Agan Setia Putra, 2014 Pendidikan Agama Islam Untuk Siswa Tunagrahita
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Manusia sebagai
makhluk Allah
mendapat amanat
yang harus
dipertanggungjawabkan dihadapan-Nya. Menurut Assegaf 2011, hlm. 157 tugas hidup yang harus diemban oleh manusia di muka bumi yakni tugas
khalīfaħ, yang berarti tugas kepemimpinan, wakil Allah di muka bumi untuk
menjaga dan memelihara alam. Seperti firman Allah,
Artinya : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:
Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalīfaħ di
muka bumi. mereka berkata: Mengapa Engkau hendak menjadikan
khalīfaħ di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami
Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau? Tuhan berfirman: Sesungguhnya aku mengetahui apa
yang tidak kamu ketahui. Q.S. al- Baqaraħ[2]: 30
Peran manusia sebagai khalīfaħ
Allah di muka bumi ternyata dibarengi dengan tugas sebagai hamba Allah
‘abd, seorang hamba Allah harus taat dan patuh kepada perintah Allah. Manusia sebagai hamba Allah adalah makhluk
yang dimuliakan oleh Allah, kemulian manusia dibanding dengan makhluk lainnya ialah karena manusia memiliki akal untuk berfikir. Dua peran yang
diemban manusia sebagai khalīfaħ dan ‘abd merupakan keterpaduan tugas dan
tanggung jawab yang melahirkan dinamika kehidupan yang sarat dengan
Seluruh teks ayat al-Qur ān dan terjemahnya dalam skripsi ini dikutip dari software al-Qur`ān in
word yang disesuaikan dengan Al-Qur`ān dan Terjemahnya: Al-Jumānatul `Alī Seuntai Mutiara
yang Maha Luhur yang diterjemahkan oleh Yayasan Penyelenggara penerjemahpenafsir Al Qur`
ān Revisi Terjemah oleh Lajnah Pentashih al-Qur`ān Departemen Agama Republik Indonesia penerbit CV Penerbit J-Art tahun 2005 .
Agan Setia Putra, 2014 Pendidikan Agama Islam Untuk Siswa Tunagrahita
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
kreativitas serta amaliah yang selalu menjunjung pada kebenaran Assegaf, 2011, hlm. 158.
Manusia lahir ke dunia ini dalam kondisi yang lemah, seperti yang dikemukakan oleh Sauri 2006, hlm. 39 bahwa manusia dilahirkan ke dunia
dalam keadaan lemah dan tidak tahu apapun, kemudian tumbuh dan berkembang menjadi manusia seutuhnya. Pertumbuhan dan perkembangan
manusia ini tidak bisa diserahkan begitu saja kepada lingkungannya, manusia membutuhkan bimbingan dan pengarahan. Hal ini dikarenakan, ia mempunyai
keterbatasan kondisi fisik serta kemampuan yang dimilikinya. Oleh sebab itu, manusia membutuhkan pendidikan.
Menurut Assegaf 2011, hlm. 164 manusia merupakan makhluk yang dapat mendidik dan dididik homo educable, sedangkan makhluk lain tidak.
Pada ranah ini manusia mempunyai potensi yang dapat menjadi objek dan subjek pengembangan diri. Maka pendidikan pun harus berpijak pada potensi
yang dimiliki manusia, karena potensi manusia tidak akan berkembang tanpa adanya rangsangan dari luar yakni berupa pendidikan.
Secara luas pendidikan ialah hidup, yakni pendidikan merupakan pengalaman belajar yang terjadi di segala lingkungan serta berlangsung
sepanjang hidup. Dan secara sempit pendidikan itu ialah sekolah, yakni pengajaran yang dilaksanakan di sekolah dalam naungan lembaga pendidikan
formal. Segala pengaruh yang diberikan sekolah kepada siswanya dalam rangka menumbuhkan kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh
terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka Mudyahardjo, 2012, hlm. 3.
