Analisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan di Kecamatan Medan Deli

(1)

SKRIPSI

ANALISIS KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN DI KECAMATAN MEDAN DELI

OLEH

Fahmi Husaini 100501065

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

PERSETUJUAN PERCETAKAN

Nama : FAHMI HUSAINI

NIM : 100501065

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan

JudulSkripsi : AnalisisKetimpangan Distribusi Pendapatan Dan Tingkat Kesejahteraan Di Kecamatan Medan Deli

Tanggal, Ketua Program Studi

IrsyadLubis, SE, M.Soc.Se, Ph.D NIP : 19710503 200312 1 003

Tanggal, KetuaDepartemen

WahyuArioPratomo, SE, M.Ec NIP : 19730408 199802 1 001


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

PERSETUJUAN PERCETAKAN

Nama : FAHMI HUSAINI

NIM : 100501065

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan

JudulSkripsi : AnalisisKetimpangan Distribusi Pendapatan Dan Tingkat Kesejahteraan Di Kecamatan Medan Deli

Tanggal, DosenPembimbing

PaidiHidayat, SE, M.Si NIP : 19750920 200501 1 002

Tanggal, PembacaPenilai

Prof. Dr. Sya’adAfifuddin, SE, M.Ec NIP : 19551003 198103 1 004


(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan dibawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan Dan Tingkat Kesejahteraan Di Kecamatan Medan Deli” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi dan BisnisUniversitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari lembaga, sumber tertentu, dan hasil karya orang lain telah mendapat izin dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukannya ada kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 2015

Fahmi Husaini NIM. 100501065


(5)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketimpangan distribusi pendapatan dan tingkat kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Medan Deli pada tahun 2015. Penelitian ini menggunakan data primer dengan sampel sebanyak 50 responden yang tinggal di Kecamatan Medan Deli. Analisis yang digunakan adalah analisis rasio Gini, kurva Lorenz, kriteria Bank Dunia untuk mengukur ketimpangan dan kriteria Badan Pusat Statistik untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan di Kecamatan Medan Deli relatif sedang dengan menggunakan perhitungan rasio Gini yakni sebesar 0,32. Berdasarkan kriteria Bank Dunia tingkat ketimpangan distribusi pendapatan di Kecamatan Medan Deli tergolong rendah. Berdasarkan kriteria Badan Pusat Statistik bahwa masyarakat di Kecamatan Medan Deli memiliki tingkat kesejahteraan sedang.

Kata kunci: Ketimpangan Pendapatan, Rasio Gini, Kurva Lorenz, Bank Dunia, Badan Pusat Statistik


(6)

ABSTRACT

This study aims to determine the level of inequality of income distribution and level of public welfare in the district of Medan Deli in 2015.This study uses primary data with a sample of 50 respondents living in the district of Medan Deli. The analysis used is the Giniratio analysis, Lorenz curve, the World Bankcriteria in measuring the inequality and the Central Bureau of Statistics (BPS) criteria in measuring the level of welfare.

The results showed that the level of inequality is 0,32 in the district of Medan Delirelatively moderate by using the Giniratio calculation. Based on the criteria ofthe World Bank the level of inequality of income distribution in the district of Medan Deliis low. Based on thecriteria ofthe Central Bureauof Statistics that people in thedistrict of Medan Deliclassified in a moderate level of welfare.

Keywords:Income Inequality, Welfare, Giniratio, Lorenzcurve, the WorldBank, the Central Bureauof Statistics


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkatrahmatNya-lah penulis dapat menyelesaikan skripsi denganjudul “Analisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan Dan Tingkat Kesejahteraan Di Kecamatan Medan Deli.” Adapun skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini tidak terlepas dari jasa berbagai pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini. Karena itu dengan hati yang tulus penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Keluarga tercinta terutama orang tua penulis (Alm)H.M. Suwarto dan Hj. Nurainun dan abang, kakak dan adik, Fauzi Muhrom, SE, Fitri Surya Dharmi, SE, Yuni Rahma dan Fatwa Rizky.

2. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, SE, M.Ec, Ac, Ak. Selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing penulis, memberikan saran, pengarahan, petunjuk-petunjuk, dan masukan yang sangat berarti dalam penyusunan skripsi ini. Bapak Prof. Dr. Sya'ad Afifuddin, SE, M.Ec selaku Dosen Pembanding I dan Bapak Dr. Rujiman, MA selaku Dosen Pembanding II yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.


(8)

6. Dosen dan Pegawai Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan yang telah memberikan ilmu dan perhatiannya kepada penulis selama mengikuti perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dikarenakan keterbatasan pengetahuan, pengalaman dan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk penyempurnaan penulisan skripsi ini. Penulis juga berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membacanya.

Medan, Agustus 2015 Penulis

Fahmi Husaini NIM. 100501065


(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Kesejahteraan Masyarakat ... 6

2.1.1Pengukuran Tingkat Kesejahteraan ... 8

2.2 Ketimpangan Pembangunan ... 10

2.2.1Penyebab Ketimpangan Pembangunan ... 11

2.2.2Dampak Ketimpangan Pembangunan... 12

2.3 Distribusi Pendapatan ... 14

2.3.1Pembagian Distribusi Pendapatan... 16

2.3.2Cara Menghitung Distribusi Pendapatan ... 17

2.4 Pengaruh Ketimpangan Pendapatan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 21

2.5 Penelitian Terdahulu ... 24

2.6 Kerangka Konseptual ... 26

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian... 27

3.2. Lokasi Penelitian... 27

3.3. Definisi Operasional ... 27

3.4. Skala PengukuranVariabel ... 28

3.5. Populasi Dan SampelPenelitian ... 28

3.6. Jenis Dan Sumber Data ... 28

3.7. Metode Pengumpulan data ... 29

3.8. Metode Analisis data ... 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum... 33

4.1.1 KeadaanGeografis ... 33

4.1.2 Keadaan Demografi ... 34


(10)

4.3. Analisis Ketimpangan Dengan Menggunakan Kurva

4.4. Lorenz ... 39

4.5. Analisis Ketimpangan Dengan Menggunakan Bank Dunia 41 4.6. AnalisisTingkat Kesejahteraan ... 42

4.6.1 Analisis Tingkat KesejahteraanBerdasarkan

Pendapatan ... 45 4.6.2 Analisis Tingkat KesejahteraanBerdasarkan

Konsumsi/ Pengeluaran ... 46 4.6.3 Analisis Tingkat KesejahteraanBerdasarkanKondisi

TempatTinggal ... 46 4.6.4 Analisis Tingkat Kesejahteraan BerdasarkanFasilitas

TempatTinggal ... 47 4.6.5 Analisis Tingkat Kesejahteraan Berdasarkan

Kesehatan Keluarga ... 48 4.6.6 Analisis Tingkat Kesejahteraan Berdasarkan

Kemudahan Mendapat Pelayanan Kesehatan ... 48 4.6.7 Analisis Tingkat KesejahteraanBerdasarkan

Kemudahan Memasukkan Anak Kejenjang

Pendidikan... 49 4.6.8 Analisis Tingkat Kesejahteraan Berdasarkan

Kemudahan Mendapat Akses Transportasi ... 50 4.11.Pembahasan ... 50 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 53 5.2. Saran…... 54 DAFTAR PUSTAKA ... 55


(11)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

1.1 LajuPertumbuhan PDRB Di Kota Medan Atas Dasar Harga

Konstan Menuru tKecamatanTahun 2006-2010……… .... 3

1.2 Jumlah Kepala Keluarga Miskin Di Kecamatan Medan Deli Tahun 2007-2009 ... 3

1.3 Indikator Ketimpangan Gini Ratio ... 30

1.4 Indikator Ketimpangan Menurut Bank Dunia ... 31

1.5 Indikator Keluarga Sejahtera Berdasarkan Badan Pusat Statistik 2005 ... 31

1.6 Luas Wilayah Per Kelurahan Di Kecamatan Medan Deli ... 33

1.7 JumlahPendudukBerdasarkanJenisKelamin Di Kecamatan Medan Deli ... 34

1.8 JumlahPendudukBerdasarkanUsiaProduktif Di Kecamatan Medan Deli ... 35

1.9 LajuPertumbuhan PDRB Di Kecamatan Medan Deli Atas Dasar Harga KonstanTahun 2006-2010 ... 35

1.10 Jumlah Pasar Berdasarkan Jenis Pasar Di Kecamatan Medan Deli Pada Tahun 20011-2013 ... 36

1.11 JumlahIndustri Di Kecamatan Medan deli Tahun 2011-2013... 37

1.12 Angka Gini Kecamatan Medan Deli ... 38

1.13 Tingkat Ketimpangan Pendapatan Di Kecamatan Medan Deli BerdasarkanKriteria Bank Dunia... 41

1.14 Rekapitulasi Tanggapan Responden Berdasarkan Indikator Badan Pusat Statistik ... 44

1.15 Indikator Keluarga sejahtera BerdasarkanBadan Pusat Statistik ... 45

1.16 Distribusi Frekuensi Pendapatan Sampel RumahTangga ... 46

1.17 Distribusi Frekuensi Pengeluaran ... 47

1.18 Distribusi Frekuensi Keadaan Tempat Tinggal ... 48

1.19 Distribusi Frekuensi Fasilitas Tempat Tinggal... 49

1.20 Distribusi Frekuensi KesehatanAnggota Keluarga ... 49

1.21 Distribusi Frekuensi Kemudahan Mendapatkan Pelayanan Kesehatan ... 50

1.22 Distribusi Frekuensi Kemudahan Memasukkan Anak Kejenjang Pendidikan... 51

1.23 Distribusi Frekuensi Kemudahan Mendapat Akses Transportasi... 51


(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Kurva Lorenz ... 18

2.2 Indeks Gini Ratio ... 19

2.3 Kerangka Konseptual ... 26


(13)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketimpangan distribusi pendapatan dan tingkat kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Medan Deli pada tahun 2015. Penelitian ini menggunakan data primer dengan sampel sebanyak 50 responden yang tinggal di Kecamatan Medan Deli. Analisis yang digunakan adalah analisis rasio Gini, kurva Lorenz, kriteria Bank Dunia untuk mengukur ketimpangan dan kriteria Badan Pusat Statistik untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan di Kecamatan Medan Deli relatif sedang dengan menggunakan perhitungan rasio Gini yakni sebesar 0,32. Berdasarkan kriteria Bank Dunia tingkat ketimpangan distribusi pendapatan di Kecamatan Medan Deli tergolong rendah. Berdasarkan kriteria Badan Pusat Statistik bahwa masyarakat di Kecamatan Medan Deli memiliki tingkat kesejahteraan sedang.

