Jenis dan Komposisi Komunitas Amfibi di Desa Batu Mbelin Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara

(1)

i

JENIS DAN KOMPOSISI KOMUNITAS AMFIBI

DI DESA BATU MBELIN KECAMATAN SIBOLANGIT

KABUPATEN DELI SERDANG SUMATERA UTARA

SKRIPSI

TENGKU GILANG PRADANA 080805050

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

i

JENIS DAN KOMPOSISI KOMUNITAS AMFIBI

DI DESA BATU MBELIN KECAMATAN SIBOLANGIT

KABUPATEN DELI SERDANG SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

TENGKU GILANG PRADANA 080805050

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

ii

PERSETUJUAN

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Drs. Nursal, M.Si. Drs. Arlen Hanel John, M.Si.

NIP. 1961090 3199003 1 002 NIP. 1958101 819903 1 001

Disetujui Oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc. NIP. 19630123 199003 2 001

Judul : Jenis dan Komposisi Komunitas Amfibi di Desa Batu Mbelin Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara

Kategori : Skripsi

Nama : Tengku Gilang Pradana

Nomor Induk Mahasiswa : 080805050

Program Studi : Sarjana (S1) Biologi

Departemen : Biologi

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di

Medan, September 2013


(4)

iii

PERNYATAAN

JENIS DAN KOMPOSISI KOMUNITAS AMFIBI

DI DESA BATU MBELIN KECAMATAN SIBOLANGIT

KABUPATEN DELI SERDANG SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, September 2013

Tengku Gilang Pradana 080805050


(5)

iv

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat dan karunia-Nya. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW atas syafa’at-Nya kelak. Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudulJenis dan Komposisi Komunitas Amfibi di Desa Batu Mbelin Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drs. Arlen Hanel Jhon, M.Si selaku dosen pembimbing I dan Bapak Drs. Nursal, M.Si selaku dosen pembimbing II yang selama ini telah menjadi figur Bapak bagi penulis yang telah banyak memberi bimbingan, perhatian dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Erny Jumilawati, M.Si dan Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed selaku dosen penasehat akademik. Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku Ketua Departemen Biologi FMIPA USU dan Bapak Drs. Kiki Nurtjahja, M.Sc selaku Sekretaris Departemen Biologi FMIPA USU. Kepada Ibu Roslina Ginting dan Bang Hendra Raswin selaku staff Departemen Biologi FMIPA USU, serta Ibu Nurhasni Muluk selaku Laboran di Laboratorium Departemen Biologi yang banyak memberikan bantuan kepada penulis selama kegiatan penelitian dan praktikum di Laboratorium.

Penulis menyampaikan rasa bangga serta terima kasih yang amat besar kepada kedua orang tua penulis, Ibunda Rosma Yuliastati dan Ayahanda Tengku Yakub yang telah memberikan segala kasih sayangnya dalam bentuk do’a, perhatian, motivasi, materi, serta semangat kepada penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini dan seluruh keluarga yang telah memberikan perhatian, do’a, motivasi dan kebersamaan dalam persaudaraan penulis ucapkan terima kasih.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bang Ncay, kak Desi, Bang Farid, Bang Juned, Posma, Herclus, Julpiter dan pak Johannes yang telah membantu langsung dalam penelitian. kawan-kawan seperjuangan “Kos_Lap”, Eka, Surya, Juju, Ika, Intan, Rini, Oppy, Pinta, Jekmal, Albert, Frans, Tombak, Jhon, Mela, Diah, Novi, Nina, Asmitra, Sister, Nanin, Rani, Destri dan sahabat Biologi 2008 lainnya. Kepada adik-adik Biologi, Siska, Sahat, Boy, Ulan, Imam, Zulfan, Adam, Aulia, Zubir, Inggin dan adik-adik Biologi Stambuk 2009, 2010, 2011, dan 2012 lainnya. Kepada abang dan kakak senior, Bang Mahya, Bang Rahmad, Bang Riski, Kak Putri, Bang Umri, Bang Zuki, Bang Zulfan, Kak Yanti, Kak Dwi dan sahabat DW serta semua pihak yang terlibat yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu penulis ucapkan terima kasih atas semua bantuan, do’a dan dukungannya.


(6)

v

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan untuk penulis khususnya dan pembaca umumnya. Amiin Ya Rabbal “Alamin.

Medan, September 2013


(7)

vi

Jenis dan Komposisi Komunitas Amfibi di Desa Batu Mbelin Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara

ABSTRAK

Penelitian Jenis dan Komposisi Komunitas Amfibi di Desa Batu Mbelin Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara telah dilakukan pada bulan Juni-Juli 2012. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan komposisi komunitas amfibi di Desa Batu Mbelin dengan menggunakan metode

purposive random sampling untuk menentukan lokasi sampling dan metode

Visual Encounter Survey-Night Stream (VES-NS) untuk pengambilan sampling. Pengambilan sampel dilakukan pada 3 lokasi, lokasi I sungai di hutan, lokasi II sungai di pinggiran hutan dan lokasi III sungai di pemukiman penduduk. Hasil penelitian ditemukan 5 famili, 9 genus dan 17 spesies amfibi. Limnonectes kuhlii

memiliki nilai kepadatan (K) tertinggi 53,33 ind/ha (lokasi I), Rana hosii 44,00 ind/ha (lokasi II) dan Leptophryne borbonica 100,00 ind/ha (lokasi III). Frekuensi Kehadiran (FK) tertinggi di setiap lokasi termasuk kedalam kategori assesori yaitu spesies yang dapat berkembangbiak dengan baik pada lokasi penelitian.

Limnonectes kuhlii 30% (lokasi I), Rana hosii 35% (lokasi II) dan Leptophryne barbonica 25% (lokasi III). Komposisi jenis tertinggi adalah Limnonectes kuhlii

(lokasi I), Rana hosii (lokasi II) dan Leptophryne borbonica (lokasi III).


(8)

vii

Species and Composition of Amphibian Community At Batu Mbelin Village Sibolangit District of Deli Serdang, North Sumatera

ABSTRACT

The research of “Species and Composition of Amphibian Community at Batu Mbelin Village, Sibolangit District of Deli Serdang, North Sumatra” has been conducted from June-July 2012. The research’s object was determine the spesies and composition of amphibians conducted by using methode place purpossive random sampling. Sampling has been made by using VES-NS. Sampling was conducted at 3 location, location I forest river, location II subforest river and location III urban river. The research it is found that 5 families, 9 genera and 17 species of amphibia. Limnonectes kuhlii were spesies with highest density value 53,33 ind/ha (location I), Rana hosii 44.00 ind/ha (location II) and Leptophryne borbonica 100.00 ind/ha (location III). The highest frequency value in each location was included in category “assesori”, Limnonectes kuhlii 30% (location I),

Rana hosii 35% in location II and Leptophryne barbonica 25% in location III. It means all species in this category are the spesies which can life and breeding at research location. Highest species composition is Limnonectes kuhlii (location I),

Rana hosii (location II) and Leptophryne borbonica (location III). Keywords: Amphibi, Leptophryne, Limnonectes, Rana hosii, VES-NS


(9)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak vi

Abstract vii

Daftar Isi viii

Daftar Tabel x

Daftar Gambar xi

Daftar Lampiran xii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 2

1.3 Tujuan Penelitian 2

1.4 Hipotesis Penelitian 3

1.5 Manfaat Penelitian 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian amfibi 4

2.2 Morfologi amfibi 4

2.3 Klasifikasi amfibi 5

2.4 Habitat amfibi 7

2.5 Manfaat dan peranan Amfibi 9

BAB 3 BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat 11

3.2 Deskripsi area 11

3.2 Bahan dan metode 12

3.2.1 Alat dan bahan penelitian 12

3.2.2 Metodologi penelitian 12

3.2.3 Cara kerja 12

3.2.3.1 Di lapangan 12

3.2.3.1 Di laboratorium 13

3.2.4 Analisis data 13

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Jenis Amfibi 15

4.2 Deskripsi Jenis-Jenis Amfibi 18


(10)

ix

4.2.2 Famili Dicroglossidae 22

4.2.3 Famili Microhyllidae 24

4.2.4 Famili Ranidae 26

4.2.5 Famili Rhacophoridae 28

4.3 Nilai Kepadatan (K) dan Kepadatan Relatif (KR) Amfibi 29 4.4 Nilai Frekuensi Kehadiran (FK) Amfibi 32 4.5 Amfibi yang Memiliki Nilai KR > 10% dan FK > 25% 33

4.6 Komposisi Jenis Amfibi 35

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 37

5.2 Saran 37

Daftar pustaka 38


(11)

x

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Jenis-jenis Amfibi 15

Tabel 4.3 Nilai Kepadatan (K) dan Kepadatan Relatif (KR) 29 Tabel 4.4 Nilai Frekuensi Kepadatan (FK) Amfibi 32 Tabel 4.5 Jenis Amfibi yang dapat berkembangbiak dengan baik 33


(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3 Lokasi Penelitian 11

Gambar 4.1 Bufo asper 19

Gambar 4.2 Bufo divergens 19

Gambar 4.3 Bufo juxtasper 20

Gambar 4.4 Bufo melanostictus 21

Gambar 4.5 Leptophryne barbonica 21

Gambar 4.6 Fejervarya cancrivora 22

Gambar 4.7 Fejervarya limnocharis 23

Gambar 4.8 Limnonectes blythii 23

Gambar 4.9 Limnonectes kuhlii 24

Gambar 4.10 Occidozyga sp. 24

Gambar 4.11 Microhyla bedmorei 25

Gambar 4.12 Microhyla heymonsi 25

Gambar 4.13 Huia sumatrana 26

Gambar 4.14 Rana chalconota 27

Gambar 4.15 Rana hosii 27

Gambar 4.16 Rana siberut 28


(13)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian 39

Lampiran 2 Sketsa Peta Penelitian 40

Lampiran 3 Data Faktor Fisik Lingkungan 40

Lampiran 4 Foto Penelitian 41


(14)

vi

Jenis dan Komposisi Komunitas Amfibi di Desa Batu Mbelin Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara

ABSTRAK

Penelitian Jenis dan Komposisi Komunitas Amfibi di Desa Batu Mbelin Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara telah dilakukan pada bulan Juni-Juli 2012. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan komposisi komunitas amfibi di Desa Batu Mbelin dengan menggunakan metode

purposive random sampling untuk menentukan lokasi sampling dan metode

Visual Encounter Survey-Night Stream (VES-NS) untuk pengambilan sampling. Pengambilan sampel dilakukan pada 3 lokasi, lokasi I sungai di hutan, lokasi II sungai di pinggiran hutan dan lokasi III sungai di pemukiman penduduk. Hasil penelitian ditemukan 5 famili, 9 genus dan 17 spesies amfibi. Limnonectes kuhlii

memiliki nilai kepadatan (K) tertinggi 53,33 ind/ha (lokasi I), Rana hosii 44,00 ind/ha (lokasi II) dan Leptophryne borbonica 100,00 ind/ha (lokasi III). Frekuensi Kehadiran (FK) tertinggi di setiap lokasi termasuk kedalam kategori assesori yaitu spesies yang dapat berkembangbiak dengan baik pada lokasi penelitian.

