Analisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan dan Kesejahteraan Masyarakat di Kota Medan (Studi Kasus Kec. Medan Labuhan)

(1)

ANALISIS KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN

KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KOTA MEDAN

(Studi kasus Kec. Medan Labuhan)

SKRIPSI

Oleh :

ALBERT JOSHUA TARIGAN

NIM 100501061

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

PERSETUJUAN PERCETAKAN Nama : ALBERT JOSHUA TARIGAN

NIM : 100501061

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan

Judul Skripsi : Analisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan Dan Kesejahteraan Masyarakat Di Kota Medan (Studi Kasus Kec. Medan Labuhan)

Tanggal, Ketua Program Studi

Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Se, Ph.D NIP : 19710503 200312 1 003

Tanggal, Ketua Departemen

Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec NIP : 19730408 199802 1 001


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

PERSETUJUAN PERCETAKAN Nama : ALBERT JOSHUA TARIGAN

NIM : 100501061

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan

Judul Skripsi : Analisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan Dan Kesejahteraan Masyarakat Di Kota Medan (Studi Kasus Kec. Medan Labuhan)

Tanggal, Dosen Pembimbing

Paidi Hidayat, SE, M.Si NIP : 19750920 200501 1 002

Tanggal, Pembaca Penilai

Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Se, Ph.D NIP : 19710503 200312 1 003


(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan Dan Kesejahteraan Masyarakat Di Kota Medan (Studi Kasus Kec. Medan Labuhan)” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari lembaga, sumber tertentu, dan hasil karya orang lain telah mendapat izin dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukannya ada kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 2015

Albert Joshua Tarigan NIM. 100501061


(5)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketimpangan distribusi pendapatan dan tingkat kesejahteraan di Kecamatan Medan Labuhan pada tahun 2015. Penelitian ini menggunakan data primer dengan sampel sebanyak 50 responden yang tinggal di Kecamatan Medan Labuhan. Analisis yang digunakan adalah analisis rasio Gini, kurva Lorenz, kriteria Bank Dunia dan kriteria Badan Pusat Statistik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan di Kecamatan Medan Labuhan relatif sedang dengan menggunakan perhitungan rasio Gini yakni sebesar 0,39. Berdasarkan kriteria Bank Dunia, tingkat ketimpangan distribusi pendapatan di Kecamatan Medan Labuhan tergolong sedang. Berdasarkan kriteria Badan Pusat Statistik, masyarakat di Kecamatan Medan Labuhan memiliki tingkat kesejahteraan yang sedang.

Kata kunci: Ketimpangan Pendapatan, Rasio Gini, Kurva Lorenz, Bank Dunia, Badan Pusat Statistik


(6)

ABSTRACT

This study aims to determine the level of inequality of income distribution in the district of Medan Labuhan in 2015.This study uses primary data with a sample of 50 respondents living in the district of Medan Labuhan. The analysis used is the Gini ratio analysis, Lorenz curve, the World Bank criteria and the Central Bureau of Statistics (BPS) criteria.

The results showed that the level of inequality in the district of Medan Labuhan relatively moderate by using the calculation of the Gini ratio of 0.39. Based on the criteria of the World Bank the level of inequality of income distribution in the district of Medan Labuhan is moderate. Based on the criteria of the Central Bureau of Statistics, the level of welfare in the district of Medan Labuhan is moderate.

Keywords: Income Inequality, Gini ratio, Lorenz curve, the World Bank, the Central Bureau of Statistics


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji Syukur penulis panjatkan karena pertolongan Tuhan yang telah memberikan hikmat dan kemurahan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Analisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan Dan Kesejahteraan Masyarakat Di Kota Medan (Studi Kasus Kecamatan Medan Labuhan”. Oleh berkat karunia-Nya juga lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai tugas akhir yang harus di tempuh untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik berupa dukungan materil, sumbangan pemikiran dan doa dalam penyusunan skripsi ini, yaitu kepada:

1. Orang tua penulis, Ayahanda Alm. Bukti Anthonius Tarigan, SE, M.Si dan Ibunda Selly Hasibuan, SE yang senantiasa memberikan saya kasih sayang, doa, dukungan semangat dan materil selama ini. Terima kasih juga penulis ucapkan untuk Kakak saya Widya Tarigan, SE dan Adik saya Kezia Tarigan yang telah memberikan beberapa bantuan kepada saya selama penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, SE, M.Ec, Ac, Ak. Selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unversitas Sumatera Utara.


(8)

5. Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis, memberikan saran, pengarahan, petunjuk-petunjuk, dan masukan yang sangat berarti dalam penyusunan skripsi ini. Bapak Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D selaku dosen pembanding I dan Bapak Haroni Doli Hamoraon Ritonga, SE, M.Si selaku dosen pembanding II yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Dosen dan pegawai Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan yang telah memberikan ilmu dan perhatiannya kepada penulis selama mengikuti perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dikarenakan keterbatasan pengetahuan, pengalaman dan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk penyempurnaan penulisan skripsi ini. Penulis juga berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membacanya.

Medan, Agustus 2015 Penulis

Albert Joshua Tarigan NIM. 100501061


(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

ABSTRACT………...... ii

KATA PENGANTAR……… iii

DAFTAR ISI………... v

DAFTAR TABEL………... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ketimpangan Distribusi Pendapatan ... 6

2.2 Pengukuran Ketimpangan Pendapatan... 10

2.3 Konsep Kesejahteraan ... 12

2.4 Indikator Kesejahteraan ... 13

2.5 Pengaruh Ketimpangan Pendapatan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 14

2.6 Penelitian Terdahulu ... 17

2.7 Kerangka Konsep Penelitian... 18

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 20

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

3.3. Metode Pengumpulan Data………. .. 20

3.4. Populasi dan Sampel ……… .... 21

3.5. Jenis Data Penelitian... 21

3.6. Defenisi Operasional ... 22

3.7. Skala Pengukuran ... 22

3.8. Analisis Data ... 22

3.8.1. Analisis Deskriptif ... 22

3.8.2. Analisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan ... 23

3.8.3. Analisis Tingkat Kesejahteraan ... 24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum ... 26

4.1.1 Keadaan Geografis ... 27

4.1.2 Keadaan Demografi ... 27

4.1.2.1 Komposisi Penduduk Menurut Kelurahan ... 27

4.1.2.2 Komposisi Penduduk Menurut Pekerjaan ... 28 4.1.2.3 Komposisi Penduduk Menurut Jenis


(10)

Kelamin. ... 29

4.1.2.4 Komposisi Penduduk Menurut Usia Produktif. ... 30

4.1.3 Kondisi Perekonomian ... 30

4.2 Karateristik Sampel Penelitian ... 32

4.3 Distribusi Frekuensi Pendapatan Sampel Penelitian ... 33

4.3.1 Distribusi Frekuensi Pendapatan Berdasarkan Indikator BPS 2005. ... 33

4.3.2 Analisis Ketimpangan Pendapatan. ... 34

4.3.2.1 Ketimpangan Pendapatan Menurut Gini Ratio ... 34

4.3.2.2 Ketimpangan Pendapatan Menurut Kurva Lorenz ... 36

4.3.2.3 Ketimpangan Pendapatan Menurut Kriteria Bank Dunia... 37

4.4 Analisis Tingkat Kesejahteraan ... 39

4.4.1 Analisis Tingkat Kesejahteraan Berdasarkan Konsumsi/ Pengeluaran ... 41

4.4.2 Analisis Tingkat Kesejahteraan Berdasarkan Kondisi Tempat Tinggal ... 42

4.4.3 Analisis Tingkat Kesejahteraan Berdasarkan Fasilitas Tempat Tinggal ... 43

4.4.4 Analisis Tingkat Kesejahteraan Berdasarkan Kesehatan Keluarga ... 44

4.4.5 Analisis Tingkat Kesejahteraan Berdasarkan Kemudahan Mendapatkan Pelayanan Kesehatan ... 44

4.4.6 Analisis Tingkat Kesejahteraan Berdasarkan Kemudahan Mendapatkan Akses Pendidikan Anak ... 45

4.4.7 Analisis Tingkat Kesejahteraan Berdasarkan Kemudahan Mendapat Akses Transportasi ... 46

4.5 Pembahasan ... 47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 49

5.2. Saran…... 50


(11)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

1.1 Fenomena Penelitian ………... 2

2.1 Indikator Ketimpangan Menurut Bank Dunia ... 12

3.1 Indikator Ketimpangan Menurut Bank Dunia ... 24

3.2. Indikator Kesejahteraan Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2005 ... 24

4.1. Luas Wilayah Per Kelurahan di Kecamatan Medan Labuhan ……… ... . 27

4.2. Distribusi Penduduk Menurut Kelurahan ... 28

4.3. Distribusi Penduduk Menurut Pekerjaan ... 28

4.4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Di Kecamatan Medan Labuhan ... 29

4.5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia Produktif di Kecamatan Medan Labuhan ... 30

4.6. Pertumbuhan Ekonomi Dan PDRB Atas Dasar Harga Konstan……… ... 31

4.7. Jumlah Pasar Berdasarkan Jenis Pasar di Kecamatan Medan Labuhan Pada Tahun 2011-2013 ... 31

4.8. Jumlah industri di Kecamatan Medan Labuhan Pada Tahun 2011-2013 ... 32

4.9. Karateristik Sampel Berdasarkan Pekerjaan ... 33

4.10. Distribusi Frekuensi Pendapatan ... 34

4.11. Ketimpangan Pendapatan Menurut Gini Ratio... 34

4.12. Ketimpangan Pendapatan Sampel Rumah Tangga di Kecamatan Medan Labuhan Berdasarkan Kriteria Bank Dunia ... 38

4.13. Rekapitulasi Jawaban Sampel Tentang Tingkat Kesejahteraan Berdasarkan BPS tahun 2005... 39

4.14. Distribusi Frekuensi Tingkat Kesejahteraan Sampel Rumah Tangga... 41

4.15. Distribusi Frekuensi Pengeluaran Sampel Rumah Tangga ... 42

4.16. Distribusi Frekuensi Kondisi Tempat Tinggal ... 42

4.17. Distribusi Frekuensi Fasilitas Tempat Tinggal... 43

4.18. Distribusi Frekuensi Kesehatan Anggota Keluarga ... 44

4.19. Distribusi Frekuensi Kemudahan Mendapatkan Pelayanan Kesehatan ... 44

4.20. Distribusi Frekuensi Kemudahan Mendapatkan Akses Pendidikan ... 45

4.21. Distribusi Frekuensi Kemudahan Mendapatkan Akses Transportasi ... 46


(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Kurva Lorenz……….. ... 11 2.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 19 4.1 Kurva Lorenz Ketimpangan Pendapatan Sampel


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman


(14)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketimpangan distribusi pendapatan dan tingkat kesejahteraan di Kecamatan Medan Labuhan pada tahun 2015. Penelitian ini menggunakan data primer dengan sampel sebanyak 50 responden yang tinggal di Kecamatan Medan Labuhan. Analisis yang digunakan adalah analisis rasio Gini, kurva Lorenz, kriteria Bank Dunia dan kriteria Badan Pusat Statistik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan di Kecamatan Medan Labuhan relatif sedang dengan menggunakan perhitungan rasio Gini yakni sebesar 0,39. Berdasarkan kriteria Bank Dunia, tingkat ketimpangan distribusi pendapatan di Kecamatan Medan Labuhan tergolong sedang. Berdasarkan kriteria Badan Pusat Statistik, masyarakat di Kecamatan Medan Labuhan memiliki tingkat kesejahteraan yang sedang.

