17 tersebut. Oleh karena itu, ketimpangan pendapatan ini akan tergantung dari besar
kecilnya perbedaan jumlah pendapatan yang diterima oleh penerima pendapatan. Sehingga timpang atau tidaknya pendapatan daerah dapat diukur melalui distribusi
penerimaan pendapatan antar golongan masyarakat ataupun antar wilayah tertentu, dimana pendapatan yang diterima wilayah tersebut terlihat pada nilai
PDRB-nya, sedangkan untuk golongan masyarakat tentunya adalah jumlah yang diterimanya pula.
2.6. Penelitian Terdahulu
T. Makmur, dkk 2011 melakukan penelitian yang berjudul Ketimpangan Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Masyarakat Desa di Kecamatan Peukan
Bada Kabupaten Aceh Besar. Dari hasil analisis menggunakan koefisien gini gini ratio dapat disimpulkan bahwa ketimpangan yang terjadi di Kecamatan Peukan
Bada adalah ketimpangan sedang untuk pekerjaan penduduk sebagai petani dan buruh dan ketimpangan rendah untuk pekerjaan penduduk sebagai pedagang dan
pns. apabila dilihat secara keseluruhan sampel diperoleh indeks gini sebesar 0,386, ini artinya pada kabupaten Peukan Bada mempunyai nilai ketimpangan
distribusi pendapatannya sedang. Penelitian sejenis juga telah dilakukan oleh Linggar Dewangga Putra,
Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang 2011 dengan judul Analisis Pengaruh Ketimpangan Distribusi Pendapatan Terhadap Jumlah Penduduk Miskin
Di Provinsi Jawa Tengah Periode 2000 – 2007 dan dengan menggunakan analisis
regresi linier berganda membuktikan bahwa “ketimpangan dalam pendistribusian
Universitas Sumatera Utara
18 pendapatan yang diukur dari Indeks Gini dan Indeks Williamson berpengaruh
positif pada jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah”. Halim, dkk 2010 juga melakukan penelitian dengan judul Distribusi
Pendapatan dan Tingkat Kemiskinan Petani Kopi Arabika di Desa Tanjung Beringin, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sumber pendapatan petani kopi arabika cukup beragam dimana pendapatan dari usaha tani kopi arabika memberikan kontribusi sebesar 65,68 terhadap total
pendapatan petani. Tingkat ketimpangan pendapatan petani kopi arabika berdasarkan nilai gini ratio sebesar 0,36 berada dalam kategori menengah,
sedangkan menurut kriteria World Bank berada dalam kategori rendah. Selain itu, jumlah petani kopi arabika miskin menurut Sajogyo 1988 sebanyak 21,43,
sedangkan menurut BPS 2010 sebanyak 16,67.
2.7. Kerangka Konsep Penelitian