Limnonectes kuhlii 30% (lokasi I), Rana hosii 35% (lokasi II) dan Leptophryne barbonica 25% (lokasi III). Komposisi jenis tertinggi adalah Limnonectes kuhlii

(lokasi I), Rana hosii (lokasi II) dan Leptophryne borbonica (lokasi III).


(15)

vii

Species and Composition of Amphibian Community At Batu Mbelin Village Sibolangit District of Deli Serdang, North Sumatera

ABSTRACT

The research of “Species and Composition of Amphibian Community at Batu Mbelin Village, Sibolangit District of Deli Serdang, North Sumatra” has been conducted from June-July 2012. The research’s object was determine the spesies and composition of amphibians conducted by using methode place purpossive random sampling. Sampling has been made by using VES-NS. Sampling was conducted at 3 location, location I forest river, location II subforest river and location III urban river. The research it is found that 5 families, 9 genera and 17 species of amphibia. Limnonectes kuhlii were spesies with highest density value 53,33 ind/ha (location I), Rana hosii 44.00 ind/ha (location II) and Leptophryne borbonica 100.00 ind/ha (location III). The highest frequency value in each location was included in category “assesori”, Limnonectes kuhlii 30% (location I),

Rana hosii 35% in location II and Leptophryne barbonica 25% in location III. It means all species in this category are the spesies which can life and breeding at research location. Highest species composition is Limnonectes kuhlii (location I),

Rana hosii (location II) and Leptophryne borbonica (location III). Keywords: Amphibi, Leptophryne, Limnonectes, Rana hosii, VES-NS


(16)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia memiliki hutan hujan tropis paling luas untuk wilayah Indo-Malaya, yang mewakili 9-10% dari keseluruhan hutan hujan tropis dunia atau 40–50 % dari hutan tropis basah Asia (Bappenas, 1993). Pulau Sumatera memiliki hutan primer seluas 1.949.200 ha sedangkan hutan lindungnya 3.696.400 ha dengan berbagai spesies kehidupan liar terdapat di dalamnya (Purnama, 2003). Kondisi hutan lindung tersebut mendukung keberadaan dan kehidupan hewan invertebrata dan vertebrata di antaranya adalah amfibi.

Desa Batu Mbelin merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang yang berbatasan langsung dengan Taman Wisata Alam (TWA) Sibolangit. Pada desa ini disamping terdapat pemukiman penduduk, juga terdapat anak sungai Lau Timus yang merupakan anak sungai dari Lau Bengkalang, anak sungai ini berarus tenang dan berbatu, serta terdapatnya daerah pinggiran hutan yang dipenuhi dengan serasah-serasah daun dan kolam-kolam, serta genangan-genangan air, kondisi desa ini sangat memungkinkan untuk habitat amfibi.

Amfibi merupakan salah satu fauna penyusun ekosistem dan merupakan bagian keanekaragaman hayati yang menghuni habitat perairan, daratan hingga arboreal. Sebagai salah satu komponen ekosistem, amfibi memegang peranan penting pada rantai makanan dan dalam lingkungan hidupnya, juga bagi keseimbangan alam serta bagi manusia selain itu juga jenis-jenis tertentu dapat dijadikan bio-indikator kerusakan lingkungan (Primack et al., 1998).

Beberapa penelitian mengenai keanekaragaman amfibi di Sumatera Utara pada beberapa tipe habitat menunjukkan tingkat keanekaragaman amfibi yang cukup tinggi (Mistar, 2003; Lubis, 2007; Siregar, 2010). Iskandar (1998) menyatakan bahwa di Sumatera terdapat ± 94 jenis amfibi yang terdiri dari dua ordo, yaitu 1). Ordo Anura (katak dan kodok) dengan 89 jenis, sekitar 21 jenis di


(17)

2

antaranya adalah endemik, 2). Ordo Gymnophiona (5 jenis). Selanjutnya dijelaskan bahwa keberadaan jenis amfibi (katak, kodok dan sesilia) untuk kawasan Sumatera belum banyak diketahui, hanya beberapa peneliti seperti De Rooij (1917), Van Kampen (1923), Djoko Iskandar (1978) dan Liswanto (1998) yang baru menulisnya kedalam buku atau jurnal. Dari hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Lubis (2007) di Hutan Suaka Margasatwa Siranggas, Kabupaten Pakpak Bharat, Sumatera Utara didapatkan 17 jenis amfibi yang termasuk ke dalam 10 genus, 5 famili dan 2 ordo dan hasil penelitian Siregar (2010) di TWA/CA Sibolangit, didapatkan 2 ordo, 7 famili, 13 genus dan 23 spesies amfibi.

Minimnya pengetahuan tentang keberadaan jenis dan jumlah suatu hewan di suatu daerah karena belum banyaknya dilakukan penelitian tentang hewan tersebut, khususnya amfibi. Iskandar dan Colijn (2000) menjelaskan bahwa informasi mengenai ekologi amfibi masih sangat sedikit dan belum dipublikasikannya secara umum. Oleh karena itu dilakukan penelitian tentang “

Jenis dan Komposisi Amfibi Di Desa Batu Mbelin Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Derdang Sumatera Utara”.

1.2. Permasalahan

Desa Batu Mbelin memiliki banyak lokasi habitat amfibi, seperti sungai dan anak sungainya, daerah pinggiran hutan dan daerah pemukiman penduduk. Tetapi sampai saat ini belum diketahui bagaimanakah keberadaan jenis dan komposisi komunitas amfibi di Desa Batu Mbelin Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang.

1.3. Tujuan Penelitian

a. Mengetahui jenis-jenis amfibi di Desa Batu Mbelin Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang.

b. Mengetahui jenis amfibi yang dapat hidup dan berkembang biak dengan baik pada lokasi penelitian.


(18)

3

c. Mengetahui jenis amfibi baru yang belum didapatkan pada penelitian sebelumnya

1.4. Hipotesis Penelitian

a. Terdapat perbedaan jenis dan komposisi komunitas amfibi di antara lokasi di Desa Batu Mbelin Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang.

b. Di dapatkan jenis amfibi yang dapat hidup dan berkembang biak dengan baik pada lokasi penelitian.

c. Di dapatkan jenis amfibi baru yang belum didapatkan pada penelitian sebelumnya.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan menjadi data dan informasi tentang jenis dan komposisi komunitas amfibi Desa Batu Mbelin Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang serta bisa menjadi referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya.


(19)

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Amfibi

Amfibi berasal dari kata amphi yang berarti ganda dan bio yang berarti hidup. Secara harfiah amfibi diartikan sebagai hewan yang hidup di dua alam, yakni dunia darat dan air. Amfibi dikenal sebagai hewan bertulang belakang yang suhu tubuhnya tergantung pada lingkungan, mempunyai kulit licin dan berkelenjar serta tidak bersisik. Sebagian besar mempunyai anggota gerak dengan jari (Liswanto, 1998).

Brotowidjoyo (1993) menyatakan bahwa amfibi adalah vertebrata yang secara tipikal dapat hidup baik dalam air tawar (tak ada yang di air laut) dan di darat. Sebagian besar mengalami metamorfosis dari berudu (akuatis dan bernafas dengan insang) ke dewasa (amfibius dan bernapas dengan paru-paru), namun beberapa jenis amfibia tetap mempunyai insang selama hidupnya.

2.2. Morfologi Amfibi

Amfibi memiliki beragam bentuk dasarnya tergantung ordonya. Ordo Anura (jenis katak-katakan) secara morfologi mudah dikenal karena tubuhnya seperti berjongkok di mana ada empat kaki untuk melompat, bentuk tubuh pendek, leher yang tidak jelas, tanpa ekor, mata lebar dan memiliki mulut yang lebar (Inger & Stuebing, 1997). Tungkai belakang selalu lebih panjang dibanding tungkai depan. Tungkai depan memiliki 4 jari sedangkan tungkai belakang memiliki 5 jari. Kulitnya bervariasi dari yang halus hingga kasar bahkan tonjolan-tonjolan tajam kadang ditemukan seperti pada famili Bufonidae. Ukuran katak di Indonesia bervariasi mulai dari yang terkecil yakni 10 mm hingga yang terbesar mencapai 280 mm (Iskandar, 1998). Katak di Sumatera diketahui berukuran antara 20 mm – 300 mm (Mistar, 2003).


(20)

5

2.3. Klasifikasi Amfibi

Amfibi adalah satwa bertulang belakang yang memiliki jumlah jenis terkecil, yaitu sekitar 4,000 jenis.Walaupun sedikit, amfibi merupakan satwa bertulang belakang yang pertama berevolusi untuk kehidupan di darat dan merupakan nenek moyang reptil (Halliday & Adler, 2000).

Menurut Simon & Schuster’s (1989) Amfibi merupakan salah satu kelas dari vertebrata yang terdiri dari tiga ordo, yaitu ordo Caudata (Urodela),

Gymnophiona (Apoda), dan Anura.

A. Ordo Anura

Ordo ini hidup didaerah akuatik dan teresterial. Memiliki ekor saat masih dalam fase juvenil (berudu), badan dan kepala bersatu, extremitas depan lebih pendek dari extremitas belakang, memiliki tuberkulum subtikuler dan selaput renang.

Menurut Simon dan Schuster’s (1989) ordo Anura (salientia) terdiri dari: Famili Liopelmidae, Famili Pipidae, Famili Discoglossidae, Famili Pelobatidae,

Famili Brevicivitadae, Famili Ranidae, Famili Rhacophoridae, Famili Mycrohylidae,

Famili Pseudidae, Famili Bufonidae, Famili Hylidae, Famili Leptodactylidae.

1. Famili Bufonidae

Famili Bufonidae merupakan salah satu famili amfibi yang dapat hidup diberbagai tipe habitat, mulai dari pemukiman penduduk, daerah aliran sungai sampai hutan. Famili ini di tandai dengan adanya membran paratoid yang biasanya berada dibelakang mata dengan ukuran yang beragam serta bintil-bintil tanduk yang menutupi seluruh permukaan tubuhnya. Menurut Mistar (2003) Lima marga dari famili Bufonidae terdapat di Sumatera empat di antaranya dipastikan terdapat dalam kawasan ekosistem leuser dan satu marga yaitu Pseudobufo di yakini terdapat dalam kawasan (misalnya Suaq Balimbing) jika dilakukan survei pada lokassi sungai-sungai besar yang dekat dengan pantai. Contohnya: Bufo asper, Leptophryne barbonica, dll.


(21)

6

2. Famili Dicroglossidae

Famili Dicroglossidae merupakan salah satu famili amfibi yang sering di jumpai di daerah yang berlumpur. Famili ini merupakan peralihan dari famili

Bufonidae yang di tandai dengan permukaan berbintil dan famili Ranidae yang ditandai tekstur kulit yang licin. Contohnya: Limnonectes kuhlii, Fejervarya limnocharis, dll.