Kata kunci: Ketimpangan Pendapatan, Rasio Gini, Kurva Lorenz, Bank Dunia, Badan Pusat Statistik


(15)

ABSTRACT

This study aims to determine the level of inequality of income distribution in the district of Medan Labuhan in 2015.This study uses primary data with a sample of 50 respondents living in the district of Medan Labuhan. The analysis used is the Gini ratio analysis, Lorenz curve, the World Bank criteria and the Central Bureau of Statistics (BPS) criteria.

The results showed that the level of inequality in the district of Medan Labuhan relatively moderate by using the calculation of the Gini ratio of 0.39. Based on the criteria of the World Bank the level of inequality of income distribution in the district of Medan Labuhan is moderate. Based on the criteria of the Central Bureau of Statistics, the level of welfare in the district of Medan Labuhan is moderate.

Keywords: Income Inequality, Gini ratio, Lorenz curve, the World Bank, the Central Bureau of Statistics


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masalah utama dalam distribusi pendapatan adalah terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan. Distribusi pendapatan cenderung membaik pada kasus pertumbuhan ekonomi yang terjadi sebagai akibat peningkatan pendapatan secara signifikan pada sektor tradisional. Sebaliknya distribusi pendapatan semakin memburuk karena peningkatan pendapatan sektor modern. Hal ini bisa terjadi akibat perbedaan produktivitas setiap individu dimana satu individu/kelompok mempunyai produktivitas lebih tinggi dibanding individu/kelompok lain.

Ketimpangan atau kesenjangan pendapatan merupakan indikator dari distribusi pendapatan masyarakat di suatu daerah atau wilayah pada waktu tertentu. Kecenderungan kenaikan tren ketimpangan pendapatan tersebut terjadi baik di level nasional, perkotaan, pedesaan, juga di semua propinsi di Indonesia. Di perkotaan, ketimpangan cenderung lebih tinggi daripada di pedesaan, demikian juga di kota-kota besar. Berbagai indikator ketimpangan lain juga menunjukkan tren serupa. Pada tahun 2012 misalnya, rata-rata pendapatan penduduk 10% terkaya adalah 12 kali lipat rata-rata pendapatan penduduk 10% termiskin.

Tidak semua ketimpangan pendapatan berdampak buruk. Ketimpangan yang terjadi karena peningkatan produktivitas tenaga kerja terampil dan sumbangan teknologi adalah positif. Tetapi, ketimpangan tinggi karena kesempatan yang tidak sama, kekakuan sosial, dan kronisme akan membahayakan keberlanjutan perkembangan ekonomi. Koefisien gini yang menunjukkan tingkat


(17)

ketimpangan berada pada tingkatan yang cukup mengkhawatirkan adalah sebesar 0,42(Tambunan, 2003).

Ketimpangan pendapatan di Indonesia terlihat terutama antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah. Selama 10 tahun terakhir ketimpangan pendapatan di Indonesia meningkat cukup pesat. Koefisien gini, sebagai indikator standar ketimpangan pendapatan mulai meningkat dari 0,33 di tahun 2001 menjadi 0,41 di tahun 2012. Ini merupakan angka koefisien gini tertinggi yang pernah tercatat dalam sejarah Indonesia.

Demikian juga halnya dengan Kecamatan Medan Labuhan sebagai salah satu dari 21 kecamatan di kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Terjadi ketimpangan relatif pendapatan berdasarkan perbandingan antara pendapatan yang diterima anggota masyarakat dengan total pendapatan seluruh masyarakat Kecamatan Medan Labuhan, sehingga berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat Kecamatan Medan Labuhan. Pertumbuhan ekonomi di Kecamatan Medan Labuhan meningkat selama periode 2007-2009 dan jumlah kemiskinan (keluarga miskin) mengalami naik turun dalam kurun waktu yang sama sebagaimana terlihat pada tabel berikut.

Tabel 1.1

Fenomena Penelitian

Sumber : Badan Pusat Statistik

Pertumbuhan Ekonomi Jumlah KK Miskin

2007 2008 2009 2007 2008 2009


(18)

Secara rinci, dapat dijelaskan bahwa terjadi peningkatan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 0,26 pada tahun 2007 meningkat menjadi 6,37 pada tahun 2008 dan 7,12 pada tahun 2009. Sementara kemiskinan (jumlah keluarga miskin) mengalami fluktuasi dalam kurun waktu yang sama yakni sebesar 32.175 pada tahun 2007 menurun menjadi 26.766 pada tahun 2008 dan meningkat kembali menjadi 32.471 pada tahun 2009. Fenomena ini mengindikasikan bahwa laju pertumbuhan ekonomi tidak diikuti oleh peningkatan kesejahteraan. Dengan kata lain, terjadi ketimpangan distribusi pendapatan sehingga laju pertumbuhan ekonomi tidak memberi dampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan.

Bertitik tolak kepada fenomena tersebut di atas, penulis tertarik mengadakan penelitian untuk mengetahui sejauhmana ketimpangan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Medan Labuhan dengan judul

”Analisis Ketimpangan Pendapatan dan Kesejahteraan Masyarakat di Kota

Medan (Studi Kasus di Kecamatan Medan Labuhan)”.

Permasalahan ketimpangan pendapatan tidak dapat dipisahkan dari permasalahan kesejahteraan atau kemiskinan yang lazim terjadi di negara -negara miskin dan berkembang. Di negara-negara miskin yang menjadi perhatian utama adalah masalah pertumbuhan versus distribusi pendapatan. Banyak pihak yang merasakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi justru gagal mengurangi bahkan menghilangkan besarnya kemiskinan absolut di Negara Sedang Berkembang (NSB). Dengan kata lain, pertumbuhan GNP (Gross National Product) per kapita yang cepat tidak secara otomatis meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bahkan, pertumbuhan GNP per kapita di beberapa negara yang


(19)

sedang berkembang (seperti India, Pakistan, Kenya) telah menimbulkan penurunan absolut dalam tingkat hidup penduduk miskin baik di perkotaan maupun pedesaan (Todaro, 2006).

Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin tinggi pendapatan per kapita suatu masyarakat, semakin kecil proporsi penduduk yang berpendapatan di bawah garis kemiskinan. Namun perlu diingat bahwa di samping tergantung pada pendapatan perkapita, besarnya persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan tergantung juga pada distribusi pendapatan. Semakin tidak merata distribusi pendapatan semakin besar pula penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan atau semakin tinggi persentase penduduk yang miskin (Arsyad, 2010) 1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana pola distribusi pendapatan rumah tangga di Kecamatan Medan Labuhan?

2. Bagaimana tingkat ketimpangan distribusi pendapatan dan tingkat kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Medan Labuhan?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis pola distribusi pendapatan rumah tangga di Kecamatan Medan Labuhan.

2. Untuk menganalisis tingkat ketimpangan distribusi pendapatan dan tingkat kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Medan Labuhan.


(20)

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan masukan dan menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca khususnya yang berkaitan dengan ketimpangan distribusi pendapatan.

2. Sebagai referensi bagi penulis lainnya yang ingin melakukan penelitian yang berkaitan dengan ketimpangan distribusi pendapatan dan kesejahteraan. 3. Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah dalam hal


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Ketimpangan Distribusi Pendapatan

Pendapatan merupakan suatu gambaran tingkat kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan materinya dalam satuan waktu tertentu, biasanya per bulan. Tingkat pendapatan ini sering dihubungkan dengan suatu standard kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Pendapatan dapat diperoleh seseorang dari mata pencaharian utama dengan atau tanpa mata pencaharian lain. Dengan demikian seseorang diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan keluarganya.

Distribusi pendapatan pada dasarnya merupakan suatu konsep mengenai penyebaran pendapatan di antara setiap orang atau rumah tangga dalam masyarakat. Konsep pengukuran distribusi pendapatan dapat ditunjukkan oleh dua konsep pokok, yaitu konsep ketimpangan absolut dan konsep ketimpangan relatif. Ketimpangan absolut merupakan konsep pengukuran ketimpangan yang menggunakan parameter dengan suatu nilai mutlak. Ketimpangan relatif merupakan konsep pengukuran ketimpangan distribusi pendapatan yang membandingkan besarnya pendapatan yang diterima oleh seseorang atau sekelompok anggota masyarakat dengan besarnya total pendapatan yang diterima oleh masyarakat secara keseluruhan (Ahluwalia dalam Sukirno,2006).

Distribusi pendapatan merupakan salah satu indikator pemerataan. Pemerataan akan terwujud jika proporsi pendapatan yang dikuasai oleh sekelompok masyarakat tertentu sama besarnya dengan proporsi kelompok


(22)

tersebut. Alat yang lazim digunakan adalah Gini Ratio dan cara perhitungan yang digunakan oleh Bank Dunia (Hasrimi, 2010).

Distribusi pendapatan merupakan salah satu aspek kemiskinan yang perlu dilihat karena pada dasarnya merupakan ukuran kemiskinan relatif. Ada dua kategori tingkat kemiskinan yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut adalah kondisi di mana tingkat pendapatan seorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan. Kemiskinan relatif adalah perhitungan kemiskinan berdasarkan proporsi distribusi pendapatan daerah (Sukino, 2013).

Distribusi pendapatan nasional adalah mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya (Dumairy, 2004).

Distribusi pendapatan dibedakan menjadi dua ukuran pokok yaitu distribusi ukuran adalah besar atau kecilnya bagian pendapatan yang diterima masing-masing orang dan distribusi fungsional atau distribusi kepemilikan faktor faktor produksi (Todaro, 2006).

Dari dua definisi diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa distribusi pendapatan mencerminkan ketimpangan atau meratanya hasil pembangunan suatu daerah atau negara baik yang diterima masing-masing orang ataupun dari kepemilikan faktor-faktor produksi dikalangan penduduknya. Ketimpangan pendapatan lebih besar terjadi di negara-negara yang baru memulai pembagunannya, sedangkan bagi negara maju atau lebih tinggi tingkat pendapatannya cenderung lebih merata atau tingkat ketimpangannya rendah.


(23)

Menurut Irma Adelma dan Cynthia Taft Morris dalam Arsyad (2010) ada 8 hal yang menyebabkan ketimpangan atau ketidakmerataan distribusi pendapatan di negara sedang berkembang :

1). Pertumbuhan penduduk yang tinggi mengakibatkan menurunnya pendapatan perkapita.

