...

Setelah mendapat keterangan dan penjelasanyang cukup dari peneliti secara lengkap, maka dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan saya menyatakan ‘BERSEDIA’ berpartisipasi menjadi sukarelawan dalam penelitian ini yang berjudul proporsi gangguan pendengaran pada pasien hipertensi pasien di poli ginjal hipertensi RSUP HAM Medan. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa proporsi pasien hipertensi di poli ginjal hipertensi RSUP Haji Adam Malik Medan yang menderita gangguan pendengaran.

Mengetahui, Menyatakan, Peneliti, Responden,

(Rana Fathiyya Srg) (………)


(7)

Lampiran 6

MASTER DATA

NO NAMA UMUR

JENIS KELAMIN LAMA MENDERITA HIPERTENSI TEKANAN DARAH JENIS GANGGUAN PENDENGARAN 1 bbrs 32 tahun Perempuan < 5 Tahun 140/70 Konduktif

2 cp 23 tahun Laki-laki < 5 Tahun 150/80 Sensori-neural

3 rbrs 34 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 170/80 Sensori-neural

4 am 44 tahun Laki-laki 5 - 10 Tahun 160/90 Sensori-neural

5 bs 23 tahun Laki-laki 5 - 10 Tahun 110/80 Normal

6 ns 24 tahun Perempuan > 10 Tahun 150/90 Konduktif

7 hs 42 tahun Laki-laki > 10 Tahun 130/80 Sensori-neural

8 pa 32 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 140/90 Sensori-neural

9 abrs 43 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 160/80 Sensori-neural

10 ho 44 tahun Laki-laki 5 - 10 Tahun 180/80 Sensori-neural

11 evt 30 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 120/80 Normal

12 sj 32 tahun Perempuan < 5 Tahun 180/70 Sensori-neural

13 et 53 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 170/70 Sensori-neural

14 ra 27 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 110/80 Normal

15 asa 43 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 110/80 Normal

16 nh 40 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 140/80 Konduktif

17 rhg 35 tahun Laki-laki 5 - 10 Tahun 120/70 Normal

18 ds 24 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 140/70 Konduktif

19 as 26 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 170/80 Sensori-neural

20 np 55 tahun Perempuan < 5 Tahun 110/80 Normal

21 pn 45 tahun Laki-laki > 10 Tahun 180/80 Sensori-neural

22 hp 47 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 180/70 Sensori-neural

23 sdh 40 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 160/80 Konduktif

24 ms 27 tahun Laki-laki 5 - 10 Tahun 150/80 Konduktif

25 agn 55 tahun Laki-laki 5 - 10 Tahun 120/80 Normal

26 arn 24 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 120/80 Normal

27 anf 44 tahun Laki-laki 5 - 10 Tahun 180/70 Sensori-neural

28 cpd 45 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 170/70 Sensori-neural

29 ppi 57 tahun Perempuan > 10 Tahun 190/70 Sensori-neural

30 mo 27 tahun Laki-laki > 10 Tahun 140/80 Konduktif

31 tmpb 28 tahun Perempuan > 10 Tahun 190/80 Sensori-neural

32 rta 56 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 120/80 Normal

33 jka 46 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 170/70 Sensori-neural

34 rpa 48 tahun Laki-laki > 10 Tahun 180/80 Sensori-neural

35 or 44 tahun Laki-laki 5 - 10 Tahun 170/90 Sensori-neural


(8)

37 js 57 tahun Perempuan < 5 Tahun 120/70 Normal

38 lbg 25 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 130/60 Konduktif

39 fh 35 tahun Perempuan < 5 Tahun 120/70 Normal

40 bsg 56 tahun Laki-laki > 10 Tahun 140/80 Konduktif

41 egs 48 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 120/70 Normal

42 rat 40 tahun Laki-laki 5 - 10 Tahun 120/80 Normal

43 sgg 37 tahun Laki-laki 5 - 10 Tahun 170/80 Sensori-neural

44 zbh 32 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 170/90 Sensori-neural

45 tho 52 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 180/70 Sensori-neural

46 spn 54 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 130/80 Konduktif

47 sos 27 tahun Laki-laki < 5 Tahun 120/70 Normal

48 mwd 28 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 140/70 Konduktif

49 aba 25 tahun Laki-laki 5 - 10 Tahun 170/90 Sensori-neural

50 ykr 60 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 180/70 Sensori-neural

51 rhs 44 tahun Laki-laki 5 - 10 Tahun 160/90 Konduktif

52 hb 41 tahun Laki-laki > 10 Tahun 170/80 Sensori-neural

53 fh 53 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 180/70 Sensori-neural

54 jm 33 tahun Laki-laki 5 - 10 Tahun 130/90 Konduktif

55 ngt 34 tahun Perempuan > 10 Tahun 180/70 Sensori-neural

56 era 44 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 130/70 Konduktif

57 amu 41 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 120/70 Normal

58 aka 42 tahun Laki-laki 5 - 10 Tahun 140/80 Konduktif

59 lbt 21 tahun Perempuan < 5 Tahun 120/70 Normal

60 stw 60 ta Perempuan 5 - 10 Tahun 180/70 Sensori-neural

61 kgn 24 tahun Laki-laki 5 - 10 Tahun 120/80 Normal

62 bi 45 tahun Laki-laki > 10 Tahun 110/80 Normal

63 lnm 47 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 180/80 Sensori-neural

64 hrs 28 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 130/80 Konduktif

65 pba 36 tahun Laki-laki > 10 Tahun 170/80 Sensori-neural

66 srn 56 tahun Laki-laki > 10 Tahun 160/90 Konduktif

67 dkk 47 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 150/100 Sensori-neural

68 sso 46 tahun Perempuan < 5 Tahun 120/70 Normal

69 rtg 30 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 180/70 Sensori-neural

70 bse 21 tahun Laki-laki > 10 Tahun 170/80 Sensori-neural

71 krs 42 tahun Perempuan > 10 Tahun 110/80 Normal

72 lpt 35 tahun Laki-laki > 10 Tahun 170/50 Sensori-neural

73 kh 37 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 150/80 Konduktif

74 sti 31 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 180/70 Sensori-neural

75 sma 50 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 180/100 Sensori-neural

76 ntn 45 tahun Laki-laki 5 - 10 Tahun 140/70 Konduktif

77 bhd 55 tahun Laki-laki 5 - 10 Tahun 180/90 Sensori-neural


(9)

79 rbg 35 tahun Perempuan > 10 Tahun 180/100 Sensori-neural

80 es 56 tahun Perempuan > 10 Tahun 180/80 Campuran

81 lhd 47 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 180/90 Sensori-neural

82 ppd 47 tahun Laki-laki 5 - 10 Tahun 140/80 Konduktif

83 emy 47 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 180/70 Campuran

84 rs 35 tahun Laki-laki < 5 Tahun 120/80 Normal

85 nl 37 tahun Perempuan < 5 Tahun 120/70 Normal

86 cbs 45 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 150/90 Sensori-neural

87 it 48 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 160/80 Sensori-neural

88 sw 33 tahun Perempuan > 10 Tahun 140/70 Konduktif

89 ebs 45 tahun Perempuan > 10 Tahun 130/80 Konduktif

90 asi 34 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 150/90 Sensori-neural

91 bjm 55 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 110/80 Normal

92 lbt 47 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 150/80 Konduktif

93 tpe 47 tahun Laki-laki 5 - 10 Tahun 180/70 Sensori-neural

94 pdu 35 tahun Laki-laki 5 - 10 Tahun 160/80 Sensori-neural

95 sbsi 35 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 140/70 Konduktif

96 npt 48 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 180/80 Sensori-neural

97 fe 50 tahun Laki-laki 5 - 10 Tahun 130/80 Konduktif

98 ras 31 tahun Laki-laki 5 - 10 Tahun 130/70 Konduktif

99 dis 34 tahun Perempuan 5 - 10 Tahun 150/80 Konduktif


(10)

Lampiran 7

Hasil Output SPSS

jeniskelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid laki-laki 38 38.0 38.0 38.0

perempuan 62 62.0 62.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 21-30 21 21.0 21.0 21.0

31-40 27 27.0 27.0 48.0

41-50 36 36.0 36.0 84.0

51-60 16 16.0 16.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

lama

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid < 5 tahun 11 11.0 11.0 11.0

5 - 10 tahun 69 69.0 69.0 80.0

> 10 tahun 20 20.0 20.0 100.0


(11)

jenisgangguan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid konduktif 29 29.0 29.0 29.0

sensori-neural 46 46.0 46.0 75.0

campuran 3 3.0 3.0 78.0

normal 22 22.0 22.0 100.0

Total 100 100.0 100.0

umur * jenisgangguan Crosstabulation

Count

jenisgangguan

Total konduktif sensori-neural campuran normal

umur 21-30 7 5 0 9 21

31-40 9 12 0 6 27

41-50 10 20 1 5 36

51-60 3 9 2 2 16

Total 29 46 3 22 100

lama * jenisgangguan Crosstabulation

Count

jenisgangguan

Total konduktif sensori-neural campuran normal

lama < 5 tahun 1 2 0 8 11

5 - 10 tahun 22 33 2 12 69

> 10 tahun 6 11 1 2 20


(12)

(13)

DAFTAR PUSTAKA

American Speech-Language-Hearing Association. Type, Degree, and Configuration of Hearing loss. Audiology Information Series. ASHA 2011 7976-16

Bainbridge, K.E., Hoffman, H.J., Cowie, C.C., 2008. Diabetes and Hearing Impairment in the United States: Audiometric Evidence from the National Health and Nutrition Examination Survey, 1999 to 2004. Annals of Internal Medicine 149 (1) : 1

Gray, H.H., Dawkins, K.D., Morgan, J.M., dan Simpson, I.A., 2005. Kardiologi:Lecture Notes. ed 4. Jakarta : Penerbit Erlangga, 57-69.