3. Famili Microhylidae

Famili Microhylidae merupakan salah satu famili yang banyak di jumpai di daerah rerumputan di sekitar parit-parit pemukiman masyarakat. Famili ini di tandai dengan ukuran tubuh yang sangat kecil sesuai dengan namanya “Micro”hyla. Ciri khusus lainnya adalah famili ini memiliki mulut yang sempit. Menurut Mistar (2003) Famili Microhylidae merupakan katak berukuran kecil sampai sedang menempati habitat dari daerah perkotaan, perkebunan, padang rumput sampai hutan primer. Beberapa spesies hidup dalam lubang-lubang pohon, yaitu Metaphrynella sundana, Phrynella pulchra, dua spesies hidup dalam lubang tanah Kaloula baleata dan Kaoula pulchra. Di Sumatera dan kawasan ekosistem leuser diwakili oleh lima marga, yaitu Calluella, Kaloula, Phrynella, Kalophrynus

dan Microhyla. Contohnya: Microhyla bedmorei, Microhyla heymonsi, dll.

4. Famili Ranidae

Famili Ranidae merupakan salah satu famili yang palih melimpah keberadaannya di alam. Famili ini banyak dijumpai di sekitar aliran sungai. Famili ini ditandai dengan kulit yang licin dan biasanya memiliki ekstremitas bagian bawah yang sangat panjang. Menurut Mistar (2003) Famili Ranidae merupakan katak yang persebarannya sangat luas di Indonesia yang diwakili oleh sepuluh marga dan kelima marga terdapat dalam kawasan ekosistem leuser. Habitat famili

Ranidae sangat beragam dari hutan mangrove sampai hutan pegunungan.


(22)

7

5. Famili Rhacophoridae

Famili Rhacophoridae merupakan famili yang banyak dijumpai di daerah pepohonan. Famili ini ditandai dengan memiliki selaput renang yang penuh dan tuberkulum subtikuler yang sangat tebal dan lengket yang berfungsi sebagai alat pemanjat. Menuru Mistar (2003) di Sumatera, Famili Rhacophoridae terdapat empat marga, keempat marga tersebut dalam kawasan ekosistem leuser yaitu

Nyctixallus, Philautus, Polypedates dan Rhacophorus. Contohnya: Polypedates leucomystax, Rhacophorus dulitensis, dll.

B. Ordo Apoda/ Gymnophiona

Ordo ini hanya terdiri dari satu famili, yaitu Ichthyophidae. Amfibi tidak bertungkai ini sekilas mirip ular karena bentuknya yang panjang dan tidak memiliki extremitas. Amfibi ini terdiri dari segmen tubuh yang membedakan dengan ular yang mempunyai sisik, badan berbentuk silinder, mulut membulat, jarak antara mata mudah dibedakan, tentakel berukuran kecil dan berada di depan atau di bawah mata. Warna tubuh coklat gelap atau biru gelap, bagian sisi tubuh berwarna kuning terang (Mistar, 2003).

2.4. Habitat Amfibi

Alikodra (2002) menyatakan bahwa habitat satwaliar yaitu suatu kesatuan dari faktor fisik maupun biotik yang digunakan untuk untuk memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Sedangkan Odum (1971) mengartikan habitat suatu individu sebagai tempat dimana individu tersebut hidup.

Berdasarkan habitatnya, katak hidup pada daerah pemukiman manusia, pepohonan, habitat yang terganggu, daerah sepanjang aliran sungai atau airyang mengalir, serta pada hutan primer dan sekunder (Iskandar 1998).

Duellman dan Trueb (1986) menyatakan bahwa wilayah jelajah adalah suatu kawasan yang digunakan oleh suatu individu untuk melakukan seluruh aktivitas hariannya. Wilayah jelajah biasanya mencakup tempat berlindung, tempat mencari makan dan pada beberapa kodok jantan digunakan sebagai tempat


(23)

8

melakukan panggilan terhadap betinanya (calling site). Sebagai suatu tanggapan terhadap berkurangnya makanan, terbatasnya tempat perlindungan, atau berkurangnya peluang kawin individu tersebut biasanya memperluas wilayah.

Mistar (2003) menjelaskan bahwa habitat yang paling disukai oleh amfibi adalah daerah berhutan karena membutuhkan kelembaban yang stabil, dan ada juga yang tidak pernah meninggalkan perairan sama sekali. Berdasarkan kebiasaan hidupnya amfibi dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok, yakni :

a. Teresterial, spesies-spesies yang sepanjang hidupnya berada di lantai hutan, jarang sekali berada pada tepian sungai, memanfaatkan genangan air atau di kolam di lantai hutan serta di antara serasah daun yang tidak berair tetapi mempunyai kelembaban tinggi dan stabil untuk meletakkan telur. Contohnya

Megophrys aceras, M. nasuta dan Leptobracium sp.

b. Arboreal, spesies-spesies amfibi yang hidup di pohon dan berkembang biak di genangan air pada lubang-lubang pohon di cekungan lubang pohon, kolam, danau, sungai yang sering dikunjungi pada saat berbiak. Beberapa spesies arboreal mengembangkan telur dengan membungkusnya dengan busa untuk menjaga kelembaban, menempel pada daun atau ranting yang di bawahnya terdapat air. Contohnya seperti Rhacophorus sp, Philautus sp dan Pedostibes hosii.

c. Aquatik, spesies-spesies yang sepanjang hidupnya selalu berada pada badan air, sejak telur sampai dewasa, seluruh hidupnya berada pada perairan mulai dari makan sampai berbiak. Contohnya antara lain Occidozyga sumatrana dan Rana siberut.

d. Fossorial, spesies yang hidup pada lubang-lubang tanah, spesies ini jarang dijumpai. Amfibi yang termasuk dalam kelompok ini adalah famili

Microhylidae yaitu Kaloula sp dan semua jenis sesilia.

Pengaruh dari ukuran habitat dan terpisah pada penyebaran populasi sering ditunjukkan pada bermacam-macam spesies yang berbeda antar kelompok spesies. Banyak ordo anura yang bergerak pada lokasi yang berbeda selama periode aktivitas tahunan mereka untuk menggunakan sumberdaya khusus yang dimiliki


(24)

9

untuk melakukan hibernasi, bereproduksi dan mendapatkan nutrisi (Sholihat, 2007).

Iskandar (1998) menambahkan bahwa ordo amfibi ini hidup tersebar luas di mana amfibi dapat hidup di tempat yang beragam, mulai dari hutan primer sampai tempat yang ekstrim sekali.

Duellman dan Trueb (1986) menyatakan bahwa amfibi terestrial umumnya nokturnal, dengan mempertahankan temperatur harian yang tinggi dan kelembaban yang rendah. Pada siang hari biasanya amfibi mempunyai kandungan kelembaban yang lebih tinggi dari pada lingkungan sekitarnya yang terbuka dari sinar matahari dan udara yang hangat. Tempat berlindung pada siang hari yaitu dibawah batu, batang pohon, daun jerami, celah-celah yang terlindung dan daun-daun.

2.5. Manfaat dan Peranan Amfibi

Amfibi memiliki berbagai peranan penting bagi kehidupan manusia, baik itu untuk konsumsi, sibernetik maupun bahan percobaan penelitian yakniperanan ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis, amfibi memiliki peranan penting dalam rantai makanan sebagai konsumen sekunder. Amfibi memakan serangga sehingga dapat membantu keseimbangan ekosistem terutama dalam pengendalian populasi serangga. Selain itu, amfibi juga dapat berfungsi sebagai bio-indikator bagi kondisi lingkungan karena amfibi memiliki respon terhadap perubahan lingkungan (Stebbins & Cohen 1997).

Iskandar (1998) menjelaskan bahwa amfibi telah banyak dimakan khususnya di restoran-restoran Cina. Dua spesies yang paling sering dikonsumsi adalah Fejervarya cancrivora dan Limnonectes macrodon yakni spesies yang cukup bertubuh besar yang sering dijadikan sumber protein tinggi.

Mistar (2003) menjelaskan bahwa amfibi mempunyai potensi yang besar untuk menanggulangi hama serangga (sibernetik) karena pakan utama amfibi adalah serangga dan larvanya. Beberapa perkebunan di Hawaii memanfaatkan jenis Bufo marinus yang didatangkan dari Texas untuk memberantas serangga.


(25)

10

Siregar (2010) menyatakan bahwa di samping sebagai sibernetik, amfibi berperan besar dalam dunia kedokteran di mana amfibi telah lama digunakan sebagai alat tes kehamilan. Beberapa ahli pada saat sekarang telah banyak melakukan penelitian untuk mencari bahan anti bakteri dari berbagai spesies amfibi yang diketahui memiliki ratusan kelenjar yang terdapat di bawah kulitnya.


(26)

11

BAB 3

BAHAN DAN METODA

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2012 di Desa Batu Mbelin, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara.

3.2. Deskripsi Area

Terdapat tiga lokasi yang dijadikan tempat penelitian, yaitu: 1) Lokasi 1

Lokasi 1 sungai yang berada di hutan (Gambar 3.1a). Memiliki lebar + 3 meter dengan kedalaman 20-30, dasar sungai berbatu dan kondisi arus yang sedang. Titik koordinat 030 19,57’ 573” LU dan 980 35,38’ 434” BT.

2) Lokasi 2

Lokasi 2 sungai di pinggiran hutan (Gambar 3.1b). Memiliki lebar + 5 meter dengan kedalam 40-50 cm, dasar sungai berbatu dan kondisi arus yang cukup deras. Dengan titik koordinat 030 20,22’ 407” LU dan 980 35,40’ 192” BT. 3) Lokasi 3

Lokasi 3 sungai di pemukiman masyarakat (Gambar 3.1c). Memiliki lebar + 3 meter dengan kedalaman 30-40 cm, dasar berbatu dengan arus kecil. Titik koordinat 030 20,44’ 795” LU dan 980 35,46’ 948” BT .

Gambar 3.1 a. Sungai di hutan; b. Sungai pinggiran hutan; c. Sungai di pemukiman masyarakat


(27)

12

3.3. Bahan dan Metode

3.3.1. Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Kompas, GPS, jangka sorong, tali rafia, headlamp (senter kepala), spidol, kotak spesimen, tisu gulung, alat suntik, penggaris, kamera, termometer, soiltester, soil thermometer,

higrometer, indikator pH, pulpen, pensil 2B dan notebook Sedangkan bahan yang digunakan adalah alkohol 70 % dan formalin 10%.

3.3.2. Metodologi Penelitian

Penentuan lokasi sampling di lakukan dengan metode purposive random sampling, sedangkanuntuk pengambilan sampel amfibi di lakukan dengan metode

Visual Encounter Survey-Night Stream (VES-NS). Metode VES-NS digunakan

untuk membedakan kekayaan suatu jenis di suatu area, membuat daftar jenis (mengumpulkan komposisi jenis), dan memperkirakan kepadatan relatif jenis (Donnelly 1897 dalam Mistar, 2003).

Menurut Siregar (2010), metode VES-NS merupakan metode pengamatan amfibi dengan menelusuri sungai maupun anak sungai sebagai habitat amfibi. Metode VES-NS sangat baik digunakan dengan asumsi:

a. Setiap individu dari semua jenis mempunyai kesempatan yang sama untuk diamati.

b. Setiap jenis menyukai tempat atau habitat yang sama. c. Semua individu hanya dihitung satu kali dalam pengamatan. d. Hasil survei, merupakan hasil pengamatan lebih dari satu orang.

