Tabel 11. Kategorisasi Skor Kesepian Remaja
Kriteria Rentang Skor
Panti Asuhan
Keluarga N
Persentase
Rendah X 95.7
52 67
119 79.3
Sedang 95.7
≤ X 150.3 22
8 30
20 Tinggi
150.3 ≤ X
1 1
0.7
Jumlah 75
75 150
100
Berdasarkan kriteria kategorisasi pada tabel 11, dapat diketahui bahwa terdapat 119 orang remaja 79.3 dengan tingkat kesepian rendah, yaitu
remaja panti asuhan sebanyak 52 orang, lebih sedikit dari remaja yang tinggal dengan keluarga berjumlah 67 orang. Pada kategorisasi sedang terdapat 30
remaja 20, yaitu remaja panti asuhan sebanyak 22 orang dan remaja yang tinggal dengan keluarga sebayak 8 orang. Sedangkan pada kategorisasi tinggi,
terdapat 1 orang remaja 0.7 dengan tingkat kesepian tinggi, yang hanya terdapat pada remaja panti asuhan.
C. PEMBAHASAN
Hasil utama penelitian yang dianalisa menggunakan analisa uji independent sample t-test, diperoleh nilai signifikansi p 0.05, yaitu p=0.002,
sehingga diperoleh kesimpulan bahwa Ho ditolak. Dengan demikian terbukti bahwa ada perbedaan kesepian antara remaja panti asuhan dan remaja yang
tinggal dengan keluarga. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan Uruk dan Demir 2003 bahwa peran keluarga terutama orangtua dapat memprediksi
kesepian pada remaja.
Universitas Sumatera utara
Kesepian pada remaja disebabkan karena kurangnya kasih sayang dari orangtua, kurangnya perhatian dan dorongan ibu terhadap hubungan anak dengan
teman sebaya Roternberg dan Hymel, 2008. Peran orangtua yang tepat akan memiliki kontribusi terhadap kompetensi perilaku dan sosial yang baik sehingga
remaja akan terhindar dari kesepian. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan Yu dkk 2005 mengenai kesepian, peran keluarga, dan penerimaan
teman sebaya dalam jurnal Psychology in the Schools yang menyimpulkan bahwa peran dasar keluarga adalah menyediakan lingkungan yang sehat untuk setiap
anggota keluarga dalam rangka mencapai perkembangan fisik, psikologi dan sosial yang baik.
Dari hasil analisa utama, diperoleh nilai mean kesepian remaja panti asuhan X=87.29 lebih tinggi dari mean remaja yang tinggal dengan keluarga
X=77.03. Hal ini membuktikan bahwa kesepian pada remaja panti asuhan lebih tinggi dari kesepian pada remaja yang tinggal dengan keluarga. Sesuai dengan
yang dikatakan oleh Bruno 2000 bahwa anak panti asuhan cenderung mengalami kesepian. Kesepian pada anak panti asuhan terjadi karena anak
membutuhkan kasih sayang tetapi tidak mendapatkannya. Anak kurang mendapatkan kasih sayang dan perhatian alamiah yang diberikan secara spontan
oleh kebanyakan orangtua. Roternberg dan Hymel 2008 mengatakan bahwa kesepian pada remaja
disebabkan karena kurangnya kasih sayang dari orangtua dan kurangnya perhatian dan dorongan ibu terhadap hubungan antara anak dengan teman sebaya. Anak
panti asuhan, dengan keterbatasan jumlah pengasuh dan kurangnya peran
Universitas Sumatera utara
pengasuh sebagai pengganti orangtua, harus berbagi perhatian dan kasih sayang kepada seluruh anak panti asuhan. Sedikitnya pengasuh menyebabkan sedikit pula
perhatian dan dorongan terhadap hubungan anak dengan teman sebaya, yang akhirnya berakibat pada perasaan kesepian. Hal tersebut diperkuat dengan
penelitian yang dilakukan oleh Sudarman 2010 bahwa remaja panti asuhan mengalami kesepian karena kurangnya peran pengasuh dalam menggantikan
peran orangtua. Kordi 2011 mengatakan bahwa pola pengasuhan di panti asuhan sangat
tidak memuaskan. Kebanyakan panti asuhan fokusnya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kolektif, khususnya kebutuhan materi sehari-hari. Tetapi kebutuhan
emosional anak tidak dipertimbangkan. Groza 2011 juga mengungkapkan hal senada bahwa panti asuhan dapat berdampak terhadap perkembangan kognitif,
emosi, sosial, dan fisik anak selama beberapa periode tertentu. Anak yang tinggal di panti asuhan dapat mengalami masalah emosional dan perilaku, seperti agresif,
perilaku antisosial. Hal tersebut menyebabkan mereka kurang memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai dunia luar.