Guyton, Arthur C. & Hall, John E. Editor bahasa Indonesia : Irawati Setiawan.1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed.9. Jakarta. EGC, 1018-1055.

Hanifa, Anggie. 2011. Prevalensi Hipertensi Sebagai Penyebab Penyakit Ginjal Kronik Di Unit Hemodialisis RSUP H.Adam Malik Medan Tahun 2009. Skripsi. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Kumar, Parveen ; Clark, Michael. 2005. Kumar & Clark : Clinical Medicine . Sixth edition.Saunders Ltd.

Maqbool, M., 2000. Deafness: Textbook of Ear, Nose and Throat Diseases. 9th ed. New Delhi: Jaypee Brothers: 102-109.


(14)

Metsler,Ina; Tahera, Yeasmin; Simpson, Evan ; et al. Estrogen receptor ß protects against acoustic trauma in mice. 2008. The Journal of Clinical Investigations, vol 118.

Mondelli, Maria F Capoani ; Lopes, Andrea C. Relation between hypertension and hearing loss. 2009. Intl. Arch. Otorhinolaryngol.,São Paulo, v.13, n.1, p. 63-68.

Netter, Frank H. 2010. Atlas Of Human Anatomy. 5th edition. United States of America.Saunder Elsevier, 268.

Santoso, Sugeng ; Muyassaroh. 2012. Kurang pendengaran sensorineural pada lansia dengan dan tanpa hipertensi. Bagian/SMF ilmu kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Med Hosp 2012; Vol 1(1) : 16-19.

Sherwood, Lauralee. Alih bahasa Brahm U. Pendit. 2001. Fisiologi Manusia dari sel kesistem. Edisi 2. Jakarta. EGC, 551-563.

Sigsbee W, Duck, MD ; Jiri Prazma, MD, et al. 1997. Interaction Between Hypertension and Diabetes Mellitus in the Pathogenesis of Sensorineural Hearing Loss. The Laryiigoscope Lippincott-Raven Publishers, Philadelphia. 107:1696-1605,199.

Supramaniam, Sukganti. 2011. Prevalensi Gangguan Pendengaran pada Siswa SMA Swasta Raksana di Kota Medan Tahun 2010. Skripsi. Medan : Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Suryaatmaja,Oppy. 2012. Preeklampsia sebagai salah satu factor risiko terhadap kerusakan fungsi sel rambut luar koklea. Yogyakarta : Bagian Ilmu


(15)

Kesehatan Telinga, hidung dan tenggorok. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

Tortora, G.J. & Derrickson, B.H. 2009. Principles of Anatomy and Physiology. 12th edition. Volume 2. John Wiley and Sons, Inc, 937-942.

Tripena, Nenny. 2011. Karakteristik Penderita Hipertensi Rawat Inap di Rumah Sakit Bhayangkara Medan Tahun 2008-2010. Skripsi. Medan : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Yathavan, Sugumar. 2011. Gambaran Etiologi Gangguan Pendengaran Di RSUP. H. Adam Malik, Medan Dari Periode 1 Januari - 31 Desember 2009. Skripsi. Medan : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Yogiantoro, M., 2006. Hipertensi Esensial. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S., 2006. Buku Ajar Penyakit Ilmu Penyakit Dalam. Ed 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 599-603.


(16)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

3.2. Variabel dan Definisi Operasional 3.2.1. Variabel Penelitian

a. Penderita hipertensi di poli ginjal hipertensi RSUP HAM Medan b. Gangguan pendengaran

3.2.2. Definisi Operasional

a) Penderita hipertensi

Definisi : Pasien yang datang ke poli ginjal hipertensi dengan diagnosa hipertensi atau yang memiliki tekanan darah sistol diatas 140 mmHg dan tekanan darah diastol diatas 90 mmHg.

Cara Ukur : Tekanan darah pasien diukur dengan menggunakan spigmomanometer kemudian hasil tekanan darah yang diukur dicatat.

Alat Ukur : Spigmomanometer

Kategori : Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of

Arteriosklerosis end artery

koklea

Iskemia koklea

Gangguan pendengaran Sensorineural Hipertensi


(17)

High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi:

Klasifikasi Tekanan Darah

Tekanan Darah Sistolik (mmHg)

Tekanan Darah Diastolik (mmHg)

Normal < 120 <80

Prahipertensi 120-139 80-89

Hipertensi derajat 1 140-159 90-99

Hipertensi derajat 2 >160 > 100

Tabel 3.1. Klasifikasi Tekanan Darah

Skala : Ordinal

b) Gangguan pendengaran

Definisi : Gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan total atau parsial untuk mendengar suara di salah satu atau kedua telinga.

Cara ukur : Terdapat 3 jenis pemeriksaan yaitu: a. Tes Rinne

Intepretasi :

- Rinne positif artinya telinga normal atau dapat juga tuli sensori-neural

- Rinne negatif artinya tuli konduktif b. Tes Weber

Interpretasi:

Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan disebut lateralisai ke kanan, disebut normal bila antara sisi kanan dan kiri sama kerasnya. Pada lateralisasi ke kanan terdapat kemungkinannya:


(18)

- Tuli konduktif pada kedua telinga, tetapi gangguannya pada telinga kanan lebih hebat.

- Tuli sensori-neural sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu, maka di dengar sebelah kanan. - Tuli sensori-neural pada kedua telinga, tetapi sebelah

kiri lebih hebat dari pada sebelah kanan.

Secara ringkas, intepretasinya pemeriksaan Rinne dan Weber berupa :

TES RINNE

RINNE POSITIF RINNE NEGATIF

WEBER

Normal/Tidak ada lateralisasi

Normal atau tuli sensori-neural

-

Lateralisasi ke telinga yang sehat

Tuli sensori-neural

Tuli sensori-neural

Lateralisasi ke telinga yang sakit

Tuli konduktif Tuli konduktif

Tabel 3.2. Intepretasi Pemeriksaan Rinne dan Weber

c. Tes Berbisik

Hasil tes berupa jarak pendengaran, yaitu jarak antara pemeriksa dan penderita di mana suara bisik masih dapat didengar enam meter. Pada nilai normal tes berbisik ialah 5/6 - 6/6.

Alat ukur : Garpu tala 512 Hz

Kategori : Gangguan pendengaran dapat dibagi menjadi tiga kategori utama yaitu gangguan pendengaran konduktif, gangguan pendengaran sensori-neural dan gangguan pendengaran campuran. Skala : Ordinal


(19)

Definisi : Persentase penderita hipertensi yang mengalami gangguan pendengaran sensori-neural

Cara Ukur : Nilai proporsi diukur dengan cara membagikan jumlah penderita hipertensi yang mengalami gangguan pendengaran sensori-neural dengan total seluruh penderita hipertensi kemudian dikali seratus persen

d) Jenis kelamin sampel

Definisi : Jenis kelamin penderita hipertensi yang berobat ke poli ginjal hipertensi RSUP HAM yang dijadikan sampel

Cara Ukur : Anamanesis atau rekam medis pasien Kategori : Laki-laki atau perempuan

Skala : Nominal

e) Umur Sampel

Definisi : Umur penderita hipertensi yang berobat ke poli ginjal hipertensi RSUP HAM yang dijadikan sampel

Cara Ukur : Anamanesis atau rekam medis pasien

Kategori : Umur 21-30 Tahun, Umur 31-40 Tahun, Umur 41-50 Tahun, atau Umur 51-60 Tahun

Skala : Ordinal

f) Lama menderita hipertensi

Definisi : Berapa lama sejak sampel didiagnosis menderita hipertensi sampai saat dilakukan pencatatan data.

Cara Ukur : Anamanesis atau rekam medis pasien Kategori : < 5 Tahun, 5-10 Tahun atau > 10 Tahun Skala : Ordinal


(20)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dengan desain cross sectional untuk mengetahui proporsi gangguan pendengaran pada pasien hipertensi di poli ginjal hipertensi RSUP HAM Medan.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian akan dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2013. Lokasi penelitian ini adalah di Poli ginjal klinik hipertensi RSUP Haji Adam Malik Medan. Alasan pemilihan lokasi penelitian adalah dikarenakan RSUP Haji Adam Malik merupakan rumah sakit umum yang menjadi tempat rujukan di kota Medan, dimana kasus hipertensi dan gangguan pendengaran banyak ditemukan.

4.3. Populasi dan sampel 4.3.1. Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pasien hipertensi yang datang berobat ke poli ginjal hipertensi RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2013 dan bersedia menjadi sampel.

4.3.2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi. Sampel yang dipilih berdasarkan counsecutive sampling, (penarikan sampel dengan tehnik ini berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan berdasarkan teori dan pertimbangan para ahli). Rumus yang digunakan adalah: (Wahyuni, 2008)

n = zα2PQ d2


(21)

Keterangan:

n : Besar sampel

zα : Tingkat kepercayaan yang dikehendaki (95 % = 1,96)

P : Proporsi atau keadaan yang akan dicari Q : 1 – P

d : Tingkat ketepatan yang diinginkan

n = (1.96)2 X (0.377) X (1 - 0.377) = 90,22 (0.1)2

Berdasarkan rumus diatas, dengan tingkat ketepatan 10 %, proporsi sebelumnya 37,7 % (dipergunakan P = 0.377) dari penelitian Santosa dan Muyassaroh(2012) didapatkan jumlah sampel sebanyak 90,22 . Untuk itu peneliti akan mengambil sampel sebanyak 100 orang untuk mempermudah perhitungan dan analisis data.

4.3.3. Kriteria Inklusi

Pasien Hipertensi yang berobat ke Poli Ginjal Hipertensi yang bersedia menjadi sampel

4.3.4. Kriteria Eksklusi

1. Pasien Hipertensi dengan gangguan pendengaran konduktif 2. Pasien Hipertensi dengan riwayat konsumsi obat-obatan ototoksik 3. Pasien Hipertensi yang menderita presbikusis

4. Pasien berumur diatas 60 tahun

4.4. Teknik Pengumpulan Data 4.4.1. Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari pasien hipertensi yang datang berobat ke poli ginjal hipertensi RSUP Haji Adam Malik


(22)

Medan. Sebelum pengambilan data, dilakukan persiapan berupa pengurusan izin meneliti ke RSUP Haji Adam Malik. Kemudian dipersiapkan informed consent bagi pasien yang akan dijadikan sampel.

