13 fungsi sosialnya. Permasalahan kesejahteraan sosial yang berkembang dewasa ini
menunjukkan bahwa ada warga negara yang belum terpenuhi hak atas kebutuhan dasarnya secara layak karena belum memperoleh pelayanan sosial dari negara.
Akibatnya, masih ada warga negara mengalami hambatan pelaksanaan fungsi sosial sehingga tidak dapat menjalani kehidupan secara layak dan bermartabat.
Konsep kesejahteraan menurut Nasikun 1996 dapat dirumuskan sebagai padanan makna dari konsep martabat manusia yang dapat dilihat dari empaat
indikator yaitu : 1 rasa aman security, 2 Kesejahteraan welfare, 3 Kebebasan freedom, dan 4 jati diri Identity.
Terdapat berbagai perkembangan pengukuran tingkat kesejahteraan dari sisi fisik, seperti Indeks pembangunan Manusia Human Development Index,
Indeks Mutu Hidup Physical Quality Life Index, Kebutuhan Dasar Basic Needs, dan Pendapatan Perkapita GNPKapita. Ukuran kesejahteraan ekonomi
inipun dapat dilihat dari dua sisi, yaitu konsumsi dan produksi skala usaha. Dari sisi konsumsi, kesejahteraan bisa diukur dengan menghitung seberapa besar
pengeluaran yang dilakukan seseorang atau sebuah keluarga untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan, serta kebutuhan lainnya dalam periode
tertentu.
2.4. Indikator Kesejahteraan
Badan Pusat Statistik Indonesia 2005 menerangkan bahwa guna melihat tingkat kesejahteraan rumah tangga suatu wilayah ada beberapa indikator yang
dapat dijadikan ukuran, antara lain adalah : 1.
Tingkat pendapatan keluarga
Universitas Sumatera Utara
14 2.
Komposisi pengeluaran rumah tangga dengan membandingkan pengeluaran untuk pangan dengan non-pangan
3. Tingkat pendidikan keluarga
4. Tingkat kesehatan keluarga
5. Kondisi perumahan serta fasilitas yang dimiliki dalam rumah tangga
Menurut Kolle 1974 dalam Bintarto 1989, kesejahteraan dapat diukur dari beberapa aspek kehidupan:
1. Dengan melihat kualitas hidup dari segi materi, seperti kualitas rumah,
bahan pangan dan sebagainya 2.
Dengan melihat kualitas hidup dari segi fisik, seperti kesehatan tubuh, lingkungan alam, dan sebagainya
3. Dengan melihat kualitas hidup dari segi mental, seperti fasilitas
pendidikan, lingkungan budaya, dan sebagainya 4.
Dengan melihat kualitas hidup dari segi spiritual, seperti moral, etika, keserasian penyesuaian, dan sebagainya
Menurut Drewnoski 1974 dalam Bintarto 1989, konsep kesejahteraan dapat dikaji dari 3 aspek yakni 1 Tingkat perkembangan fisik somatic status,
seperti nutrisi, kesehatan, harapan hidup, dan sebagainya; 2 Tingkat mentalnya, mentaleducational status seperti pendidikan, pekerjaan, dan sebagainya; 3
Integrasi dan kedudukan sosial social status.
2.5. Pengaruh Ketimpangan Pendapatan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Todaro 2000, Pengaruh antara ketimpangan distribusi pendapatan terhadap kemiskinan atau kesejahteraan dipengaruhi oleh adanya
Universitas Sumatera Utara
15 peningkatan jumlah penduduk. Pertambahan penduduk cenderung berdampak
negatif terhadap penduduk miskin, terutama bagi mereka yang sangat miskin. Sebagian besar keluarga miskin memiliki jumlah anggota keluarga yang banyak
sehingga kondisi perekonomian mereka yang berada di garis kemiskinan semakin memburuk seiring dengan memburuknya ketimpangan pendapatan atau
kesejahteraan Salah satu penyebab dari kemiskinan adalah adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang selanjutnya akan menimbulkan distribusi
pendapatan yang timpang. Menurut Boediono 1992 pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan
output per kapita dalam jangka panjang, sehingga persentase pertambahan output tersebut harus lebih tinggi dari persentase pertambahan jumlah penduduk dan ada
kecenderungan dalam jangka panjang bahwa pertumbuhan itu akan berlanjut. Dalam upaya meningkatkan pendapatan perkapita daerah PDRB per kapita juga
harus dilibatkan berbagai faktor produksi sumber-sumber ekonomi dalam setiap kegiatan produksi. Pada umumnya dapat dikelompokkan menjadi faktor produksi
tenaga kerja, kapital, sumberdaya alam, teknologi dan faktor sosial seperti adat istiadat, keagamaan, sistem pemerintahan.
Menurut Tarigan 2004 pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di suatu wilayah, yaitu kenaikan
seluruh nilai tambah yang terjadi di wilayah tersebut. Pertambahan pendapatan itu diukur dalam nilai riil, artinya dinyatakan dalam harga konstan. Hal itu juga
menggambarkan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang beroperasi di wilayah tersebut tanah, modal, tenaga kerja dan teknologi yang berarti secara kasar dapat
Universitas Sumatera Utara
16 menggambarkan kemakmuran daerah tersebut. Kemakmuran suatu wilayah selain
ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta diwilayah tersebut juga oleh seberapa besar terjadi transfer-payment yaitu bagian pendapatan yang mengalir ke
luar wilayah atau mendapat aliran dana di luar wilayah. Menurut Kuznets 1996, pada tahap
– tahap awal pertumbuhan ekonomi pendistribusian pendapatan cenderung memburuk namun pada tahap
– tahap berikutnya akan membaik. Hipotesis ini lebih dikenal sebagai hipotesis
“Uterbalik” Kuznets, sesuai dengan bentuk rangkaian perubahan kecenderungan distribusi pendapatan dengan ukuran koefisien Gini dan pertumbuhan GNP per
kapita yang akan terlihat seperti kurva yang berbentuk U-terbalik. Menurut Kuznets, distribusi pendapatan akan meningkat sejalan dengan pertumbuhan
ekonomi Todaro, 2000. Menurut Todaro 2003, pemerataan yang lebih adil di negara berkembang
merupakan suatu kondisi atau syarat yang menunjang pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, semakin tinggi ketimpangan distribusi pendapatan di suatu
negara atau daerah, akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan.
Ketimpangan pendapatan antar daerah, tergantung dari besarnya jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap penerima pendapatan dalam daerah tersebut,
baik itu golongan masyarakat maupun wilayah tertentu dalam daerah tersebut. Perbedaan jumlah pendapatan yang diterima itu menimbulkan suatu distribusi
pendapatan yang berbeda, sedangkan besar kecilnya perbadaan tersebut akan menentukan tingkat pemerataan pendapatan ketimpangan pendapatan daerah
Universitas Sumatera Utara
17 tersebut. Oleh karena itu, ketimpangan pendapatan ini akan tergantung dari besar
kecilnya perbedaan jumlah pendapatan yang diterima oleh penerima pendapatan. Sehingga timpang atau tidaknya pendapatan daerah dapat diukur melalui distribusi
penerimaan pendapatan antar golongan masyarakat ataupun antar wilayah tertentu, dimana pendapatan yang diterima wilayah tersebut terlihat pada nilai
PDRB-nya, sedangkan untuk golongan masyarakat tentunya adalah jumlah yang diterimanya pula.
2.6. Penelitian Terdahulu