3.2.3. Cara Kerja 3.2.3.1. Di lapangan

Penelitian dilakukan pada lokasi I di sepanjang aliran sungai atau anak sungai dikawasan hutan sepanjang 500 m dengan membuat plot sampling berukuran ± 3 m (lebar sungai ditambah 1 m kiri dan kanan sungai) x 25 m sebanyak 20 plot sampling. Lokasi II di kawasan pinggiran hutan sepanjang 500 m dengan membuat plot samping berukuran + 5 m sebanyak 20 plot sampling. Lokasi III di


(28)

13

kawasan pemukiman masyarakat sepanjang 500 m dengan membuat plot samping berukuran + 3 m sebanyak 20 plot sampling. Pengamatan di masing-masing lokasi dilakukan dengan metode VES-NS pada waktu malam hari selama ± 4 jam, yaitu mulai pada pukul 19.30 WIB s/d 23.30 , WIB, selama 3 hari berturut-turut sebagai ulangan. Jenis amfibi yang terdapat di dalam plot sampling ditangkap dan dihitung jumlah individu masing-masing jenis yang didapatkan kemudian jenis amfibi belum teridentifikasi dimasukkan ke dalam kotak sampel untuk diawetkan dengan larutan formalin 4% dan di bawa ke laboratorium.

Selanjutnya data lingkungan yang diukur adalah kelembaban udara, suhu udara, suhu air, suhu tanah, pH tanah, pH air, lebar sungai, ketinggian dan koordinat lokasi.

3.2.3.2. Di laboratorium

Sampel yang didapat diidentifikasi di laboratorium Taksonomi Hewan Departemen Biologi FMIPA USU. Identifikasi dilakukan dengan menggunakan buku-buku identifikasi panduan lapangan seperti Inger & Stuebing (1997), Iskandar (1998), Mistar (2003) dan Mistar (2008). Identifikasi berupa pengamatan bentuk morfologi spesimen dengan bantuan mikroskop stereo dan lup. Kemudian diawetkan dengan memasukkan masing-masing spesimen ke dalam botol selai yang sudah berisi alkohol 70% yang akan disimpan di Laboratorium Taksonomi Hewan serta menjadi aset laboratorium sebagai acuan identifikasi amfibi bagi peneliti selanjutnya.

3.2.4. Analisis Data

Data-data yang didapatkan kemudian dianalisis. Analisis data yang dilakukan untuk mendapatkan nilai Kepadatan Populasi (K), Kepadatan Relatif (KR), Frekuensi Kehadiran (FK) dan komposisi komunitas dengan menggunakan rumus Suin (2002) sebagai berikut :


(29)

14

a. Kepadatan Populasi

K =

sampel unit Jumlah jenis suatu individu Jumlah

b. Kepadatan Relatif

KR =

jenis semua kepadatan Jumlah jenis Suatu Kepadatan

x 100 %

c. Frekuensi Kehadiran

FK= plot al Jumlah tot jenis suatu ditempati yang sampel plot Jumlah

x 100 % Di mana jika nilai FK :

0-25% = frekuensi kehadirannya tergolong sangat jarang (aksidental), 25-50% = frekuensi kehadirannya tergolong jarang (assesori),

50%-75% = frekuensi kehadirannya tergolong sering (konstan), >75% = frekuensi kehadirannya tergolong sangat sering (absolut).

Sedangkan untuk mengetahui bahwa suatu habitat dapat dikatakan cocok dan sesuai bagi perkembangan dan kehidupan suatu organisme, dapat ditentukan dari jenis amfibi yang memiliki nilai KR > 10 % dan FK > 25 %.

d. Komposisi Komunitas

Komposisi komunitas didapatkan dengan pengurutan nilai kepadatan relatif (KR) tertinggi ke kepadatan relatif terendah.


(30)

15

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Jenis Amfibi

Hasil penelitian tentang jenis dan komposisi komunitas amfibi di Desa Batu mbelin Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli serdang yang telah dilakukan selama 4 minggu di dapatkan 5 famili, 7 genus dan 17 jenis (Tabel 4.1)

Tabel 4.1 Jenis Amfibi di Desa Batu Mbelin Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara

Family Genus Spesies Nama Indonesia Lokasi

1 2 3 1. Bufonidae 1. Bufo 1. Bufo asper Kodok puru-sungai - + - 2. Bufo divergens Kodok peters + - - 3. Bufo juxtasper Kodok puru-besar + - + 4. Bufo melanostictus Kodok puru-asia - + + 2. Leptophrine 5. Leptophrine

Barbonica

Kodok jam-pasir + - +

2. Dicroglossidae 3. Fejervarya 6. Fejervarya Cancrivora

Katak hijau - + -

7. Fejervarya Limnocharis

Katak tegalan + + -

4. Limnonectes 8. Limnonectes blythii Katak panggul + - - 9. Limnonectes kuhlii Bangkong tuli + + + 5. Occidozyga 10. Occidozyga sp. Bancet rawa + - - 3. Microhylidae 6. Microhyla 11. Microhyla

Bedmorei

Percil bedmore’s - - +

12. Microhyla Heymonsi

Percil bintil-hitam - - +

4. Ranidae 7. Huia 13. Huia sumatrana Kongkang jeram-sumatra + - - 8. Rana 14. Rana chalconota Kongkang kolam + + + 15. Rana hosii Kongkang racun + + + 16. Rana siberut Kongkang siberut + - - 5. Rhacophoridae 9. Polypedates 17. Polypedates

leucomystax

Katak pohon-bergaris - - +

Jumlah Jenis 11 7 10

Keterangan: Lokasi 1: Sungai di hutan, Lokasi 2: Sungai di pinggiran hutan, Lokasi 3: Sungai di pemukiman penduduk. (+) ditemukan, (-) tidak di temukan.


(31)

16

Jumlah jenis amfibi yang ditemukan pada lokasi I 11 spesies, lokasi III 10 spesies dan lokasi II 7 spesies. Banyaknya jumlah jenis amfibi pada lokasi I dikarenakan lokasi ini terdapat di hutan yang masih memiliki faktor fisik lingkungan yang terjaga, yaitu suhu air 210C dan kelembaban 91% (Lampiran C). Menurut Goin et, al (1978) secara umum ordo anura memiliki batas toleransi suhu pada kisaran 3-270C. Mistar (2003) menambahkan habitat yang paling disukai oleh amfibi adalah daerah berhutan karena membutuhkan kelembaban yang stabil, dan ada juga yang tidak pernah meninggalkan perairan sama sekali.

Famili Dicroglossidae memiliki genus terbanyak (3 genus), yaitu

Fejervarya, Limnonectes dan Occidozyga. Hal ini disebabkan famili ini hidup di daerah berlumpur dan perairan yang telah tercemar yang menyebabkan persebaran famili ini menjadi luas. Limnonectes merupakan salah satu genus famili ini yang memiliki adaptasi yang tinggi yang dapat hidup di berbagai tempat. Putra (2012) menyatakan genus Limnonectes tersebar merata pada habitat sungai, sesuai karakter spesifik habitatnya yang berada di perairan mengalir. Selanjutnya Iskandar (1998) menyatakan bahwa famili Digroglossidae adalah famili yang memiliki persebaran yang luas yang berpusat di Indonesia dan Papua Nugini.

Genus Bufo (4 genus) merupakan yang terbanyak didapat disebabkan genus ini memiliki habitat yang beragam mulai dari hutan primer, sekunder hingga pemukiman masyarakat. Bufo melanostictus merupakan contoh spesies dari genus Bufo yang memiliki habitat di pemukiman masyarakat, yang sering ditemukan di rerumputan halaman rumah.

Jenis Limnonectes kuhlii, R. hosii dan R. chalconota merupakan amfibi yang selalu dijumpai disetiap lokasi. Hal ini disebabkan karena spesies ini memiliki habitat di pinggiran sungai yang memiliki dasar berbatu dan dangkal sehingga memiliki arus yang lambat sampai sedang. Mistar (2008) menyatakan bahwa Limnonectes kuhlii umum dijumpai di sungai berarus lambat pada hutan sekunder hingga primer. Mistar (2008) menyatakan R. hosii tergolong katak yang umum dijumpai di sekitar sungai berarus sedang hingga deras. R. chalconota

merupakan spesies yang sering djumpai diberbagai tipe habitat. Siregar (2010) menyatakan bahwa tingginya R. chalconota disebabkan spesies ini dijumpai pada berbagai jenis habitat seperti di kolam, di rerumputan, herba di bawah hutan dan


(32)

17

di genangan-genangan air berarus lambat. Mistar (2003) menyatakan bahwa spesies ini hidup dalam hutan primer hingga ke hutan sekunder dan sering didapatkan di sekitar pemukiman dan biasanya bersuara di semak atau pohon kecil, dan sering dijumpai di kolam-kolam tepi sungai atau genangan air. Inger et. al (2007) menanbahkan bahwa R. chalconota merupakan katak yang berbiak di sepanjang aliran sungai.

B. divergens, L. blythii, Huia sumatrana dan R. siberut merupakan jenis amfibi yang hanya ditemukan di lokasi I. Hal ini dikarenakan B. divergens banyak ditemukan di lantai hutan. Mistar (2003) menjelaskan B. divergens hidup dilantai hutan primer sampai hutan sekunder. Huia Sumatrana hidup di daerah hutan dan sungai yang memiliki dasar yang berbatu dan cukup dalam yang menyebabkan arus sedang sampai deras. Mistar (2003) menjelaskan bahwa Huia sumatrana

menempati habitat pinggiran sungai beraliran deras di hutan primer sampai hutan sekunder. L. blythii banyak menempati wilayah daerah pinggir sungai yang berpasir dan berbatu. Mistar (2003) menyatakan bahwa L. kuhlii terdapat di sungai-sungai sampai anak sungai, jika musim kawin sang jantan akan menggali lubang dipasir atau kerikil halus dimana betina akan meletakkan telurnya. R. siberut hidup di daerah sungai yang memiliki kondisi berbatu dan tidak terlalu dalam sehingga menyebabkan arus menjadi sedang. Mistar (2003) menyatakan bahwa R. siberut hidup di sungai-sungai sedang sampai anak sungai yang tidak terlalu deras.

B. asper dan F. cancrivora merupakan jenis amfibi yang hanya ditemukan di lokasi II. Hal ini dikarenakan B. asper lebih banyak ditemukan pada daerah sungai yang berarus deras dan daerah hutan yang telah dieksplorasi manusia. Mistar (2003) menyatakan bahwa B. asper hidup dari hutan sekunder sampai hutan primer yang memiliki sungai berarus deras dan berbatu. F. cancrivora lebih banyak ditemukan di daerah yang telah dikonversi menjadi lahan-lahan perkebunan oleh manusia dan sedikit dijumpai di hutan. Mistar (2003) menyatakan bahwa spesies ini hidup di habitat sungai yang telah terganggu, oleh karenanya spesies ini jarang ditemukan dihutan serta dapat ditemukan didaerah rawa dan sawah-sawah.


