Latar Belakang Prosedur Penerimaan Sawit Rakyat Ke Pabrik Kelapa Sawit ( Pks ) Di Ptpn Ii Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara ( Studi Di Ptpn Ii Sawit Seberang )

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara umum, pengertian dari pertanian adalah suatu kegiatan manusia yang meliputi pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, holtikultura, peternakan dan perikanan. Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor-sektor ini memiliki arti yang sangat penting dalam menentukan pembentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Sebagian besar mata pencaharian masyarakat di Indonesia adalah sebagai petani dan perkebunan, sehingga sektor - sektor ini sangat penting untuk dikembangkan di negara kita. 1 Kelapa sawit merupakan tumbuhan tropis yang tergolong dalam famili palmae dan berasal dari Afrika Barat. Kelapa sawit mulai dibudidayakan secara komersial dalam bentuk perusahaan perkebunan pada tahun 1911. Secara umum Kelapa sawit Elais Guinensis Jacq berasal dari Negara Afrika Barat. Namun ada juga yang mengatakan bahwa komoditi ini berasal dari Amerika Selatan tepatnya Brazil karena di kawasan ini lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit. Pada kenyataannya kelapa sawit hidup lebih subur di luar daerah asalnya seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nuginea. Bahkan mampu memberikan hasil produksi per hektar yang lebih tinggi. 1 Sartono Kartodirdjo dan Djoko Suryo, Sejarah Perkebunan di Indonesia: Kajian Sosial Ekonomi, Yogyakarta: Adytia Media, 1991, hlm. 7. Universitas Sumatera Utara tanaman kelapa sawit tumbuh rata-rata 20–25 tahun. Pada tiga tahun pertama disebut sebagai kelapa sawit muda, karena belum menghasilkan buah. Kelapa sawit mulai berbuah pada usia empat sampai enam tahun. Usia tujuh sampai sepuluh tahun disebut sebagai periode matang The Mature Periode, karena kelapa sawit mulai menghasilkan buah tandan segar Fresh Fruit Bunch. Tanaman kelapa sawit pada usia sebelas sampai dua puluh tahun mulai mengalami penurunan produksi buah tandan segar. Pada usia 20-25 tahun tanaman kelapa sawit mati. Pada dasarnya hasil olahan utama pengolahan di pabrik yaitu CPO Crude Palm Oil merupakan minyak sawit hasil pengolahan dari daging buah sawit dan PKO Palm Kernel Oil. Pada dasarnya ada dua macam hasil olahan utama dari kelapa sawit yang dilakukan pada pabrik ekstraksi minyak yaitu minyak sawit yang merupakan hasil pengolahan dari daging buah sawit, minyak ini disebut minyak kasar atau crude palm oil CPO dan minyak inti kelapa sawit dari ekstraksi inti sawit yang disebut palm kernel oil PKO serta sebagai hasil sampingannya adalah bungkil inti kelapa sawit palm kernel meal atau pellet. Bungkil inti kelapa sawit adalah kelapa awit yang telah mengalami proses ekstraksi dan pengeringan. Sedangkan pellet merupakan bubuk yang telah dicetak kecil-kecil berbentuk bulat panjang dengan diameter 8 mm. Agar di peroleh minyak sawit yang bemutu baik dan dapat dipasarkan dengan harga yang layak, minyak kasar tersebut harus menglami pengolahan lebih lanjut. Minyak sawit yang masih kasar Crude Oil setelah melalui pemurnian yang bertahap, maka menghasilkan minyak sawit mentah atau sering di sebut Universitas Sumatera Utara Crude Palm Oil CPO. Proses penjernihan minyak dilakukan dengan kadar kotoran-kotoran, sepeti padatan solid, lumpur sludge, dan air. Setelah melalui proses pemurnian, minyak sawit lalu di tampung di tangki-tangki timbun oil storage tank dan siap dipasarkan atau mengalami proses lebih lanjut sampai dihasilkan minyak sawit murni dan dapat diproses selanjutnya. Sedangkan sisa olahan lumpur masih dapat dimanfaatkan dengan proses daur ulang. Industri perkebunan mulai berkembang di Nusantara dalam bentuk usaha- usaha perkebunan berskala besar pada awal abad ke-19. Sejak awal itu hingga menjelang