Kata kunci: Ketimpangan Pendapatan, Rasio Gini, Kurva Lorenz, Bank Dunia, Badan Pusat Statistik


(14)

ABSTRACT

This study aims to determine the level of inequality of income distribution and level of public welfare in the district of Medan Deli in 2015.This study uses primary data with a sample of 50 respondents living in the district of Medan Deli. The analysis used is the Giniratio analysis, Lorenz curve, the World Bankcriteria in measuring the inequality and the Central Bureau of Statistics (BPS) criteria in measuring the level of welfare.

The results showed that the level of inequality is 0,32 in the district of Medan Delirelatively moderate by using the Giniratio calculation. Based on the criteria ofthe World Bank the level of inequality of income distribution in the district of Medan Deliis low. Based on thecriteria ofthe Central Bureauof Statistics that people in thedistrict of Medan Deliclassified in a moderate level of welfare.

Keywords:Income Inequality, Welfare, Giniratio, Lorenzcurve, the WorldBank, the Central Bureauof Statistics


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan ekonomi merupakan suatu keharusan jika suatu negara ingin meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyatnya. Dengan kata lain, pembangunan ekonomi merupakan upaya sadar dan terarah dari suatu bangsa untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya melalui pemanfaatan sumberdaya yang ada. Peningkatan kesejahteraan ini antara lain dapat diukur dari kenaikan tingkat pendapatan nasional atau laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi setiap tahunnya (Sukirno, 1985).

Dua masalah besar yang umumnya dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pandapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang berada di bawah garis kemiskinan (poverty line) (Tambunan, 2001).

Permasalahan ketimpangan pendapatan tidak dapat dipisahkan dari permasalahan kemiskinan, biasanya terjadi pada negara miskin dan berkembang. Menurut Arsyad (1997), banyak negara sedang berkembang yang mengalami tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi pada tahun 1960-an mulai menyadari bahwa pertumbuhan yang semacam itu hanya sedikit manfaatnya dalam memecahkan masalah kemiskinan.

Menurut Remi dan Tjiptoherijanto (2002), penyebab utama kemiskinan suatu rumah tangga adalah rendahnya pendapatan yang mereka terima. Sedangkan


(16)

karakteristik penduduk miskin tersebut antara lain adalah memiliki rata-rata jumlah tanggungan yang banyak. Jumlah anggota dalam rumah tangga adalah indikasi yang dominan dalam menentukan miskin atau ketidakmiskinannya rumah tangga. Namun, penyebab tersebut tidak sama untuk setiap kondisi.

Menurut Kuznets (1996), pada tahap – tahap awal pertumbuhan ekonomi pendistribusian pendapatan cenderung memburuk namun pada tahap-tahap berikutnya akan membaik. Hipotesis ini lebih dikenal sebagai hipotesis “U-terbalik” Kuznets, sesuai dengan bentuk rangkaian perubahan kecenderungan distribusi pendapatan dengan ukuran koefisien Gini dan pertumbuhan GNP per kapita yang akan terlihat seperti kurva yang berbentuk U terbalik. Menurut Kuznets, distribusi pendapatan akan meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi (Todaro, 2000).

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan dalam bidang ekonomi. Dalam mengukur keberhasilan pelaksanaan suatu pembangunan dapat dilihat melalui laju pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut dimana dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah tentunya akan meningkatkan distribusi pendapatan masyarakatnya.

Kota Medan merupakan kota yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di provinsi Sumatera Utara yaitu 2.117.224 jiwa dengan luas wilayah 265,10 km2. Secara administratif, kota Medan dibagi atas 21 kecamatan yang mencakup 151 kelurahan. Karena jumlah penduduk bertambah terus dan berarti kebutuhan ekonomi juga terus bertambah, maka dibutuhkan penambahan pendapatan setiap


(17)

waktu. Hal ini bisa diperoleh melalui peningkatan output agregat (barang dan jasa) atau sering disebut PDRB atas dasar harga konstan setiap tahun. Adapun laju pertumbuhan ekonomi di Kecamatan Medan Deli Tahun 2006-2010 dapat diuraikan pada tabel 1.1 berikut.

Tabel 1.1

Laju Pertumbuhan PDRB di Kecamatan Medan Deli Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2006-2010

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Medan

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan di Kecamatan Medan Deli cukup baik setiap tahunnya dengan angka pertumbuhan tertinggi pada tahun 2009 dengan angka pertumbuhan 8,27%. Angka pertumbuhan terkecil terjadi di tahun 2007 sebesar 6,54%. Laju pertumbuhan PDRB di Kecamatan Medan Deli yang cukup baik ini tidak diikuti oleh penurunan jumlah KK miskin secara signifikan dari tahun 2007-2009.

Tabel 1.2

Jumlah Kepala Keluarga Miskin Di Kecamatan Medan Deli Tahun 2007-2009

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Medan

Dari tabel di atas, jumlah KK miskin di Kecamatan Medan Deli pada tahun 2007 sebesar 29.421 KK miskin mengalami penurunan di tahun 2008 menjadi 16.766 KK miskin. Namun pada tahun 2009 tren penurunan KK miskin

Tahun Pertumbuhan PDRB

2006 8,19

2007 6,54

2008 7,22

2009 8,27

2010 7,44

Tahun Jumlah KK Miskin

2007 29.421

2008 16.766


(18)

tidak berlanjut bahkan mengalami kenaikan yang cukup besar menjadi 24.721 KK miskin. Kondisi ini menunjukkan bahwa tingkat pendapatan per kapita di Kecamatan Medan Deli yangrelatif cukup baik, namun masih perlu untuk ditingkatkan kualitas distribusinya sehingga distribusi pendapatan semakin merata dan pada akhirnya dapat mengurangi angka kemiskinan yang masih ada.

Berdasarkan pembahasan diatas, distribusi pendapatan sangatlah penting dalam meningkatkan kesejahteraan sehingga perlu dilakukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui seberapa besar ketimpangan distribusi pendapatan yang terjadi di Kota Medan. Maka penulis tertarik untuk meneliti tentang “Analisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan dan Kesejahteraan di Kota Medan (Studi Kasus: Kecamatan Medan Deli)”.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka beberapa masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana pola distribusi rumah tangga berdasarkan kelas pendapatan? 2. Bagaimana tingkat ketimpangan distribusi pendapatan dan tingkat

kesejahteraan di Kecamatan Medan Deli? 1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah disimpulkan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisispola distribusi rumah tangga berdasarkan kelas pendapatan.


(19)

2. Untuk menganalisis tingkat ketimpangan distribusi pendapatan dan tingkat kesejahteraan di Kecamatan Medan Deli.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan masukan dan menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca khususnya yang berkaitan dengan ketimpangan distribusi pendapatan.

2. Sebagai referensi bagi penulis lainnya yang ingin melakukan penelitian selanjutnya berkenaan dengan ketimpangan distribusi pendapatan dan kesejahteraan.

3. Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah, dalam hal pemerataan pembangunan.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Kesejahteraan Masyarakat

Konsep kesejahteraan menurut Nasikun (1996) dapat dirumuskan sebagai padanan makna dari konsep martabat manusia yang dapat dilihat dari empaat indikator yaitu ; (1) Rasa aman (security), (2) Kesejahteraan (welfare), (3) Kebebasan (freedom), dan (4) Jati diri (identity).

Menurut Drewnoski (1974) dalam Bintaro (1989), melihat konsep kesejahteraan dari tiga aspek, dengan melihat pada :

1. Tingkat perkembangan fisik (somatic status), seperti nutrisi, kesehatan, harapan hidup, dan sebagianya.

2. Tingkat mentalnya, (mental/educational status) seperti pendidikan, pekerjaan, dan sebagainya.

3. Integrasi dan kedudukan social (social status).

Salah satu konsep indikator sosial dalam mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat atau keluarga ialah konsep yang diperkenalkan oleh Overseas Development Council yang dikenal dengan PQLI (Physical Quality of Life Index) atau indeks mutu hidup (Budiman, 1996). PQLI mencakup 3 komponen, yaitu: a. Rata-rata angka kematian bayi (infant mortality rate),

b. Rata-rata harapan hidup pada bayi berumur satu tahun (life expenctancy at age one), dan

c. Tingkat kemampuan membaca dan menulis atau rata-rata persentase buta dan melek huruf.


(21)

Selanjutnya, konsep pengukuran kesejahteraan yang dikembangkan akhir-akhir ini ialah konsep Human Development Index atau HDI. Konsep HDI diperkenalkan dan dikembangkan sejak tahun 1985 (Miles, dalam Moeljarto dan Prabowo, 1997). Meskipun dari tahun ke tahun HDI mendapat penekanan yang berbeda, tetapi intinya HDI mengidentifikasi kemampuan dasar yang harus dimiliki setiap individu dalam masyarakat untuk dapat berpartisipasi di masyarakat. Kemampuan dasar tersebut antara lain menyangkut kemampuan untuk dapat mencapai hidup yang panjang dan sehat, kemampuan untuk mencapai ilmu pengetahuan, dan kemampuan untuk mendapatkan akses pada sumber-sumber yang diperlukan dalam rangka hidup yang layak. Human Development Index (HDI) inimempunyai tiga komponen yang menunjukkan tingkat kesejahteraan (kemakmuran), yaitu :

1. Angka harapan hidup pada saat lahir (life expectancy at birth), menyangkut kesehatan

2. Tingkat pendidikan (educational attainment), dan

3. Tingkat pendapatan (income) atau kemampuan daya beli masyarakat (Moeljarto dan Prabowo, 1997).

Sedangkan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional atau disingkat BKKBN (1993) mengkonsepkan perkembangan kesejahteraan masyarakat desa sebagai ukuran kesejahteraan keluarga/taraf hidup masyarakat, terdiri dari 5 (lima) tingkat kesejahteraan, yaitu :

1. Keluarga Prasejahtera; yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum seperti kebutuhan pangan, sandang, papan dan kesehatan.


(22)

2. Keluarga Sejahtera I, yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial psikologisnya seperti: pendidikan, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal, dan transportasi.

3. Keluarga Sejahtera II, yaitu keluarga yang disamping telah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimal, juga kebutuhan sosial psikologisnya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan berkembang/ perkembangannya seperti menabung, memperoleh informasi, transportasi, dan sebagainya.

4. Keluarga Sejahtera III, yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar minimal, kebutuhan sosial psikologis, dan kebutuhan perkembangan, namun belum dapat berpartisipasi maksimal terhadap masyarakat baik dalam bentuk sumbangan material, keuangan, ikut serta secara aktif dalam kegiatan sosial-kemasyarakatan, dan sebagainya.