(33)

18

Microhyla bedmorei, M. heymonsi dan Polypedates leucomystax

merupakan spesies yang hanya ditemukan di lokasi III. M. bedmorei dan M. heymonsi merupakan spesies katak yang berukuran mini sehingga sering dianggap sebagai katak muda. Kedua spesies ini sering menempati daerah dataran rendah dan menyukai tempat yang lembab dan berair. Mistar (2003) menyatakan bahwa kedua spesies ini sukar ditemukan dan bahkan sering dianggap sebagai anak katak spesies katak ini aktif di malam hari disekitar air, umumnya dijumpai di lantai hutan dan di serasah daun. P. leucomystax hidup di sungai yang berarus lambat, genangan-genangan air dan banyak ditemukan di rerumputan sekitar pemukiman masyarakat. Mistar (2003) menyatakan P. leucomystax ini sering mendekati hunian manusia, karena tertarik oleh serangga di sekeliling lampu.

4.2. Deskripsi Jenis-Jenis Amfibi 4.2.1. Famili Bufonidae

Famili Bufonidae (kodok puru) merupakan salah satu famili amfibi yang dapat hidup di berbagai tipe habitat, mulai dari pemukiman penduduk, daerah aliran sungai sampai hutan. Famili ini di tandai dengan adanya membran parotoid yang biasanya berada dibelakang mata dengan ukuran yang beragam serta bintil-bintil tanduk yang menutupi seluruh permukaan tubuhnya. Dari hasil penelitian di dapatkan 5 spesies, yaitu:

1) Bufo asper

Karakteristik pengenal:

Kodok puru ini memiliki tubuh yang besar dan kuat dengan ukuran tubuh berkisar antara 7-18 cm. Kulit berwarna coklat tua, keabu-abuan dan kehitaman. Tekstur kulit sangat kasar di penuhi bintil-bintil tanduk diseluruh permukaan tubuh. Memiliki kelenjar parotoid berbentuk oval atau lonjong (Gambar 4.1).


(34)

19

Gambar 4.1. a. Bufo asper;b. Jari tangan licin; c. Jari kaki berbentuk gada; d. Sketsa B.

asper; e. Sketsa jari tangan licin; f. Sketsa jari kaki berbentuk gada; 1.

Kelenjar paratoid oval; 2. Bintil tanduk.

2) Bufo divergens

Karakteristik pengenal:

Kodok puru ini memiliki tubuh sedang dengan ukuran tubuh berkisar antara 4-8 cm. Kulit berwarna coklat keabu-abuan. Tekstur kulit kasar dan dipenuhi bintil-bintil di sisi kanan dan kiri perut. Memiliki lipatan garis memanjang dari atas mata hingga ke kelenjar paratoid. Kelenjar parotoid berukuran kecil (Gambar 4.2).

Gambar 4.2 a. Bufo divergens; b. Jari tangan licin; c. Jari kaki bercakar; d. Sketsa B.

divergens; e. Sketsa jari tangan licin; f. Sketsa jari kaki berbentuk gada; 1.

Lipatan memanjang; 2. Kelenjar paratoid kecil.

b c

a

a

d

b c f

e

2

1

f e

d

1 2


(35)

20

3) Bufo juxtasper

Karakteristik Pengenal:

Kodok puru ini merupakan kodok yang terbesar dari marga Bufo dengan ukuran tubuh berkisar antara 9-21,5 cm. Kulit umumnya berwarna kuning kemerahan hingga hitam kemerahan. Tekstur kulit kasar dengan bintil di seluruh permukaan tubuhnya. Memiliki kelenjar paratoid dua sampai empat kali panjang mata pada ukuran dewasa (Gambar 4.3).

Gambar 4.3 a. Bufo juxtasper; b. Ujung jari tangan bercakar; c. Jari kaki berbentuk gada; d. Sketsa B. juxtasper; e. Sketsa ujung jari bercakar; f. Sketsa ujung jari berbentuk gada; 1. Kelenjar paratoid; 2. Bintil tanduk

4) Bufo melanostictus

Karakteristik Pengenal:

Kodok puru ini memiliki tubuh sedang dengan ukuran tubuh berkisar antara 5,5-8,5 cm. Kulit umumnya berwarna coklat keabu-abuan, kehitaman atau kemerahan. Tekstur kulit berkerut dengan bintil jelas yang menutupi seluruh tubuhnya. Memiliki ukuran paratoid satu atau dua kali panjang mata (Gambar 4.4).

a

b c

d

e f

2 1


(36)

21

Gambar 4.4 a. Bufo melanostictus; b. Jari tangan licin; c. Jari kaki seperti spatula; d. Sketsa B. melanostictus; e. Sketsa jari tangan licin; f. Sketsa jari kaki seperti spatula; 1. Kelenjar paratoid; 2. Bintil tanduk.

5) Leptopryne borbonica

Karakteristik Pengenal:

Kodok puru ini memiliki tubuh kecil dengan ukuran tubuh berkisar antara 2-4 cm. Kulit umumnya berwarna umunya coklat keabu-abuan hingga agak kehitaman. Tekstur kulitnya berbintil ditutupi bercak hitam diseluruh bagian tubuh. Kelenjar paratoid tidak jelas dan terdapat tanda berbentuk jam pasir di bagian belakang (Gambar 4.5).

Gambar 4.5 a. Leptophryne borbonica; b. Jari tangan licin; c. Jari kaki seperti spatula; d. Sketsa L.borbonica; e. Sketsa Jari tangan licin; f. Sketsa Jari kaki seperti spatula; 1. Tanda jam pasir; 2. Bercak hitam diseluruh tubuh.

b c

b c

a

a

d

e

1 2

f

e

f

d

1 2


(37)

22

4.2.2. Famili Dicroglossidae

Famili Dicroglossidae merupakan salah satu famili amfibi yang sering di jumpai di daerah yang berlumpur. Famili ini merupakan peralihan dari famili

Bufonidae yang di tandai dengan permukaan berbintil dan famili Ranidae yang ditandai tekstur kulit yang licin. Famili ini juga ditandai dengan tipe mulut yang tumpul. Dari hasil penelitian didapatkan 5 spesies, yaitu:

1) Fejervarya cancrivora

Karakteristik Pengenal:

Katak ini memiliki tubuh sedang sampai besar dengan ukuran tubuh berkisar antara 8-12 cm. Kulit umumnya berwarna umumnya kotor seperti lumpur dengan bercak-bercak berwarna gelap. Tekstur kulit kasar dengan corak kasar panjang putus-putus di permukaan tubuh (Gambar 4.6).

]

Gambar 4.6 a. Fejervarya cancrivora; b. Jari tangan licin; c. Jari kaki berbentuk gada; Sketsa F. cancrivora; Sketsa jari tangan licin; Sketsa jari kaki berbentuk gada; 1. Kulit kotor seperti lumpur; 2. Corak hitam putu-putus.

2). Fejervarya limnocharis

Karakteristik Penggenal:

Katak ini memiliki tubuh sedang sampai besar dengan ukuran tubuh berkisar antara 5-6 cm. Kulit tubuh umumnya berwarna kotor seperti lumpur dengan bercak-bercak gelap, kadang-kadang berwarna kehijauan. Tekstur kulit berkerut dengan bintil yang halus yang menutupi permukaan tubuh dan terdapat garis memanjang tipis sampai tebal (Gambar 4.7).

a

d

e

c b

1 2


(38)

23

Gambar 4.7 a. Fejervarya limnocharis; b. Jari tangan licin; c. Jari kaki berbentuk gada; d. Sketsa F.limnocharis; e. Sketsa jari tangan licin; f. Sketsa jari kaki berbentuk gada; 1. Garis memanjang; 2. Bercak-bercak gelap.

3) Limnonectes blythii

Karakteristik Pengenal:

Katak ini memiliki tubuh sedang sampai besar dengan ukuran berkisar antara 8,5-25 cm. Kulit umumnya berwarna merah kecoklatan sampai coklat dengan corak hitam halus. Tekstur kulitya halus, terdapat garis tipis diantara mata dan membran timfani serta ada bintil halus bentuk seperti huruf “W” di punggung (Gambar 4.8).

Gambar 4.8 a. Limnonectes blythii; b. Jari tangan licin; c. Jari kaki berbentuk gada; d. Sketsa L. Blythii; e. Sketsa jari tangan licin; f. Sketsa jari kaki berbentuk gada; 1. Bintil halus seperti huruf W; 2. Corak hitam halus.

a

a

c b

c

c

d

e

f

e

f

d

2 1

1


(39)

24

4) Limnonectes kuhlii

Karakteristik Pengenal:

Katak ini memiliki tubuh sedang dengan ukuran berkisar antara 4,5–6,5 cm. Kulit umumnya berwarnanya coklat hingga kehitaman dengan corak hitam. Tekstur kulitnya berkerut, tertutup rapat oleh bintil-bintil berbentuk bintang yang tersebar di seluruh permukaan tubuh (Gambar 4.9).

Gambar 4.9 a. Limnonectes kuhlii; b. Jari tangan licin; c. Jari kaki berbentuk gada; d. Sketsa L.kuhlii; e. Sketsa jari tangan licin; f. Sketsa jari kaki berbentuk gada; 1. Bintil berbentuk bintang; 2. Corak hitam.

5) Occidozyga sp.

Karakteristik Pengenal:

Katak ini memiliki tubuh sedang sampai besar dengan ukuran berkisar antara 4-9 cm. Kulit umumnya berwarna coklat terang hingga coklat gelap. Tekstur kulit berkerut halus dengan corak kehitaman (Gambar 4.10).

Gambar 4.10 a. Occydozyga sp.; b. Jari tangan licin; d. Jari kaki berbentuk gada; d. Sketsa

Occydozyga sp.; e. Sketsa jari tangan licin; f. Sketsa jari kaki berbentuk

gada; 1.corak kehitaman; 2. Tekstur berkerut.

a

a

b

c

e

f

2 1

b c

d

e

f 1


(40)

25

4.2.3. Famili Microhylidae

Famili Microhylidae merupakan salah satu famili yang banyak di jumpai di daerah rerumputan di sekitar parit-parit pemukiman masyarakat. Famili ini di tandai dengan ukuran tubuh yang sangat kecil sesuai dengan namanya “Micro”hyla. Ciri khusus lainnya adalah famili ini memiliki mulut yang sempit. Dari hasil penelitian didapatkan 2 spesies, yaitu:

1) Microhyla bedmorei

Karakteristik Pengenal:

Katak ini memiliki tubuh kecil dengan ukuran berkisar 2-3 cm. Kulit umummnya berwarna coklat terang hingga abu-abu kecoklatan. Tekstur kulit halus dengan bercak coklat gelap di bagian belakang antara mata, biasanya ada garis coklat gelap di bagian dorsal (Gambar 4.11).

Gambar 4.11 a. Microhyla bedmorei; b. Jari tangan licin; c. Jari kaki seperti cakar; d. Sketsa M.bedmorei; e. Sketsa jari tangan licin; f. Sketsa jari kaki seperti cakar; 1. Bercak coklat gelap di bagian mata; 2. Bercak coklat dibagian dorsal.

2) Microhyla heymonsi

Karakteristik Pengenal:

Katak ini memiliki tubuh kecil dengan ukuran berkisar 2–2,5cm. Kulit umumnya berwarna kemerahan atau keabu-abuan. Tekstur kulit halus dengan bercak tipis hitam dan garis putih memanjang pada bagian dorsal dari ujung mulut sampai paha (Gambar. 4.12).

a

c

b

f e

d

2


(41)

26

26

Gambar 4.12 a. Microhyla heymonsi; b. Jari tangan licin; c. Jari kaki berbentuk gada; d. Sketsa M.heymonsi; e. Sketsa jari tangan licin; f. Sketsa jari kaki berbentuk gada; 1. Garis putih memanjang; 2. Bercak tipis hitam.