kemerdekaan Indonesia, para pelaku usaha dari Belanda, Inggris, Belgia, dan lain-lain, mulai membuka perkebunan-perkebunan karet, teh, kopi, tebu, kakao, kina dan beberapa jenis rempah, lengkap dengan fasilitas pengolahannya terutama di pulau Jawa dan Sumatera. Berkembangnya usaha perkebunan pada masa-masa itu telah mendorong terbukanya wilayah-wilayah baru yang terpencil, berkembangnya sarana dan prasana umum, serta kolonisasi. Sejalan dengan perkembangan waktu, perkebunan memodernisasi dirinya, dengan diterapkannya sistem manajemen yang lebih baik serta diaplikasikannya berbagai tekhnologi di bidang kultur teknis maupun pengolahan. Hasil perkebunan mempunyai fungsi ekonomi, yaitu peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta penguatan struktur ekonomi wilayah dan nasional; fungsi ekologi, yaitu peningkatan konservasi tanah dan air, penyerap karbon, penyedia oksigen, dan penyangga kawasan lindung; dan sosial budaya, yaitu sebagai perekat dan pemersatu bangsa. 2 2 Junaidi, Perkembangan Ekonomi Perkebunan, LP3S, Jakarta, 2010, hal 12 Universitas Sumatera Utara Salah satu pendukung untuk mempercepat kemajuan dibidang pertanian yaitu sektor perkebunan yang diintegrasikan ke sektor pertanian. Oleh sebab itu PTPN Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara tidak lari dari makna pasal UUD 1945 dengan mencetuskan Tri Dharma perkebunan yaitu, pertama peningkatan produksi dan pemasaran dari berbagai jenis komoditi perkebunan, baik untuk kepentingan konsumsi dalam dan luar negeri maupun peningkatan ekspor non migas guna meningkatkan devisa Negara. Kedua, peningkatan kesempatan kerja dengan cara memperluas lapangan kerja dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya serta meningkatkan kesejahteraan petani dan karyawan pada khususnya. Ketiga, memelihara pelestarian sumber daya alam dan lingkungan, air dan kesuburan tanah menjamin eksistensi usaha. Hal yang paling penting dalam proses pemenuhan hak dasar rakyat adalah masalah kesejahteraan. Hak dasar yang diakui adalah terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih. Dalam UUD 1945 pasal 28b ayat 1 mengamanatkan bahwa : setiap orang mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan, dan mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan umat manusia. Pengusahaan tanaman kelapa sawit di Indonesia sebagai suatu komoditi perkebunan selalu dilakukan oleh perkebunan besar yang dimiliki baik oleh pemerintah maupun swasta. Pada masa Kolonial Belanda perkebunan sawit yang Universitas Sumatera Utara ada di Indonesia seluruhnya dimiliki oleh perusahaan swasta asing. Ada beberapa sebab mengapa perkebunan kelapa sawit tidak muncul di kalangan masyarakat petani. Salah satu sebabnya yang paling penting adalah bahwa membangun perkebunan kelapa sawit membutuhkan modal uang dan teknologi yang sangat mahal. 3 Pemerintah Indonesia dengan beberapa alasan ingin mengubah situasi tersebut. Monopoli pengusahaan kelapa sawit oleh perkebunan besar, di mana Teknologi yang canggih tidak hanya dibutuhkan dalam pemrosesan minyak kelapa sawit, namun juga dibutuhkan dalam pengelolaan kebun dan pemeliharaan tanaman kelapa sawit. Petani tidak akan mampu memenuhi persyaratan-persyaratan ini sehingga mereka hanya tertarik untuk menjadi buruh perkebunan kelapa sawit daripada memiliki kebun sawitnya sendiri. Hal ini tidak berbeda dengan pengelolaan kebun karet dan yang menarik dari sejarahnya perkebunan sawit yang berbeda dengan perkebunan karet. Apabila muncul suatu perkebunan besar karet di suatu daerah, maka dengan cepat akan muncul suatu perkebunan besar karet rakyat di daerah itu, tidak demikian halnya dengan kelapa sawit. Walaupun perkebunan besar kelapa sawit cukup lama berada di satu daerah, namun perkebunan kelapa sawit rakyat tidak kunjung muncul di daerah itu. Perkebunan besar tetap menjadi satu-satunya pemilik kebun-kebun kelapa sawit di Indonesia, dan rakyat sekitar perkebunan itu hanya menjadi buruh dari perkebunan besar. 