5. Keluarga Sejahtera III-Plus, yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhannya baik kebutuhan dasar minimal, kebutuhan sosial psikologis, maupun yang bersifat perkembangan serta telah dapat memberikan sumbangan nyata dan berkelanjutan, bagi masyarakat atau pembangunan. 2.1.1 Pengukuran Tingkat Kesejahteraan

Menurut Kolle (1974) dalam Bintarto (1989), kesejahteraan dapat diukur dari beberapa aspek kehidupan:

1. Segi materi, seperti kualitas rumah, bahan pangan dan sebagianya; 2. Segi fisik, seperti kesehatan tubuh, lingkungan alam, dan sebagainya;


(23)

4. Segi spiritual, seperti moral, etika, keserasian penyesuaian, dan sebagainya. Namun, biasanya untuk mengetahui tingkat kesejahteraan digunakan tiga kriteria seperti berikut :

1. Upah Minimum Regional (UMR)

Setiap daerah mempunyai UMR sendiri yang ditetapkan oleh Gubernur pada tingkat provinsi dan Bupati/Walikota pada tingkat Kabupaten/Kota.

2. Bappenas

Status kesejahteraan dapat diukur berdasarkan proporsi pengeluaran rumah tangga. Rumah tangga dapat dikategorikan sejahtera apabila proporsi pengeluaran untuk kebutuhan pokok sebanding atau lebih rendah dari proporsi pengeluaran untuk kebutuhan bukan pokok. Sebaliknya rumah tangga dengan proporsi pengeluaran untuk kebutuhan pokok lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran untuk kebutuhan bukan pokok, dapat dikategorikan sebagai rumah tangga dengan status kesejahteraan yang masih rendah.

3. BPS (Biro Pusat Statistik)

Biro Pusat Statistik Indonesia menerangkan bahwa guna melihat tingkat kesejahteraan rumah tangga suatu wilayah ada beberapa indikator yang dapat dijadikan ukuruan, antara lain adalah:

a. Tingkat pendapatan keluarga

b. Komposisi pengeluaran rumah tangga dengan membandingkan pengeluaran untuk pangan dengan non-pangan seperti jenis bahan bakar untuk memasak, frekuensi mengkonsumsi daging, susu dan ayam,


(24)

frekuensi membeli pakaian dalam setahun, dan frekuensi makan setiap hari.

c. Tingkat pendidikan keluarga seperti pendidikan kepala keluarga. d. Tingkat kesehatan keluarga seperti kemampuan untuk berobat.

e. Kondisi perumahan serta fasilitas yang dimiliki dalam rumah tangga seperti luas bangunan, jenis lantai, dinding, fasilitas MCK, sumber penerangan, dan sumber air minum

2.2 Ketimpangan Pembangunan

Dalam pembangunan ekonomi regional, Williamson (1965) menyatakan bahwa dalam tahap awal pembangunan, disparitas regional menjadi lebih besar dan pembangunan terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu. Pada tahap yang lebih maju, dilihat dari pertumbuhan ekonomi, tampak bahwa keseimbangan antar daerah berkurang dengan signifikan.

Myrdal (1957) menyatakan bahwa tingkat kemajuan ekonomi antar daerah yang berlebihan akan menyebabkan pengaruh yang merugikan (backwash effect) mendominasi pengaruh yang menguntungkan (spread effect) terhadap pertumbuhan daerah, dalam hal ini mengakibatkan proses ketidakseimbangan. Pelaku-pelaku yang memiliki kekuatan di pasar secara normal akan meningkat bukannya menurun, sehingga mengakibatkan ketimpangan antar daerah (Arsyad, 1999).

Dalam proses akumulasi dan mobilisasi sumber-sumber, berupa akumulasi modal, ketimpangan tenaga kerja, dan sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu daerah merupakan pemicu dalam laju pertumbuhan ekonomi wilayah yang


(25)

bersangkutan. Adanya heterogenitas dan beragam karakteristik suatu wilayah menyebabkan kecenderungan terjadinya ketimpangan antar daerah dan antar sektor ekonomi suatu daerah (Caska dan Riadi, 2008).

2.2.1 Penyebab Ketimpangan Pembangunan

Adapun faktor-faktor penyebab ketimpangan pembangunan antar wilayah (Manik, 2009) yaitu :

1. Perbedaan kandungan sumber daya alam

Perbedaan kandungan sumber daya alam ini jelas akan mempengaruhi kegiatan produksi pada daerah yang bersangkutan yang akan mempengaruhi proses pembangunan di masing-masing daerah.

2. Perbedaan kondisi demografi

Perbedaan kondisi geografi ini akan dapat mempengaruhi ketimpangan antar daerah karena hal ini sangat berpengaruh terhadap produktivitas kerja masyarakat pada daerah yang bersangkutan. Daerah dengan kondisi demografi yang baik akan cenderung memiliki produktivitas kerja yang lebih tinggi sehingga hal ini akan mendorong peningkatan investasi yang selanjutnya akan meningkatkan penyediaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi daerah yang bersangkutan dan sebaliknya bila pada suatu daerah tertentu kondisi demografinya kurang baik maka hal ini akan menyebabkan relatif rendahnya produktivitas kerja masyarakat setempat yang akan menimbulkan kondisi kurang menarik bagi penanaman modal sehingga pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan akan menjadi lebih rendah.


(26)

3. Kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa

Bila kegiatan perdagangan kurang lancar maka proses penyamaan harga faktor produksi (Factor Price Equilization) akan terganggu. Akibatnya penyebaran proses pembangunan akan terhambat dan ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderun menjadi tinggi.

4. Perbedaan konsentrasi kegiatan ekonomi daerah

Perbedaan konsentrasi kegiatan ekonomi antar daerah yang cukup tinggi akan cenderung mendorong meningkatnya ketimpangan pembangunan antar daerah karena proses pembangunan daerah akan lebih cepat pada daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi yang lebih tinggi.

5. Alokasi dana pembangunan antar daerah

Dana bantuan pembangunan daerah merupakan salah satu sumber keuangan untuk melakukan pembangunan daerah. Pada dasarnya dalam melaksanakan pembangunan diperlukan sumber dana. Pada dasarnya dalam melaksanakan pembangunan diperlukan sumber dana. Untuk mencapai keberhasilan suatu program pembangunan sangat tergantung pada pemanfaatan sumberdaya yang tersedia. Bantuan pembangunan yang ditargetkan secara seksama dapat memberikan hasil yang lebih efektif. Bantuan pembangunan yang diperluas, terutama upaya-upaya yang difokuskan pada kebutuhan dan kesempatan untuk mengurangi kemiskinan secara besar-besaran (Todaro, 2006).

2.2.2 Dampak Ketimpangan Pembangunan

Berikut merupakan dampak dari ketimpangan pembangunan terhadap masyarakat dan daerah (Bappenas, 2004) :


(27)

1. Banyak wilayah-wilayah yang masih tertinggal dalam pembangunan

Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan wilayah tertinggal, termasuk yang masih dihuni oleh komunitas adat terpencil antara lain:

a. Terbatasnya akses transportasi yang menghubungkan wilayah tertinggal dengan wilayah yang relatif maju.

b. Kepadatan penduduk relatif rendah dan tersebar.

c. Kebanyakan wilayah-wilayah ini miskin sumber daya, khususnya sumber daya alam dan manusia.

d. Belum diprioritaskannya pembangunan di wilayah tertinggal oleh pemerintah daerah karena dianggap tidak menghasilkan pendapatan asli daerah secara langsung.

e. Belum optimalnya dukungan sektor terkait untuk pengembangan wilayah-wilayah ini.

2. Belum berkembangnya wilayah-wilayah strategis dan cepat tumbuh

Sebenarnya wilayah strategis dan cepat tumbuh ini dapat dikembangkan secara lebih cepat karena memiliki produk unggulan yang berdaya saing. Jika sudah berkembang, wilayah-wilayah tersebut diharapkan dapat berperan sebagai penggerak bagi pertumbuhan ekonomi di wilayah-wilayah sekitarnya yang miskin sumber daya dan masih terbelakang.

3. Wilayah perbatasan dan terpencil kondisinya masih terbelakang

Permasalahan utama dari ketertinggalan pembangunan di wilayah perbatasan adalah arah kebijakan pembangunan kewilayahan yang selama ini cenderung berorientasi “inward looking” sehingga seolah-olah kawasan perbatasan


(28)

hanya menjadi halaman belakang dari pembangunan daerah. Akibatnya, wilayah-wilayah perbatasan dianggap bukan merupakan wilayah prioritas pembangunan oleh pemerintah. Sementara itu daerah-daerah pedalaman yang ada juga sulit berkembang terutama karena lokasinya sangat terisolir da sulit dijangkau.

4. Kesenjangan pembangunan antara kota dan desa

Ketimpangan pembangunan mengakibatkan adanya kesenjangan antara daerah perkotaan dengan pedesaan, yang diakibatkan oleh:

a. Investasi ekonomi cenderung terkonsentrasi di daerah perkotaan

b. Kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan masih banyak yang tidak sinergis dengan kegiatan ekonomi di pedesaan

c. Peran kota yang diharapkan dapat mendorong perkembangan pedesaan, justru memberikan dampak yang merugikan pertumbuhan pedesaan

5. Pengangguran, kemiskinan dan rendahnya kualitas sumber daya manusia Dampak ini merupakan dampak turunan dari kurangnya lapangan kerja di suatu daerah bersangkutan, yang disebabkan kurangnya investasi baik dari pemerintah maupun swasta.

2.3 Distribusi Pendapatan

Teori ketimpangan distribusi pendapatan dapat dikatakan dimulai dari munculnya suatu hipotesa yang terkenal yaitu Hipotesis U terbalik (inverted U curve) oleh Simon Kuznets tahun 1955. Beliau berpendapat bahwa mula-mula ketika pembangunan dimulai, distribusi pendapatan akan makin tidak merata, namun setelah mencapai suatu tingkat pembangunan tertentu, distribusi


(29)

pendapatan makin merata. Ketimpangan distribusi pendapatan tidak terlepas atau sangat erat hubungannya dengan kemiskinan. Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia. Di Amerika Serikat, yang tergolong negara maju dan salah satu negara kaya di dunia, masih terdapat jutaan orang yang tergolong miskin. Sementara itu, mereka yang hidup tidak miskin relatif miskin dibanding penduduk Amerika lainnya. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Sharp (1996):

“Poverty amidst plenty” is a streaking feature of the Americanscene.