4.2.4 Famili Ranidae

Famili Ranidae merupakan salah satu famili yang banyak dijumpai di sekitar aliran sungai. Famili ini ditandai dengan kulit yang licin dan biasanya memiliki ekstremitas bagian bawah yang sangat panjang. Dari hasil penelitian didapatkan 4 spesies, yaitu:

1) Huia sumatrana

Karakteristik Pengenal:

Katak ini memiliki tubuh sedang sampai besar dengan ukuran tubuh 3-6 cm. Kulit umumnya berwarna abu-abu hingga kecoklatan dengan bintik-bintik marmer. Terdapat garis tebal hitam dari mulut sampai dorsal. Tekstur kulitnya halus dengan bercak hitam di bagian pinggir perut (Gambar 4.13).

Gambar 4.13 a. Huia sumatrana; b. Jari tangan licin; c. Jari kaki berbentuk gada; d. Sketsa H.sumatrana; e. Sketsa Jari tangan licin; f. Sketsa Jari kaki berbentuk gada; 1. Garis tebal hitam; 2. Bercak hitam.

a

a

c b

f e

2

1

d

d

e

f c

b

2


(42)

27

2) Rana chalconota

Karakteristik Pengenal:

Katak ini memiliki tubuh kecil sampai sedang. Ukuran tubuh 30-65 mm. Kulit umumnya berwarna kuning kehijauan kotor sampai coklat kekuningan. Tek-stur kulit relatif sangat halus menyerupai kertas pasir dengan garis hitam tebal memanjang dari mulut hingga mata (Gambar 4.14).

Gambar 4.14 a. Rana chalconota; b. Jari tangan licin; c. Jari kaki berbentuk gada; d. Sketsa R.chalconota; e. Sketsa Jari tangan licin; f. Sketsa Jari kaki berbentuk gada; 1. Garis hitam tebal; 2. Tekstur kulit halus.

3) Rana hosii

Karakteristik Pengenal:

Katak ini memiliki tubuh sedang sampai besar dengan ukuran tubuh 4,5-10 cm. Kulit umumnya memiliki variasi warna mulai dari hijau zaitun, kecoklatan hingga kabiru-biruan. Tekstur kulit halus dengan garis memanjang antara mulut hingga mata (Gambar 4.15).

Gambar 4.15 a. Rana hosi; b. Ujung jari licin; c. Jari kaki berbentuk gada; d. Sketsa

R.hosii; e. Sketsa jari tangan licin; f. Sketsa Jari kaki berbentuk gada; 1.

Garis memanjang antara mulut hingga mata.

a

a

d

b

c f

e 1 2

f

e c

b

d


(43)

28

4) Rana siberut

Karakteristik Pengenal:

Katak ini memiliki tubuh kecil sampai sedang dengan ukuran tubuh 3-4,5 cm. Kulit umumnya berwarna coklat gelap sampai hitam dengan bagian sisi perut berwarna abu-abu sampai putih.Tekstur kulitnya berbintil-bintil sangat halus dan terdapat garis memanjang berwarna kuning cerah (Gambar 4.16).

Gambar 4.16 a. Rana siberut; b. Jari rangan licin; c. Jari kaki berbentuk gada; d. Sketsa

R.siberut; e. Sketsa jari tangan licin; f. Sketsa jari kaki berbentuk gada;

1. Tekstur kulit berbintil halus; 2. Garis memanjang kuning cerah.

4.2.5 Famili Rhacophoridae

Famili Rhacophoridae (Katak pohon) merupakan famili yang banyak dijumpai di daerah pepohonan. Famili ini ditandai dengan memiliki selaput renang yang penuh dan tuberkulum subtikuler yang sangat tebal dan lengket yang berfungsi sebagai alat pemanjat. Dari hasil penelitian hanya didapatkan 1 spesies, yaitu:

1) Polypedates leucomystax

Karakteristik Pengenal:

Katak pohon ini memiliki tubuh sedang dengan ukuran tubuh 5-6cm. Kulit berwarna coklat kekuningan atau coklat gelap. Tekstur kulit halus dengan corak bergaris hitam halus. (Gambar 4.17).

a

b

c f

e

d

2 1


(44)

29

Gambar 4.17 a. Polypedates leucomystax; b. Jari tangan licin; c. Jari kaki berbentuk gada; d. Sketsa P. leucomystax; e. Sketsa jari tangan licin; f. Sketsa jari kaki berbentuk gada; 1. Corak bergaris hitam halus.

4.3. Nilai Kepadatan (K) dan Kepadatan Relatif (KR) Amfibi

Hasil analisis data jumlah individu masing-masing jenis atau spesies amfibi yang ditemukan, didapatkan nilai Kepadatan (K) dan Kepadatan Relatif (KR) amfibi di lokasi penelitian yang cukup bervariasi (Tabel 4.3):

Tabel 4.3 Nilai Kepadatan (K) dan Kepadatan Relatif (KR)

No Spesies Lokasi I Lokasi II Lokasi III K KR (%) K KR (%) K KR (%)

1 Bufo asper - - 4,00 4,34 - -

2 Bufo divergens 6,67 2,77 - - - -

3 Bufo juxtasper 13,33 5,55 - - 13,33 4,74

4 Bufo melanostictus - - 16,00 17,39 6,77 2,37

5 Leptophrine barbonica 26,67 11,11 - - 100,0 35,61

6 Fejervarya cancrivora - - 4,00 4,34 6,67 2,37

7 Fejervarya limnocharis 26,67 11,11 4,00 4,34 - -

8 Limnonectes blythii 33,33 13,88 - - - -

9 Limnonectes kuhlii 53,33 22,22 12,00 13,04 13,67 4,74

10 Occidozyga sp. 6,67 2,77 - - - -

11 Microhyla bedmorei - - - - 13,67 4,74

12 Microhyla heymonsi - - - - 33,33 11,87

13 Huia sumatrana 6,67 2,77 - - - -

14 Rana chalconota 20,00 8,33 8,00 8,69 20,00 7,12

15 Rana hosii 33,33 13,88 44,00 47,82 33,33 11,87

16 Rana siberut 13,33 5,55 - - - -

17 Polypedates leucomystax - - - - 40,00 14,24

Jumlah 240,00 99,94 92,00 99,96 280,7 99.67 Keterangan: Lokasi I sungai di hutan; Lokasi II sungai di pinggiran hutan; Lokasi III sungai di

pemukiman penduduk; K: Kepadatan; KR: Kepadatan Relatif.

a

d

b

f e

c


(45)

30

Berdasarkan Tabel 4.3 terlihat bahwa keseluruhan nilai kepadatan yang terbanyak berturut-turut yaitu pada lokasi III (280,77 ind/ha), lokasi I (240,00 ind/ha) dan lokasi II (92,00 ind/ha). Tingginya nilai kepadatan pada lokasi III dikarenakan oleh jumlah dari spesies L. borbonica yang mencapai 100 ind/ha. Hal ini karena adanya ketersediaan makanan yang tinggi pada lokasi ini sehingga terjadi persaingan antar spesies ini dalam mencari makanan.

Putra (2012) menyatakan bahwa kepadatan relatif suatu jenis dipengaruhi oleh interaksi antar spesies. Interaksi seringkali terjadi antara dua atau lebih spesies. Interaksi dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Salah satu bentuk interaksi negatif ialah adanya persaingan. Kurniati (1998) melakukan penelitian terhadap pola makan empat jenis katak genus Rana dan menyebutkan bahwa pada lambung katak tersebut ditemukan jenis-jenis serangga yang hampir sama sehingga terjadi persaingan yang kuat.

Nilai kepadatan spesies yang paling tinggi di lokasi 1 adalah L. kuhlii

sebanyak 53,33 ind/ha, sedangkan nilai kepadatan yang terendah adalah B. divergens, H. sumatrana, dan Occidozyga sp. sebanyak 6,67 ind/ha. Tingginya nilai kepadatan dari L. kuhlii, disebabkan kondisi sungai yang berbatu dan dangkal sehingga arus menjadi sedang. Hal ini sesuai dengan Iskandar (1998) L. kuhlii

tergolong umum ditemukan pada daerah genangan air yang berarus sedang dan secara umum bahwa marga Limnonectes diketahui memiliki persebaran yang berpusat di Indonesia.

Nilai kepadatan spesies yang paling rendah adalah B. divergens, H. sumatrana dan Occidozyga sp. B. divergens hanya ditemukan 1 pada lokasi 1 dikarenakan spesies ini lebih menyukai habitat yang banyak serasah daun dan lebih aktif pada daerah lantai hutan. Mistar (2003) menyatakan bahwa B. divergens tersebar luas dari pinggiran sungai sampai punggungan bukit, aktif di lantai hutan dan sering ditemukan pada permukaan tanah atau di atas tumpukan serasah-serasah di lantai hutan.

Mistar (2003) menjelaskan bahwa H. sumatrana merupakan jenis amfibi yang yang hidup di sungai yang jernih dan berbatu. Occidozyga sp. juga termasuk kedalam spesies yang paling sedikit dijumpai karena biasanya katak jenis ini hidup pada daerah yang dekat dengan pemukiman masyarakat dan dapat


(46)

31

berkamuflase dengan lingkunganya. Mistar (2003) menyatakan bahwa

Occidozyga sp. selalu ditemukan banyak disawah dengan mata diatas permukaan air, juga terdapat di kebun karet (Havea brasilensis).

Nilai kepadatan spesies yang paling tinggi di lokasi II adalah R. hosii

sebanyak 44 ind/ha. Hal ini disebabkan kondisi sungai yang berbatu dan arus yang deras serta tingginya adaptasi dari katak jenis ini yang dapat berubah warna untuk menghindari pemangsa. Tingginya kepadatan R. hosii ini dikarenakan sungai di daerah hutan yang memiliki arus deras dan kondisi berbatu yang merupakan habitat kesukaan dari spesies ini Pada saat pengamatan, spesies ini ditemukan dengan berbagai variasi warna yakni hijau, coklat dan hijau kecoklatan. Selanjutnya Iskandar (1998) menjelaskan bahwa spesies tersebut memiliki racun sesuai namanya dan mempunyai variasi warna yang banyak yang memudahkan menghindari dari pemangsa dan mendapatkan mangsa serta cocok hidup di berbagai tipe sungai.

Nilai kepadatan yang paling rendah adalah B. asper, F. cancrivora dan F. limnocharis. Sedikitnya jenis B. asper (famili Bufonidae) yang dijumpai di lokasi II karena jenis Bufo ini lebih sering ditemukan dilantai-lantai hutan.Mistar (2003) menyatakan bahwa jenis ini hidup pada hutan primer hingga sekunder yang aktif di daerah lantai hutan. F. cancrivora dan F. limnocharis juga merupakan spesies yang paling sedikit ditemukan karena sungai di daerah pinggiran hutan yang memiliki arus deras dan masih cukup bersih, berbanding terbalik dengan jenis dari famili Dicroglossidae ini yang sering menempati daerah yang banyak lumpur, seperti rawa dan sawah serta daerah yang telah tercemar. Mistar (2003) menyatakan bahwa F. cancrivora umumnya dijumpai rawa, sawah bahkan air payau, sedangkan F. limnocharis, jenis ini menempati habitat yang telah terganggu pada daerah dataran rendah sampai pegunungan dataran rendah.