2). Inflasi dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang.

3). Ketidakmerataan pembangunan antar daerah.

4). Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal (Capital Insentive), sehingga persentase pendapatan modal dari kerja tambahan besar dibandingkan dengan persentase pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga pengangguran bertambah.

5). Rendahnya mobilitas sosial.

6). Pelaksanaan kebijakan industri substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan harga-harga barang hasil industri untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis.

7) Memburuknya nilai tukar (term of trade) bagi negara sedang berkembang dalam perdagangan dengan negara-negara maju, sebagai akibat ketidakelastisan permintaan negara-negara maju terhadap barang-barang ekspor negara sedang berkembang.

8). Hancurnya industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah tangga, dan lain-lain.

Todaro (2006), menyatakan bahwa semakin tidak merata pola distribusi pendapatan, semakin tinggi pula laju pertumbuhan ekonomi karena orang-orang kaya memiliki rasio tabungan yang lebih tinggi dari pada orang orang miskin sehingga akan meningkatkan aggregate saving rate yang diikuti oleh peningkatan investasi dan pertumbuhan ekonomi. Jika laju pertumbuhan PDRB merupakan satu-satunya tujuan masyarakat, maka strategi terbaik adalah membuat pola distribusi pendapatan setimpang mungkin. Dengan demikian, model Kuznets dan Kaldor menunjukkan adanya trade off atau pilihan antara pertumbuhan PDRB yang lambat tatapi dengan distribusi pendapatan yang lebih merata.


(24)

Dua model ketimpangan yaitu teori Harrod-Domar dan Neo-Klasik memberikan perhatian khusus pada peranan kapital yang dapat direpresentasikan dengan kegiatan investasi yang ditanamkan pada suatu daerah untuk menarik kapital kedalam daerahnya, hal ini jelas akan berpengaruh pada kemampuan daerah untuk tumbuh sekaligus menciptakan perbedaan dalam kemampuan menghasilkan pendapatan. Investasi akan lebih menguntungkan bila dialokasikan pada daerah-daerah yang dinilai mampu menghasilkan pengembalian (return) yang besar dalam jangka waktu yang relatif cepat. Mekanisme pasar justru akan menyebabkan ketidakmerataan, dimana daerah-daerah yang relatif maju akan bertumbuh semakin cepat sementara daerah yang kurang maju tingkat pertumbuhannya justru relatif lambat. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya ketimpangan pendapatan antar daerah, sehingga diperlukan suatu perencanaan dan kebijakan dalam mengarahkan alokasi investasi menuju suatu kemajuan ekonomi yang lebih berimbang diseluruh wilayah dalam negara.

Terjadinya ketimpangan antar daerah juga diterangkan oleh Mydral (1957) membangun teori keterbalakangan dan pembangunan ekonominya disekitar ide ketimpangan regional pada taraf nasional dan internasional. Untuk menjelaskan hal tersebut, beliau memakai ide “spread effect” dan “backwash effect” sebagai bentuk pengaruh penjalaran dari pusat pertumbuhan ke daerah sekitar. Spread effect (dampak sebar) didefinisikan sebagai suatu pengaruh yang menguntungkan (favorable effect), yang mencakup aliran kegiatan-kegiatan investasi di pusat pertumbuhan kedaerah sekitar. Backwash effect (dampak balik) didefinisikan sebagai pengaruh yang merugikan (infavorable effect) yang mencakup aliran


(25)

manusia dari wilayah sekitar atau pinggiran termasuk aliran modal ke wilayah inti, sehingga mengakibatkan berkurangnya modal pembangunan bagi wilayah pinggiran yang sebenarnya diperlukan untuk dapat mengimbangi perkembangan wilayah inti.

Terjadinya ketimpangan regional menurut Mydral (1997) disebabkan oleh besarnya pengaruh dari backwash effect dibandingkan dengan spread effect dinegara-negara terbelakang. Perpindahan modal cenderung meningkatkan ketimpangan regional, permintaan yang meningkat ke wilayah maju akan merangsang investasi yang pada gilirannya meningkatkan pendapatan yang menyebabkan putaran kedua investasi dan seterusnya, lingkup investasi yang lebih baik pada sentra-sentra pengembangan dapat menciptakan kelangkaan modal di wilayah terbelakang.

2.2. Pengukuran Ketimpangan Pendapatan

Untuk mengukur ketimpangan distribusi pendapatan atau mengetahui apakah distribusi pendapatan timpang atau tidak, digunakan kategorisasi kurva Lorenz,menggunakan koefisien Gini, dan kriteria Bank Dunia.

1. Kurva Lorenz

Kurva Lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan nasional di kalangan lapisan-lapisan penduduk. Kurva ini terletak di dalam sebuah bujur sangkar yang sisi tegaknya melambangkan persentase kumulatif pendapatan nasional, sedangkan sisi datarnya mewakili persentase kumulatif penduduk. Kurvanya sendiri ditempatkan pada diagonal utama bujur sangkar tersebut. Kurva


(26)

Lorenz yang semakin dekat ke diagonal (semakin lurus) menyiratkan distribusi pendapatan nasional yang semakin merata. Sebaliknya, jika kurva Lorenz semakin jauh dari diagonal (semakin lengkung), maka ia mencerminkan keadaan yang semakin buruk, distribusi pendapatan nasional semakin timpang dan tidak merata. (Lincolin Arsyad,1997).

Gambar 2.1. Kurva Lorenz

2. Indeks Gini atau Rasio Gini

Gini Ratio digunakan untuk melihat adanya hubungan antara jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh keluarga atau individu dengan total pendapatan. Ukuran Gini Ratio sebagai ukuran pemerataan pendapatan mempunyai selang nilai antara 0 sampai dengan 1. Bila Gini Ratio mendekati nol menunjukkan adanya ketimpangan yang rendah dan bila Gini Ratio mendekati satu menunjukkan ketimpangan yang tinggi (Todaro,2006).

Rumus yang dipakai untuk menghitung nilai Gini Ratio adalah :

G = 1 -

 


(27)

Keterangan :

G = Gini Ratio

Pi = Persentase rumah tangga pada kelas pendapatan ke-i Qi = Persentase kumulatif pendapatan sampai dengan kelas-i Qi-1 = Persentase kumulatif pendapatan sampai dengan kelas ke-i k = Banyaknya kelas pendapatan

Nilai Gini antara 0 dan 1, dimana nilai 0 menunjukkan tingkat pemerataan sempurna, dan semakin besar nilai Gini maka semakin tidak sempurna tingkat pemerataan pendapatan.

3. Kriteria Bank Dunia

Menurut Bank Dunia, ketimpangan distribusi pendapatan diukur dengan menghitung persentase jumlah pendapatan masyarakat dari kelompok yang berpendapatan rendah dibandingkan dengan total pendapatan penduduk.

Tabel 2.1

Indikator Ketimpangan Menurut Bank Dunia (World Bank) Klasifikasi Ketimpangan Ketimpangan distribusi pendapatan Ketimpangan tinggi 40% penduduk berpendapatan rendah

menerima <12% dari total pendapatan Ketimpangan sedang 40% penduduk berpendapatan rendah

menerima 12% -17% dari total pendapatan

Ketimpangan rendah 40% penduduk berpendapatan rendah menerima >17% dari total pendapatan

2.3. Konsep Kesejahteraan

Kesejahteraan adalah kondisi agregat dari kepuasan individu-individu. Menurut Undang-undang No 11 Tahun 2009, kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan


(28)

fungsi sosialnya. Permasalahan kesejahteraan sosial yang berkembang dewasa ini menunjukkan bahwa ada warga negara yang belum terpenuhi hak atas kebutuhan dasarnya secara layak karena belum memperoleh pelayanan sosial dari negara. Akibatnya, masih ada warga negara mengalami hambatan pelaksanaan fungsi sosial sehingga tidak dapat menjalani kehidupan secara layak dan bermartabat.

Konsep kesejahteraan menurut Nasikun (1996) dapat dirumuskan sebagai padanan makna dari konsep martabat manusia yang dapat dilihat dari empaat indikator yaitu : (1) rasa aman (security), (2) Kesejahteraan (welfare), (3) Kebebasan (freedom), dan (4) jati diri (Identity).

Terdapat berbagai perkembangan pengukuran tingkat kesejahteraan dari sisi fisik, seperti Indeks pembangunan Manusia (Human Development Index), Indeks Mutu Hidup (Physical Quality Life Index), Kebutuhan Dasar (Basic Needs), dan Pendapatan Perkapita (GNP/Kapita). Ukuran kesejahteraan ekonomi inipun dapat dilihat dari dua sisi, yaitu konsumsi dan produksi (skala usaha). Dari sisi konsumsi, kesejahteraan bisa diukur dengan menghitung seberapa besar pengeluaran yang dilakukan seseorang atau sebuah keluarga untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan, serta kebutuhan lainnya dalam periode tertentu.

2.4. Indikator Kesejahteraan

Badan Pusat Statistik Indonesia (2005) menerangkan bahwa guna melihat tingkat kesejahteraan rumah tangga suatu wilayah ada beberapa indikator yang dapat dijadikan ukuran, antara lain adalah :


(29)

2. Komposisi pengeluaran rumah tangga dengan membandingkan pengeluaran untuk pangan dengan non-pangan

3. Tingkat pendidikan keluarga 4. Tingkat kesehatan keluarga

5. Kondisi perumahan serta fasilitas yang dimiliki dalam rumah tangga Menurut Kolle (1974) dalam Bintarto (1989), kesejahteraan dapat diukur dari beberapa aspek kehidupan:

1. Dengan melihat kualitas hidup dari segi materi, seperti kualitas rumah, bahan pangan dan sebagainya

2. Dengan melihat kualitas hidup dari segi fisik, seperti kesehatan tubuh, lingkungan alam, dan sebagainya

3. Dengan melihat kualitas hidup dari segi mental, seperti fasilitas pendidikan, lingkungan budaya, dan sebagainya

4. Dengan melihat kualitas hidup dari segi spiritual, seperti moral, etika, keserasian penyesuaian, dan sebagainya

Menurut Drewnoski (1974) dalam Bintarto (1989), konsep kesejahteraan dapat dikaji dari 3 aspek yakni (1) Tingkat perkembangan fisik (somatic status), seperti nutrisi, kesehatan, harapan hidup, dan sebagainya; (2) Tingkat mentalnya, (mental/educational status) seperti pendidikan, pekerjaan, dan sebagainya; (3) Integrasi dan kedudukan sosial (social status).