Data mengenai nama, jenis kelamin, umur dan lama mengidap penyakit hipertensi, dilihat dari status pasien. Setelah dijelaskan mengenai prosedur penelitian kepada pasien dan pasien setuju untuk menjadi sampel penelitian, maka pasien diminta untuk menandatangani informed consent. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan langsung terhadap pasien menggunakan garpu tala. Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien berupa tes Rinne dan tes Weber untuk menilai ada atau tidak gangguan pendengaran. Akhirnya, data yang diperoleh tersebut dicatat sesuai dengan yang didapat.

4.4.2. Instrumen Penelitian

Instrumen dan alat yang digunakan pada penelitian ini adalah garpu tala 512 Hz.

4.5. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang terkumpul akan diolah dan dianalisa secara deskriptif dengan menggunakan komputerisasi. Data yang telah dianalisis akan disajikan dalam bentuk tabel.


(23)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dipakai pada penelitian ini adalah Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik merupakan suatu unit pelayanan kesehatan di Kota Medan yang berlokasi di Jl. Bungalau No 17, Medan Sumatera Utara. RSUP Haji Adam Malik Medan dipilih sebagai lokasi penelitian karena rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit pusat rujukan, sehingga diharapkan banyak ditemukan kasus gangguan pendengaran pada pasien hipertensi yang berobat kerumah sakit tersebut.

5.1.2. Deskripsi Sampel

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh data – data sampel yang dikumpulkan dan disajikan dalam bentuk tabel seperti yang diuraikan dibawah ini:

Tabel 5.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur dan Lama Menderita Hipertensi

Sampel Jumlah sampel Persentase (%) Jenis Kelamin

Laki-Laki 38 38.0

Perempuan 62 62.0

Umur

21 – 30 31 – 40 41 – 50 51 – 60

Lama Menderita

< 5 Tahun 5 – 10 Tahun

>10 Tahun 21 27 36 16 11 69 20 21.0 27.0 36.0 16.0 11.0 69.0 20.0


(24)

Total 100 100

Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa sampel berjenis kelamin laki-laki berjumlah 38 orang ( 38%) dan sampel berjenis kelamin perempuan berjumlah 62 orang (62%). Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa sampel yang berusia 21-30 tahun sebanyak 21 orang (21%), sampel yang berusia 31-40 tahun sebanyak 27 orang (27%), sampel yang berusia 41 – 50 tahun sebanyak 36 orang (36%) dan sampel yang berusia 51 – 60 tahun sebanyak 16 orang (16%). Berdasarkan lama menderita hipertensi, sampel yang menderita hipertensi kurang dari 5 tahun sebanyak 11 orang (11%), sampel yang menderita hipertensi selama 5-10 tahun sebanyak 69 orang (69%) dan sampel yang menderita hipertensi selama lebih dari 10 tahun sebanyak 20 orang (20%).

5.1.3. Hasil Analisis Data

Dari hasil pengumpulan data dan pemeriksaan gangguan pendengaran pada sampel yang menderita hipertensi di poli ginjal RSUP Haji Adam Malik medan, didapati bahwa dari 100 sampel yang menderita hipertensi, 78 orang (78%) mengalami gangguan pendengaran dan 22 orang (22%) tidak mengalami gangguan pendengaran.


(25)

5.1.3.1.Distribusi Jenis Kelamin Sampel yang Mengalami Gangguan Pendengaran

Tabel 5.2. Distribusi Jenis Kelamin Sampel yang Mengalami Gangguan Pendengaran

Jenis Kelamin Gangguan Pendengaran Jumlah sampel Persentase (%)

Laki-Laki 27 34,6

Perempuan 51 65,4

Total 78 100

Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa sampel berjenis kelamin laki-laki yang mengalami gangguan pendengaran sebanyak 27 orang (34,6%) dan sampel perempuan yang mengalami gangguan pendengaran sebanyak 51 orang (65,4%).

5.1.3.2. Distribusi Umur Sampel yang Mengalami Gangguan Pendengaran

78 22

Penderita Hipertensi

gangguan pendengaran 78%

tidak gangguan pendengaran 22%


(26)

Tabel 5.3. Distribusi Umur Sampel yang Mengalami Gangguan Pendengaran

Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwa sampel berusia 21-30 tahun yang mengalami gangguan pendengaran sebanyak 12 orang (15,4%), sampel berusia 31-40 tahun yang mengalami gangguan pendengaran sebanyak 21 orang (26,9%), sampel berusia 41 – 50 tahun yang mengalami gangguan pendengaran sebanyak 31 orang (39,7%) dan sampel berusia 51 – 60 tahun yang mengalami gangguan pendengaran sebanyak 14 orang (17,9%).

5.1.3.3. Distribusi Lama Sampel menderita Hipertensi yang Mengalami Gangguan Pendengaran

Berdasarkan data yang didapatkan, dilakukan pengelompokkan sampel yang mengalami gangguan pendengaran berdasarkan lama menderita hipertensi. Distribusi sampel yang mengalami gangguan pendengaran berdasarkan lama sampel tersebut menderita hipertensi dapat dilihat pada tabel 5.4.

Tabel 5.4. Distribusi Lama Sampel menderita Hipertensi yang Mengalami Gangguan Pendengaran

Lama Menderita Jumlah sampel Persentase (%)

< 5 Tahun 3 3,8

5-10 Tahun 57 73,1

> 10 Tahun 18 23,1

Total 78 100.0

Berdasarkan tabel 5.4 dapat dilihat bahwa sampel yang menderita hipertensi kurang dari 5 tahun sebanyak 3 orang (3,8%) mengalami gangguan

Umur Jumlah sampel Persentase (%)

21 – 30 12 15,4

31 – 40 21 26,9

41 – 50 31 39,7

51 – 60 14 17,9


(27)

pendengaran, sampel yang menderita hipertensi selama 5-10 tahun sebanyak 57 orang (73,1%) mengalami gangguan pendengaran dan sampel yang menderita hipertensi selama lebih dari 10 tahun sebanyak 18 orang (23,1%) mengalami gangguan pendengaran.

5.1.3.4. Distribusi Sampel berdasarkan Jenis Gangguan Pendengaran

Tabel 5.5. Distribusi Sampel berdasarkan Jenis Gangguan Pendengaran

Jenis Jlh sampel Persentase (%)

Konduktif 29 37,2

Sensori-neural 46 59

Campuran 3 3,8

Total 78 100.0

Berdasarkan tabel 5.5 dapat dilihat bahwa sampel yang mengalami gangguan pendengaran jenis konduktif sebanyak 29 orang (37,2%), sampel yang mengalami gangguan pendengaran jenis sensori neural sebanyak 46 orang (59%) dan sampel yang mengalami gangguan pendengaran jenis campuran sebanyak 3 orang (3,8%).

5.1.3.5. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur dan Jenis Gangguan Pendengaran

Berdasarkan data yang didapatkan, dilakukan pengelompokkan sampel berdasarkan jenis gangguan pendengaran dan umur sampel.

Tabel 5.6. Distribusi Sampel berdasarkan Umur dan Jenis Gangguan Pendengaran

Umur (Tahun)

Jenis Gangguan Pendengaran

Total Kondutif Sensori Neural Campuran

21 – 30 7 5 0 12

31 – 40 9 12 0 21

41 – 50 10 20 1 31


(28)

Total 29 46 3 78

Berdasarkan tabel 5.6 dapat dilihat bahwa gangguan pendengaran jenis konduktif dialami oleh paling banyak oleh sampel berumur 41 – 50 tahun, yaitu sebanyak 10 orang (34,5%) dan dialami paling sedikiti oleh sampel berumur 51 – 60, yaitu sebanyak 3 orang (10,3%) . Gangguan pendengaran jenis sensori-neural dialami paling banyak oleh sampel berumur 41 – 50 tahun yaitu sebanyak 20 orang (43,5%), diikuti dengan sample yang berumur 31-40 tahun yaitu sebanyak 12 orang (26,1%), diikuti lagi dengan sampel yang berumur 51-60 tahun yaitu sebanyak 9 orang (19,6%) dan dialami paling sedikit oleh sampel 21-30 tahun yaitu sebanyak 5 orang (10,9%). Gangguan pendengaran jenis campuran dialami paling banyak oleh sampel berumur 51 – 60 tahun, yaitu sebanyak 2 orang (66,7%) dan tidak dialami oleh sampel berumur kurang dari 40 tahun.

5.1.3.6. Distribusi Sampel Berdasarkan Lama Menderita Hipertensi dan Jenis Gangguan Pendengaran

Tabel 5.7. Distribusi Sampel Berdasarkan Lama Menderita Hipertensi dan Jenis Gangguan Pendengaran

Lama Menderita Hipertensi

Jenis Gangguan Pendengaran

Total Kondutif Sensori Neural Campuran

< 5 tahun 1 2 0 3

5 – 10 tahun 22 33 2 57

> 10 tahun 6 11 1 18

Total 29 46 3 78

Berdasarkan tabel 5.7 dapat dilihat bahwa gangguan pendengaran jenis konduktif dialami paling banyak oleh sampel dengan lama menderita hipertensi 5-10 tahun yaitu sebanyak 22 orang (75,9%). Gangguan pendengaran jenis sensori-neural dialami paling banyak oleh sampel dengan lama menderita hipertensi 5-10 tahun yaitu sebanyak 33 orang (71,7%) dikuti dengan sample yang menderita hipertensi selama >10 tahun, yaitu sebanyak 11 orang (23,9%) dan paling sedikit oleh


(29)

sampel dengan lama menderita hipertensi adalah <5 tahun yaitu sebanyak 2 orang (4,3%). Gangguan pendengaran jenis campuran dialami paling banyak oleh sampel yang menderita hipertensi selama 5- 10 tahun yaitu sebanyak 2 orang (66,7%).