Nilai kepadatan spesies yang paling tinggi di lokasi III adalah L. borbonica, sebanyak 100 ind/ha. Hal ini disebabkan adalah arus sungai yang lambat. Darmawan (2008) menyatakan bahwa L. borbonica menempati daerah yang basah dengan arus yang lambat. Nilai kepadatan spesies yang paling rendah di lokasi III adalah B. melanostictus. Bufo jenis ini merupakan jenis yang paling sering dijumpai di sekitar rumah pemukiman penduduk. Sedikitnya jumlah dari


(47)

32

spesies ini dikarenakan jenis ini lebih menyukai tinggal di halaman atau di sekitar rumah penduduk dari pada di sungai. Mistar (2003) menjelaskan bahwa Bufo melanostictus merupakan spesies yang biasanya hidup selalu dekat hunian manusia dan berburu serangga dibawah lampu.

4.4. Nilai Frekuensi Kehadiran (FK) Amfibi

Konstansi atau frekuensi kehadiran (FK) di setiap lokasi penelitian hanya terdiri dari 2 kategori, yaitu aksidental dan assesori, (Tabel 4.4):

Tabel 4.4 Tabel Nilai Frekuensi Kehadiran (FK)

No Spesies

Lokasi I Lokasi II Lokasi III FK

(%) KO

FK

(%) KO

FK

(%) KO

1 Bufo asper - - 5 aksidental - -

2 Bufo divergens 5 Aksidental - - - -

3 Bufo juxtasper 10 Aksidental - - 10 aksidental

4 Bufo melanostictus - - 15 aksidental 5 aksidental

5 Leptophryne barbonica 15 Aksidental - - 25 assesori

6 Fejervarya cancrivora - - 5 aksidental 5 aksidental

7 Fejervarya limnocharis 5 Aksidental 5 aksidental - -

8 Limnonectes blythii 15 Aksidental - - - -

9 Limnonectes kuhlii 30 Assesori 15 aksidental 10 aksidental

10 Occidozyga sp. 5 Aksidental - - - -

11 Microhyla bedmorei - - - - 10 aksidental

12 Microhyla heymonsi - - - - 15 aksidental

13 Huia sumatrana 5 Aksidental - - - -

14 Rana chalconota 15 Aksidental 10 aksidental 15 aksidental

15 Rana hosii 15 Aksidental 35 Assesori 10 aksidental

16 Rana siberut 5 Aksidental - - - -

17 Polypedates leucomystax - - - - 20 Aksidental

Keterangan: Lokasi I sungai di hutan, Lokasi II sungai di pinggiran hutan, Lokasi III sungai di pemukiman penduduk; FK: Frekuensi Kehadiran; KO: Konstansi.

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa, pada lokasi I didapatkan hanya

L. kuhlii yang termasuk kategori assesori (FK = 30 %) sementara 10 spesies yang lainnya dikategorikan aksidental (nilai FK < 25 %). Lokasi II didapatkan 1 spesies, yaitu R. hosii yang termasuk kategori assesori (FK = 35 %) sementara 6 spesies lainnya termasuk kategori aksidental sedangkan pada lokasi III hanya L. borbonica (25%) yang termasuk pada kategori assesori, sementara 9 spesies lainnya termasuk aksidental.

L. kuhlii, R. hosii dan L. borbonica merupakan spesies yang termasuk kategori assesori pada setiap lokasi. Hal ini dikarenakan cocoknya habitat lokasi


(48)

33

penelitian dengan ketiga spesies diatas. L. kuhlii memiliki habitat di daerah hutan dan umum dijumpai di sungai berarus lambat. R. hosii memiliki habitat pada arus sungai yang deras. L. borbonica memiliki habitat pada arus sungai yang lambat sampai sedang.

Banyaknya spesies yang termasuk kedalam kategori aksidental, dikarenakan lokasi penelitian yang telah banyak mengalami perubahan dari kondisi aslinya, terutama pada lokasi III yang merupakan daerah yang sangat dekat dengan pemukiman penduduk. Selain itu lokasi penelitian juga merupakan salah satu objek wisata yang sering dikunjungi oleh para pengunjung wisata. Hal ini menyebabkan faktor lingkungan tempat amfibi tinggal menjadi terganggu.

4.5. Jenis Amfibi yang Dapat Hidup dan Berkembang biak dengan Baik

Dari hasil penelitian dan anilisis data yang dapat hidup dan berkembang biak dengan baik, didapatkan 3 jenis amfibi (Tabel 4.5), yaitu L. kuhlii di lokasi I, R. hosii di lokasi II dan L. borbonica di lokasi III. Ketiga spesies katak ini di yakini cocok menempati habitat dari tiap lokasi dan memiliki perlindungan diri yang baik.

Tabel 4.5 Jenis Amfibi yang Dapat Hidup dan Berkembang biak dengan Baik

No Spesies Lokasi I Lokasi II Lokasi III KR (%) FK (%) KR (%) FK (%) KR (%) FK (%)

1 Limnonectes kuhlii 22,22 30 - - - -

2 Rana hosii - - 47,82 35 - -

3 Leptophryne

borbonica

- - - - 35,61 25

Keterangan: Lokasi I: sungai di Hutan; Lokasi II: Sungai di pinggiran hutan; lokasi III: sungai di pemukiman penduduk; KR: Kepadatan Relatif; FK: Frekuensi Kehadiran

L. kuhlii yang merupakan spesies yang dapat hidup dan berkembang baik pada lokasi I, dikarenakan ketersediaan makanan yang melimpah dan faktor lingkungan yang masih alami yang sangat mendukung kelangsungan hidup dari spesies ini. Siregar (2010) menyatakan bahwa L. kuhlii sering menunggu mangsa di pinggir-pinggir aliran sungai maupun di bawah tumbuhan herba, hal itu menunjukkan bahwa ketersediaan makanan di lokasi tersebut cukup mendukung kehidupan dan reproduksi spesies tersebut.


(49)

34

R. hosii merupakan spesies yang dapat hidup dan berkembang baik pada lokasi II. Hal ini dikarenakan kondisi sungai yang memiliki arus cukup deras dan kondisi berbatu. Mistar (2003) menyatakan bahwa R. hosii cukup banyak ditemukan di pinggir sungai dan tersebar secara acak baik di bebatuan, di dinding sungai dan di bawah tumbuhan pinggir sungai. Hal ini menunjukkan bahwa di sungai pinggiran hutan yang berarus sedang mendukung kehidupan dan perkembangbiakan spesies ini.

L. borbonica ditemukan bergerombol disekitar rumput dan batuan

dipinggiran sungai yang berada di pemukiman penduduk. Kondisi sungai yang seperti itu mendukung kelangsungan hidup dan reproduksi dari spesies ini. Mistar (2003) menyatakan bahwa jenis ini dapat hidup di hutan karet (Havea brasiliensis) dan di Jawa dilaporkan bahwa spesies ini dapat di temukan disekitar taman serta diantara serasah daun.

Suin (2002) menjelaskan bahwa jika suatu hewan memiliki nilai KR > 10 % dan FK > 25% maka habitat tersebut tergolong dapat mendukung kehidupan dan perkembangbiakan jenis hewan tersebut termasuk amfibi. Jika frekuensi kehadirannya tinggi umumnya kepadatan relatifnya tinggi pula. Ketiga lokasi potensial mendukung kehidupan dan perkembangbiakan jenis-jenis amfibi tertentu yang berbeda sifat antar jenisnya.

4.6. Komposisi Jenis Amfibi

Komposisi komunitas suatu jenis didapat dengan mengurutkan nilai Kepadatan Relatif (KR) tertinggi ke rendah, seperti terlihat pada tabel 4.6:

Tabel 4.6 Komposisi jenis

Lokasi I Lokasi II Lokasi III

Spesies KR (%) Spesies KR (%) Spesies KR (%)

L. kuhlii 22,22 R. hosii 47,82 L. borbonica 35,61

L. blythii 13,88 B. melanostictus 17,39 P. leucomystax 14,24

R. hosii 13,88 L. kuhlii 13,04 M. heymonsi 11,87

F. limnocharis 11,11 R. chalconota 8,69 R. hosii 11,87

L. borbonica 11,11 B. asper 4,34 R. chalconota 7,12

R. chalconota 8,33 F. cancrivora 4,34 B. juxtasper 4,74

B. juxtasper 5,55 F. limnocharis 4,34 M. bedmorei 4,74

R. siberut 5,55 L. blythii 4,34 L. kuhlii 4,74


(50)

35

Occidozyga sp. 2,77

Huia sumatrana 2,77

Keterangan: Lokasi I sungai di hutan, Lokasi II sungai di pinggiran hutan, Lokasi III sungai di pemukiman penduduk; KR: Kepadatan Relatif.

Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa komposisi jenis paling tinggi pada lokasi I adalah L. kuhlii (22,22%) dan paling rendah adalah B. divergens, H. sumatrana dan Occidozyga sp. (22,77%). Pada lokasi II, komposisi jenis yang paling tinggi adalah R. hosii (47,82%) dan yang paling rendah adalah B. asper, F. cancrivora, F. limnocharis dan R. chalconota sedangkan pada lokasi III, komposisi jenis tertinggi adalah L. borbonica (35,61%) dan yang terendah adalah

B. melanostictus (2,37%).

Komposisi komunitas berbanding lurus dengan tingginya nilai kepadatan relatif (KR). Semakin tinggi kepadatan relatif (KR) suatu jenis, maka akan semakin banyak suatu jenis tersebut pada suatu lokasi dan sebaliknya, semakin rendah kepadatan relatif (KR) suatu jenis, maka akan semakin sedikit suatu jenis tersebut pada suatu lokasi. Suin (2002) menjelaskan bahwa komposisi komunitas spesies paling tinggi di lokasi masing-masing dikarenakan spesies tersebut cocok dengan habitat yang dapat mendukung kehidupan dan perkembangannya.


(51)

36

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan di Desa Batu Mbelin Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang didapat kesimpulan :

a. Terdapat 17 spesies yang termasuk kedalam 9 genus dan 5 famili amfibi.

b. Jenis amfibi yang memiliki nilai K tertinggi adalah Limnonectes kuhlii (53,33 ind/ha), Rana hosii (44,00 ind/ha) dan Leptophryne borbonica (100ind/ha). c. Nilai FK tertinggi dan termasuk kategori assesori dilokasi I adalah Limnonectes

kuhlii (30%), Lokasi II adalah Rana hosii (35%) dan lokasi Iii adalah

Leptophryne borbonica (25%).

d. Jenis amfibi yang dapat hidup dan berkembang biak dengan baik pada lokasi penelitian adalah Limnonectes kuhlii, Rana hosii dan Leptophryne borbonica. e. Komposisi jenis tertinggi adalah Limnonectes kuhlii pada lokasi I (sungai di

hutan), Rana hosii pada lokasi II (sungai di pinggiran hutan) dan Leptophryne borbonica pada lokasi III (sungai di pemukiman masyarakat).