Ournation is the richest in the world, yet millions of peopleare poor, and millions more that do not live in poverty are poorrelative to others. This is not the American dream; it is the Americanparadox.

Myrdal (dalam Todaro, 1993) mengatakan bahwa tingkat pendapatan yang rendah menyebabkan taraf hidup yang rendah. Rendahnya pendapatan ditambah dengan rendahnya pendidikan dan ketrampilan menyebabkan produktifitas yang rendah pula dan pada gilirannya tetap melestarikan pendapatan yang rendah sehingga seseorang atau keluarga tertentu tidak mampu memiliki berbagai fasilitas dan sarana pembaharuan sebagai faktor penentu peningkatan kesejahteraan hidup keluarga.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa keluarga yang memperoleh pendapatan memadai atau tinggi akan mampu memenuhi kebutuhan dasarnya serta kebutuhan-kebutuhan lain, seperti kebutuhan akan pendidikan dan kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya mereka.


(30)

2.3.1 Pembagian Distribusi Pendapatan

Distribusi pendapatan mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya. Distribusi pendapatan sebagai suatu ukuran dibedakan menjadi dua ukuran pokok, baik untuk tujuan analisis maupun untuk tujuan kuantitatif (Todaro, 2000) yaitu:

1. Distribusi pendapatan ”personal” atau distribusi pendapatan berdasarkan ukuran atau besarnya pendapatan. Distribusi pendapatan pribadi atau distribusi pendapatan berdasarkan besarnya pendapatan paling banyak digunakan ahli ekonomi. Distribusi ini hanya menyangkut orang per orang atau rumah tangga dan total pendapatan yang mereka terima, dari mana pendapatan yang mereka peroleh tidak dipersoalkan. Tidak dipersoalkan pula berapa banyak yang diperoleh masing-masing individu, apakah merupakan hasil dari pekerjaan mereka atau berasal dari sumber-sumber lain. Selain itu juga diabaikan sumber-sumber pendapatan yang menyangkut lokasi (apakah di wilayah desa atau kota) dan jenis pekerjaan.

2. Distribusi pendapatan “fungsional” atau distribusi pendapatan menurut bagian faktor distribusi. Sistem distribusi ini mempertimbangkan individu -individu sebagai totalitas yang terpisah-pisah. Distribusi pendapatan mutlak adalah persentase jumlah penduduk yang pendapatannya mencapai suatu tingkat pendapatan tertentu atau kurang dari padanya. Ukuran umum yang dipakai biasanya adalah kriteria Bank Dunia yaitu ketidakmerataan tertinggi bila 40 persen penduduk dengan distribusi pendapatan terendah menerima kurang dari 12 persen pendapatan nasional. Ketidakmerataan sedang apabila 40 persen


(31)

penduduk dengan pendapatan terendah menerima 12-17 persen pendapatan nasional. Ketidakmerataan rendah bila 40 persen penduduk dengan pendapatan terendah menerima lebih dari 17 persen dari seluruh pendapatan nasional.

Distribusi pendapatan yang didasarkan pada pemilik faktor produksi ini akan berkaitan dengan proses pertumbuhan pendapatan, adapun pertumbuhan pendapatan dalam masyarakat yang didasarkan pada kepemilikan faktor produksi dapat dikelompokkan menjadi dua macam:

1. Pendapatan karena hasil kerja yang berupa upah atau gaji dan besarnya tergantung tingkat produktifitas.

2. Pendapatan dari sumber lain seperti sewa, laba, bunga, hadiah atau warisan. Sayangnya relevansi teori fungsional tidak mempengaruhi pentingnya peranan dan pengaruh kekuatan-kekuatan di luar pasar (faktor-faktor non-ekonomis)misalnya kekuatan dalam menentukan faktor-faktor harga (Todaro, 2003).

2.3.2 Cara Menghitung Distribusi Pendapatan

Ada beberapa cara yang dijadikan sebagai indikator untuk mengukur kemerataan distribusi pendapatan, diantaranya yaitu :

1. Kurva Lorenz

Kurva Lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan nasional di kalangan lapisan-lapisan penduduk. Kurva ini terletak di dalam sebuah bujur sangkar yang sisi tegaknya melambangkan persentase kumulatif pendapatan nasional, sedangkan sisi datarnya mewakili persentase kumulatif penduduk.


(32)

Kurvanya sendiri ditempatkan pada diagonal utama bujur sangkar tersebut. Kurva Lorenz yang semakin dekat ke diagonal (semakin lurus) menyiratkan distribusi pendapatan nasional yang semakin merata. Sebaliknya, jika kurva Lorenz semakin jauh dari diagonal (semakin lengkung), maka ia mencerminkan keadaan yang semakin buruk, distribusi pendapatan nasional semakin timpang dan tidak merata.

Gambar 2.1 Kurva Lorenz 2. Indeks Gini atau Rasio Gini

Gini ratio merupakan suatu ukuran kemerataan yang dihitung dengan membandingkan luas antara diagonal dan kurva Lorenz dibagi dengan luas segitiga di bawah diagonal.


(33)

Gambar 2.2 Indeks Gini Ratio Data yang diperlukan dalam penghitungan gini ratio:

 Jumlah rumah tangga atau penduduk

 Rata-rata pendapatan atau pengeluaran rumah tangga yang sudah dikelompokkan menurut kelasnya.

Rumus untuk menghitung gini ratio:

dengan:

G = Gini Ratio

Pi = Persentase rumah tangga pada kelas pendapatan ke-i Qi = Persentase kumulatif pendapatan sampai dengan kelas ke-i Qi-1= Persentase kumulatif pendapatan sampai dengan kelas ke-i-1 K = Banyaknya kelas pendapatan

Nilai gini ratio berkisar antara 0 dan 1, jika: G < 0,3 → ketimpangan rendah


(34)

G > 0,5 → ketimpangan tinggi

Semakin tinggi nilai Indeks Gini menunjukkan ketidakmerataan pendapatan yang semakin tinggi. Jika nilai Indeks Gini adalah nol maka artinya terdapat kemerataan sempurna pada distribusi pendapatan, sedangkan jika bernilai satu berarti terjadi ketidakmerataan pendapatan yang sempurna. Untuk publikasi resmi Indonesia oleh BPS, baik ukuran ketidakmerataan pendapatan versi Bank Dunia maupun Indeks Gini, penghitungannya menggunakan data pengeluaran.

3. Kriteria Bank Dunia

Kriteria ketidakmerataan versi bank dunia didasarkan atas porsi pendapatan nasional yang dinikmati oleh tiga lapisan penduduk, yakni 40% penduduk berpendapatan rendah, 40% penduduk berpendapatan menengah, serta 20% penduduk berpendapatan tinggi. Ketimpangan atau ketidakmerataan distribusi pendapatan dinyatakan parah apabila 40% penduduk berpendapatan rendah menikmati kurang dari 12% pendapatan nasional. Ketidakmerataan dianggap sedang atau moderat apabila 40% penduduk miskin menikmati antara 12-17% pendapatan nasional. Sedangkan jika 40% penduduk yang berpendapatan rendah menikmati lebih dari 17% pendapatan nasional, maka ketimpangan atau kesenjangan dikatakan lunak dan distribusi pendapatan nasional dianggap cukup merata.


(35)

2.4 Pengaruh Ketimpangan Pendapatan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Kuznets (1955) mengatakan bahwa pada tahap awal pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan cenderung memburuk, namun pada tahap selanjutnya, distribusi pendapatannya akan membaik. Observasi inilah yang kemudian dikenal sebagai kurva Kuznets “U-terbalik”, karena perubahan longitudinal (time-series) dalam distribusi pendapatan. Kurva Kuznets dapat dihasilkan oleh proses pertumbuhan berkesinambungan yang berasal dari perluasan sektor modern.

Menurut Todaro (2003), pemerataan yang lebih adil di negara berkembang merupakan suatu kondisi atau syarat yang menunjang pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, semakin timpang distribusi pendapatan di suatu negara akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Ketimpangan pendapatan antar daerah, tergantung dari besarnya jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap penerima pendapatan dalam daerah tersebut, baik itu golongan masyarakat maupun wilayah tertentu dalam daerah tersebut. Perbedaan jumlah pendapatan yang diterima itu menimbulkan suatu distribusi pendapatan yang berbeda, sedangkan besar kecilnya perbadaan tersebut akan menentukan tingkat pemerataan pendapatan (ketimpangan pendapatan) daerah tersebut. Oleh karena itu, ketimpangan pendapatan ini akan tergantung dari besar kecilnya perbedaan jumlah pendapatan yang diterima oleh penerima pendapatan. Sehingga timpang atau tidaknya pendapatan daerah dapat diukur melalui distribusi penerimaan pendapatan antar golongan masyarakat ataupun antar wilayah. Produk nasional


(36)

bruto per kapita tertentu, dimana pendapatan yang diterima wilayah tersebut terlihat pada nilai PDRB-nya, sedangkan untuk golongan masyarakat tentunya adalah jumlah yang diterimanya pula.

Ketimpangan pendapatan sebenarnya telah terjadi di seluruh negara di dunia ini, baik negara yang sudah maju maupun negara-negara yang sedang berkembang. Namun perbedaannya adalah ketimpangan pendapatan lebih besar terjadi di negara-negara yang baru memulai pembagunannya, sedangkan bagi negara maju atau lebih tinggi tingkat pendapatannya cenderung lebih merata atau tingkat ketimpangannya rendah. Keadaan ini antara lain dijelaskan oleh Todaro (1981), bahwa negara-negara maju secara keseluruhan memperlihatkan pembagian pendapatan yang lebih merata dibandingkan dengan negara-negara dunia ketiga yakni negara-negara yang tergolong sedang berkembang. Nicholas Kaldor (1960), menyatakan bahwa semakin tidak merata pola distribusi pendapatan, semakin tinggi pula laju pertumbuhan ekonomi karena orang-orang kaya memiliki rasio tabungan yang lebih tinggi dari pada orang-orang miskin sehingga akan meningkatkan aggregate saving rate yang diikuti oleh peningkatan investasi dan pertumbuhan ekonomi. Jika laju pertumbuhan PDRB merupakan satu-satunya tujuan masyarakat, maka strategi terbaik adalah membuat pola distribusi pendapatan setimpang mungkin. Dengan demikian, model Kuznets dan Kaldor menunjukkan adanya trade off atau pilihan antara pertumbuhan PDRB yang lambat tetapi dengan distribusi pendapatan yang lebih merata.