5. 2. Pembahasan

Hipertensi diduga sebagai salah satu penyakit yang menyebabkan terjadinya gangguan pendengraran. Pada penelitian yang dilakukan oleh Santoso dan Muyassaroh (2012), dikemukakan bahwa hipertensi mempunyai risiko terjadinya gangguan pendengaran sensori-neural yang lebih besar dibandingkan normotensi.

Berdasarkan hasil penelitian, jenis kelamin sampel yang lebih banyak mengalami gangguan pendengaran adalah perempuan (51%), hal ini berbeda dengan pendapat Metsler (2008), dimana gangguan pendengaran kurang terjadi pada perempuan karena adanya hormon estradiol yang bekerja melalui reseptor estrogen beta yang dapat memelihara sistem auditori dari trauma. Perbedaan ini mungkin disebabkan karena mayoritas sampel berjenis kelamin perempuan.

Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan data umur penderita hipertensi yang banyak mengalami gangguan pendengaran seperti yang bisa diliht di tabel 5.3. Sampel berusia 21-30 tahun yang mengalami gangguan pendengaran sebanyak 12 orang (15,4%), sampel berusia 31-40 tahun yang mengalami gangguan pendengaran sebanyak 21 orang (26,9%), sampel berusia 41 – 50 tahun yang mengalami gangguan pendengaran sebanyak 31 orang (39,7%) dan sampel berusia 51 – 60 tahun yang mengalami gangguan pendengaran sebanyak 14 orang (17,9%). Dapat disimpulkan bahwa penderita hipertensi yang berumur diantar 41 tahun sampai 50 tahun merupakan yang terbanyak mengalami gangguan pendengaran.

Kemudian Berdasarkan tabel 5.4 dapat dilihat bahwa gangguan pendengaran jenis konduktif dialami oleh paling banyak oleh sampel berumur 41


(30)

berumur 51 – 60, yaitu sebanyak 3 orang . Gangguan pendengaran jenis sensori-neural dialami paling banyak oleh sampel berumur 41 – 50 tahun, yaitu sebanyak 20 orang dan dialami paling sedikiti oleh sampel berumur 21 – 30, yaitu sebanyak 5 orang. Gangguan pendengaran jenis campuran dialami paling banyak oleh sampel berumur 51 – 60 tahun, yaitu sebanyak 2 orang dan tidak dialami oleh sampel berumur kurang dari 40 tahun. Dapat disimpulkan bahwa gangguan pendengaran jenis sensori- neural paling banyak dialami oleh sampel dengan usia 41 tahun sampai 50 tahun. Hal ini mungkin disebabkan pengaruh degeneratif umur yang sudah tua, sehingga mengganggu fungsi organ pendengaran dan bertambahnya proses aterosklerosis pada usia tua .Hal tersebut juga dihubungkan dengan pendapat Menurut duck, et al (1997), hipertensi menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel-sel rambut koklea organ pendengaran. Kerusakan sel-sel rambut koklea ini disebabkan oleh proses arteriosklerosis vaskuler telinga dalam.

Lama seseorang menderita hipertensi juga turut mempengaruhi terjadinya gangguan pendengaran,seperti yang dapat dilihat pada tabel 5.4. Berdasarkan tabel 5.4 dapat dilihat bahwa sampel yang menderita hipertensi kurang dari 5 tahun sebanyak 3 orang (3,8%) mengalami gangguan pendengaran, sampel yang menderita hipertensi selama 5-10 tahun sebanyak 57 orang (73,1%) mengalami gangguan pendengaran dan sampel yang menderita hipertensi selama lebih dari 10 tahun sebanyak 18 orang (23,1%) mengalami gangguan pendengaran. Berdasarkan tabel 5.7 dapat dilihat bahwa gangguan pendengaran jenis konduktif, sensori-neural dan campuran dialami oleh paling banyak oleh sampel yang menderita hipertensi selama 5- 10 tahun dan paling sedikit dijumpai pada sampel yang menderita hipertensi kurang dari 5 tahun. Terjadinya gangguan pendengaran sensori-neural pada pasien yang menderita hipertensi dalam jangka waktu lama mungkin disebabkan oleh gangguan mikrosirkulasi dan iskemia pada vaskularisasi telinga dalam. Sesuai yang dikemukakan oleh suryaatmaja (2012), Telinga dalam yang mendapatkan vaskularisasi end artery sangat rentan terhadap efek dari vasospasme dan iskemia. Suplai darah koklea yang normal sangat penting untuk proses depolarisasi dan repolarisasi selrambut, Jika jaringan kapiler pada stria vaskularis tidak tersuplai darah, potensial endolimfatik akan turun, sirkulasi


(31)

kalium menjadi minimal. Dengan demikian iskemia koklea diikuti penurunan fungsi koklea secara dramatis dalam beberapa detik. Dalam jangka panjang, suplai darah kaya oksigen yang tidak adekuat akan mengganggu fungsi koklea

Dari seluruh data dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya hipertensi merupakan penyebab gangguan pendengaran jenis sensori-neural. Terjadinya gangguan pendengaran jenis sensori-neural pada penderita hipertensi juga dipengaruhi oleh umur dan lama nya pasien tersebut menderita hipertensi. Mekanisme terjadinya gangguan pendengaran jensi sensori-neural pada pasien hipertensi sendiri masih banyak diperdebatkan, beberapa diantaranya mengemukakan bahwa hipertensi menyebabkan kerusakan saraf pada organ pendengaran dan gangguan vaskularisasi, Penelitian terkait oleh Mondelli dan Lopes (2009) menyatakan bahwa terjadinya gangguan pendengaran sensori-neural pada pasien hipertensi adalah akibat ganguan pada mikrosirkulasi organ pendengaran oleh karena emboli, hemoragik dan vasospasme pembuluh darah.

Selain hipertensi, masih banyak penyakit sistemik penyebab terjadinya gangguan pendengaran, misalnya saja diabetes meilitus, seperti yang dikemukakan oleh Bainbridge (2008) pada penelitian nya bahwa penderita diabetes mellitus mempunyai risiko lebih tinggi untuk mengalami gangguan pendengaran berbanding yang non diabetes. Dimana gangguan pendengaran jenis sensorineural lebih banyak dialami oleh penderita diabetes mellitus dibandingkan jenis konduktif. Ini diduga karena adanya masalah perubahan patologi pada sistem vestibular dan sistem neural telinga dalam, sehingga gangguan pendengaran sensorineural terjadi. Oleh karena itu masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut bagaimana pengaruh diabetes meilitus itu sendiri terhadap organ pendengaran dan terjadinya gangguan pendengaran jenis sensori-neural.


(32)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan uraian dari pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Proporsi penderita hipertensi di Poli Ginjal Hipertensi yang mengalami gangguan pendengaran adalah 78%. Proporsi penderita hipertensi yang mengalami gangguan pendengaran jenis sensori neural dan campuran adalah 49%.

2. Distribusi frekuensi pasien yang mengalami gangguan pendengaran jenis sensori neural adalah 59%, gangguan pendengaran jenis konduktif adalah 37,2%, dan gangguan pendengaran jenis campuran adalah 3,8%

3. Gangguan pendengaran lebih banyak dialami oleh sampel berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 65,4%, sedangkan sampel berjenis kelamin laki-laki lebih sedikit yaitu sebesar 34,6%.

4. Gangguan pendengaran jenis sensori-neural dialami paling banyak oleh sampel berumur 41 – 50 tahun yaitu sebesar 43,5%, diikuti dengan sample yang berumur 31-40 tahun yaitu sebesar 26,1%, diikuti lagi dengan sampel yang berumur 51-60 tahun yaitu sebesar 19,6%, dan dialami paling sedikit oleh sampel 21-30 tahun yaitu sebesar 10,9%.

5. Gangguan pendengaran jenis sensori-neural dialami paling banyak oleh sampel yang menderita hipertensi selama 5-10 tahun yaitu sebesar 71,7% ,dikuti dengan sample yang menderita hipertensi selama >10 tahun, yaitu sebesar 23,9% dan paling sedikit oleh sampel dengan lama menderita hipertensi adalah <5 tahun yaitu sebesar 4,3%.


(33)

6.2. Saran

Beberapa saran yang dapat diberikan peneliti setelah melakukan penelitian ini adalah :

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek hipertensi terhadap organ pendengaran dengan menggunakan jumlah sampel yang lebih banyak dan alat-alat yang lebih baik seperti audiometri sehingga didapati hasil yang lebih akurat.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penyakit-penyakit sistemik lain yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran, baik jenis konduktif, sensori-neural maupun konduktif

3. Diharapkan pihak rumah sakit,khusunya RSUPHAM Medan untuk memberikan protap agar pasien atau masyarakat sekitar mengetahui tentang adanya kemungkinan penderita hipertensi dapat mengalami gangguan pendengaran sehingga masyarakat dapat mencegah tekanan darah yang tinggi (hipertensi)


(34)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Telinga

2.1.1. Anatomi Telinga

Telinga dibagi menjadi telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Penjelasannya sebagai berikut :

A. Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari aurikula dan kanalis auditorius eksternus dan dipisahkan dari telinga tengah oleh membrana timpani. Aurikula berfungsi untuk membantu pengumpulan gelombang suara. Gelombang suara tersebut akan dihantarkan ke telinga bagian tengah melalui kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan meatus auditorius eksternus terdapat sendi temporal mandibular.

Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat tempat kulit melekat. Dua pertiga medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius eksternus berakhir pada membrana timpani. Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa, yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen. Serumen mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit (Kumar dan Clark, 2005).