Pendidikan agama salah satu pendidikan yang penting bagi siswa. Khususnya dalam hal ini ialah Pendidikan Agama Islam yang disingkat
menjadi PAI bagi siswa muslim. Menurut Zakiyah Daradjat dalam Majid dan Andayani 2006, hlm. 130 PAI adalah suatu usaha yang dilakukan dalam
rangka membina dan mengasuh siswa agar mendapat pemahaman ajaran Islam secara
komprehensif. Serta
siswa mampu
menghayati tujuan
dan mengamalkannya, hingga menjadikan Islam sebagai pedoman hidup.
Agan Setia Putra, 2014 Pendidikan Agama Islam Untuk Siswa Tunagrahita
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Tujuan PAI menurut Muhammad Yunus dalam Muchsin dkk. 2010, hlm. 11 yakni mendidik siswa agar menjadi seorang muslim yang sejati, teguh
beriman dan mempunyai akhlaq yang mulia, sehingga ia mampu menjadi anggota masyarakat, mengabdi kepada Allah, dan berbakti kepada bangsa
serta kepada sesamanya. Tujuan yang sangat mulia ini tentunya harus dicapai oleh semua umat
muslim. Seperti yang dikutip dari Purwanti 2011, hlm. 1 bahwa Islam mewajibkan kepada pemeluknya untuk melaksanakan pendidikan, hal ini
tertera dalam firman Allah sebagai berikut:
Artinya : “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh
dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-
orang yang mempunyai fikiran.” Q.S.
Ṣād[38]: 29
Kewajiban melaksanakan pendidikan ini juga tercantum dalam ḥadīṡ Nabi
Mu ḥammad sebagai berikut Sumarna, 2009, hlm. 21 :
ىَلَع ٌةَضْيِرَف ِمْلِعْلا ُبَلَط :َمَلَسَو ِهْيَلَع ُها ىَلَص ِها ُلْوُسَر َلاَق: َلاَق،ٍدْوُعْسَم ِنْب ِهِدْبَع ْنَع ىناربطلا . ٍمِلْسُم ِلُك
Artinya : Dari „Abdullāh bin Mas‟ūd berkata: Rasūlullāh SAW bersabda:
“Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim.” H.R. Ṭabrānī
Menurut Setiati 2014 PAI tidak hanya diberikan kepada mereka yang sempurna secara fisik maupun mental saja, tetapi kepada mereka yang
memiliki kekurangan secara fisik maupun mental tetap memiliki hak yang sama. Seperti firman Allah sebagai berikut:
Agan Setia Putra, 2014 Pendidikan Agama Islam Untuk Siswa Tunagrahita
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
ِهلا
ُها
Artinya : “Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak pula bagi orang pincang, tidak pula bagi orang sakit, dan tidak pula bagi dirimu
sendiri, makan bersama-sama mereka dirumah kamu sendiri atau dirumah bapak-bapakmu, dirumah ibu-ibumu, dirumah saudara-
saudaramu yang laki-laki, di rumah saudaramu yang perempuan, dirumah saudara bapakmu yang laki-laki, dirumah saudara
bapakmu yang perempuan, dirumah saudara ibumu yang laki-laki, dirumah saudara ibumu yang perempuan, dirumah yang kamu
miliki
kuncinya atau
dirumah kawan-kawanmu. Tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau sendirian.
Maka apabila kamu memasuki suatu rumah dari rumah- rumah ini hendaklah kamu memberi salam kepada penghuninya yang
berarti memberi salam kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik.
Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayatnyaNya bagimu, agar
kamu memahaminya.” Q.S. al-Nūr[24]: 61
Ayat di atas mengandung makna kesetaraan, yakni tidak ada halangan bagi masyarakat untuk berkumpul bersama dengan orang yang memiliki kebutuhan
khusus buta, pincang, tuli atau sakit. Mereka berhak untuk makan bersama serta berkumpul seperti layaknya masyarakat lazimnnya. Maka, sudah jelas
bahwa Islam tidak mendiskriminasikan terhadap anak berkebutuhan khusus ABK dalam hal pendidikan Setiati, 2014.