5.2 Saran

a. Digunakan metode baru untuk mencari jenis dari amfibi agar terlihat keefektifitasan suatu metode.

b. Penelitian amfibi selanjutnya di fokuskan kepada satu jenis amfibi, misalnya tentang siklus hidup atau tingkah laku dari satu jenis amfibi.


(52)

37

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra, H.S. 2002. Pengelolaan Satwaliar. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan. Jakarta.

Brotowidjoyo, M. 1993. Zoologi Dasar. Erlangga. Jakarta.

Bappenas. 1993. Biodiversity Action Plan for Indonesia. Ministry Of Development Planning/ National Development Planning Agency. Jakarta. Darnawan, B. 2008. Keanekaragaman Amfibi di Berbagai Tipe Habitat: Studi

kasus di Eks-HPH PT Rimba Karya Indah Kabupaten Bungo Provinsi Jambi. (Skripsi). Bogor: Institut Pertanian Bogor, Program Sarjana.

Duellman, W. E and Trueb, L. 1986. Biology of Amphibians. McGraw-Hill. New York.

Halliday T & Adler, K. 2000. The Encyclopedia of Reptiles and Amphibians. Facts on File Inc. New York.

Inger, R.F & Iskandar, D.T. 2005. A Collection of Amphibian from West Sumatera, with Descriptions of A New Species of Megophrys (Amphibia: Anura). The Raffless Bulletin of Zoology, National University of Singapore. Singapore.

Inger, R.F & Stuebing, R.B. 1997. Frog of Borneo. Natural History Publications & Science and Technology Unit. Sabah.

Inger, R.F., Stuart, B.L & Iskandar, D.T. 2007. Systematic of a Widespread Southeast Asian Frog, Rana chalconota (Amphibian: Anura: Ranidae),

Zoological Journal of the Linnean Society. 155: 123–147.

Iskandar, D.T. 1998. Seri Panduan Lapangan Amfibi Jawa dan Bali. Puslitbang Biologi LIPI. Bogor.

Iskandar, D. T. and E. Colijn. 2000. Preliminary Checklist of Southeast asian and New Guinea Herpetofauna. Treubia. 31(3): 1-33.

Liswanto, D. 1998. Survei Monitoring Herpetofauna. Yayasan titian. Jakarta. Kurniati, H. 1998. Kebiasaan Makan Empat Jenis Katak Rana Asal Kelila, Kab.


(53)

38

Lubis, Z. 2007. Jenis dan Komposisi Komunitas Amfibi di kawasan Hutan Suaka Margasatwa Siranggas Kecamatan Salak, Kabupaten Pakpak Barat [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Mistar. 2003. Panduan Lapangan Amfibi Kawasan Ekosistem Leuser. Cetakan pertama. The Gibbon Foundation dan PILI-NGO Movement. Bogor.

Mistar. 2008. Panduan Lapangan Amfibi dan Reptil di Areal Mawas Propinsi Kalimantan Tengah (Catatan Hutan Lindung Beratus). Cetakan Pertama. Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo. Palangkaraya.

Odum, E.P. 1971. Fundamentals of Ecology. W.B. Sounders Company Ltd.Philadelphia.

Primack, R.B., Supriyatna.J., Indrawan M. & Kramadibrata, P. 1998. Biologi konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Purnama, B. M. 2003. Rekalkulasi Sumber Daya Hutan Indonesia Tahun 2013. Badan Planologi Kehutanan. Jakarta.

Putra, K., Rhijaldi & Tjong. 2012. Komunitas Anura (Amphibia) pada Tiga Tipe Habitat Perairan di Kawasan Hutan Harapan Jambi. Jurnal Biologi Andalas. 1(2): 156-165.

Sholihat, N. 2007. Pola pergerakan harian dan penggunaan ruang Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax) di Kampus IPB Darmaga. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Simon & Schuster’s. 1989. Guide to Reptiles and Amphibians of the World. Published by Simon & Schuster Inc. New York.

Siregar, A.J. 2010. Jenis dan Komposisi Komunitas Amfibi di Taman Wisata Alam/Cagar Alam Sibolangit dan Desa Sembahe Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Stebbins, R.C & Cohen, N.W. 1997. A Natural History of Amphibians. Princeton University. New Jersey.


(54)

39


(55)

Lampiran B. Sketsa Peta Penelitian

Lampiran C. Data Faktor fisik Lingkungan

No Parameter Lokasi I Lokasi II Lokasi III

1 Kelembaban udara (%) 91 91 91

2 Suhu air (0C) 21 23 23

3 Suhu tanah (0C) 20 22 23

4 Suhu udara(0C) 21 23 23

5 pH air 7,6 6,7 6,5


(56)

Lampiran D. Foto Penelitian

a. Buku identifikasi amfibi b. Morfometri dan Pengawetan

c. Faktor fisik Lingkungan d. Dokumentasi amfibi


(57)

Lampiran E. Data Mentah

No Spesies Lokasi Total

1 2 3

1 Bufo asper - 1 - 1

2 Bufo divergens 1 - - 1

3 Bufo juxtasper 2 - 2 4

4 Bufo melanostictus - 4 1 5

5 Leptophryne barbonica 4 - 15 19

6 Fejervarya cancrivora - 1 1 2

7 Fejervarya limnocharis 4 1 - 5

8 Huia sumatrana 1 - - 1

9 Limnonectes blythii 5 - - 5

10 Limnonectes kuhlii 8 3 2 13

11 Microhyla bedmorei - - 2 2

12 Microhyla heymonsi - - 5 5

13 Occydozyga sp. 1 - - 1

14 Polypedates leucomystax - - 6 6

15 Rana chalconota 3 2 3 8

16 Rana hosii 5 11 5 21


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra, H.S. 2002. Pengelolaan Satwaliar. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan. Jakarta.

Brotowidjoyo, M. 1993. Zoologi Dasar. Erlangga. Jakarta.

Bappenas. 1993. Biodiversity Action Plan for Indonesia. Ministry Of Development Planning/ National Development Planning Agency. Jakarta.

Darnawan, B. 2008. Keanekaragaman Amfibi di Berbagai Tipe Habitat: Studi kasus di Eks-HPH PT Rimba Karya Indah Kabupaten Bungo Provinsi Jambi. (Skripsi). Bogor: Institut Pertanian Bogor, Program Sarjana.

Duellman, W. E and Trueb, L. 1986. Biology of Amphibians. McGraw-Hill. New York.

Halliday T & Adler, K. 2000. The Encyclopedia of Reptiles and Amphibians. Facts on File Inc. New York.

Inger, R.F & Iskandar, D.T. 2005. A Collection of Amphibian from West Sumatera, with Descriptions of A New Species of Megophrys (Amphibia: Anura). The Raffless Bulletin of Zoology, National University of Singapore. Singapore.

Inger, R.F & Stuebing, R.B. 1997. Frog of Borneo. Natural History Publications & Science and Technology Unit. Sabah.

Inger, R.F., Stuart, B.L & Iskandar, D.T. 2007. Systematic of a Widespread Southeast Asian Frog, Rana chalconota (Amphibian: Anura: Ranidae), Zoological Journal of the Linnean Society. 155: 123–147.

Iskandar, D.T. 1998. Seri Panduan Lapangan Amfibi Jawa dan Bali. Puslitbang Biologi LIPI. Bogor.

Iskandar, D. T. and E. Colijn. 2000. Preliminary Checklist of Southeast asian and New Guinea Herpetofauna. Treubia. 31(3): 1-33.

Liswanto, D. 1998. Survei Monitoring Herpetofauna. Yayasan titian. Jakarta.

Kurniati, H. 1998. Kebiasaan Makan Empat Jenis Katak Rana Asal Kelila, Kab. Jayawijaya, Irian Jaya Biota. 3(2): 58-62.


(2)

38

Lubis, Z. 2007. Jenis dan Komposisi Komunitas Amfibi di kawasan Hutan Suaka Margasatwa Siranggas Kecamatan Salak, Kabupaten Pakpak Barat [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Mistar. 2003. Panduan Lapangan Amfibi Kawasan Ekosistem Leuser. Cetakan pertama. The Gibbon Foundation dan PILI-NGO Movement. Bogor.

Mistar. 2008. Panduan Lapangan Amfibi dan Reptil di Areal Mawas Propinsi Kalimantan Tengah (Catatan Hutan Lindung Beratus). Cetakan Pertama. Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo. Palangkaraya.

Odum, E.P. 1971. Fundamentals of Ecology. W.B. Sounders Company Ltd.Philadelphia.

Primack, R.B., Supriyatna.J., Indrawan M. & Kramadibrata, P. 1998. Biologi konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Purnama, B. M. 2003. Rekalkulasi Sumber Daya Hutan Indonesia Tahun 2013. Badan Planologi Kehutanan. Jakarta.

Putra, K., Rhijaldi & Tjong. 2012. Komunitas Anura (Amphibia) pada Tiga Tipe Habitat Perairan di Kawasan Hutan Harapan Jambi. Jurnal Biologi Andalas. 1(2): 156-165.

Sholihat, N. 2007. Pola pergerakan harian dan penggunaan ruang Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax) di Kampus IPB Darmaga. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Simon & Schuster’s. 1989. Guide to Reptiles and Amphibians of the World. Published by Simon & Schuster Inc. New York.

Siregar, A.J. 2010. Jenis dan Komposisi Komunitas Amfibi di Taman Wisata Alam/Cagar Alam Sibolangit dan Desa Sembahe Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Stebbins, R.C & Cohen, N.W. 1997. A Natural History of Amphibians. Princeton University. New Jersey.


(3)

(4)

Lampiran B. Sketsa Peta Penelitian

Lampiran C. Data Faktor fisik Lingkungan

No Parameter Lokasi I Lokasi II Lokasi III

1 Kelembaban udara (%) 91 91 91

2 Suhu air (0C) 21 23 23

3 Suhu tanah (0C) 20 22 23

4 Suhu udara(0C) 21 23 23

5 pH air 7,6 6,7 6,5


(5)

Lampiran D. Foto Penelitian

a. Buku identifikasi amfibi b. Morfometri dan Pengawetan

c. Faktor fisik Lingkungan d. Dokumentasi amfibi


(6)

Lampiran E. Data Mentah

No Spesies Lokasi Total

1 2 3

1 Bufo asper - 1 - 1

2 Bufo divergens 1 - - 1

3 Bufo juxtasper 2 - 2 4

4 Bufo melanostictus - 4 1 5

5 Leptophryne barbonica 4 - 15 19

6 Fejervarya cancrivora - 1 1 2

7 Fejervarya limnocharis 4 1 - 5

8 Huia sumatrana 1 - - 1

9 Limnonectes blythii 5 - - 5

10 Limnonectes kuhlii 8 3 2 13

11 Microhyla bedmorei - - 2 2

12 Microhyla heymonsi - - 5 5

13 Occydozyga sp. 1 - - 1

14 Polypedates leucomystax - - 6 6

15 Rana chalconota 3 2 3 8

16 Rana hosii 5 11 5 21