B. Telinga Tengah

Bagian atas membrana timpani disebut pars flaksida, sedangkan bagian bawah pars tensa. Pars flaksida mempunyai dua lapisan, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapisan lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam.

Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran di dalam


(35)

telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membrana timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap oval yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antara tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah (Sherwood, 2001).

Gambar 2.1. Anatomi telinga Sumber : Netter, 2010

C. Telinga Dalam

Koklea bagian tulang dibagi menjadi dua lapisan oleh suatu sekat. Bagian dalam sekat ini adalah lamina spiralis ossea dan bagian luarnya adalah lamina


(36)

spiralis membranasea.Ruang yang mengandung perilimfe terbagi dua, yaitu skala vestibuli dan skala timpani. Kedua skala ini bertemu pada ujung koklea yang disebut helikotrema.

Skala vestibuli berawal pada foramen ovale dan skala timpani berakhir pada foramen rotundum. Pertemuan antara lamina spiralis ossea dan membranasea kearah perifer membentuk suatu membrana yang tipis yang disebut membrana Reissner yang memisahkan skala vestibuli dengan skala media (duktus koklearis). Duktus koklearis berbentuk segitiga, dihubungkan dengan labirin tulang oleh jaringan ikat penyambung periosteal dan mengandung end organ dari nervus koklearis dan organ Corti. Duktus koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan perantaraan duktus Reuniens.

Organ Corti terletak di atas membrana basilaris yang mengandung organel-organel yang penting untuk mekenisma saraf perifer pendengaran. Organ Corti terdiri dari satu baris sel rambut dalam yang berisi kira-kira 3000 sel dan tiga baris sel rambut luar yang berisi kira-kira 12.000 sel. Sel-sel ini menggantung lewat lubang-lubang lengan horisontal dari suatu jungkat-jangkit yang dibentuk oleh sel-sel penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel rambut terdapat strereosilia yang melekat pada suatu selubung yang cenderung datar yang dikenal sebagai membrana tektoria (sherwood, 2001).


(37)

Gambar 2.2. Koklea Sumber : Netter, 2010

2.1.2. Fisiologi Pendengaran

Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang diteruskan ke liang telinga dan mengenai membrana timpani sehingga membrana timpani bergetar. Getaran ini diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain. Selanjutnya, stapes menggerakkan foramen ovale yang juga menggerakkan perilimfe dalam skala vestibuli. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong endolimfe dan membrana basalis ke arah bawah. Perilimfe dalam skala timpani akan bergerak sehingga foramen rotundum terdorong ke arah luar. Sel rambut luar dapat meningkatkan atau mempertajam puncak gelombang berjalan dengan meningkatkan gerakan membran basilaris pada frekuensi tertentu. Keadaan ini disebut sebagai cochlear amplifier. (Tortora dan Derrickson, 2009).


(38)

Pada waktu istirahat, ujung sel rambut Corti berkelok dan dengan terdorongnya membrana basal, ujung sel rambut itu menjadi lurus. Rangsangan fisik ini berubah menjadi rangsangan listrik akibat adanya perbedaan ion Natrium dan Kalium yang diteruskan ke cabang-cabang nervus vestibulokoklearis. Kemudian meneruskan rangsangan itu ke pusat sensorik pendengaran di otak melalui saraf pusat yang ada di lobus temporalis (Sherwood, 2001).

2.2. Gangguan Pendengaran 2.2.1. Definisi

Gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan total atau parsial untuk mendengar suara di salah satu atau kedua telinga. Gangguan pendengaran diukur dengan jumlah tingkat ketulian yang disebut desibel (dB). Saat volume suara meningkat, jumlah desibel ikut meningkat. Percakapan normal biasanya antara 45-55 dB.

Menurut World Health Organization (WHO), gangguan pendengaran adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan kehilangan pendengaran di satu atau kedua telinga. Menurut Weber et al. (2009) dalam Yathavan (2011), gangguan pendengaran didefinisikan sebagai pengurangan dalam kemampuan seseorang untuk membedakan suara.

2.2.2. Epidemiologi

Menurut laporan Global Burden of Disease (GBD), estimasi penderita gangguan pendengaran derajat sedang di dunia pada tahun 2004 berjumlah 360,8 juta orang, dan jumlah penderita gangguan pendengaran derajat berat di dunia diperkirakan sebanyak 275,7 juta orang. Daerah Asia Tenggara mempunyai distribusi tertinggi penderita gangguan pendengaran dengan estimasi penderita sebanyak 178,3 juta orang, diikuti daerah Pasifik Barat (159,2 juta orang), Eropa (120,3 juta orang), Amerika (76,7 juta orang), Afrika (56,2 juta orang), dan Mediterranean Timur (56,2 juta orang).


(39)

Estimasi penderita gangguan pendengaran derajat sedang di Asia Tenggara pada tahun 2004 berjumlah 88,5 juta orang, dan jumlah penderita gangguan pendengaran derajat berat di Asia Tenggara diperkirakan sebanyak 89,8 juta orang. (GBD, 2004). Prevalensi kasus gangguan pendengaran di Indonesia dijumpai sebanyak 4,6%, dengan estimasi penderita gangguan pendengaran sebanyak 9,6 juta orang. Indonesia mempunyai kasus gangguan pendengaran yang kedua tertinggi di Asia Tenggara selepas India (630 juta penderita) (WHO, 2001).

2.2.3. Etiologi

Kehilangan pendengaran dapat konduktif (karena kesalahan transmisi gelombang suara) atau sensorineural (penerimaan suara yang rusak oleh sel saraf), atau keduanya. Penyebab umum gangguan pendengaran konduktif adalah laluan telinga terblokir akibat sumbatan kotoran, gendang telinga berlubang, atau adanya cairan di telinga. Penyebab umum untuk tuli sensorineural adalah paparan kebisingan, perubahan yang berkaitan dengan usia, dan obat-obatan ototoksik (yang merusak pendengaran).

2.2.4. Klasifikasi

Gangguan pendengaran dapat dibagi menjadi: a. Gangguan pendengaran konduktif

Terjadi karena masalah mekanis di telinga luar atau tengah yang mengakibatkan gelombang suara tidak secara adekuat dihantarkan. Tiga tulang kecil di telinga tidak dapat metranportasi suara dengan benar, atau mungkin gendang telinga tidak bergetar sebagai respons terhadap suara. Adanya cairan di telinga tengah juga dapat menyebabkan gangguan pendengaran konduktif (Sherwood, 2001). b. Gangguan pendengaran sensori-neural

Pada tuli sensori-neural, gelombang suara disalurkan ke telinga dalam, tetapi gelombang tersebut tidak diterjemahkan menjadi sinyal saraf yang diintepretasikan oleh otak sebagai sensasi suara. Defek mungkin


(40)

terletak pada organ corti,saraf auditorius, jalur auditorius asendens atau pada korteks auditorius itu sendiri (Sherwood, 2001).

c. Gangguan pendengaran campuran

Gangguan jenis ini merupakan kombinasi dari gangguan pendengaran jenis konduktif dan gangguan pendengaran jenis sensori-neural. Mula-mula gangguan pendengaran jenis ini adalah jenis konduktif, kemudian berkembang lebih lanjut menjadi gangguan sensori-neural, dapat pula sebaliknya, dan dapat juga terjadi bersama-sama (Lassman, 1997 dalam Sukgandi, 2010). Menurut American Speech-Language Hearing Association (ASHA) tahun 2011, gangguan pendengaran jenis campuran terjadi akibat kerusakan pada telinga luar atau telinga tengah dan telinga dalam atau saraf pendengaran.

2.2.5. Diagnosis

Pemeriksaan dan diagnosis gangguan pendengaran meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik atau otoskopi telinga, tes-tes pendengaran, yaitu tes berbisik, tes garputala dan tes audiometri serta melalui pemeriksaan-pemeriksaan penunjang lain.

Pada anamnesis, pasien ditanya saat kapan dan sewaktu aktivitas apa gangguan tersebut dialami. Kemudian dilakukan pula pemeriksaan telinga dengan menggunakan auriskop atau otoskop, yaitu sebuah lampu suluh yg kecil, yang digunakan untuk melihat ke dalam telinga pasien. Menggunakan alat ini, akan dapat dilihat apakah ada terdapat cairan yang keluar dari dalam telinga, pembangkakkan gendang telinga, sumbatan di dalam telinga disebabkan cairan atau benda asing, atau terakhir sekali terdapat lubang pada gendang telinga (Supramaniam, 2011).

Beberapa jenis pemeriksaan tambahan lain yang dilakukan untuk mendiagnosis gangguan pendengaran :

A. Pemeriksaan Garpu Tala

Pada pemeriksaan garpu tala, terdapat beberapa jenis pemeriksaan yaitu (Guyton dan Hall, 2007) :


(41)

a. Tes Rinne

Tujuan melakukan tes Rinne adalah untuk membandingkan atara hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu telinga pasien. Ada 2 macam tes rinne , yaitu;

i. Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya tegak lurus pada planum mastoid pasien (belakang meatus akustikus eksternus). Setelah pasien tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala kita pindahkan didepan meatus akustikus eksternus pasien. Tes Rinne positif jika pasien masih dapat mendengarnya. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien tidak dapat mendengarnya

ii. Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya secara tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala didepan meatus akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah bunyi garputala didepan meatus akustikus eksternus lebih keras dari pada dibelakang meatus skustikus eksternus (planum mastoid). Tes rinne positif jika pasien mendengar didepan maetus akustikus eksternus lebih keras. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien mendengar didepan meatus akustikus eksternus lebih lemah atau lebih keras dibelakang.