Dua model ketimpangan yaitu teori Harrod-Domar dan Neo-Klasik memberikan perhatian khusus pada peranan kapital yang dapat direpresentasikan


(37)

dengan kegiatan investasi yang ditanamkan pada suatu daerah untuk menarik kapital ke dalam daerahnya, hal ini jelas akan berpengaruh pada kemampuan daerah untuk tumbuh sekaligus menciptakan perbedaan dalam kemampuan menghasilkan pendapatan. Investasi akan lebih menguntungkan bila dialokasikan pada daerah-daerah yang dinilai mampu menghasilkan pengembalian (return) yang besar dalam jangka waktu yang relatif cepat. Mekanisme pasar justru akan menyebabkan ketidakmerataan, dimana daerah-daerah yang relatif maju akan bertumbuh semakin cepat sementara daerah yang kurang maju tingkat pertumbuhannya justru relatif lambat. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya ketimpangan pendapatan antar daerah, sehingga diperlukan suatu perencanaan dan kebijakan dalam mengarahkan alokasi investasi menuju suatu kemajuan ekonomi yang lebih berimbang diseluruh wilayah dalam negara. Terjadinya ketimpangan antar daerah juga diterangkan oleh Myrdal (1957) membangun teori keterbelakangan dan pembangunan ekonominya di sekitar ide ketimpangan regional pada taraf nasional dan internasional. Untuk menjelaskan hal tersebut, beliau memakai ide “spread effect” dan “backwash effect” sebagai bentuk pengaruh penjalaran dari pusat pertumbuhan ke daerah sekitar. Spread effect (dampak sebar) didefinisikan sebagai suatu pengaruh yang menguntungkan (favorable effect), yang mencakup aliran kegiatan-kegiatan investasi di pusat pertumbuhan ke daerah sekitar. Backwash effect (dampak balik) didefinisikan sebagai pengaruh yang merugikan (infavorable effect) yang mencakup aliran manusia dari wilayah sekitar atau pinggiran termasuk aliran modal ke wilayah inti, sehingga mengakibatkan berkurangnya modal pembangunan bagi wilayah


(38)

pinggiran yang sebenarnya diperlukan untuk dapat mengimbangi perkembangan wilayah inti.

Terjadinya ketimpangan regional menurut Myrdal disebabkan oleh besarnya pengaruh dari backwash effect dibandingkan dengan spread effect di negara-negara terbelakang. Perpindahan modal cenderung meningkatkan ketimpangan regional, permintaan yang meningkat ke wilayah maju akan merangsang investasi yang pada gilirannya meningkatkan pendapatan yang menyebabkan putaran kedua investasi dan seterusnya, lingkup investasi yang lebih baik pada sentra-sentra pengembangan dapat menciptakan kelangkaan modal di wilayah terbelakang.

2.5 Penelitian Terdahulu

Makmur, dkk (2011) melakukan penelitian yang berjudul Ketimpangan Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Masyarakat Desa di Kecamatan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar. Dari hasil analisis menggunakan koefisien gini (gini ratio) dapat disimpulkan bahwa ketimpangan yang terjadi di Kecamatan Peukan Bada adalah ketimpangan sedang untuk pekerjaan penduduk sebagai petani dan buruh dan ketimpangan rendah untuk pekerjaan penduduk sebagai pedagang dan pns. apabila dilihat secara keseluruhan sampel diperoleh indeks gini sebesar 0,386, ini artinya pada kabupaten Peukan Bada mempunyai nilai ketimpangan distribusi pendapatannya sedang.

Hasyim (2012) melakukan penelitian tentang analisis tingkat ketimpangan pendapatan dan kemiskinan petani padi (Studi Kasus: Desa Sidodadi Ramunia, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang). Hasil penelitian menunjukkan


(39)

bahwa tingkat ketimpangan petani padi sawah berdasarkan nilai Gini Ratio sebesar 0,32 berada dalam kategori rendah, dan menurut kriteria World Bank juga berada dalam kategori rendah. Sumber pendapatan petani padi sawah di luar usaha tani padi sawah cukup beragam dimana pendapatan dari usaha tani padi sawah memberikan kontribusi terbesar terhadap total pendapatan yaitu, sebesar 67,56%. Tingkat kemiskinan menurut kriteria BPS (2011) tidak terdapat petani padi sawah yang berada pada kategori miskin, dan petani padi sawah yang berada pada kategori miskin menurut UMR (2012) sebanyak 37,21%.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Ni Kadek Dian Sri Apriliani (2010) yang berjudul Analisis Disparitas Pendapatan di Kawasan Pariwisata, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung. Penelitian ini dilakukan menggunakan sampel sebanyak 98 orang. Teknik analisis yang di yaitu indeks gini berdasarkan definisi geometris. Hasil yang diperoleh menunjukan terjadinya ketimpangan pendapatan antara pekerja pariwisata dan petani sebesar 0,331, diantara petani sebesar 0,111, dan diantara pekerja pariwisata sebesar 0,184. dari hasil-hasil tersebut berarti ketimpangan pendapatanyang terjadi di kecamatan kuta termasuk ketimpangan rendah.

Halim, dkk (2010) juga melakukan penelitian dengan judul Distribusi Pendapatan dan Tingkat Kemiskinan Petani Kopi Arabika di Desa Tanjung Beringin, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber pendapatan petani kopi arabika cukup beragam dimana pendapatan dari usaha tani kopi arabika memberikan kontribusi sebesar 65,68% terhadap total pendapatan petani. Tingkat ketimpangan pendapatan petani kopi arabika


(40)

berdasarkan nilai gini ratio sebesar 0,36 berada dalam kategori menengah, sedangkan menurut kriteria World Bank berada dalam kategori rendah. Selain itu, jumlah petani kopi arabika miskin menurut Sajogyo (1988) sebanyak 21,43%, sedangkan menurut BPS (2010) sebanyak 16,67%.

2.6 Kerangka Konseptual

Pada umumnya setiap rumah tangga memiliki keragaman mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Tidak meratanya distribusi pendapatan memicu terjadinya ketimpangan pendapatan yang merupakan awal dari munculnya masalah perbedaan tingkat kesejahteraan.

Secara skematis, kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.3 Kerangka Konseptual

Indikator

Pendapatan Rendah Pendapatan Sedang

Pendapatan Tinggi

Tingkat Ketimpangan Distribusi Pendapatan


(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif ialah suatu jenis penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematik, faktual dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat suatu objek atau populasi tertentu.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Metode survei pada umumnya menggunakan instrumen kuisioner (quesionnaire) yang diisi oleh para responden dari objek penelitian yang ditetapkan dengan metode tertentu (Sinulingga, 2011).

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di salah satu kecamatan di Kota Medan yaitu Kecamatan Medan Deli.

3.3 Definisi Operasional

a. Pendapatan rumah tangga adalah pendapatan bersih yang diterima dari hasil pengurangan antara pendapatan dari golongan pekerjaan atau pendapatan kotor dikurangi dengan pengeluaran rumah tangga.

b. Pengeluaran rumah tangga adalah besarnya biaya yang dikeluarkan oleh rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, mulai dari pangan, rumah tangga, biaya sekolah dan biaya kesehatan.

c. Tingkat Kesejahteraan adalah ukuran suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material, maupun spiritual yang diliputi rasa keselamatan, kesusilaan


(42)

dan ketenteraman lahir batin yang memungkinkan setiap warganegara untuk mengadakan usaha-usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat

3.4 Skala Pengukuran Variabel

Skala pengukuran yang digunakan adalah skala kategori (category scale). Skala ini digunakan untuk mendapatkan jawaban tunggal dari multiple item atas jawaban yang tersedia bagi responden untuk dipilih sesuai dengan keadaannya (Sinulingga, 2011).Pada penelitian ini, setiap responden diharuskan memilih salah satu dari beberapa kategori jawaban yang ada sesuai keadaan yang terjadi.

3.5 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini merupakan seluruh rumah tangga di Kecamatan Medan Deli. Penentuan sampel dilakukan secara stratified random samplingatau dengan membagi ke dalam sub populasi (strata), karena mempunyai arti yang signifikan terhadap tujuan penelitian. Setiap stratum dipilih sampel melalui proses simple random sampling. Responden yang dijadikan sampel berjumlah 50 orang responden.

3.6 Jenis dan Sumber Data 1. Data Primer

Data primer merupakan data yang didapat atau dikumpulkan oleh peneliti dengan cara langsung dari sumbernya. Cara yang bisa digunakan peneliti untuk mencari data primer yaitu observasi, diskusi terfokus, wawancara serta penyebaran kuesioner.


(43)

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), buku literatur, internet, jurnal, serta bacaan lain yang berhubungan dengan penelitian yang digunakan sebagai data penunjang.

3.7 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan yaitu : 1. Kuisioner

Kuisioner adalah salah satu teknik pengumpulan data dengan cara menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula oleh responden.

2. Studi Kepustakaan

Teknik studi kepustakaan merupakan cara yang dilakukan untuk mengumpulkan data dan informasi melalui berbagai literatur yang berhubungan dengan penelitian ini. Data dan informasi dapat diperoleh melalui buku-buku, internet, jurnal, tesis dan sebagainya.

3.8 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Analisis Deskriptif

Analisis ini digunakan untuk menganalisis distribusi rumah tangga berdasarkan kelas pendapatan dengan melihat hasil tabulasi dari penelitian yang telah dilakukan.


(44)

2. Koefisien Gini (Gini Ratio)

Analisis yang digunakan adalah metode Koefisien Gini (Gini Ratio), terutama untuk menghitung tingkat ketimpangan pendapatan. Rumus angka Gini Ratio adalah sebagai berikut:

dengan:

G = Gini Ratio

Pi = Persentase rumah tangga pada kelas pendapatan ke-i Qi = Persentase kumulatif pendapatan sampai dengan kelas ke-i Qi-1 = Persentase kumulatif pendapatan sampai dengan kelas ke-i-1 K = Banyaknya kelas pendapatan

Kategori tingkat ketimpangan berdasarkan nilai dari koefisien Gini (Gini Ratio) dibagi kedalam tiga kriteria sebagaimana tertera pada tabel berikut ini:

Tabel 3.1

Indikator Ketimpangan Gini Ratio

Sumber: Diadaptasi dari Widodo (1990) 3. Kriteria Bank Dunia

Berdasarkan kriteria bank dunia ketimpangan distribusi pendapatan diukur dengan menghituing persentase jumlah pendapatan masyarakat dari kelompok yang berpendapatan rendah dibandingkan dengan dengan total pendapatan penduduk.