3 Karl J. Pelzer, Toean Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria 1863-1947, terj. J. Rumbo, Jakarta: Sinar Harapan, 1985, hlm. 73. Universitas Sumatera Utara rakyat hanya menjadi buruh dianggap oleh pemerintah sebagai suatu warisan jaman penjajahan yang tidak sesuai dengan jiwa kemerdekaan Indonesia dan oleh karena itu pemerintah Indonesia ingin menghapuskannya. Pemerintah Indonesia menganggap perkebunan kelapa sawit haruslah berfungsi sebagai sarana perbaikan hidup rakyat dan bukan seperti halnya pada masa kolonial, perkebunan berfungsi sebagai penghasil devisa negara dengan menghisap rakyat. Dengan kata lain, selain berfungsi sebagai penghasil devisa negara juga harus berfungsi sebagai wahana untuk mensejahterakan rakyat. Oleh sebab itu, pemerintah berkeyakinan bahwa hal ini dapat dicapai apabila rakyat dilibatkan langsung sebagai pekebun kelapa sawit dalam proses produksi minyak sawit di Indonesia, dan bukan hanya sekedar sebagai buruh perkebunan besar kelapa sawit. 4 Ide pemerintah untuk mengembangkan perkebunan rakyat sebagai saka guru pembangunan sektor perkebunan telah dirintis oleh pemerintah Indonesia sejak pelita I 1969. Dalam hal ini asumsi pemerintah bahwa peningkatan kesejahteraan petani pekebun di Indonesia dapat dicapai apabila lembaga terkait dan semua faktor produksinya melibatkan petani. Untuk melaksanakan konsep ini, sejak pelita I diperkenalkan suatu model pembangunan perkebunan rakyat yang dikenal dengan Unit Pelaksana Proyek atau UPP. Program ini dilaksanakan pemerintah pada tahun 19731974 di tiga propinsi. Di Sumatera Utara dikembangkan Proyek Pengembangan Perkebunan Rakyat atau P3RSU, di Propinsi Lampung dikembangkan Proyek Pengembangan Cengkeh Lampung atau PPCL, sedang di Propinsi Jawa Barat dikembangkan Proyek Pengembangan 4 Moshedayan ,” Konsep pertanian perkebunan “, Pradnya Paramita, Jakarta, hal 28 Universitas Sumatera Utara Rakyat dan Perkebunan Besar Swasta Nasional yang disingkat P2TRSN2 . Proyek ini lebih menekankan peningkatan produksi di lokasi perkebunan rakyat. Sampai akhir pelita I pembangunan perkebunan besar dan perkebunan rakyat berjalan terpisah, dan antara kedua jenis perkebunan itu tidak ada keterkaitan dan keterikatannya. Hal ini berubah hingga awal Pelita II setelah pemerintah mengadakan pengkajian dalam pelaksanaan dan hasil proyek UPP. 5 Di Sumatera Utara perkebunan rakyat berkembang sejak adanya Perkebunan Inti Rakyat PIR yang melalui pemukiman di daerah baru dengan dukungan perusahaan perkebunan negara sebagai intinya. Bentuk proyek ini dilakukan melalui Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan PIR BUN dan Pengembangan Perkebunan Besar PPB yang mulai dilakukan sejak tahun 1953 sebagai bentuk perhatian dari pemerintah. Pemerintah dalam rangka pengembangan perkebunan rakyat memutuskan untuk mengarahkan perhatiannya pada daerah-daerah baru di mana sumber-sumber alamnya mendukung, seperti halnya di Sumatera Utara. 6 Berdasarkan penjelasan diatas maka sangat menarik untuk dapat menguraikan problematika mengenai “ PROSEDUR PENERIMAAN SAWIT RAKYAT KE PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PKS DI PTPN II DITINJAU DARI Dalam proyek PIR BUN ini ada dua komponen, yakni komponen inti yang menjadi asset dari perusahaan perkebunan besar yang berfungsi sebagai Pembina, sedang komponen plasma merupakan asset dari para petani pekebun peserta proyek. 5 Terjemahan Nucleus Estate And Smalholder Development Project yang disingkat dengan NES Project. 6 Rofiq Ahmad, Perkebunan dari Nes Ke PIR, Jakarta: Puspa Swara, 1998, hlm. 14. Universitas Sumatera Utara PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Studi di PTPN II Sawit Seberang ”.

B. Permasalahan