Ada 2 interpretasi dari hasil tes Rinne yaitu normal apabila tes Rinne positif, tuli konduksi apabila tes Rinne negatif (getaran dapat didengar melalui tulang lebih lama).

b. Tes Weber

Tujuan dilakukan tes Weber adalah untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga pasien. Cara melakukan tes Weber adalah membunyikan garpu tala 512 Hz lalu tangkainya diletakkan tegak lurus pada garis horizontal kepala. Menurut pasien, telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih keras. Jika telinga pasien mendengar


(42)

atau mendengar lebih keras ke arah 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-sama tidak mendengar atau sam-sama mendengar maka berarti tidak ada lateralisasi. Interpretasinya:

i. Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan disebut lateralisai ke kanan, disebut normal bila antara sisi kanan dan kiri sama kerasnya.

ii. Pada lateralisasi ke kanan terdapat kemungkinannya:

- Tuli konduktif sebelah kanan, misal adanya ototis media disebelah kanan.

- Tuli konduktif pada kedua telinga, tetapi gangguannya pada telinga kanan lebih hebat.

- Tuli sensori-neural sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu, maka di dengar sebelah kanan. - Tuli sensori-neural pada kedua telinga, tetapi sebelah

kiri lebih hebat dari pada sebelah kanan.

B. Tes Berbisik

Tes berbisik merupakan suatu tes pendengaran dengan memberikan suara bisik berupa kata-kata kepada telinga penderita dengan jarak tertentu. Telinga yang tidak diperiksa ditutup dan orang yang diperiksa tidak boleh melihat pemeriksa Hasil tes berupa jarak pendengaran, yaitu jarak antara pemeriksa dan penderita di mana suara bisik masih dapat didengar enam meter. Pada nilai normal tes berbisik ialah 5/6 - 6/6.

2.2.6. Penyakit Penyebab Gangguan Pendengaran

Penyakit telinga dapat menyebabkan tuli konduktif atau tuli sensorineural. Tuli konduktif, disebabkan kelainan terdapat di telinga luar atau telinga tengah. Telinga luar yang menyebabkan tuli konduktif adalah atresia liang telinga, sumbatan oleh serumen, otitis eksterna sirkumskripta dan osteoma liang telinga. Kelainan di telinga tengah yang menyebabkan tuli konduktif adalah sumbatan


(43)

tuba eustachius, otitis media, otosklerosis, timpanosklerosis, hemotimpanum dan dislokasi tulang pendengaran.

Tuli sensorineural dibagi dalam tuli sensorineural koklea dan retrokoklea. Tuli sensorineural koklea disebabkan oleh aplasia (kongenital), labirintitis (oleh bakteri atau virus) dan intoksikasi obat (streptomisin, kanamisin, garamisin, neomisin, kina, asetosal, atau alcohol). Selain itu, dapat juga disebabkan oleh tuli mendadak (sudden deafness), trauma kapitis, trauma akustik dan pajanan bising. Tuli sensorineural retrokoklea disebabkan oleh neuroma akustik, tumor sudut pons serebelum, myeloma multiple, cedera otak, perdarahan otak, dan kelainan otak lainnya. Kerusakan telinga oleh obat, pengaruh suara keras, dan usia lanjut akan menyebabkan kerusakan pada penerimaan nada tinggi di bagian basal koklea. Presbikusis ialah penurunan kemampuan mendengar pada usia lanjut. Pada trauma kepala dapat terjadi kerusakan di otak karena hematoma, sehingga terjadi gangguan pendengaran (Maqbool, 2000).

2.3. Hipertensi 2.3.1. Definisi

Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg. Hipertensi diklasifikasikan atas hipertensi primer (esensial) (90-95%) dan hipertensi sekunder (5-10%).

Dikatakan hipertensi primer bila tidak ditemukan penyebab dari peningkatan tekanan darah tersebut, sedangkan hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit/keadaan seperti feokromositoma, hiperaldosteronisme primer (sindroma Conn), sindroma Cushing, penyakit parenkim ginjal dan renovaskuler, serta akibat obat (Yogiantoro, 2006).

2.3.2. Epidemiologi

Hipertensi lebih sering dijumpai pada laki-laki muda dibandingkan wanita muda, pada orang berkulit gelap dibandingkan orang berkulit cerah, pada orang dengan sosioekonomi rendah dan pada orang tua.


(44)

Sampai saat inim data hipertensi yang lengkap sebagian besar berasal dari Negara-negara yang sudah maju. Data dari The National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES) menunjukkan bahwa dari tahun 1999-2000, insidensi hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29-31% yang berarti terdapat 58-65 juta orang hipertensi di Amerika, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHNES III tahun 1988-1991. Hipertensi esensial sendiri merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi (Yogiantoro, 2006).

2.3.3. Klasifikasi

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi:

Klasifikasi Tekanan Darah

Tekanan Darah Sistolik (mmHg)

Tekanan Darah Diastolik (mmHg)

Normal < 120 <80

Prahipertensi 120-139 80-89

Hipertensi derajat 1 140-159 90-99

Hipertensi derajat 2 >160 > 100

Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7

2.3.4. Etiologi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu (Yogiantoro, 2006) :

a. Hipertensi esensial

Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktifitas sistem saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam


(45)

ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia. Hipertensi primer biasanya timbul pada umur 30 – 50 tahun.

b. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5 % kasus. Penyebab spesifik diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain – lain.

2.3.5. Patofisiologi Hipertensi

Mekanisme yang berhubungan dengan peningkatan tekanan darah pada hipertensi esensial antara lain (Gray, et al. 2005):

a. Curah jantung dan tahanan perifer

Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh terhadap kenormalan tekanan darah. Pada sebagian besar kasus hipertensi esensial curah jantung biasanya normal tetapi tahanan perifernya meningkat. Tekanan darah ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol kecil. Peningkatan konsentrasi sel otot halus akan berpengaruh pada peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus ini semakin lama akan mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang mungkin dimediasi oleh angiotensin yang menjadi awal meningkatnya tahanan perifer yang irreversible.

b. Sistem Renin-Angiotensin

Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem Renin-Angiotensin merupakan sistem endokrin yang penting dalam pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi oleh juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai respon glomerulus underperfusion atau penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem saraf simpatetik.


(46)

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi hati, yang oleh hormon renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida yang tidak aktif). Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II (oktapeptida yang sangat aktif). Angiotensin II berpotensi besar meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai vasoconstriktor.

c. Sistem Saraf Otonom

Sirkulasi sistem saraf simpatetik dapat menyebabkan vasokonstriksi dan dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom ini mempunyai peran yang penting dalam pempertahankan tekanan darah. Hipertensi dapat terjadi karena interaksi antara sistem saraf otonom dan sistem renin-angiotensin bersama – sama dengan faktor lain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon.

d. Disfungsi Endotelium

Pembuluh darah sel endotel mempunyai peran yang penting dalam pengontrolan pembuluh darah jantung dengan memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi primer.

e. Substansi vasoaktif

Banyak sistem vasoaktif yang mempengaruhi transpor natrium dalam mempertahankan tekanan darah dalam keadaan normal. Bradikinin merupakan vasodilator yang potensial, begitu juga endothelin. Endothelin dapat meningkatkan sensitifitas garam pada tekanan darah serta mengaktifkan sistem renin-angiotensin lokal. Arterial natriuretic peptide merupakan hormon yang diproduksi di atrium jantung dalam merespon peningkatan volum darah.


(47)

Hal ini dapat meningkatkan ekskresi garam dan air dari ginjal yang akhirnya dapat meningkatkan retensi cairan dan hipertensi.

f. Hiperkoagulasi

Pasien dengan hipertensi memperlihatkan ketidaknormalan dari dinding pembuluh darah (disfungsi endotelium atau kerusakan sel endotelium), ketidaknormalan faktor homeostasis, platelet, dan fibrinolisis. Diduga hipertensi dapat menyebabkan protombotik dan hiperkoagulasi yang semakin lama akan semakin parah dan merusak organ target. Beberapa keadaan dapat dicegah dengan pemberian obat anti-hipertensi.

g. Disfungsi diastolik

Hipertrofi ventrikel kiri menyebabkan ventrikel tidak dapat beristirahat ketika terjadi tekanan diastolik. Hal ini untuk memenuhi peningkatan kebutuhan input ventrikel, terutama pada saat olahraga terjadi peningkatan tekanan atrium kiri melebihi normal, dan penurunan tekanan ventrikel.

2.3.6. Gejala Klinis

Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala pada hipertensi esensial dan tergantung dari tinggi rendahnya tekanan darah, gejala yang timbul dapat berbeda-beda. Kadang-kadang hipertensi esensial berjalan tanpa gejala, dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti pada ginjal, mata, otak dan jantung (Hanifa, 2011).

Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi mungkin tidak menunjukkan gejala selama bertahun – tahun. Masa laten ini menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Bila terdapat gejala biasanya bersifat tidak spesifik, misalnya sakit kepala atau pusing. Gejala lain yang sering ditemukan adalah epistaksis, mudah marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, dan mata berkunang-kunang. Apabila hipertensi tidak diketahui dan tidak dirawat dapat mengakibatkan kematian karena payah jantung, infark miokardium, stroke atau


(48)

gagal ginjal. Namun deteksi dini dan parawatan hipertensi dapat menurunkan jumlah morbiditas dan mortalitas (Hanifa, 2011).

2.3.7. Pengaruh Hipertensi Terhadap Pendengaran

Hipertensi diduga sebagai salah satu penyakit yang menyebabkan terjadinya gangguan pendengraran. Pada penelitian yang dilakukan oleh Santoso dan Muyassaroh (2012), dikemukakan bahwa hipertensi mempunyai risiko terjadinya gangguan pendengaran sensori-neural yang lebih besar dibandingkan normotensi. Menurut Sigsbee, et al (1997), hipertensi menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel-sel rambut koklea organ pendengaran.Kerusakan sel-sel rambut koklea ini disebabkan oleh proses arteriosklerosis vaskuler telinga dalam.

Penelitian terkait oleh Mondelli dan Lopes (2009) menyatakan bahwa terjadinya gangguan pendengaran sensori-neural pada pasien hipertensi adalah akibat ganguan pada mikrosirkulasi organ pendengaran oleh karena emboli, hemoragik dan vasospasme pembuluh darah.