Dalam peraturan
perundang-undangan Indonesia,
yang membahas
mengenai pendidikan diantaranya yaitu undang-undang UU Republik
Agan Setia Putra, 2014 Pendidikan Agama Islam Untuk Siswa Tunagrahita
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Indonesia RI no. 20 tahun 2003 pada pasal lima ayat satu berisi tentang Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang bermutu. Dan pada
ayat dua berisi tentang warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental intelektual, dan sosisal berhak memperoleh pendidikan khusus
Himpunan Peraturan
Perundang-undangan Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional, 2013, hlm. 7.
Pendidikan khusus diberikan kepada mereka yang memiliki keterbatasan atau lebih dikenal dengan istilah ABK Anak Berkebutuhan Khusus atau
special needs chidren dapat diartikan sebagai anak yang lambat slow atau mengalami gangguan retarded yang tidak akan berhasil di sekolah anak-
anak pada umumnya. ABK juga sering disebut dengan anak yang mengalami gangguan fisik, mental, intelegensi dan emosional sehingga membutuhkan
pembelajaran secara khusus Kosasih, 2012, hlm. 1 Secara yuridis layanan pendidikan bagi ABK tercantum dalam UU RI
no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pada pasal lima ayat dua yang berisi tentang warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional,
mental intelektual, dan sosisal berhak memperoleh pendidikan khusus Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, 2013, hlm. 7.
Dalam Peraturan Pemerintah RI no. 72 tahun 1991 tentang pendidikan luar biasa, dalam pasal satu pendidikan luar biasa adalah pendidikan yang khusus
diselenggarakan bagi peserta didik yang menyandang kelainan fisik danatau mental. Khususnya dalam kajian ini mengenai anak dengan ketunagrahitaan,
dalam penjelasan pasal tiga ayat tiga bahwa tunagrahita adalah keterbelakangan mental,
termasuk disini
yang keterbelakangan
mental ringan
dan keterbelakangan mental sedang Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan
Luar Biasa, 1991, hlm. 1. Pendidikan agama dalam perundang-undangan tercantum dalam UU no.
20 tahun 2003 pasal 12 tentang sistem pendidikan nasional yang mengatakan bahwa setiap peserta didik berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai
dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik seagama Undang- Undang Sistem Pendidikan Nasional, 2013, hlm. 8.
Agan Setia Putra, 2014 Pendidikan Agama Islam Untuk Siswa Tunagrahita
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Dalam kajian ini, peneliti mengkhususkan pada ABK dengan tunagrahita. Menurut Wijaya 2013, hlm. 21 tunagrahita merupakan individu yang
mempunyai intelegensi berada di bawah rata-rata sub- average yaitu dengan nilai intelligence quotient IQ 84 ke bawah dan disertai dengan
ketidakmampuan dalam
bersosialisasi yang
muncul pada
masa perkembangan.
Anak tunagrahita ialah anak yang mempunyai IQ 70 ke bawah. Jumlah penyandang tunagrahita 2,3 . Atau 1,92 anak usia sekolah menyandang
tunagrahita dengan perbandingan laki-laki 60 dan perempuan 40 atau 3:2. Pada Data Pokok Sekolah Luar Biasa terlihat dari kelompok usia sekolah,
jumlah penduduk di Indonesia yang menyandang kelainan adalah 48.100.548 orang, jadi estimasi jumlah penduduk di Indonesia yang menyandang
tunagrahita adalah 2 x 48.100.548 orang = 962.011 orang Kemis Rosnawati, 2013, hlm. 11.
Meskipun secara perundang-undangan sudah diatur dengan jelas, menurut Kosasih 2012, hlm. 1 anak-anak berkebutuhan khusus yang berusia sekolah
masih sedikit yang dapat mengenyam pendidikan. Dari Biro Pusat Statistik tahun 2007, dari perkiraan 1,5 juta anak berkebutuhan khusus di Indonesia,
baru 66.000 anak atau sekitar dibawah 5 yang mendapatkan layanan pendidikan.