2.5. Pengaruh Ketimpangan Pendapatan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Menurut Todaro (2000), Pengaruh antara ketimpangan distribusi pendapatan terhadap kemiskinan atau kesejahteraan dipengaruhi oleh adanya


(30)

peningkatan jumlah penduduk. Pertambahan penduduk cenderung berdampak negatif terhadap penduduk miskin, terutama bagi mereka yang sangat miskin. Sebagian besar keluarga miskin memiliki jumlah anggota keluarga yang banyak sehingga kondisi perekonomian mereka yang berada di garis kemiskinan semakin memburuk seiring dengan memburuknya ketimpangan pendapatan atau kesejahteraan Salah satu penyebab dari kemiskinan adalah adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang selanjutnya akan menimbulkan distribusi pendapatan yang timpang.

Menurut Boediono (1992) pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang, sehingga persentase pertambahan output tersebut harus lebih tinggi dari persentase pertambahan jumlah penduduk dan ada kecenderungan dalam jangka panjang bahwa pertumbuhan itu akan berlanjut. Dalam upaya meningkatkan pendapatan perkapita daerah (PDRB per kapita) juga harus dilibatkan berbagai faktor produksi (sumber-sumber ekonomi) dalam setiap kegiatan produksi. Pada umumnya dapat dikelompokkan menjadi faktor produksi tenaga kerja, kapital, sumberdaya alam, teknologi dan faktor sosial (seperti adat istiadat, keagamaan, sistem pemerintahan).

Menurut Tarigan (2004) pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di suatu wilayah, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah yang terjadi di wilayah tersebut. Pertambahan pendapatan itu diukur dalam nilai riil, artinya dinyatakan dalam harga konstan. Hal itu juga menggambarkan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang beroperasi di wilayah tersebut (tanah, modal, tenaga kerja dan teknologi) yang berarti secara kasar dapat


(31)

menggambarkan kemakmuran daerah tersebut. Kemakmuran suatu wilayah selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta diwilayah tersebut juga oleh seberapa besar terjadi transfer-payment yaitu bagian pendapatan yang mengalir ke luar wilayah atau mendapat aliran dana di luar wilayah.

Menurut Kuznets (1996), pada tahap – tahap awal pertumbuhan ekonomi pendistribusian pendapatan cenderung memburuk namun pada tahap – tahap berikutnya akan membaik. Hipotesis ini lebih dikenal sebagai hipotesis “Uterbalik” Kuznets, sesuai dengan bentuk rangkaian perubahan kecenderungan distribusi pendapatan dengan ukuran koefisien Gini dan pertumbuhan GNP per kapita yang akan terlihat seperti kurva yang berbentuk U-terbalik. Menurut Kuznets, distribusi pendapatan akan meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi (Todaro, 2000).

Menurut Todaro (2003), pemerataan yang lebih adil di negara berkembang merupakan suatu kondisi atau syarat yang menunjang pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, semakin tinggi ketimpangan distribusi pendapatan di suatu negara atau daerah, akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan.

Ketimpangan pendapatan antar daerah, tergantung dari besarnya jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap penerima pendapatan dalam daerah tersebut, baik itu golongan masyarakat maupun wilayah tertentu dalam daerah tersebut. Perbedaan jumlah pendapatan yang diterima itu menimbulkan suatu distribusi pendapatan yang berbeda, sedangkan besar kecilnya perbadaan tersebut akan menentukan tingkat pemerataan pendapatan (ketimpangan pendapatan) daerah


(32)

tersebut. Oleh karena itu, ketimpangan pendapatan ini akan tergantung dari besar kecilnya perbedaan jumlah pendapatan yang diterima oleh penerima pendapatan. Sehingga timpang atau tidaknya pendapatan daerah dapat diukur melalui distribusi penerimaan pendapatan antar golongan masyarakat ataupun antar wilayah tertentu, dimana pendapatan yang diterima wilayah tersebut terlihat pada nilai PDRB-nya, sedangkan untuk golongan masyarakat tentunya adalah jumlah yang diterimanya pula.

2.6. Penelitian Terdahulu

T. Makmur, dkk (2011) melakukan penelitian yang berjudul Ketimpangan Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Masyarakat Desa di Kecamatan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar. Dari hasil analisis menggunakan koefisien gini (gini ratio) dapat disimpulkan bahwa ketimpangan yang terjadi di Kecamatan Peukan Bada adalah ketimpangan sedang untuk pekerjaan penduduk sebagai petani dan buruh dan ketimpangan rendah untuk pekerjaan penduduk sebagai pedagang dan pns. apabila dilihat secara keseluruhan sampel diperoleh indeks gini sebesar 0,386, ini artinya pada kabupaten Peukan Bada mempunyai nilai ketimpangan distribusi pendapatannya sedang.

Penelitian sejenis juga telah dilakukan oleh Linggar Dewangga Putra, Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang 2011 dengan judul Analisis Pengaruh Ketimpangan Distribusi Pendapatan Terhadap Jumlah Penduduk Miskin Di Provinsi Jawa Tengah Periode 2000 – 2007 dan dengan menggunakan analisis regresi linier berganda membuktikan bahwa “ketimpangan dalam pendistribusian


(33)

pendapatan yang diukur dari Indeks Gini dan Indeks Williamson berpengaruh positif pada jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah”.

Halim, dkk (2010) juga melakukan penelitian dengan judul Distribusi Pendapatan dan Tingkat Kemiskinan Petani Kopi Arabika di Desa Tanjung Beringin, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber pendapatan petani kopi arabika cukup beragam dimana pendapatan dari usaha tani kopi arabika memberikan kontribusi sebesar 65,68% terhadap total pendapatan petani. Tingkat ketimpangan pendapatan petani kopi arabika berdasarkan nilai gini ratio sebesar 0,36 berada dalam kategori menengah, sedangkan menurut kriteria World Bank berada dalam kategori rendah. Selain itu, jumlah petani kopi arabika miskin menurut Sajogyo (1988) sebanyak 21,43%, sedangkan menurut BPS (2010) sebanyak 16,67%.

2.7. Kerangka Konsep Penelitian

Distribusi pendapatan pada dasarnya merupakan suatu konsep mengenai penyebaran pendapatan di antara setiap orang atau rumah tangga dalam masyarakat. Konsep pengukuran distribusi pendapatan dalam penelitian ini adalah ketimpangan relatif yang merupakan konsep pengukuran ketimpangan distribusi pendapatan yang membandingkan besarnya pendapatan yang diterima oleh seseorang atau sekelompok anggota masyarakat dengan besarnya total pendapatan yang diterima oleh masyarakat secara keseluruhan (Ahluwalia dalam Sukirno,2006).

Ketimpangan pendistribusian pendapatan yang dihitung menggunakan Indeks Gini dan Kriteria Bank Dunia berpengaruh pada tingkat kesejahteraan atau


(34)

Pendapatan

Tinggi,sedang dan rendah

Ketimpangan Distribusi Pendapatan

Sedang Kesejahteraan Tinggi, sedang dan rendah

kemiskinan. Semakin kecil (mendekati nol) koefisiennya, pertanda semakin baik atau merata distribusi. Di lain pihak, koefisien yang kian besar (semakin mendekati satu) mengisyaratkan distribusi yang kian timpang atau senjang. Kemiskinan menurut BPS dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan (diukur dari sisi pengeluaran).

Berdasarkan dasar pemikiran tersebut di atas, kerangka konsep penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.2

Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep tersebut di atas menggambarkan bahwa tidak meratanya distribusi pendapatan menyebabkan terjadinya ketimpangan pendapatan yang merupakan titik awal dari munculnya masalah perbedaan tingkat kesejahteraan.


(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei dengan pendekatan deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan secara deskriptif ketimpangan distribusi pendapatan dan kesejahteraan masyarakat Kecamatan Medan Labuhan.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian adalah di Kantor Kecamatan Kecamatan Medan Labuhan dan waktu penelitian direncanakan mulai Maret hingga Juni 2015.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan 2 (dua) teknik pengumpulan data yakni :

a. Kuisioner (Riset Lapangan)

Metode ini merupakan teknik pengumpulan data dengan cara menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis yang ditujukan untuk responden.

b. Metode pustaka

Metode ini merupakan cara yang dilakukan untuk mengumpulkan data dan informasi mealui berbagai sumber yang berhubungan dengan penelitian ini. Data dan informasi dapat diperoleh dari buku-buku, berbagai sumber referensi yang diperoleh di internet, jurnal, tesis dan sebagainya.


(36)

3.4. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh rumah tangga di Kecamatan Medan Labuhan dengan klasifikasi pola mata pencaharian yang berbeda.

2. Sampel

Pengambilan sampel penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode stratified random sampling yakni penentuan jumlah sampel berdasarkan kebutuhan sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini ditetapkan sebanyak 50 orang untuk memenuhi kriteria jumlah sampel minimal 30 orang (Sugiyono, 2012).

3.5. Jenis Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder:

1. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sampel penelitian baik melalui dokumentasi, wawancara maupun dengan menggunakan daftar pertanyaan (questionnaire) yang telah dipersiapkan terlebih dahulu.

2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), buku, internet, jurnal, serta laporan-laporan dinas dan instansi terkait dengan penelitian ini.


(37)

3.6. Definisi Operasional

1.Ketimpangan distribusi pendapatan

Ketimpangan distribusi pendapatan dalam penelitian ini diartikan sebagai selisih antara pendapatan rumah tangga dengan pendapatan rata-rata masyarakat di Kecamatan Medan Labuhan yang dapat dikategorikan sebagai berikut :

1. Ketimpangan pendapatan rendah, yakni jika r-Gini <0,30

2. Ketimpangan pendapatan sedang, yakni jika r-Gini antara 0,30-0,50 3. Ketimpangan pendapatan tinggi, yakni jika r-Gini > 0,50

2. Kesejahteraan

Kesejahteraan dalam penelitian ini diartikan sebagai tingkat kesejahteraan rumah tangga yang didasarkan atas beberapa indikator yang berasal dari Badan Pusat Statistik.

3.7. Skala Pengukuran

Skala pengukuran yang digunakan adalah skala kategori (category scale). Skala ini digunakan untuk mendapatkan jawaban tunggal dai multiple item atas jawaban yang tersedia bagi responden untuk dipilih sesuai dengan keadaannya (Sinulingga, 2011). Pada penelitian ini, setiap responden diharuskan memilih slah satu dari beberapa kategori jawaban yang ada sesuai dengan keadaan yang terjadi.

3.8. Analisis Data 3.8.1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif dipergunakan untuk menggambarkan karakteristik sampel penelitian serta kondisi penelitian .


(38)

3.8.2. Analisis Ketimpangan Distribusi Pendapatan

Untuk menilai sejauh mana ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat Kecamatan Medan Labuhan, indikator yang digunakan adalah Indeks Gini (gini Ratio) dan kriteria Bank Dunia. Ukuran kriteria bank Dunia menggambarkan pendapatan yang diterima masyarakat desa berdasarkan kelompok pendapatan yaitu 40 % penduduk berpendapatan rendah, 40 % berpendapatan menengah dan 20 % penduduk berpendapatan tinggi.