Telinga dalam yang mendapatkan vaskularisasi end artery sangat rentan terhadap efek dari vasospasme dan iskemia. Suplai darah koklea yang normal sangat penting untuk proses depolarisasi dan repolarisasi sel rambut, dimana mekanisme energi suara diubah menjadi signal listrik yang diteruskan sepanjang jalur saraf pendengaran hingga ke pusat saraf pendengaran. Jika jaringan kapiler pada stria vaskularis tidak tersuplai darah, potensial endolimfatik akan turun, sirkulasi kalium menjadi minimal. Dengan demikian iskemia koklea diikuti penurunan fungsi koklea secara dramatis dalam beberapa detik. Dalam jangka panjang, suplai darah kaya oksigen yang tidak adekuat akan mengganggu fungsi koklea (Suryaatmaja, 2012).


(49)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gangguan pendengaran merupakan salah satu masalah besar yang terjadi di masyarakat. Data WHO pada tahun 2000 menunjukkan bahwa terdapat 250 juta (4,2%) penduduk dunia yang menderita gangguan pendengaran dan lebih kurang setengahnya (75-140 juta) terdapat di Asia Tenggara. Dari hasil "WHO Multi Center Study" pada tahun 1998, Indonesia termasuk empat negara di Asia Tenggara dengan prevalensi gangguan pendengaran yang cukup tinggi (4,6%), tiga negara lainnya adalah Sri Lanka (8,8%), Myanmar (8,4%), dan India (6,3%). Data Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran pada tahun 1994-1996 juga menunjukan morbiditas yang tinggi, yaitu penyakit telinga (18,5%), prevalensi gangguan pendengaran (16,8%), sedangkan ketulian didapatkan pada (0,4%) populasi (Supramaniam, 2011).

Gangguan pendengaran dapat berupa gangguan konduktif, sensorineural maupun campuran. Penyebab gangguan pendengaran bersifat multifaktor, seperti penyakit telinga, kebisingan, obat-obatan ototoksik, dan lain-lain. Menurut Sigsbee, et al (1997), hipertensi juga disebut-sebut sebagai salah satu penyakit yang menyebabkan gangguan pendengaran.

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan masalah utama yang dihadapi oleh orang dewasa di seluruh dunia. Prevalensi hipertensi terus meningkat sejalan dengan perubahan gaya hidup seperti merokok, inaktifitas fisik dan stres psikososial. Berdasarkan data WHO tahun 2000, sekitar 972 juta orang atau 26,4% penduduk diseluruh dunia menderita hipertensi. Sebanyak 333 juta (proporsi 34,26%) berada di negara maju dan 639 juta (65,74%) berada di negara berkembang termasuk Indonesia. Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan prevalensi hipertensi di Indonesia mengalami peningkatan dari 96 per 1000 penduduk pada tahun 1995 menjadi 110 per 1000 penduduk pada tahun 2001. Prevalensi hipertensi pada golongan umur diatas 25 tahun meningkat dari 8 % pada tahun 1995 menjadi 28 % tahun 2001. Menurut


(50)

penelitian yang dilakukan Rasmaliah, dkk tahun 2004 diwilayah kerja Puskesmas Pekan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan diketahui bahwa angka kejadian hipertensi pada masyarakat di atas usia 26 tahun adalah 26,4% dan penderita hipertensi lebih banyak pada kelompok umur 45-60 tahun yaitu 30,8% (Tripena, 2011).

Hipertensi sebagai salah satu penyakit degeneratif merupakan faktor yang sangat penting terhadap timbulnya berbagai gangguan pada organ-organ vital tubuh, seperti jantung, ginjal dan otak. Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi mungkin tidak menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Masa laten ini menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Bila terdapat gejala biasanya bersifat tidak spesifik, misalnya sakit kepala atau pusing. Gejala lain yang sering ditemukan adalah epistaksis, mudah marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, dan mata berkunang-kunang. (Hanifa, 2011).

Hipertensi sering menimbulkan komplikasi seperti stroke, penyakit jantung koroner (PJK), gangguan ginjal dan lain-lain yang berakibat pada kelemahan fungsi dari organ vital seperti otak, ginjal dan jantung, serta dapat berakibat kecacatan bahkan kematian (Tripena,2011). Pada organ pendengaran, hipertensi diduga menyebabkan terjadinya gangguan pendengaran berupa tuli sensorineural. Gangguan pendengaran ini terjadi karena hipertensi menyebabkan kerusakan pada sel-sel rambut organ pendengaran (Sigsbee, et al, 1997).

Melihat adanya hubungan terjadinya gangguan pendengaran pada penderita hipertensi, peneliti tertarik untuk meneliti proporsi gangguan pendengaran pada pasien hipertensi di poli ginjal hipertensi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : Berapa besar proporsi pasien hipertensi di poli ginjal hipertensi RSUP Haji Adam Malik Medan yang mengalami gangguan pendengaran?


(51)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui proporsi pasien hipertensi di poli ginjal hipertensi RSUP Haji

Adam Malik Medan yang menderita gangguan pendengaran.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui proporsi yang mengalami gangguan pendengaran sensori-neural dan campuran pada pasien hipertensi di poli ginjal hipertensi RSUP Haji Adam Malik Medan.

2. Mengetahui distribusi frekuensi sampel menurut jenis gangguan pendengaran, jenis kelamin, umur dan lama menderita hipertensi.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :

1. Pengetahuan dan informasi tentang proporsi gangguan pendengaran pada pasien hipertensi di poli ginjal hipertensi RSUP Haji Adam Malik Medan. 2. Pengetahuan dan informasi tentang proporsi gangguan pendengaran jenis

sensori-neural pada pasien hipertensi di poli ginjal hipertensi RSUP Haji Adam Malik Medan.

3. Masukan dan tambahan rujukan untuk instansi dan mahasiswa yang akan melakukan penelitian lainnya.


(52)

ABSTRAK

Hipertensi sebagai salah satu penyakit degeneratif merupakan faktor yang sangat penting terhadap timbulnya berbagai gangguan pada organ vital tubuh. Pada organ pendengaran, hipertensi diduga menyebabkan terjadinya gangguan pendengaran berupa tuli sensorineural. Gangguan pendengaran merupakan salah satu masalah besar yang terjadi di masyarakat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi pasien hipertensi di poli ginjal hipertensi RSUP Haji Adam Malik yang menderita gangguan pendengaran jenis sensori-neural.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dengan desain cross sectional pada 100 orang sampel. Sampel merupakan pasien poli ginjal hipertensi RSUP Haji Adam Malik Medan yang menderita hipertensi. Pada sampel dilakukan pemeriksaan pendengaran untuk menentukan jenis gangguan pendengaran. Hasil akhir yang dilihat adalah proporsi sampel yang mengalami gangguan pendengaran jenis sensori-neural. Data kemudian disajikan dan dianalisis dalam bentuk tabel.

Proporsi penderita hipertensi yang mengalami gangguan pendengaran adalah sebesar 78% dan yang tidak mengalami gangguan pendengaran sebesar 22%. Proporsi penderita hipertensi yang mengalami gangguan pendengaran jenis konduktif sebesar 37,2%, proporsi penderita hipertensi yang mengalami gangguan pendengaran jenis sensori-neural sebesar 59% dan proporsi penderita hipertensi yang mengalami gangguan pendengaran jenis campuran sebesar 3,8%. Kata kunci : Gangguan pendengaran, Sensori-neural, Hipertensi


(53)

ABSTRACT

Hypertension as one of the degenerative disease is a significant factor in the incidence of vital organ dysfunction. In hearing organ, hypertension is suspected to cause hearing disturbance, especially sensory-neural deaf. Hearing distrurbance is one of the huge problems happening in the community.

This study is aimed to know the proportions of patients with hypertension in renal hypertension polyclinic at haji adam malik general hospital is having sensory-neural type hearing disturbance.

This is descriptive study with cross sectional design done on 100 samples. Samples are patient from renal hypertension polyclinic at haji adam malik general hospital who is suffering from hypertension. Hearing examination is done on each sample to determine type of hearing disturbance. The result obtained is sample proportion of those having sensory-neural type hearing disturbance. Data is then presented and analyzed in tabular from.

The proportion of patiens with hypertension who is experiencing hearing disturbance is 78% and those without hearing disturbance is 22 % . the proportion of patiens with hypertension who is experiencingg conductive type hearing disturbance is 37,2 % , those with sensory-neural type hearing disturbance as much as 59%, and those with mixed type as much as 3,8% .


(54)

PROPORSI GANGGUAN PENDENGARAN PADA PASIEN HIPERTENSI DI POLI GINJAL HIPERTENSI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

Oleh :

AYU ZULHAFNI LUBIS 100100024

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(55)

PROPORSI GANGGUAN PENDENGARAN PADA PASIEN HIPERTENSI DI POLI GINJAL HIPERTENSI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh :

AYU ZULHAFNI LUBIS 100100024

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(56)

ABSTRAK

Hipertensi sebagai salah satu penyakit degeneratif merupakan faktor yang sangat penting terhadap timbulnya berbagai gangguan pada organ vital tubuh. Pada organ pendengaran, hipertensi diduga menyebabkan terjadinya gangguan pendengaran berupa tuli sensorineural. Gangguan pendengaran merupakan salah satu masalah besar yang terjadi di masyarakat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi pasien hipertensi di poli ginjal hipertensi RSUP Haji Adam Malik yang menderita gangguan pendengaran jenis sensori-neural.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dengan desain cross sectional pada 100 orang sampel. Sampel merupakan pasien poli ginjal hipertensi RSUP Haji Adam Malik Medan yang menderita hipertensi. Pada sampel dilakukan pemeriksaan pendengaran untuk menentukan jenis gangguan pendengaran. Hasil akhir yang dilihat adalah proporsi sampel yang mengalami gangguan pendengaran jenis sensori-neural. Data kemudian disajikan dan dianalisis dalam bentuk tabel.