Dalam kenyataannya, masyarakat masih ada yang memandang sebelah mata anak dengan keterbelakangan mental atau tunagrahita ini. Terlebih lagi
jika penyandang kecacatan itu muslim, maka PAI pun harus tetap diberikan kepadanya. Ia berhak untuk mendapatkan pendidikan agama. Baik itu di
lingkungan lembaga formal sekolah atau di lingkungan keluarga. Permasalahan lainnya yaitu proses pembelajaran di Sekolah Luar Biasa
SLB yang berlangsung saat ini cenderung bersifat klasikal dan berorientasi kepada kurikulum. Bukan didasarkan kepada masalah, kemampuan dan
kebutuhan siswa tunagrahita, mengingat siswa tunagrahita ini memiliki karakteristik serta tingkat intelegensi yang variatif Kemis Rosnawati, 2013,
hlm. 43.
Agan Setia Putra, 2014 Pendidikan Agama Islam Untuk Siswa Tunagrahita
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Pemerintah seringkali menganggap proses pembelajaran di SLB itu linear dengan sekolah reguler, maka layanan pendidikan khusus bagi siswa
tunagrahita menjadi berbanding lurus dengan penyelenggaraan pendidikan reguler. Cara ini bertentangan dengan kaidah dan prinsip pendidikan
tunagrahita Kemis Rosnawati, 2013, hlm. 4.
Hal ini mengakibatkan pendidikan bagi siswa tunagrahita tidak bermakna dan telah kehilangan esensi yaitu layanan pendidikan berdasarkan kebutuhan
setiap siswa tunagrahita. Jadi pengembangan kurikulum harus didasarkan pada kebutuhan
siswa tunagrahita itu sendiri yang menjadi acuan dalam
pembelajaran Kemis Rosnawati, 2013, hlm. 4. Dalam hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Aini 2012, hlm. 156-
157 mengungkapkan ada beberapa problematika mengenai pembelajaran PAI untuk siswa tunagrahita:
1. Problem siswa ialah tidak tersampaikannya materi secara tuntas, siswa
sulit dalam baca-tulis huruf arab. Ketidak tertarikan siswa dalam belajar yang bersifat materi, sering terjadi perbedaan persepsi terhadap perintah
yang diberikan oleh guru. Konsentrasi yang mudah berubah, perilaku buruk siswa tunagrahita yang sulit dikontrol, materi yang terlalu tinggi,
dan ketunagandaan yang siswa miliki. 2.
Problem guru berupa minimnya jumlah guru PAI serta keterbatasan kemampuan guru dalam mengambil materi yang benar-benar sesuai
dengan kemampuan siswa. Persoalan-persolan yang dihadapi oleh siswa tunagrahita dalam
mengikuti proses pembelajaran, tak lain disebabkan oleh adanya keterbatasan mereka dalam hal intelegensi. Serta adanya penyimpangan-penyimpangan
perilaku yang dilakukan oleh siswa tunagrahita. Mendidik siswa tunagrahita tidaklah semudah mendidik siswa normal pada umumnya. Maka dalam proses
pelaksanaan pembelajaraan siswa tunagrahita diperlukan pendekatan dan pembelajaran secara khusus. Seperti pelayanan pendidikan yang khusus, alat-
alat khusus, guru khusus, bahkan kurikulum, dan pembinaan yang khusus pula Hidayah, 2011, hlm. 21.
Agan Setia Putra, 2014 Pendidikan Agama Islam Untuk Siswa Tunagrahita
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Berdasarkan latar belakang di atas, peniliti tertarik untuk mengetahui dan memperoleh informasi lebih mendalam mengenai pembelajaran PAI yang
dilaksanakan di SMPLB-C. Oleh karena itu, maka penulis mengangkat judul
“PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK SISWA TUNAGRAHITA”
Studi Deskriptif tentang Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Pada Siswa Tunagrahita di SMPLB-C Muhammadiyah Cipedes Kota Bandung
Tahun Ajaran 20132014.
B. Identifikasi Masalah Penelitian