Peplau dan Perlman dalam Sears dkk., 2009 mengemukakan bahwa individu yang beresiko tinggi menderita kesepian adalah individu pada usia
remaja. Masa remaja merupakan masa yang rentan terhadap terjadinya krisis dalam kehidupan seseorang. Seorang individu pada usia remaja mengalami
berbagai perubahan baik dalam kondisi fisik, psikis, maupun sosial. Perubahan- perubahan yang dialami tersebut potensial untuk menimbulkan permasalahan
dalam hidup remaja, antara lain: konflik identitas diri, kepercayaan diri, relasi
Universitas Sumatera utara
dengan anggota keluarga, relasi dengan teman-teman sebaya, peran di masyarakat, serta konflik-konflik lain yang terjadi. Berbagai masalah yang dihadapi remaja
menyebabkan remaja lebih rentan mengalami kesepian daripada individu pada tahap yang lain.
Kesepian pada remaja panti asuhan yang lebih tinggi daripada remaja yang tinggal dengan keluarga dapat dilihat dari masing-masing dimensi kesepiannya.
Hasil analisis menunjukkan adanya perbedaan kesepian antara remaja panti asuhan dan remaja yang tinggal dengan keluarga pada dimensi cognitive dengan
nilai p=0.010, dimensi affective dengan nilai p=0.000 dan dimensi interpersonal context dengan nilai p=0.019
Pada dimensi cognitive, mean remaja panti asuhan X=32.99 lebih tinggi dari remaja yang tinggal dengan keluarga X=29.60, yang membuktikan kesepian
remaja yang tinggal dengan keluarga pada dimensi cognitive lebih rendah dari remaja panti asuhan. Remaja yang tinggal di panti asuhan cenderung memiliki
perasaan kesepian akibat kurangnya jumlah pengasuh sebagai pengganti orang tua yang mendorong anak berinteraksi dengan teman sebaya. Akibatnya, remaja gagal
dalam membentuk persahabatan dengan teman sebaya sehingga menyebabkan perasaan kesepian pada dirinya Rotenberg dan Hymel, 2008. Hal ini diperkuat
oleh penelitian yang dilakukan Cheng dan Furnham 2002 yang menunjukkan bahwa salah satu penyebab timbulnya kesepian pada remaja adalah kualitas dan
kuantitas hubungan remaja dengan teman sebaya. Pada dimensi affective berdasarkan hasil analisa, dapat dilihat bahwa terdapat
perbedaan kesepian antara remaja panti asuhan dan remaja yang tinggal dengan
Universitas Sumatera utara
keluarga, dimana mean remaja panti asuhan X=33.68 lebih tinggi dari remaja yang tinggal dengan keluarga X=28.85, yang berarti remaja panti asuhan
memiliki kesepian yang lebih tinggi pada dimensi affective dibandingkan dengan remaja yang tinggal dengan keluarga. Seperti yang telah dinyatakan oleh Ali
Asrori 2004 bahwa gangguan tingkah laku yang terjadi pada anak yang berada di rumah titipan atau panti asuhan merupakan contoh akibat kurangnya kebutuhan
akan kasih sayang dan sentuhan lembut seorang ibu. Pengalaman hubungan sosial yang sangat mendalam adalah melalui sentuhan ibu kepada anaknya. Perasaan
senang akan hubungan ini menandakan kebutuhan yang mendalam untuk berada diantara orang-orang yang mengasihinya.