Proporsi penderita hipertensi yang mengalami gangguan pendengaran adalah sebesar 78% dan yang tidak mengalami gangguan pendengaran sebesar 22%. Proporsi penderita hipertensi yang mengalami gangguan pendengaran jenis konduktif sebesar 37,2%, proporsi penderita hipertensi yang mengalami gangguan pendengaran jenis sensori-neural sebesar 59% dan proporsi penderita hipertensi yang mengalami gangguan pendengaran jenis campuran sebesar 3,8%. Kata kunci : Gangguan pendengaran, Sensori-neural, Hipertensi


(57)

ABSTRACT

Hypertension as one of the degenerative disease is a significant factor in the incidence of vital organ dysfunction. In hearing organ, hypertension is suspected to cause hearing disturbance, especially sensory-neural deaf. Hearing distrurbance is one of the huge problems happening in the community.

This study is aimed to know the proportions of patients with hypertension in renal hypertension polyclinic at haji adam malik general hospital is having sensory-neural type hearing disturbance.

This is descriptive study with cross sectional design done on 100 samples. Samples are patient from renal hypertension polyclinic at haji adam malik general hospital who is suffering from hypertension. Hearing examination is done on each sample to determine type of hearing disturbance. The result obtained is sample proportion of those having sensory-neural type hearing disturbance. Data is then presented and analyzed in tabular from.

The proportion of patiens with hypertension who is experiencing hearing disturbance is 78% and those without hearing disturbance is 22 % . the proportion of patiens with hypertension who is experiencingg conductive type hearing disturbance is 37,2 % , those with sensory-neural type hearing disturbance as much as 59%, and those with mixed type as much as 3,8% .


(58)

LEMBAR PENGESAHAN

Proporsi Gangguan Pendengaran pada Pasien Hipertensi di Poli Ginjal Hipertensi RSUP Haji Adam Malik Medan

Nama : Ayu Zulhafni Lubis

NIM : 100100024

Pembimbing Penguji I

dr. Aliandri, Sp. THT-KL dr. Edhie Djohan, Sp.MK

NIP : 196603092000121007 NIP: 140344041

Penguji II

dr. Hj. Fera Luna Nasution, Sp.A

NIP: 196309271990102002

Medan, 10 Januari 2013 Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH NIP : 195402201980111001


(59)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbila’lamin, puji dan syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan berkah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang berjudul

“Proporsi Ganggaun Pendengaran pada Pasien Hipertensi di Poli Ginjal Hipertensi

RSUP Haji Adam Malik Medan”. Karya tulis ilmiah ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih banyak dan penghargaan yang tinggi kepada:

1. Zulkifli Lubis, SH dan Zainab Nasution, SE, MH, selaku orang tua penulis yang telah memberikan banyak dukungan baik berupa dukungan moril, materil, kasih sayang dan doa, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. 2. dr. Aliandri, Sp. THT-KL selaku dosen pembimbing yang telah banyak

meluangkan waktu dan pikirannya sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan

3. dr. Edhie Djohan, Sp.MK dan dr. Hj. Fera Luna nst, Sp.A , selaku dosen penguji yang telah membantu mengkoreksi, menyempurnakan, menguji dan menilai Karya Tulis Ilmiah ini.

4. Orang-orang terdekat penulis, Tommy Rizky Hutagalung, adik- adik penulis Ade Hefniaty Lubis dan Try Chairunisyah Lubis yang selalu membantu,memberikan masukan dan semangat dalam pengerjaan Karya Tulis Ilmiah ini.

5. Teman satu kelompok penelitian Astri Revinesia yang telah bersama-sama berjuang untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.

6. Teman – teman seperjuangan selama di Fakultas Kedokteran USU yang telah membantu, memberikan masukkan dan memberikan semangat dalam pengerjaan Karya Tulis ilmiah ini. Teman-teman terdekat, Fauziah Diniy Hanif, Rana Fathiyya Siregar, Fidu dan teman-teman lain yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu.


(60)

7. Seluruh civitas akademika Fakultas Kedokteran USU yang telah membantu selama perkuliahan dan membantu memberikan masukkan dalam Karya Tulis Ilmiah ini.

Akhirnya, penulis mengharapkan masukkan dan saran demi perbaikan dan penyempurnaan penelitian ini dan juga untuk menambah ilmu dan pengetahuan penulis untuk masa yang akan datang

Medan, 10 Desember 2013 Penulis


(61)

ABSTRAK

Latar Belakang : Hipertensi sebagai salah satu penyakit degeneratif merupakan faktor yang sangat penting terhadap timbulnya berbagai gangguan pada organ vital tubuh. Pada organ pendengaran, hipertensi diduga menyebabkan terjadinya gangguan pendengaran berupa tuli sensorineural. Gangguan pendengaran merupakan salah satu masalah besar yang terjadi di masyarakat.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi pasien hipertensi di poli ginjal hipertensi RSUP Haji Adam Malik yang menderita gangguan pendengaran jenis sensori-neural.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dengan desain

cross sectional pada 100 orang sampel. Sampel merupakan pasien poli ginjal hipertensi

RSUP Haji Adam Malik Medan yang menderita hipertensi. Pada sampel dilakukan pemeriksaan pendengaran untuk menentukan jenis gangguan pendengaran. Hasil akhir yang dilihat adalah proporsi sampel yang mengalami gangguan pendengaran jenis sensori-neural. Data kemudian disajikan dan dianalisis dalam bentuk tabel.

Hasil : Proporsi penderita hipertensi yang mengalami gangguan pendengaran adalah sebesar 78% dan yang tidak mengalami gangguan pendengaran sebesar 22%. Proporsi penderita hipertensi yang mengalami gangguan pendengaran jenis konduktif sebesar 37,2%, proporsi penderita hipertensi yang mengalami gangguan pendengaran jenis sensori-neural sebesar 59% dan proporsi penderita hipertensi yang mengalami gangguan pendengaran jenis campuran sebesar 3,8%.

Kesimpulan : Dari data yang dikumpulkan dan dianalisis, didapatkan bahwa sebanyak 78% sampel menderita gangguan pendengaran dan gangguan pendengaran jenis sensori-neural dialami oleh 59% sampel. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa hipertensi merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan pendengaran jenis sensori-neural.


(1)

2.1. Telinga………. ... 4

2.1.1. Anatomi Telinga……… .... 4

2.1.2. Fisiologi Pendengaran……… .... 7

2.2. Gangguan Pendengaran……….... ... 7

2.2.1. Definisi………..……….. ... 7

2.2.2. Epidemiologi………..… .... 8

2.2.3. Etiologi………... ... 8

2.2.4. Klasifikasi………..……… .... 8

2.2.5. Diagnosis………... ... 9

2.2.6. Penyakit Penyebab Gangguan Pendengaran……… ... 11

2.3. Hipertensi………. ... 12

2.3.1. Definisi………..……….. ... 12

2.3.2. Epidemiologi………..… .... 12

2.3.3. Klasifikasi………..……… .... 13

2.3.4. Etiologi………..……… ... 13

2.3.5. Patofisiologi Hipertensi………... ... 14

2.3.6. Gejala Klinis………..… .... 16

2.3.7. Pengaruh Hipertensi Terhadap Pendengaran…..………….. 16

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL………18


(2)

3.2.1. Variabel Penelitian………. ... 18

3.2.2. Definisi Operasional……….. .... 18

BAB 4 METODE PENELITIAN……….. 22

4.1. Jenis Penelitian……….. ... 22

4.2. Waktu dan Lokasi Penelitian……… ... 22

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian……… ... 22

4.3.1. Populasi……….. .... 22

4.3.2. Sampel………….……… ... 22

4.3.3. Kriteria Inklusi……….. ... 23

4.3.4. Kriteria Eksklusi……… .... 23

4.4. Teknik Pengumpulan Data………... 23

4.4.1. Pengumpulan Data……….. ... 23

4.4.2. Instrumen Penelitian……….………... .. 24

4.5. Pengelolahan dan Analisis Data……… .... 24

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN……….. 25

5.1. Hasil Penelitian……… ... 25

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian……… ... 25

5.1.2. Deskripsi Sampel…………...………. ... 25

5.1.3. Hasil Analisis Data………... 26


(3)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN………... 33

6.1. Kesimpulan……….. ... 33

6.2. Saran………. ... 34


(4)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Anatomi Telinga………..……….. 5 Gambar 2.2. Koklea………….………... 6 Gambar 5.1. Distribusi sampel yang mengalami gangguan pendengaran.. . 26


(5)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah………..………….………..13 Tabel 3.1. Klasifikasi Tekanan Darah………..……….………..19 Tabel 3.2. Intepretasi Pemeriksaan Rinne dan Weber……..………...20 Tabel 5.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur dan Lama

Menderita Hipertensi……….………26 Tabel 5.2. Distribusi Jenis Kelamin Sampel yang Mengalami Gangguan

Pendengaran ………...27

Tabel 5.3. Distribusi Umur Sampel yang Mengalami Gangguan Pendengaran

………...……….………..27

Tabel 5.4. Distribusi Lama Sampel menderita Hipertensi yang Mengalami Gangguan Pendengaran ……….………...28 Tabel 5.5. Distribusi Sampel berdasarkan Jenis Gangguan Pendengaran

……….……….28 Tabel 5.6. Distribusi Sampel berdasarkan Umur dan Jenis Gangguan

Pendengaran………...29 Tabel 5.7. Distribusi Sampel Berdasarkan Lama Menderita Hipertensi dan Jenis


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Surat Izin Penelitian Oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan

Lampiran 3 Surat Izin Penelitian ke Poli ginjal-hipertensi RSUP Haji Adam Malik Medan

Lampiran 4 Lembar Penjelasan Pada Sampel Lampiran 5 Informed Consent

Lampiran 6 Master Data Lampiran 7 Tabel SPSS