Penentuan tingkat ketimpangan distribusi pendapatan adalah menggunakan koefisien Gini Rasio (GR) dimana kriteria klasifikasi penggunaan koefisien Gini (Gini Ratio) adalah sebagai berikut:

1. Bila koefisien Gini lebih kecil dari 0,30 : termasuk distribusi ketimpangan rendah.

2. Bila koefisien Gini berkisar antara 0,30 - 0,50 : termasuk kondisi ketimpangan sedang.

3. Bila koefisien Gini lebih besar dari 0,50 : termasuk kondisi ketimpangan tinggi.

Menurut Bank Dunia, ketimpangan distribusi pendapatan diukur dengan menghitung persentase jumlah pendapatan masyarakat dari kelompok yang berpendapatan rendah dibandingkan dengan total pendapatan penduduk.


(39)

Tabel 3.1

Indikator Ketimpangan Menurut Bank Dunia (World Bank) Klasifikasi Ketimpangan Ketimpangan distribusi pendapatan Ketimpangan tinggi 40% penduduk berpendapatan rendah

menerima <12% dari total pendapatan Ketimpangan sedang 40% penduduk berpendapatan rendah

menerima 12% -17% dari total pendapatan

Ketimpangan tinggi 40% penduduk berpendapatan rendah menerima >17% dari total pendapatan

3.8.3. Analisis Tingkat Kesejahteraan

Untuk menilai tingkat kesejahteraan masyarakat Kecamatan Medan Labuhan, digunakan indikator kesejahteraan Badan Pusat Statistik (BPS) yang terdiri dari 8 (delapan) parameter : pendapatan, pengeluaran keluarga, keadaan dan fasilitas tempat tinggal, kesehatan anggota keluarga, kemudahan pelayanan kesehatan, pendidikan,dan transportasi seperti tertera pada tabel berikut:

Tabel 3.2

Indikator Kesejahteraan Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2005

No. Indikator Kesejahteraan

Kriteria Skor

1. Pendapatan Tinggi (> Rp. 10.000.000)

Sedang (Rp. 5.000.000- Rp.10.000.000) Rendah (<Rp. 5.000.000)

3 2 1 2. Konsumsi atau

pengeluaran rumah tangga

Tinggi (> Rp. 5.000.000)

Sedang (Rp. 1.000.000-Rp.5.000.000) Rendah (< Rp. 1.000.000)

3 2 1 3. Keadaan tempat tinggal Permanen (11-15)

Semi permanen (6-10) Non permanen (1-5)

3 2 1 4. Fasilitas tempat tinggal Lengkap (34-44)

Cukup (23-33) Kurang (12-22)

3 2 1


(40)

keluarga Cukup (25%-50%) Kurang (>50%)

2 1 6. Kemudahan

mendapatkan pelayanan kesehatan

Mudah (16-20) Cukup (11-15) Sulit (6-10)

3 2 1 7. Kemudahan

memasukkan anak kejenjang pendidikan

Mudah (7-9) Cukup (5-6) Sulit (3-4)

3 2 1 8. Kemudahan

mendapatkan fasilitas transportasi

Mudah (7-9) Cukup (5-6) Sulit (3-4)

3 2 1 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), 2005

Berdasarkan tabel tingkat kesejahteraan tersebut di atas, maka kriteria kesejahteraan dapat dikategorikan kedalam 3 kategori berikut:

- Tingkat kesejahteraan tinggi : nilai skor 20-24 - Tingkat kesejahteraan sedang : nilai skor 14-19 - Tingkat kesejahteraan rendah : nilai skor 8-13


(41)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum

Kotamadya Medan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Kota ini merupakan wilayah yang subur di wilayah dataran rendah timur dari propinsi Sumatera Utara dengan ketinggian berada di 22,5 meter di bawah permukaan laut. Kota ini dilalui oleh dua sungai yaitu Sungai Deli dan Sungai Babura yang bermuara di Selat Malaka. Secara geografis, Medan terletak pada 3,30°- 3,43° LU dan 98,35°- 98,44° BT dengan topografi cenderung miring ke utara. Sebelah barat dan timur Kota Medan berbatasan dengan Kabupaten Deli dan Serdang. Di sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka. Letak yang strategis ini menyebabkan Medan berkembang menjadi pintu gerbang kegiatan perdagangan barang dan jasa baik itu domestik maupun internasional. 10 Kota Medan beriklim tropis basah dengan curah hujan rata-rata 2000-2500 mm per tahun. Suhu udara di Kota Medan berada pada maksimum 32,4°C dan minimum 24°C. Kotamadya Medan memiliki 21 Kecamatan dan 158 Kelurahan.

Medan Marelan di sebelah barat, Kabupaten Deli Serdang di timur,Medan Deli dan Kabupaten Deli Serdang di selatan, dan Medan Belawan di utara. Medan Labuhan adalah salah satu kecamatan terluas dari Kota Medan yakni seluas 36.67 km2 atau 13.835% dari luas total kota Medan. Sebagian besar penduduk di kecamatan ini adalah suku pendatang sedangkan suku aslinya adalah Suku Melayu Deli yaitu sekitar 40% saja.


(42)

4.1.1. Keadaan Geografis

Kecamatan Medan Labuhan terdiri dari 6 kelurahan antara lain Kelurahan Besar, Tangkahan, Martubung, Sei Mati, Pekan Labuhan, Nelayan Indah. Berikut perincian luas wilayah masing-masing kelurahan :

Tabel 4.1

Luas Wilayah Per Kelurahan di Kecamatan Medan Labuhan No Kelurahan Luas (Km²) Persentase (%)

1 Besar 6 14,75

2 Tangkahan 6.005 14,76

3 Martubung 8 19,66

4 Sei Mati 12.87 31,64

5 Pekan Labuhan 3.605 8,86

6 Nelayan Indah 4.2 10,32

Jumlah 40.68 100

Sumber : Badan Pusat Statistik

Tabel 4.1 memperlihatkan bahwa dari 6 kelurahan di Kecamatan Medan Labuhan, Kelurahan Sei Mati memiliki luas wilayah yg terluas yaitu 12,87 km² dengan persentase sebesar 31,64% terhadap luas kecamatan, sedangkan kelurahan Pekan Labuhan mempunyai luas terkecil yakni 3,605 km² dengan persentase sebesar 8,86% terhadap luas kecamatan.

4.1.2. Keadaan Demografi

Keadaan demografi di suatu wilayah dapat dilihat dari jumlah penduduk di wilayah tersebut. Berikut data jumlah penduduk di Kecamatan Medan Labuhan dari tahun 2011-2013:

4.1.2.1. Komposisi Penduduk Menurut Kelurahan

Kecamatan Medan Labuhan terdiri dari 6 (enam) kelurahan yakni Kelurahan Pekan Labuhan, Sei Mati, Besar, Martubung, Nelayan Indah dan


(43)

Kelurahan Tangkahan dengan total penduduk sebanyak 113.314 jiwa dengan distribusi penduduk menurut kelurahan adalah sebagai berikut :

Tabel 4.2

Distribusi Penduduk Menurut Kelurahan

No Kelurahan Jumlah Penduduk Persentase (%)

1 Pekan Labuhan 19.532 17,23

2 Sei Mati 14.465 12,76

3 Besar 34.432 30,38

4 Martubung 16.362 14,43

5 Nelayan Indah 7.987 7,04

6 Tangkahan 20.536 18,12

Total 113.314 100.00

Sumber : Badan Pusat Statistik

Tabel 4.2 di atas memperlihatkan bahwa dari 113.314 jiwa, mayoritas penduduk terbesar adalah di Kelurahan Besar yakni sebanyak 34.432 (30,38%) dan minoritas jumlah penduduk terdapat di Kelurahan Nelayan Indah yakni sebesar 7.987 (7,04%).

4.1.2.2. Komposisi Penduduk Menurut Pekerjaan

Jumlah penduduk yang bekerja di Kecamatan Medan Labuhan adalah sebanyak 66.726 jiwa, dengan distribusi penduduk menurut pekerjaan adalah :

Tabel 4.3

Distribusi Penduduk Menurut Pekerjaan

No Pekerjaan Jumlah (n) Persentase (%)

1 PNS 2.689 4,02

2 Pegawai swasta 14.224 21,31

3 Petani 3.933 5,89

4 Pedagang 7.343 11,00

5 Pensiunan 3.441 5,11

6 ABRI 717 1,07

7 Nelayan 5.172 7,75

8 Lainnya 29.207 43,77

Total 66.726 100.00


(44)

Tabel 4.3 di atas memperlihatkan pada tahun 2013 terdapat 66.726 penduduk yang bekerja, sebanyak 2.689 orang (4,02%) bekerja sebagai PNS, 14.224 (21,31%) bekerja sebagai pegawai swasta, 3.933 orang (5,89%) bekerja sebagai petani, 7.343 orang (11,00%) bekerja sebagai pedagang dan 3.441 (5,11%) adalah pensiunan, 717 orang (1,07%) bekerja sebagai ABRI, 5.172 orang (7,75%) bekerja sebagai nelayan dan 29.207 (43,77%), lainnya.

4.1.2.3. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tabel 4.4

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kecamatan Medan Labuhan

Tahun Laki-laki Perempuan Total Pertumbuhan

Penduduk Sex Ratio

2011 57.348 55.068 112.316 - 104,14

2012 57.333 55.309 112.642 0,2903% 103,65 2013 57.635 55.679 113.314 0,5966% 103,51 Sumber : Badan Pusat Statistik

Tabel 4.4 memperlihatkan bahwa berdasarkan data yang di keluarkan BPS pada tahun 2011, Kecamatan Labuhan dihuni oleh 112.316 penduduk yang terdiri dari 57.348 jiwa penduduk laki-laki dan 55.068 jiwa penduduk perempuan dengan sex ratio sebesar 104,14 yang berarti setiap 100 orang perempuan terdapat 104 orang laki-laki di Kecamatan Medan Labuhan. Pada tahun 2012 jumlah penduduk di Kecamatan Medan Labuhan sebesar 112.642 jiwa penduduk dengan tingkat pertumbuhan sebesar 0,29% dan sex ratio sebesar 103,65. Pada tahun 2013 jumlah penduduk di Kecamatan Medan Labuhan sebesar 113.314 jiwa penduduk dengan tingkat pertumbuhan penduduknya sebesar 0,596% dan sex rationya sebesar 103,51.


(45)

4.1.2.4. Komposisi Penduduk Menurut Usia Produktif Tabel 4.5

Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia Produktif di Kecamatan Medan Labuhan

Tahun

Penduduk

Dependency Ratio Produktif Non

Produktif Total

2011 71.986 40.330 112.316 56,0248% 2012 72.489 40.153 112.642 55,3919% 2013 79.199 34.115 113.314 43.0750%

Sumber : Badan Pusat Statistik

Tabel 4.5 memperlihatkan bahwa berdasarkan kelompok umur, jumlah usia produktif di Kecamatan Medan Labuhan untuk tahun 2011 sebesar 112.316 jiwa yang terdiri dari 71.986 jiwa penduduk produktif dan 40.330 jiwa penduduk non produktif dengan tingkat dependency ratio sebesar 56,02% yang berarti setiap 100 jiwa penduduk usia produktif terdapat 56 jiwa penduduk yang berada pada usia non produktif. Pada tahun 2012 jumlah penduduk sebesar 112.642 jiwa yang terdiri dari 72.489 jiwa penduduk usia produktif dan 40.153 jiwa penduduk usia non produktif. Pada tahun 2013 jumlah penduduk sebesar 113.314 jiwa yang terdiri dari 79.199 jiwa penduduk pada usia produktif dan 34.115 jiwa penduduk usia non produktif.