Nilai Gini Ratio Tingkat Ketimpangan

< 0,30 Rendah

0,31 – 0,40 Sedang


(45)

Tabel 3.2

Indikator Ketimpangan Menurut Bank Dunia (World Bank)

4. Analisis Tingkat Kesejahteraan

Menurut Badan Pusat Statistik, indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan ada delapan yaitu pendapatan, konsumsi atau pengeluaran keluarga, keadaan tempat tinggal, fasilitas tempat tinggal, kesehatan anggota keluarga, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan, kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.3

Indikator Keluarga Sejahtera Berdasarkan Badan Pusat Statistik 2005 Klasifikasi Distribusi Pendapatan

Ketimpangan Tinggi 40% penduduk berpendapatan rendah menerima < 12% dari total pendapatan Ketimpangan Sedang 40 % penduduk berpendapatan rendah

menerima 12% –17% dari total pendapatan

Ketimpangan Rendah 40% penduduk berpendapatan rendah menerima > 17% dari total pendapatan

No Indikator Kesejahteraan

Kriteria Skor

1 Pendapatan Tinggi (>Rp 10.000.000) 3

Sedang (Rp 5.000.000- Rp 10.0000.000) 2 Rendah (<Rp 5.000.000) 1 2 Konsumsi atau

Pengeluaran Rumah Tangga

Tinggi (>Rp 5.000.000) 3 Sedang (Rp 1.000.000- Rp5.0000.000) 2 Rendah (<Rp 1.000.000) 1 3 Keadaan Tempat

Tinggal

Permanen (11-15) 3

Semi Permanen (6-10) 2

Non Permanen (1-5) 1

4 Fasilitas Tempat Tinggal

Lengkap (34-44) 3

Cukup (23-33) 2


(46)

Kriteria untuk masing-masing klasifikasi sebagai berikut: Tingkat kesejahteraan tinggi : nilai skor 20-24.

Tingkat kesejahteraan sedang : nilai skor 14-19. Tingkat kesejahteraan rendah : nilai skor 8-13. 5 Kesehatan Anggota

Keluarga

Bagus (<25%) 3

Cukup (25%-50%) 2

Kurang (>50%) 1

6 Kemudahan Mendapatkan

Pelayanan Kesehatan

Mudah (16-20) 3

Cukup (11-15) 2

Sulit (6-10) 1

7 Kemudahan

Memasukkan Anak ke Jenjang

Pendidikan

Mudah (7-9) 3

Cukup (5-6) 2

Sulit (3-4) 1

8 Kemudahan Mendapatkan

Fasilitas Transportasi

Mudah (7-9) 3

Cukup (5-6) 2


(47)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum 4.1.1 Keadaan Geografis

Kecamatan Medan Deli terdiri dari 6 kelurahan antara lain Kecamatan Tanjung Mulia, Tanjung Mulia Hilir, Mabar Hilir, Mabar, Kota Bangun, Titi Papan. Berikut perincian luas wilayah masing-masing kelurahan :

Tabel 4.1

Luas Wilayah Per Kelurahan di Kecamatan Medan Deli

No. Kelurahan Luas (Km²) % thd Luas

Kecamatan

1 Tj. Mulia 5.13 22.7

2 Tj. Mulia Hilir 3.25 14.38

3 Mabar Hilir 3.16 13.98

4 Mabar 4.56 20.18

5 Kota Bangun 2.50 11.06

6 Titi Papan 4.00 17.7

Jumlah 22.6 100

Sumber : Badan Pusat Statistik

Dari 6 kelurahan di Kecamatan Medan Deli, Kelurahan Tanjung Mulia memiliki luas wilayah yg terluas yaitu 5,13 km² dengan persentase sebesar 22,7% terhadap luas kecamatan, sedangkan kelurahan Kota Bangun mempunyai luas terkecil yakni 2,5 km² dengan persentase sebesar 11,06% terhadap luas kecamatan.


(48)

4.1.2 Keadaan Demografi

Keadaan demografi di suatu wilayah dapat dilihat dari jumlah penduduk di wilayah tersebut. Berikut data jumlah penduduk di Kecamatan Medan Deli dari tahun 2011-2013 :

Tabel 4.2

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Di Kecamatan Medan Deli

Sumber : Badan Pusat Statistik

Berdasarkan data yang di keluarkan BPS pada tahun 2011, Kecamatan Deli dihuni oleh 170.013 penduduk yang terdiri dari 86.937 jiwa penduduk laki-laki dan 85.014 jiwa penduduk perempuan dengan sex ratio sebesar 102,69% yang berarti setiap 100 orang perempuan terdapat 102 orang laki-laki di Kecamatan Medan Deli. Pada tahun 2012 jumlah penduduk di Kecamatan Medan Deli sebesar 170.931 jiwa penduduk dengan tingkat pertumbuhan sebesar 0,54% dan sex ratio sebesar 102,41. Pada tahun 2013 jumlah penduduk di Kecamatan Medan Deli sebesar 171.951 jiwa penduduk dengan tingkat pertumbuhan penduduknya sebesar 0,596% dan sex rationya sebesar 102,26.

Tahun Penduduk Pertumbuhan

Penduduk

Sex Ratio Laki-laki Perempuan Total

2011 86,137 83,876 170,013 - 102.69

2012 86,482 84,449 170,931 0.5400% 102.41


(49)

Tabel 4.3

Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia Produktif di Kecamatan Medan Deli

Tahun Penduduk Dependency

Ratio

Produktif Non Produktif Total

2011 112,080 57,933 170,013 51.6890% 2012 113,299 57,632 170,931 50.8672% 2013 120,190 51,761 171,951 43.0660% Sumber : Badan Pusat Statistik

Berdasarkan kelompok umur, jumlah usia produktif di Kec Medan Deli untuk tahun 2011 sebesar 170.013 jiwa yang terdiri dari 112.080 jiwa penduduk produktif dan 57.933 jiwa penduduk perempuan dengan tingkat dependency ratio sebesar 51,68% yang berarti setiap 100 jiwa penduduk usia produktif terdapat 51 jiwa penduduk yang berada pada usia non produktif. Pada tahun 2012 jumlah penduduk sebesar 170.931 jiwa yang terdiri dari 113.299 jiwa penduduk usia produktif dan 57.632 jiwa penduduk usia non produktif. Pada tahun 2013 jumlah penduduk sebesar 171.951 jiwa yang terdiri dari 120.190 jiwa penduduk pada usia produktif dan 51.761 jiwa penduduk usia non produktif.

4.1.3 Keadaan Ekonomi

Keadaan ekonomi di suatu wilayah dapat ditinjau dari laju pertumbuhan ekonomi. Adapun laju pertumbuhan ekonomi di Kecamatan Medan Deli Tahun 2006-2010 dapat diuraikan pada tabel berikut.

Tabel 4.4

Laju Pertumbuhan PDRB di Kecamatan Medan Deli Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2006-2010

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Medan

Tahun Pertumbuhan PDRB

2006 8,19

2007 6,54

2008 7,22

2009 8,27


(50)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan di Kecamatan Medan Deli cukup baik setiap tahunnya dengan angka pertumbuhan tertinggi pada tahun 2009 dengan angka pertumbuhan 8,27%. Angka pertumbuhan terkecil terjadi di tahun 2007 sebesar 6,54%.Keadaan ekonomi di suatu wilayah dapat juga ditinjau dari seberapa banyak pusat perdagangan di daerah tersebut. Semakin banyak peningkatan pusat perdagangan menunjukkan peningkatan konsumsi di masyarakat. Peningkatan konsumsi masyarakat dapat terjadi jika terdapat peningkatan pendapatan karena semakin tinggi pendapatan maka semakin tinggi pula tinggi tingkat konsumsi. Berikut data jumlah pasar dari tahun 2011-2013 di Kecamatan Medan Deli :

Tabel 4.5

Jumlah Pasar Berdasarkan Jenis Pasar di Kecamatan Medan Deli Pada Tahun 2011-2013

Tahun

Jenis Pasar

Total Pasar

Tradisional Pertokoan

Swalayan/Mini

Market Mall/Plaza

2011 1 3 9 0 13

2012 6 4 12 0 22

2013 6 4 12 0 22

Sumber : Badan Pusat Statistik

Berdasarkan data di atas, Kecamatan Medan Deli di tahun 2011 memiliki jumlah pasar sebanyak 13 pasar yang terdiri dari 1 pasar tradisional, 3 pertokoan, dan 9 swalayan/mini market. Pada tahun 2012 terjadi peningkatan jumlah pasar menjadi 22 pasar yang terdiri dari 6 pasar tradisional, 4 pertokoan dan 12 swalayan/mini market. Sedangkan pada 2013 tidak terjadi peningkatan jumlah pasar (stagnan). Selain pertumbuhan ekonomi dan pusat perdagangan, keadaan ekonomi di suatu wilayah juga dapat dilihat dari seberapa banyak jumlah industri


(51)

di wilayah tersebut. Berikut data jumlah industri dari tahun 2011-2013 di Kecamatan Medan Deli :

Tabel 4.6

Jumlah Industri di Kecamatan Medan Deli Tahun 2011-2013

Tahun Jenis Industri Total

Besar/Sedang Kecil Rumah Tangga

2011 61 50 59 170

2012 54 46 65 165

2013 54 46 65 165

Sumber : Badan Pusat Statistik

Berdasarkan data di atas, Kecamatan Medan Deli di tahun 2011 terdapat 170 industri yang terdiri dari 61 industri besar/sedang, 50 indsustri kecil dan 59 industri rumah tangga. Di tahun 2012 terjadi penurunan jumlah industri yang berdiri di Kecamatan Medan Deli menjadi 165 industri dimana terdapat 54 industri besar/sedang, 46 industri kecil dan 65 industri rumah tangga. Pada tahun 2013 tidak terjadi perubahan dalam jumlah industri (stagnan) di Kecamatan Medan Deli.

4.2 Analisis Ketimpangan Dengan Menggunakan Gini Ratio

Berdasarkan nilai koefisien Gini (Gini Ratio) berkisar antara 0 (pemerataan sempurna) hingga 1 (ketimpangan sempurna). Distribsui pendapatan akan semakin merata jika koefisien Gini mendekati 0 dan sebaliknya jika nilai koefisien Gini mendekati 1 maka distribusi pendapatan akan semakin tidak merata atau semakin timpang.

Kriteria klasifikasi penggunaan koefisien Gini menurut H.T.Oshima dalam Suseno (1990:120) adalah sebagai berikut:


(52)

b. Bila koefisien Gini berkisar antara 0,31 – 0,40 maka kondisi ketimpangan sedang

c. Bila koefisien Gini lebih besar dari 0,40 maka kondisi ketimpangan tinggi. Berikut akan ditunjukkan besarnya Gini Ratio di Kecamatan Medan Deli.