Pada dimensi interpersonal context terdapat perbedaan kesepian antara remaja panti asuhan dan remaja yang tinggal dengan keluarga. Mean remaja panti
asuhan X=20.63 lebih tinggi daripada mean remaja yang tinggal dengan keluarga X=18.57, yang berarti remaja panti asuhan memiliki kesepian yang
lebih tinggi pada dimensi interpersonal context dibandingkan dengan remaja yang tinggal dengan keluarga. Hasil ini sejalan dengan pendapat yang diungkapkan
oleh Ponzetti James dalam Baron, 2006 bahwa hubungan dalam keluarga sangat penting bagi remaja. Kesepian pada remaja ditemukan lebih besar pada
orang-orang yang tidak memiliki hubungan yang dekat dengan orangtua. Kegagalan untuk membangun keterampilan sosial yang tepat pada masa kanak-
kanak berakibat pada interaksi yang tidak sukses dengan teman-teman sebaya, dan akhirnya kesepian.
Universitas Sumatera utara
Berdasarkan kriteria kategorisasi dapat diketahui bahwa sebagian besar
subjek penelitian yaitu 119 orang remaja 79.3 berada pada tingkat kesepian rendah. Selebihnya 30 orang remaja 20 berada pada tingkat kesepian sedang
dan 0.7 remaja berada pada tingkat kesepian tinggi. Jadi dapat dikatakan secara umum bahwa tingkat kesepian remaja usia 12-15 tahun di kota Medan
berdasarkan penelitian ini berada pada kategori rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa kesepian tidak bisa dikatakan tinggi pada kelompok usia remaja,
bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Parlee dalam Sears, Freedman, dan Peplau, 2009 bahwa kesepian tertinggi dialami oleh remaja,
sedangkan kesepian terendah dialami oleh individu yang lebih tua. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesepian pada subjek peneliti
sebagian besar berada pada tingkat sedang dan rendah, sehingga tidak sesuai dengan hasil penelitian Parlee dalam Sears, Freedman, dan Peplau, 2009 bahwa
kesepian tertinggi dialami oleh remaja. Hal tersebut kemungkinan terjadi akibat remaja di kota Medan berbeda dengan remaja yang diteliti oleh Parlee dalam hal
kemampuan remaja untuk mereduksi rasa kesepian yang dialami. Menurut Peplau Perlman 1982 rasa kesepian yang dialami oleh remaja akan mengarah pada
pemenuhan kebutuhan untuk menjalin hubungan yang akrabintim dengan individu lain. Sehingga remaja yang mengalami kesepian dalam bentuk perasaan
kehilangan dapat dimungkinkan mereduksi rasa kesepiannya tersebut dengan melakukan interaksi sosial dengan teman sebaya dengan menjalin persahabatan
yang lebih erat.
Universitas Sumatera utara
71
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan dan saran yang berhubungan dengan hasil yang diperoleh dari penelitian. Pada bagian pertama akan diuraikan
mengenai kesimpulan dari penelitian yang berisi rangkuman hasil penelitian yang dibuat berdasarkan analisa, interpretasi dan pembahasan data yang telah diperoleh
sebelumnya. Selanjutnya akan diuraikan saran-saran, yang berisi saran praktis dan saran untuk penelitian selanjutnya dengan mempertimbangkan hasil penelitian
yang telah diperoleh.
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut:
1. Ada perbedaan kesepian antara remaja panti asuhan dan remaja yang tinggal
dengan keluarga. 2.
Remaja panti asuhan memiliki tingkat kesepian yang lebih tinggi dibandingkan remaja yang tinggal dengan keluarga.
3. Ada perbedaan kesepian antara remaja panti asuhan dan remaja yang tinggal
dengan keluarga pada dimensi affective. Remaja panti asuhan memiliki tingkat kesepian yang lebih tinggi dalam pengekspresian pola emosional
dibandingkan remaja yang tinggal dengan keluarga.
Universitas Sumatera utara