4.1.3. Kondisi Perekonomian

Keadaan pertumbuhan perekonomian dan nilai PDRB perkapita atas dasar harga konstan mengalami peningkatan dalam kurun waktu tahun 2007 - 2009 yang mana dapat dilihat melalui tabel berikut:


(46)

Tabel 4.6

Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB Atas Dasar Harga Konstan

Pertumbuhan ekonomi PDRB atas dasar harga konstan (jutaan Rp)

2007 2008 2009 2007 2008 2009

0,26 6,37 7,12 2,31 2,43 2,58

Sumber : Badan Pusat Statistik

Secara rinci, dapat dijelaskan bahwa terjadi peningkatan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 0,26 pada tahun 2007 meningkat menjadi 6,37 pada tahun 2008 dan 7,12 pada tahun 2009. Perkembangan PDRB perkapita di Kecamatan Medan labuhan juga mengalami peningkatan, di tahun 2007 sebesar 2,31 juta Rupiah menjadi 2,43 juta Rupiah dan pada tahun 2009 menjadi 2,58 juta Rupiah.

Keadaan ekonomi di suatu wilayah dapat juga ditinjau dari seberapa banyak pusat perdagangan di daerah tersebut. Semakin banyak peningkatan pusat perdagangan menunjukkan peningkatan konsumsi di masyarakat. Peningkatan konsumsi masyarakat dapat terjadi jika terdapat peningkatan pendapatan karena semakin tinggi pendapatan maka semakin tinggi pula tinggi tingkat konsumsi.

Tabel 4.7

Jumlah Pasar Berdasarkan Jenis Pasar

di Kecamatan Medan Labuhan Pada Tahun 2011-2013

Tahun

Jenis Pasar

Total Pasar

Tradisional Pertokoan

Swalayan/Mini

Market Mall/Plaza

2011 5 26 8 0 39

2012 5 26 11 0 42

2013 5 26 8 0 39

Sumber : Badan Pusat Statistik

Tabel 4.7 di atas memperlihatkan bahwa Kecamatan Medan Labuhan di tahun 2011 memiliki jumlah pasar sebanyak 39 pasar yang terdiri dari 5 pasar


(47)

tradisional, 26 pertokoan, dan 8 swalayan/mini market. Pada tahun 2012 terjadi peningkatan jumlah pasar menjadi 42 pasar yang terdiri dari 5 pasar tradisional, 26 pertokoan dan 11 swalayan/mini market. Sedangkan pada 2013 terjadi penurunan jumlah pasar menjadi 39 pasar yang terdiri dari 5 pasar tradisional, 26 pertokoan dan 8 swalayan/mini market.

Tabel 4.8

Jumlah Industri di Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2011-2013

Tahun Jenis Industri Total

Besar/Sedang Kecil Rumah Tangga

2011 6 92 161 259

2012 6 92 173 271

2013 4 93 159 256

Sumber : Badan Pusat Statistik

Berdasarkan data di atas, Kecamatan Medan Labuhan di tahun 2011 terdapat 259 industri yang terdiri dari 6 industri besar/sedang, 92 indsustri kecil dan 161 industri rumah tangga. Di tahun 2012 terjadi peningkatan jumlah industri yang berdiri di Kecamatan Medan Labuhan menjadi 271 industri dimana terdapat 6 industri besar/sedang, 92 industri kecil dan 173 industri rumah tangga. Pada tahun 2013 terjadi penurunan jumlah industri menjadi 256 dimana terdapat 4 industri besar/sedang, 92 industri kecil dan 159 industri rumah tangga perubahan di Kecamatan Medan Labuhan.

4.2. Karakteristik Sampel Penelitian

Dalam penelitian ini, ke-50 sampel penelitian diklasifikasikan menurut jenis pekerjaan adalah sebagai berikut :


(48)

Tabel 4.9

Karakteristik Sampel Berdasarkan Pekerjaan

No Pekerjaan Jumlah (n) Frekuensi (%)

1 PNS 6 12.0

2 Pedagang 6 12.0

3 Petani 7 14.0

4 Pengusaha 7 14.0

5 Buruh 8 16.0

6 Swasta 8 16.0

7 Profesional 8 16.0

Total 50 100.0

Sumber : Hasil penelitian 2015 (data diolah)

Tabel 4.9 memperlihatkan bahwa dari 50 sampel penelitian, 6 orang (12.0%) bekerja sebagai PNS, 6 orang (12.0%) bekerja sebagai pedagang, 7 orang (14.0%) bekerja sebagai petani, 7 orang (14.0%) bekerja sebagai pengusaha, 8 orang (16.0%) bekerja sebagai buruh, 8 orang (16.0%) bekerja swasta dan 8 orang (16.0%) bekerja sebagai profesional.

4.3. Distribusi Frekuensi Pendapatan Sampel Penelitian

4.3.1. Distribusi Frekuensi Pendapatan Berdasarkan Indikator BPS 2005 Pendapatan rumah tangga berdasarkan indikator BPS tahun 2005 dalam penelitian ini dikelompokkan kedalam 3 (tiga) tingkatan yakni tinggi jika > Rp. 10.000.001, sedang jika Rp 5.000.001 - Rp.10.000.000 dan rendah jika pendapatan < Rp 5.000.000 dengan dstribusi frekuensi dapat dilihat pada tabel berikut ini :


(49)

Tabel 4.10

Distribusi Frekuensi Pendapatan

No Pendapatan Jumlah (n) Frekuensi (%)

1 Rendah 42 84.0

2 Sedang 4 8.0

3 Tinggi 4 8.0

Total 50 100.0

Sumber : Hasil penelitian 2015 (data diolah)

Tabel 4.10 memperlihatkan bahwa dari 50 sampel penelitian, 42 orang (84%) memiliki pendapatan rendah, 4 orang (8.0%) memiliki pendapatan sedang dan 4 orang (8.0%) memiliki pendapatan tinggi. Dengan demikian, mayoritas sampel penelitian memiliki pendapatan rendah yakni sebanyak 41 orang (82.0%). 4.3.2. Analisis Ketimpangan Pendapatan

4.3.2.1. Ketimpangan Pendapatan Menurut Gini Ratio

Berdasarkan analisis data yang dilakukan terhadap pendapatan sampel penelitian, maka ketimpangan pendapatan menurut Gini Ratio dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.11

Ketimpangan Pendapatan Menurut Gini Ratio

Sampel Pendapatan Qi %Qi+Qi-1 %Pi %Pi – Pi – 1 (Pi-Pi-1)(Qi+Qi-1)

1 2 3 4 5 900.000 1.000.000 1.200.000 1.300.000 1.300.000

2.790015 0.0279 10.00 0.10 0.00279

6 7 8 9 10 1.300.000 1.500.000 1.500.000 1.800.000 1.800.000

6.656877 0.094469 20.00 0.10 0.009447

11 12 13 14 15 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000

11.55164 0.182085 30.00 0.10 0.018209

16 17

2.000.000 2.000.000


(50)

18 19 20 2.300.000 2.300.000 2.500.000 21 22 23 24 25 2.500.000 2.500.000 2.500.000 2.800.000 2.800.000

23.39697 0.403818 50.00 0.10 0.040382

26 27 28 29 30 3.000.000 3.000.000 3.000.000 3.500.000 3.500.000

31.22859 0.546256 60.00 0.10 0.054626

31 32 33 34 35 3.500.000 4.000.000 4.000.000 4.000.000 4.000.000

40.77337 0.72002 70.00 0.10 0.072002

36 37 38 39 40 4.000.000 4.000.000 5.000.000 5.000.000 5.000.000

52.03133 0.928047 80.00 0.10 0.092805

41 42 43 44 45 5.000.000 5.000.000 6.000.000 7.000.000 7.500.000

66.96035 1.189917 90.00 0.10 0.118992

46 47 48 49 50 8.000.000 12.000.000 12.500.000 15.000.000 20.000.000

100 1.669604 100.00 0.10 0.16696

total 204.3000.000 0.604784

Sumber : Data primer diolah G = 1 -

   k i Qi Qi Pi 1 10000 ) 1 (

G= 1- 0.604784 G= 0.395216 G= 0.39

Tabel 4.11 memperlihatkan bahwa koefisien Gini Ratio ketimpangan pendapatan adalah sebesar 0.39. Hal ini berarti ketimpangan pendapatan rumah tangga di Kecamatan Medan Labuhan adalah kategori sedang.


(51)

4.3.2.2. Ketimpangan Pendapatan Menurut Kurva Lorenz

Berdasarkan nilai Gini Ratio di Kecamatan Medan Labuhan sebesar 0,39 maka ketimpangan pendapatan menurut kurva Lorenz sebagai berikut:

Gambar 4.1

Kurva Lorenz Ketimpangan Pendapatan Sampel Penelitian di Kecamatan Medan Labuhan

Kurva Lorenz yang ditunjukkan pada Gambar 4.1 di atas memperlihatkan hubungan kuantitatif aktual antara persentase kumulatif masyarakat sampel dengan persentase kumulatif pendapatan yang diterima masyarakat sampel. Dari kurva Lorenz dapat diketahui bahwa sekitar 20% dari jumlah masyarakat sampel yang memiliki pendapatan terendah hanya menerima 6,65% dari keseluruhan total pendapatan masyarakat. Selanjutnya 40% dari jumlah masyarakat sampel yang memiliki pendapatan terendah menerima 16,98% dari keseluruhan total pendapatan masyarakat.

Gini Ratio menggunakan Kurva Lorenz sebagai penunjang dalam estimasi. Kurva Lorenz menghubungkan antara jumlah persentase kumulatif penduduk dengan pendapatan yang diterima oleh penduduk. Jumlah dari persentase

0 2.79

6.65 11.55 16.98 23.39 31.22 40.77 52.03 66.96 100 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

% P enda pa ta n K um ul a ti f


(52)

kumulatif penduduk dan pendapatan diurutkan dari nilai yang terendah sampai dengan yang tertinggi. Pada kurva Lorenz distribusi pendapatan itu merata apabila 10% penduduk memperoleh 10% dari total pendapatan dan seterusnya. Jika distribusi pendapatan merata, maka jumlah persentase penduduk akan sama dengan persentase yang mereka terima. Pada kurva Lorenz keadaan seperti ini digambarkan sebagai garis diagonal dari sudut sebelah kiri ke sudut atas sebelah kanan bujursangkar tersebut (garis dengan sudut 45º). Pada keadaan ini Gini Ratio sama dengan nol, sebaliknya apabila distribusi pendapatan tidak merata maka kurva Lorenz akan menyimpang dari garis diagonal atau dengan perkataan lain semakin jauh kurva Lorenz dari garis diagonal maka semakin besar tingkat ketimpangan pendapatan pada daerah itu.