Tabel 4.7

Angka Gini Kecamatan Medan Deli

Pendapatan % + - (

-)(% + )

900,000 3.088803 0.030888031 10 0.1 0.003088803

900,000

1,000,000

1,000,000

1,000,000

1,000,000 6.949807 0.1003861 20 0.1 0.01003861

1,000,000

1,000,000

1,500,000

1,500,000

1,500,000 12.35521 0.193050193 30 0.1 0.019305019

1,500,000

1,800,000

1,800,000

1,800,000

2,000,000 18.91892 0.312741313 40 0.1 0.031274131

2,000,000

2,000,000

2,100,000

2,100,000

2,200,000 26.44788 0.453667954 50 0.1 0.045366795

2,200,000

2,300,000

2,500,000

2,500,000

2,500,000 35.52124 0.61969112 60 0.1 0.061969112

2,600,000

3,000,000

3,000,000


(53)

Sumber: Data Primer (Diolah)

Maka Gini Ratio = 1 - 0,67747 = 0, 32253

Berdasarkan hasil perhitungan di atas angka Gini di Kecamatan Medan Deli adalah 0,32253. Ini berarti bahwa ketimpangan distribusi pendapatan di Kecamatan Medan Deli termasuk dalam kategori ketimpangan sedang.

4.3 Analisis Dengan Menggunakan Kurva Lorenz

Gini Ratio menggunakan Kurva Lorenz sebagai penunjang dalam estimasi. Kurva Lorenz menghubungkan antara jumlah persentase kumulatif penduduk dengan pendapatan yang diterima oleh penduduk. Jumlah dari epersentase

3,000,000 46.58945 0.821106821 70 0.1 0.082110682

3,500,000

3,500,000

3,500,000

3,700,000

4,000,000 60.74646 1.073359073 80 0.1 0.107335907

4,000,000

4,000,000

5,000,000

5,000,000

5,000,000 78.12098 1.388674389 90 0.1 0.138867439

5,000,000

5,500,000

5,500,000

6,000,000

6,000,000 100 1.781209781 100 0.1 0.178120978

6,000,000

7,000,000

7,000,000

8,000,000


(54)

kumulatif penduduk dan pendapatan diurutkan dari nilai yang terendah sampai dengan yang tertinggi.

Pada kurva Lorenz distribusi pendapatan itu merata apabila 10% penduduk memperoleh 10% dari total pendapatan dan seterusnya. Jika distrbusi pendapatan merata, maka jumlah persentase penduduk akan sama dengan persentase yang mereka terima. Pada kurva Lorenz keadaan seperti ini digambarkan sebagai garis diagonal dari sudut sebelah kiri ke sudut atas sebelah kanan bujursangkar tersebut (garis dengan sudut 45º). Pada keadaan ini Gini Ratio sama dengan nol, sebaliknya apabila distribusi pendapatan tidak merata maka kurva Lorenz akan menyimpang dari garis diagonal atau dengan perkataan lain semakin jauh kurva Lorenz dari garis diagonal maka semakin besar tingkat ketimpangan pendapatan pada daerah itu.

Berdasarkan nilai Gini Ratio di Kecamatan Medan Deli sebesar 0,32253 maka dapat digambarkan kurva Lorenz sebagai berikut:


(55)

Sumber: Data Primer (Diolah)

Gambar 4.1

Kurva Lorenz Kecamatan Medan Deli

Kurva Lorenz yang ditunjukkan pada Gambar 4.1 di atas memperlihatkan hubungan kuantitatif aktual antara persentase kumulatif masyarakat sampel dengan persentase kumulatif pendapatan yang diterima masyarakat sampel. Dari kurva Lorenz dapat diketahui bahwa sekitar 20% dari jumlah masyarakat sampel yang memiliki pendapatan terendah hanya menerima 6,95% dari keseluruhan total pendapatan masyarakat. Selanjutnya 40% dari jumlah masyarakat sampel yang juga memiliki pendapatan terendah menerima 18,92% bagian dari keseluruhan total pendapatan masyarakat.

4.4 Analisis DenganMenggunakan Kriteria Bank Dunia

Pada penelitian ini selain menggunakan metode perhitungan dengan koefisien Gini, peneliti juga menggunakan kriteria tingkat ketimpangan yang


(56)

dengan menghitung persentase kumulatif pendapatan dari 40% masyarakat sampel yang berpendapatan terendah, kemudian membandingkannya dengan persentase kumulatif total pendapatan masyarakat sampel.

Untuk melihat tingkat ketimpangan distribusi pendapatan di Kecamatan Medan Deli maka yang harus diperhatikan adalah jumlah kumulatif pendapatan yang diterima oleh kelompok 40% masyarakat berpendapatan terendah. Dimana pada penelitian ini kelompok tersebut menguasai total pendapatan sekitar 18,92% dari total pendapatan secara keseluruhan atau sebesar Rp. 29.400.000.Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel berikut ini.

Tabel 4.8

Tingkat Ketimpangan Pendapatan di Kecamatan Medan Deli Berdasarkan Kriteria Bank Dunia

No. Kelompok Masyarakat Sampel Jumlah Kumulatif Masyarakat Jumlah Kumulatif Pendapatan Persentase Kumulatif Pendapatan

(%) (Jiwa) (Rupiah) (%)

1 40% Berpendapatan

Terendah 20 29,400,000 18.92%

2 40% Berpendapatan

Menengah 20 65,000,000 41.83%

3 20% Berpendapatan

Tertinggi 10 61,000,000 39.25%

Jumlah 50 155,400,000 100.00%

12% Dari Jumlah Pendapatan 18,648,000

17% Dari Jumlah Pendapatan 26,418,000

Sumber : Data Primer (Diolah)

Jika mengacu pada indikator ketimpangan menurut Bank Dunia, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat ketimpangan distribusi pendapatan di Kecamatan Medan Deli termasuk dalam kategori ketimpangan rendah karena kelompok 40% masyarakat sampel berpendapatan terendah menguasai lebih dari


(57)

17% jumlah keseluruhan pendapatan masyarakat sampel di Kecamatan Medan Deli.

4.5 Analisis Tingkat Kesejahteraan

Berdasarkan indikator menurut Badan Pusat Statistik tahun 2005 untuk mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat menggunakan 8 pendekatan yaitu pendapatan, konsumsi atau pengeluaran rumah tangga, keadaan tempat tinggal, fasilitas tempat tinggal, kesehatan anggota keluarga, kemudahan mendapat pelayanan kesehatan, kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan, dan kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 50 sampel rumah tangga di Kecamatan Medan Deli, diperoleh rekapitulasi distribusi jawaban sampel penelitian tentang tingkat kesejahteraan sebagai berikut :

Tabel 4.9

Rekapitulasi Tanggapan Responden Berdasarkan Indikator Badan Pusat Statistik

No Responden

Skor

Jumlah Kriteria

A B C D E F G H

1 2 3 3 2 3 3 3 2 21 Tinggi

2 1 2 2 2 2 3 3 2 17 Sedang

3 1 2 2 2 3 3 2 2 17 Sedang

4 1 1 3 2 2 3 3 2 17 Sedang

5 1 2 2 2 2 3 3 2 17 Sedang

6 1 2 3 3 3 2 2 2 18 Sedang

7 2 2 3 3 3 2 2 2 19 Sedang


(58)

9 1 2 3 2 3 2 2 2 17 Sedang

10 1 1 3 1 2 2 2 2 14 Sedang

11 1 1 2 1 2 2 2 2 13 Rendah

12 1 2 3 2 3 2 3 3 19 Sedang

13 1 2 3 2 3 2 3 2 18 Sedang

14 2 2 3 3 3 2 2 2 19 Sedang

15 2 2 3 2 3 2 2 3 19 Sedang

16 1 2 3 2 3 2 2 2 17 Sedang

17 1 2 3 3 3 2 2 2 18 Sedang

18 1 2 3 2 3 2 3 2 18 Sedang

19 1 1 3 2 2 2 2 2 15 Sedang

20 1 2 3 2 2 2 2 2 16 Sedang

21 1 2 3 2 3 2 2 2 17 Sedang

22 1 1 3 2 2 2 3 2 16 Sedang

23 1 1 3 2 2 2 2 2 15 Sedang

24 2 2 3 2 3 2 2 3 19 Sedang

25 1 2 3 2 3 2 2 2 17 Sedang

26 1 2 3 2 3 3 2 2 18 Sedang

27 2 2 3 3 3 2 3 3 21 Tinggi

28 1 1 3 2 2 2 2 1 14 Sedang

29 1 2 3 2 3 2 3 2 18 Sedang

30 1 2 2 2 2 2 2 1 14 Sedang

31 1 2 3 2 3 2 1 1 15 Sedang

32 1 2 3 2 2 2 3 2 17 Sedang


(59)

34 1 2 3 2 3 2 3 2 18 Sedang

35 2 2 3 3 3 2 3 3 21 Tinggi

36 1 2 3 2 2 2 3 3 18 Sedang

37 1 2 3 2 3 2 3 3 19 Sedang

38 1 1 2 2 3 2 3 3 17 Sedang

39 1 2 3 2 2 2 2 3 17 Sedang

40 1 2 3 2 2 2 3 3 18 Sedang

41 1 2 3 2 3 2 2 3 18 Sedang

42 1 2 3 2 3 2 3 3 19 Sedang

43 1 2 3 2 3 2 1 2 16 Sedang

44 1 2 3 3 3 2 3 2 19 Sedang

45 1 2 3 2 2 1 3 2 16 Sedang

46 1 2 3 3 3 2 2 2 18 Sedang

47 2 2 3 3 3 2 2 2 19 Sedang

48 1 1 3 2 3 1 3 2 16 Sedang

49 1 2 3 2 2 1 3 2 16 Sedang

50 1 2 2 2 2 2 2 2 15 Sedang

Sumber: Data Primer (Diolah) Keterangan :

A : Pendapatan

B : Konsumsi atau pengeluaran rumah tangga C : Keadaan tempat tinggal

D : Fasilitas tempat tinggal E : Kesehatan anggota keluarga

F : Kemudahan mendapatkan fasilitas kesehatan

G : Kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan H : Kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi

Berdasarkan Tabel 4.10 di bawah diketahui bahwa sebanyak 3 responden (6%) tergolong ke dalam keluarga dengan tingkat kesejahteraan tinggi, 46 responden (92%) tergolong ke dalam keluarga dengan tingkat kesejahteraan


(60)

sedang dan hanya satu keluarga (2%) yang tergolong ke dalam keluarga dengan tingkat kesejahteraan yang rendah. Berdasarkan indikator yang digunakan tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat di Kecamatan Medan Deli tergolong dalam keluarga yang bertaraf hidup sejahtera.