4.3.2.3. Ketimpangan Pendapatan Menurut Kriteria Bank Dunia

Tingkat ketimpangan pendapatan berdasarkan kriteria Bank Dunia diukur dengan menghitung persentase kumulatif pendapatan dari 40% masyarakat sampel yang berpendapatan terendah, kemudian membandingkannya dengan persentase kumulatif total pendapatan masyarakat sampel. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel berikut ini.


(53)

Tabel 4.12

Ketimpangan Pendapatan Sampel Rumah Tangga

di Kecamatan Medan Labuhan Berdasarkan Kriteria Bank Dunia

No.

Kelompok Masyarakat Sampel

Jumlah Kumulatif Masyarakat

Jumlah Kumulatif Pendapatan

Persentase Kumulatif Pendapatan

(%) (Jiwa) (Rupiah) (%)

1 40% Berpendapatan

Terendah 20 34,700,000 16.98%

2 40% Berpendapatan

Menengah 20 71,600,000 35.05%

3 20% Berpendapatan

Tertinggi 10 98,000,000 47.97%

Jumlah 50 204,300,000 100.00%

12% Dari Jumlah Pendapatan 24,516,000

17% Dari Jumlah Pendapatan 34,731,000

Sumber : Analisis Data Primer

Untuk melihat tingkat ketimpangan distribusi pendapatan di Kecamatan Medan Labuhan maka yang harus diperhatikan adalah jumlah kumulatif pendapatan yang diterima oleh kelompok 40% masyarakat berpendapatan terendah. Dimana pada penelitian ini kelompok tersebut menguasai total pendapatan sekitar 16.98% dari total pendapatan secara keseluruhan atau sebesar Rp. 204.300.000. Jika mengacu pada indikator ketimpangan menurut Bank Dunia, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat ketimpangan distribusi pendapatan di Kecamatan Medan Labuhan termasuk dalam kategori ketimpangan sedang karena kelompok 40% masyarakat sampel berpendapatan terendah menerima 12%-17% jumlah keseluruhan pendapatan masyarakat sampel di Kecamatan Medan Labuhan.


(54)

4.4. Analisis Tingkat Kesejahteraan

Menurut Badan Pusat Statistik 2005, ada 8 (delapan ) indikator tingkat kesejahteraan yaitu pendapatan, konsumsi atau pengeluaran keluarga, keadaan tempat tinggal, fasilitas tempat tinggal, kesehatan anggota keluarga, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan mendapatkan jasa pendidikan, dan kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi .

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 50 sampel rumah tangga di Kecamatan Medan Labuhan, diperoleh rekapitulasi distribusi jawaban sampel penelitian tentang tingkat kesejahteraan sebagai berikut :

Tabel 4.13

Rekapitulasi Jawaban Sampel Tentang Tingkat Kesejahteraan Berdasarkan BPS tahun 2005

Sampel

Skor

Jumlah Kriteria

A B C D E F G H

1 1 2 3 3 2 2 3 2 18 Sedang

2 1 2 3 3 2 2 3 2 18 Sedang

3 1 2 3 3 2 2 2 2 17 Sedang

4 1 2 3 3 2 2 3 2 18 Sedang

5 1 2 3 3 3 2 2 2 18 Sedang

6 1 2 3 2 2 2 3 3 18 Sedang

7 2 2 3 3 2 2 3 2 19 Sedang

8 3 3 3 3 3 3 3 2 23 Tinggi

9 3 3 3 3 3 3 3 2 23 Tinggi

10 1 2 3 3 3 2 2 2 18 Sedang

11 3 3 3 3 3 3 3 2 23 Tinggi

12 3 3 3 3 2 3 3 2 22 Tinggi

13 2 3 3 3 3 3 2 2 21 Tinggi

14 1 2 2 2 3 2 3 2 17 Sedang

15 1 2 3 2 3 2 3 2 18 Sedang

16 1 2 3 2 2 2 3 2 17 Sedang

17 1 1 2 2 2 2 2 1 13 Rendah

18 1 2 3 2 3 2 3 2 18 Sedang


(55)

20 1 2 2 2 2 1 2 1 13 Rendah

21 1 2 3 2 2 2 2 2 16 Sedang

22 1 2 3 3 3 2 2 3 19 Sedang

23 1 2 3 2 2 1 2 2 15 Sedang

24 1 2 3 3 3 3 3 3 21 Tinggi

25 1 1 3 3 3 2 2 3 18 Sedang

26 1 1 3 2 3 2 2 3 17 Sedang

27 1 2 3 2 2 2 3 2 17 Sedang

28 1 2 3 3 3 2 3 2 19 Sedang

29 1 2 3 2 2 2 2 1 15 Sedang

30 1 2 2 2 2 2 1 2 14 Sedang

31 1 1 2 2 2 2 2 1 13 Rendah

32 1 2 2 2 3 2 3 2 17 Sedang

33 1 2 3 2 2 1 1 1 13 Rendah

34 1 2 2 2 2 1 2 1 13 Rendah

35 1 2 3 2 2 1 1 1 13 Rendah

36 1 2 3 3 3 2 3 2 19 Sedang

37 1 2 3 3 3 1 2 2 17 Sedang

38 1 2 3 3 2 2 2 2 17 Sedang

39 1 2 3 3 3 2 2 3 19 Sedang

40 1 2 3 3 2 2 1 2 16 Sedang

41 1 2 3 3 3 2 3 1 18 Sedang

42 1 2 3 3 2 2 3 2 18 Sedang

43 1 2 3 3 3 2 3 2 19 Sedang

44 2 2 3 3 2 3 3 3 21 Tinggi

45 1 2 2 2 2 2 3 2 16 Sedang

46 1 2 3 3 2 2 3 3 19 Sedang

47 1 2 3 2 2 2 1 3 16 Sedang

48 1 2 3 3 3 3 3 3 21 Tinggi

49 2 2 3 2 2 2 3 3 19 Sedang

50 1 2 3 2 2 2 3 3 18 Sedang

Sumber : Data primer A = Pendapatan

B = Konsumsi atau Pengeluaran Rumah Tangga C = Keadaan Tempat Tinggal

D = Fasilitas Tempat Tinggal E = Kesehatan Anggota Keluarga

F = Kemudahan Mendapatkan Pelayanan Kesehatan G = Kemudahan Memasukkan Anak ke Jenjang Pendidikan H = Kemudahan Mendapatkan Fasilitas Transportasi.


(56)

Berdasarkan data tersebut di atas, tingkat kesejahteraan sampel rumah tangga di Kecamatan Medan Labuhan dapat dikategorikan sebagai berikut :

Tabel 4.14

Distribusi Frekuensi Tingkat Kesejahteraan Sampel Rumah Tangga No Tingkat Kesejahteraan Kriteria Jumlah

(n)

Frekuensi (%)

1 Rendah 8-13 6 12.0

2 Sedang 14-19 36 72.0

3 Tinggi 20-24 8 16.0

Total 50 100.0

Sumber : Data primer

Tabel 4.14 memperlihatkan bahwa dari 50 sampel penelitian, 6 orang (12.0%) memiliki tingkat kesejahteraan rendah, 36 orang (72.0%) memiliki tingkat kesejahteraan sedang dan 8 orang (16.0%) memiliki tingkat kesejahteraan tinggi. Dengan demikian, mayoritas sampel penelitian memiliki tingkat kesejahteraan sedang yakni sebanyak 36 orang (72.0%).

4.4.1. Analisis Tingkat Kesejahteraan Berdasarkan Konsumsi/Pengeluaran Berdasarkan ke-3 kriteria pengeluaran atau konsumsi rumah tangga yang ditetapkan Badan Pusat Statistik tahun 2005 yakni rendah jika pengeluaran kurang dari Rp 1.000.000, sedang jika pengeluaran antara Rp 1.000.001 – Rp. 5.000.000, dan tinggi jika pengeluaran lebih dari Rp 5.000.001, maka tingkat kesejahteraan sampel rumah tangga berdasarkan tingkat pengeluaran dapat dilihat pada tabel berikut :


(57)

Tabel 4.15

Distribusi Frekuensi Pengeluaran Sampel Rumah Tangga

No Tingkat Pengeluaran Jumlah (n) Frekuensi (%)

1 Rendah 4 8.0

2 Sedang 41 82.0

3 Tinggi 5 10.0

Total 50 100.0

Sumber : Data primer

Tabel 4.15 memperlihatkan bahwa dari 50 sampel penelitian, 4 orang (8.0%) memiliki tingkat pengeluaran rendah, 41 orang (82.0%) memiliki tingkat pengeluaran sedang dan 5 orang (10.0%) memiliki tingkat pengeluaran tinggi. Dengan demikian, mayoritas sampel penelitian memiliki tingkat pengeluaran sedang yakni sebanyak 41 orang (82.0%).

4.4.2. Analisis Tingkat Kesejahteraan Berdasarkan Kondisi Tempat Tinggal Berdasarkan ke-5 kriteria kondisi tempat tinggal yang ditetapkan maka tingkat kesejahteraan sampel rumah tangga berdasarkan kondisi tempat tinggal dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.16

Distribusi Frekuensi Kondisi Tempat Tinggal

No Kondisi Tempat Tinggal Jumlah (n) Frekuensi (%)

1 Non permanent 0 0.0

2 Semi permanent 8 16.0

3 Permanen 42 84.0

Total 50 100.0

Sumber : Data primer

Tabel 4.16 memperlihatkan bahwa dari 50 sampel penelitian, 8 orang (16.0%) memiliki kondisi tempat tinggal semi permanen dan 42 orang (84.0%) memiliki kondisi tempat tinggal permanen. Dengan demikian, mayoritas sampel


(58)

penelitian memiliki kondisi tempat tinggal permanen yakni sebanyak 42 orang (84.0%).

Ke-5 item kondisi tempat tinggal tersebut terdiri dari jenis lantai, jenis dinding, jenis atap, keadaan ruangan, dan status kepemilikan rumah. Berdasarkan kriteria tersebut diberi nilai kemudian dijumlahkan dan hasilnya diberi skor pada tabel 4.16 yaitu nilai 11-15 skor 3, nilai 6-10 skor 2, dan nilai 1-5 skor 1.

4.4.3. Analisis Tingkat Kesejahteraan Berdasarkan Fasilitas Tempat Tinggal Berdasarkan ke-14 kriteria fasilitas tempat tinggal yang ditetapkan maka fasilitas tempat tinggal dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.17

Distribusi Frekuensi Fasilitas Tempat Tinggal

No Fasilitas Tempat Tinggal Jumlah (n) Frekuensi (%)

1 Kurang 0 0.0

2 Cukup 23 46.0

3 Lengkap 27 54.0

Total 50 100.0

Sumber : Data primer

Tabel 4.17 memperlihatkan bahwa dari 50 sampel penelitian, 23 orang (46.0%) memiliki fasilitas tempat tinggal cukup lengkap dan 27 orang (54.0%) memiliki fasilitas tempat tinggal lengkap. Dengan demikian, mayoritas sampel penelitian memiliki fasiltias tempat tinggal lengkap yakni sebanyak 27 orang (54.0%).

Fasilitas tempat tinggal yang dinilai terdiri dari 14 item yaitu akses jalan, tempat pembuangan sampah, alat penerangan, sumber air bersih, fasilitas kamar mandi, luas pekarangan, jenis pekarangan, jenis pagar, penyejuk ruangan, bahan bakar masak, alat elektronik, kendaraan, fasilitas wc dan air minum.


(59)

4.4.4. Analisis Tingkat Kesejahteraan Berdasarkan Kesehatan Keluarga Berdasarkan kriteria kesehatan anggota keluarga yang ditetapkan maka kesehatan anggota keluarga dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.18

Distribusi Frekuensi Kesehatan Anggota Keluarga

No Kesehatan Anggota Keluarga Jumlah (n) Frekuensi (%)

1 Kurang 0 0.0

2 Cukup 29 58.0

3 Bagus 21 42.0

Total 50 100.0

Sumber : Data primer

Tabel 4.18 memperlihatkan bahwa dari 50 sampel penelitian, 29 orang (58.0%) dengan kondisi kesehatan anggota keluarga cukup dan 21 orang (42.0%) dengan kondisi kesehatan anggota keluarga yang bagus. Dengan demikian, mayoritas sampel penelitian memiliki kesehatan anggota keluarga yang cukup yakni sebanyak 29 orang (58.0%).

4.4.5. Analisis Tingkat Kesejahteraan Berdasarkan Kemudahan Mendapat Pelayanan Kesehatan

Berdasarkan ke-6 kriteria kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan yang ditetapkan maka kemudahan mendapat pelayanan kesehatan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.19

Distribusi Frekuensi Kemudahan Mendapatkan Pelayanan Kesehatan No Kemudahan mendapat

pelayanan kesehatan

Jumlah (n) Frekuensi (%)

1 Sulit 7 14.0

2 Cukup 35 70.0

3 Mudah 8 16.0

Total 50 100.0


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Lincolin, 1997. Ekonomi Mikro, BPFE, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Arsyad, Lincolin, 2010. Ekonomi Pembangunan, Edisi Kelima, UPP STIM YKPN, Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik Kota Medan. 2010. PDRB Kota Medan Perkecamatan tahun 2009. BPS Kota Medan : Medan.

Bintarto. 1989. Interaksi Desa-Kota dan Permasalahannya. Ghalia Indonesia. Jakarta

Boediono, 1992. Teori Pertumbuhan Ekonomi, Seri Sinopsis Pernyataan Ilmu Ekonomi, Edisi 1, Cetakan ke 5, BPFE, Yogyakarta.

Dumairy, 2004. Perekonomian Indonesia, edisi ke-2, cetakan keempat. Gramedia Jakarta.

Halim, dkk. 2010. Distribusi Pendapatan dan Tingkat Kemiskinan Petani Kopi Arabika di Desa Tanjung Beringin, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi. Jurnal Fakultas Pertanian USU.

Hasrimi, Moettaqien. 2010. Analisis Pendapatan Petani Miskin dan Implikasi Kebijakan Pengentasannya di Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai. Tesis Magister Sains. Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara. Medan.

Kuncoro, Mudrajad. 2006. Ekonomi Pembangunan Teori, Masalah dan Kebijakan. Yogyakarta : UPP STIM YKPN.

Linggar Dewangga Putra, 2011. Analisis Pengaruh Ketimpangan Distribusi Pendapatan Terhadap Jumlah Penduduk Miskin Di Provinsi Jawa Tengah Periode 2000 – 2007. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang.

Myrdal, Gunnar., 1997. Economic Theory and Underdeveloped Regions. London: Duckworth.

Nasikun, Dr. 1996. Urbanisasi dan Kemiskinan di Dunia Ketiga. PT. Tiara Wacana.Yogyakarta.


(2)

Sugiarto, Eko. 2006. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Nelayan Desa Benua Baru Ilir Berdasarkan Indikator Badan Pusat Statistik. Jurnal Sosial Ekonomi Perikanan FPIK Unmul Samarinda.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta : Bandung.

Sukino. 2013. Membangun Pertanian Dengan Pemberdayaan Masyarakat Tani. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.

Sukirno, Sadono. 2006. Ekonomi Pembangunan (Proses, Masalah, dan Dasar Kebijaksanaan). Jakarta: Fakultas Ekonomi UI.

Suseno Tri Widodo, 2001. Indikator Ekonomi: Dasar Perhitungan Perekonomian Indonesia, Kanisius, Yogyakarta.

T. Makmur, dkk. 2011. Ketimpangan Distribusi Pnedapatan Rumah Tangga Masyarakat Desa di Kecamatan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar, Jurnal Agrisep Vol. (12) No.1, 2011.

Tambunan, Tulus T.H. 2003. Perkembangan Sektor Pertanian di Indonesia, Beberapa Isu Penting. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Tarigan, Robinson Drs. 2004. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Todaro, M. P. 1993. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta : PT. Erlangga.

Todaro, M. P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga (Diterjemahkan oleh Haris Minandar). Jakarta : Penerbit Erlangga.

Todaro, M. P. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Erlangga : Jakarta. Todaro, M. P. dan Smith, Stephen C., 2006. Pembangunan Ekonomi, Erlangga :


(3)

Lampiran

KUISIONER PENELITIAN

ANALISIS KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN DI MEDAN LABUHAN

A. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama Responden :

2. Alamat :

3. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2.Perempuan 4. Usia saat ini :

5. Status Pernikahan : 1. Belum menikah 2. Menikah 3. Duda/Janda

6. Pendidikan terakhir yang ditamatkan : 1. Tidak sekolah 4. Tamat SMA/sederajat

2. Tamat SD/MI 5. Sarjana Muda/D3/lebih tinggi 3. Tamat SMP/sederajat

7 Pekerjaan saat ini :

1. petani 6. PNS/pensiunan 2. nelayan 7. Pegawai swasta

3. buruh/tukang 8. Profesional (dokter, pengacara) 4. pedagang 9. Ibu Rumah Tangga

5. pengusaha 10. Tidak bekerja 8. Jumlah Tanggungan :


(4)

B. Kondisi Rumah Tangga Responden

No. Tingkat Pendapatan Kriteria Skor 1. Tingkat Pendapatan 1.Rendah : < Rp. 5.000.000

2.Sedang : Rp. 5.000.001 – Rp. 10.000.000

3.Tinggi : > Rp. 10.000.001 No. Pengeluaran Rumah

Tangga

Kriteria Skor

1. Pengeluaran Rumah Tangga

1.Rendah : < Rp. 1.000.000 2.Sedang : Rp. 1.000.001 – Rp. 5.000.000

3.Tinggi : > Rp. 5.000.001 No. Keadaan Tempat

Tinggal

Kriteria Skor

1. Jenis Lantai 1. Tanah 2. Kayu

3. Semen dan Keramik 2. Jenis Dinding 1. Kayu

2. Semi 3. Tembok

3. Jenis Atap 1. Rumbia

2. Seng 3. Genteng 4. Keadaan Ruangan 1. Pengap

2. Panas 3. Nyaman 5. Status Kepemilikan

Rumah

1. Sewa 2. Numpang 3. Rumah Sendiri No. Fasilitas Tempat

Tinggal

Kriteria Skor

1. Akses Jalan 1. Tanah/Pasir

2. Kerikil/Batu Diperkeras 3. Semen/Conblok/Aspal 2. Tempat Pembuangan

Sampah

1. Dibuang KeSelokan Sungai 2. Ditimbun

3. Diangkut Petugas Pemda 3. Alat Penerangan 1. Lampu Tempel/Minyak

2. Petromaks

3. Listrik PLN/ Generator Set 4. Sumber Air Bersih 1. Sungai


(5)

5. Fasilitas Kamar Mandi 1. Memanfaatkan Sungai 2. Fasilitas Umum 3. Milik sendiri

6. Pekarangan 1. Sempit

2. Sedang 3. Luas

7. Jenis Pekarangan 1. Tanah/Rumput 2. Semen

3. Massablok/Keramik 8. Jenis Pagar 1. Tidak ada

2. Kayu/Pagar Hidup 3. Tembok Beton/Besi 9. Penyejuk Ruangan 1.Tidak Ada

2. Kipas Angin 3. AC

10. Bahan Bakar Memasak 1. Kayu Bakar 2. Minyak Tanah 3. Gas LPG 11. Alat Elektronik 1. Sedikit

2. Cukup 3. Banyak

12. Kendaraan 1. Tidak Ada

2. Sepeda/Sepeda Motor 3. Mobil

13. Fasilitas WC 1. Memanfaatkan Sungai 2. Fasilitas Umum 3. Milik Sendiri 14. Sumber Air Minum 1. Sumur

2. Ledeng/PAM 3. Galon Isi Ulang No. Kesehatan Anggota

Keluarga

Kriteria 1. Kesehatan Anggota

Keluarga

1. Kurang (>50%) 2. Cukup (25%-50%) 3. Bagus (<25%) No. Kemudahan Mendapat

Pelayanan Kesehatan

Kriteria 1. Jarak ke RS Terdekat 1. Jauh

2. Sedang 3. Dekat 2. Biaya Berobat 1. Mahal 2. Sedang 3. Murah


(6)

3. Sumber Keuangan Untuk Akses Kesehatan

1. Askeskin/Jamkesmas 2. Asuransi Kesehatan/Askes 3. Biaya Sendiri

4. Jarak Puskesmas/Klinik Terdekat

1. Jauh 2. Sedang 3. Dekat

5. Harga Obat 1. Mahal

2. Sedang 3. Murah 6. Jarak Toko Obat/Apotek 1. Jauh

2. Sedang 3. Dekat No. Kemudahan

Memasukkan Anak Ke Jenjang Pendidikan

Kriteria Skor

1. Biaya Sekolah 1. Mahal 2. Sedang 3. Murah 2. Jarak Ke Sekolah 1. Jauh

2. Sedang 3. Dekat 3. Proses Penerimaan 1. Sulit

2. Sedang 3. Mudah No. Kemudahan Mendapat

Fasilitas Transportasi

Kriteria Skor

1. Ongkos Transportasi 1. Mahal 2. Sedang 3. Murah 2. Jarak Ke Terminal 1. Jauh

2. Sedang 3. Dekat 3. Kepemilikan Kendaraan 1. Umum

2. Sewa