Tabel 4.10

Indikator Keluarga Sejahtera Berdasarkan Badan Pusat Statistik

No. Kategori Jumlah

Skor

Jumlah

Responden Persentase

(Jiwa) (%)

1 Tingkat Kesejahteraan Tinggi 20-24 3 6 2 Tingkat Kesejahteraan Sedang 14-19 46 92 3 Tingkat Kesejahteraan Rendah 8-13 1 2

Jumlah 50 100

Sumber: Data Primer (Diolah)

4.5.1 Analisis Tingkat Kesejahteraan Berdasarkan Pendapatan

Berdasarkan ke-3 kriteria pendapatan rumah tangga yang ditetapkan Biro Pusat Statistik tahun 2005 yakni rendah jika pendapatan kurang dari Rp 5.000.000, sedang jika pendapatan antara Rp 5.000.001 – Rp. 10.000.000, dan tinggi jika pendapatan lebih dari Rp 10.000.000, maka tingkat kesejahteraan sampel rumah tangga berdasarkan tingkat pendapatan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.11

Distribusi Frekuensi Pendapatan Sampel Rumah Tangga

Sumber : Data Primer (Diolah)

No Tingkat Pendapatan Jumlah (n) Frekuensi (%)

1 Rendah 42 84.0

2 Sedang 8 16.0

3 Tinggi 0 0.0


(61)

Tabel 4.11 memeperlihatkan bahwa dari 50 sampel penelitian, 42 orang (84%) memiliki tingkat pendapatan rendah, 8 orang (16%) memiliki tingkat pendapatan sedang dan tidak ada masyarakat sampel yang memiliki tingkat pendapatan tinggi. Dengan demikian, mayoritas sampel penelitian memiliki tingkat pendapatan rendah yakni sebanyak 42 orang.

4.5.2 Analisis Tingkat Kesejahteraan Berdasarkan Konsumsi/Pengeluaran Berdasarkan ke-3 kriteria pengeluaran atau konsumsi rumah tangga yang ditetapkan Biro Pusat Statistik tahun 2005 yakni rendah jika pengeluaran kurang dari Rp 1.000.000, sedang jika pengeluaran antara Rp 1.000.001 – Rp. 5.000.000, dan tinggi jika pengeluaran lebih dari Rp 5.000.001, maka tingkat kesejahteraan sampel rumah tangga berdasarkan tingkat pengeluaran dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.12

Distribusi Frekuensi Pengeluaran Sampel Rumah Tangga

Sumber : Data Primer (Diolah)

Tabel 4.12 memperlihatkan bahwa dari 50 sampel penelitian, 9 orang (18.0%) memiliki tingkat pengeluaran rendah, 40 orang (80.0%) memiliki tingkat pengeluaran sedang dan 1 orang (2.0%) memiliki tingkat pengeluaran tinggi. Dengan demikian, mayoritas sampel penelitian memiliki tingkat pengeluaran sedang yakni sebanyak 40 orang (80.0%).

No Tingkat Pengeluaran Jumlah (n) Frekuensi (%)

1 Rendah 9 18.0

2 Sedang 40 80.0

3 Tinggi 1 2.0


(1)

memenuhi kebutuhan dasar minimum makanan dan non makanan tersebut disebut garis kemiskinan (BPS, 2010)

Hal ini sesuai dengan pendapat Todaro (2006) bahwa pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang melibatkan berbagai perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan institusi sosial, di samping akselerasi pertumbuhan ekonomi, pemerataan ketimpangan pendapatan, serta pemberantasan kemiskinan. Tujuan dari pembangunan itu sendiri adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat diperlukan pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan distribusi pendapatan yang merata. Pertumbuhan ekonomi yang cepat yang tidak diimbangi dengan pemerataan, akan menimbulkan ketimpangan wilayah. Ketimpangan wilayah (regional disparity) tersebut, terlihat dengan adanya wilayah yang maju dangan wilayah yang terbelakang atau kurang maju Hal ini dikarenakan tidak memperhatikan apakah pertumbuhan tersebut lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau perubahan struktur ekonomi.

Menurut Kuznets dalam Kuncoro (2006) bahwa mula-mula ketika pembangunan dimulai, distribusi pendapatan akan makin tidak merata, namun setelah mencapai suatu tingkat pembangunan tertentu, distribusi pendapatan semakin merata.

Mopanga (2010), melakukan penelitian Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo, dimana hasil penelitiannya menunjukan bahwa perbedaan pada PDRB per kapita, Indeks Pembangunan


(2)

Manusia dan Rasio Belanja Infrastruktur signifikan sebagai sumber utama ketimpangan. Lebih lanjut secara deskriptif, Mopanga (2010) mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang positif dengan ketimpangan pembangunan (Indeks Gini). Artinya secara vertikal pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang positif dengan ketimpangan pembangunan.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan pada bab iv maka dapat ditarik beberapa kesimpulan:

a. Pada umumnya rumah tangga di Kecamatan Medan Deli memiliki tingkat pendapatan rendah. Hal ini didasarkan pada kriteria Badan Pusat Statistik tahun 2005 dimana mayoritas sampel penelitian memiliki pendapatan rendah yakni sebesar 42 orang (84%).

b. Berdasarkan perhitungan koefisien gini sebesar 0,32253 maka dapat disimpulkan bahwa tingkat ketimpangan distribusi pendapatan di Kecamatan Medan Deli termasuk dalam kategori ketimpangan sedang.

c. Berdasarkan analisis dengan menggunakan kurva Lorenz menunjukkan bahwa sekitar 20% dari jumlah masyarakat sampel yang memiliki pendapatan terendah hanya menerima 6,95% dari keseluruhan total pendapatan masyarakat. Selanjutnya 40% masyarakat sampel yang juga memiliki pendapatan terendah menerima 18,92% bagian dari keseluruhan total pendapatan.

d. Berdasarkan analisis perhitungan dengan menggunakan kriteria Bank Dunia menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan distribusi pendapatan di Kecamatan Medan Deli termasuk dalam kategori ketimpangan rendah karena kelompok 40% masyarakat sampel berpendapatan terendah menguasai lebih dari 17% jumlah keseluruhan pendapatan masyarakat sampel di Kecamatan Medan Deli.


(4)

e. Pada umumnya rumah tangga di Kecamatan Medan Deli termasuk dalam kategori tingkat kesejahteraan sedang.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka beberapa saran yang diberikan penulis adalah:

a. Diharapkan kepada pemerintah agar perumusan kebijakan untuk mengambil langkah-langkah konkrit untuk mengurangi, mencegah ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat di wilayah ini.

b. Kebijakan program pada target sasaran masyarakat lapisan bawah yang mungkin dapat dipertimbangkan dalam jangka pendek.

c. Pemerintah dapat menambah pusat perdagangan di Kecamatan Medan Deli agar dapat memacu pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.

d. Pemerintah harus lebih memperhatikan tingkat kebersihan di Kecamatan Medan Deli dikarenakan masih kurangnya perhatian masyarakat terhadap kebersihan lingkungan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Apriliani, Sri. 2010. Analisis Disparitas Pendapatan Di Kawasan Pariwisata, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung. Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Udayana. E-Jurnal EP Unud, 2 [4] : 208-215 ISSN: 2303-0178

Arsyad, Lincolin. 1999. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta. Bagian Penerbitan STIE YKPN.

Badan Pusat Statistik Kota Medan. 2010. PDRB Kota Medan Perkecamatan tahun 2009. BPS Kota Medan. Medan

Bintarto. 1989. Interaksi Desa-Kota dan Permasalahannya. Jakarta : Ghalia Indonesia.

BKKBN. 1993. Petunjuk Teknis Pencatatan dan Pelaporan Pendataan Keluarga Sejahtera Gerakan KB Nasional. BKKBN Pusat. Jakarta.

Budiman, A. 1996. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta : PT. Gramedia. Caska dan R.M, Riadi. 2008. “Pertumbuhan dan Ketimpangan Pembangunan

Ekonomi Antar Daerah di Provinsi Riau”. Jurnal Industri dan Perkotaan.

Volume 12 Nomor 21. Hal 1629.

Halim, dkk. 2010.Distribusi Pendapatan Dan Tingkat Kemiskinan Petani Kopi Arabika Di Desa Tanjung Beringin, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi. Jurnal Fakultas Pertanian USU.

Hasman Hasyim. 2012. Analisis Tingkat Ketimpangan Pendapatan Dan Kemiskinan Petani Padi (Studi Kasus: Desa Sidodadi Ramunia, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang). Jurnal Fakultas Pertanian USU.

Manik, Fitri R. 2009. Analisis Ketimpangan Pembangunan Antara Kota Medan dengan Kabupaten Simalungun. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Moeljarto, V. dan S. Prabowo, 1997, Bidang Pendidikan dan Kesehatan Dalam Pembangunan Sosial, Dalam Analisis CSIS Tahun XXVI No. I Januari-Pebruari 1997.

Nasikun, 1996. Urbanisasi dan Kemiskinan di Dunia Ketiga. PT. Tiara Wacana.Yogyakarta.


(6)

Remi S. danTjiptoherijanto. 2002. Kemiskinan dan Ketidakmerataan di Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.

Sinulingga, Sukaria. 2011. Metode Penelitian. Medan: USU Press.

Sugiarto, Eko. 2006. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Nelayan Desa Benua Baru Ilir Berdasarkan Indikator Badan Pusat Statistik. Jurnal Sosial Ekonomi Perikanan FPIK Unmul Samarinda.

Sukirno, Sadono. 1985. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah dan Dasar Kebijaksanaan. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta : Bima Grafika.

Suryana, 2000. Ekonomika Pembangunan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Tambunan, Tulus, TH, 2001, Transformasi Ekonomi di Indonesia: Teori dan

Temuan Empiris. Jakarta: Salemba Empat.

Todaro, M. P. dan Smith, Stephen C. 2006. Pembangunan Ekonomi. Erlangga : Jakarta.

Todaro, M. P. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Erlangga : Jakarta. Todaro, MP. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga (Diterjemahkan oleh

Haris Munandar). Jakarta : Penerbit Erlangga.

Todaro, MP. 1993. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta : PT Erlangga.

T. Makmur, dkk. 2011. Ketimpangan Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Masyarakat Desa di Kecamatan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Agrisep Vol. (12) No. 1, 2011.

Widodo, HG Suseno Triyanto. 1990. Indikator Ekonomi Dasar Perhitungan Perekonomian Indonesia. Kanisius : Yogyakarta

Website :

www.bappenas.go.id www.pemkomedan.go.id