Lama pemberian ekstrak bawang putih Allium sativum yang optimum pada pakan untuk mencegah penyakit koi herpes virus pada ikan mas cyprinus carpio

(1)

1

LAMA PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH

Allium sativum

YANG OPTIMUM PADA PAKAN

UNTUK MENCEGAH PENYAKIT

Koi Herpes Virus

PADA IKAN MAS

Cyprinus carpio

KHAEFAH

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

2

LAMA PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH

Allium sativum

YANG OPTIMUM PADA PAKAN

UNTUK MENCEGAH PENYAKIT

Koi Herpes Virus

PADA IKAN MAS

Cyprinus carpio

KHAEFAH

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya

Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(3)

3

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

LAMA PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH Allium sativum YANG OPTIMUM PADA PAKAN UNTUK MENCEGAH PENYAKIT Koi Herpes Virus PADA IKAN MAS Cyprinus carpio

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2011

KHAEFAH C.14062001


(4)

4 Judul Skripsi : Lama Pemberian Ekstrak Bawang Putih Yang Optimum

Allium sativum Pada Pakan Untuk Mencegah Penyakit

Koi Herpes Virus Pada Ikan Mas Cyprinus carpio

Nama Mahasiswa : Khaefah Nomor Pokok : C.14062001

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Sri Nuryati S.Pi, M.Si. Dr. Dinamella Wahjuningrum, S.Si., M.Si. NIP. 19710606 199512 2 001 NIP. 19700521 199903 2 001

Mengetahui

Ketua Departemen Budidaya Perairan

Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc. NIP. 19591222 198601 1 001


(5)

5

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2010 sampai dengan November 2010 di Laboratorium Kesehatan Ikan adalah mengenai fitofarmaka, dengan judul

“Lama Pemberian Ekstrak Bawang Putih Allium sativum Yang Optimum Pada Pakan Untuk Mencegah Penyakit Koi Herpes Virus Pada Ikan Mas Cyprinus

carpio.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah ikut serta dalam terselesaikannya karya ilmiah ini, khususnya kepada Ibu Dr. Sri Nuryati S.Pi., M. Si dan Ibu Dr. Dinamella Wahjuningrum selaku dosen pembimbing atas bimbingan dan arahannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih kepada Bapak Dr. Odang Carman selaku dosen tamu. Kedua orang tua H. Murdiyanto Suryat dan Alwiyah Said Bawazier, kakak dan adikku Faradiyah, Ikhsan Rudy, Sofi Sisilia dan Ibnu Aziz atas segala doa dan kasih sayangnya yang tiada henti kepada penulis. Bapak Cecep dan Bapak Ai dari Balai Besar Budidaya Air Tawar (BBAT) Sukabumi, Bapak Ranta selaku Laboran Laboratorium Kesehatan Ikan, pak Maryanta, mba Yuli, Ovie, kang Asep, kang Adna, kang Abe, dan mba Yeni atas bantuannya selama ini. Sahabat-sahabat terbaikku Fanny, Rona, Okto, Citra, Ratih, Farouq, Isni, Ide, dan Sekar atas bantuan, semangat, kasih sayang dan kebersamaannya selama ini. Terima kasih untuk teman-teman BDP 43, Cici, Ikbal, Alung, Prana, Tya, Toim, Rifqi dan lain-lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu serta teman-teman wisma sakinah Gaby, Irna, dan Kharina.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Bogor, Januari 2011


(6)

6

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tegal tanggal 18 Februari 1988 dari Bapak H. Murdiyanto Suryat dan Ibu Alwiyah Said Bawazier. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara.

Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SD Swasta Angkasa III Halim Perdana Kusuma Jakarta lulus tahun 2000, SMP Negeri 26 Bekasi lulus tahun 2003, dan SMA Negeri 9 Bekasi lulus tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada program studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah mengikuti praktek lapangan di Tri Windu Graha Manunggal (TWM), Anyer, Banten pada tahun 2008. Penulis juga pernah menjadi asisten untuk program sarjana (S1) pada mata kuliah Dasar-dasar Mikrobiologi Akuatik, Manajemen Kesehatan Akuakutur, Penyakit Organisme Akuatik, pada tahun 2009-2010. Selain itu penulis juga aktif sebagai pengurus HIMAKUA sebagai anggota PSDM periode 2007-2008. Tugas Akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul

“Lama Pemberian Ekstrak Bawang Putih Allium sativum Yang Optimum Pada Pakan Untuk Mencegah Penyakit Koi Herpes Virus Pada Ikan Mas Cyprinus


(7)

7

ABSTRAK

KHAEFAH. Lama Pemberian Ekstrak Bawang Putih Allium sativum Yang Optimum Pada Pakan Untuk Mencegah Penyakit Koi Herpes Virus Pada Ikan

Mas Cyprinus carpio. Dibimbing oleh SRI NURYATI dan DINAMELLA

WAHJUNINGRUM.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji lama pemberian ekstrak bawang putih

Allium sativum yang optimum pada pakan terhadap ketahanan tubuh ikan mas

Cyprinus carpio yang diinfeksi Koi Herpes Virus. Rancangan yang digunakan

adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas 3 perlakuan dan 3 ulangan sebagai berikut: (K-) Pakan tanpa penambahan bawang putih dan disuntik PBS 0,1 ml; (K+) pakan tanpa penambahan bawang putih dan diinfeksi KHV 0,1 ml; (A) pakan dengan penambahan ekstrak bawang putih (50 gram/kg pakan) selama 21 hari dan diinfeksi KHV 0,1 ml; (B) pakan dengan penambahan ekstrak bawang putih (50 gram/kg pakan) selama 14 hari dan diinfeksi KHV 0,1 ml; (C) pakan dengan penambahan ekstrak bawang putih (50 gram/kg pakan) selama 7 hari dan diinfeksi KHV 0,1 ml. Hasil penelitian ini menunjukkan nilai kelangsungan hidup yang tinggi terdapat pada perlakuan kontrol negatif, perlakuan A dan perlakuan B masing-masing dengan nilai 95,8%, 91,7% dan 83,8% yang berbeda nyata dengan perlakuan kontrol positif dan dengan nilai 0%. Hal ini menunjukkan bahwa lama pemberian ekstrak bawang putih pada pakan dapat mempengaruhi ketahanan tubuh ikan mas terhadap serangan KHV. Hasil yang paling Optimum dilihat dari tingkat kelangsungan hidup adalah pemberian ekstrak bawang putih selama 21 hari.


(8)

8

ABSTRACT

KHAEFAH. Optimum Duration Of The Application Of Feed With Garlic Extract

Allium sativum For KHV Disease Prevention On Common Carp Cyprinus carpio.

Supervised by SRI NURYATI and DINAMELLA WAHJUNINGRUM.

This experiment purposed to observe the optimum duration of the application of feed with garlic Allium sativum extract towards immunity of carp fish Cyprinus

capio body that infected with Koi Herpes Virus. Experimental design was

Complete Random Design that consist of 3 treatments and 3 replications that were : (K-) feed without garlic extract addition and injected with PBS 0,1 ml; (K+) feed with garlic extract addition and infected with KHV 0,1 ml; (A) feed with garlic extract addition (50 gram/kg feed) during 21 days and infected with 0,1 ml KHV; (B) feed with garlic extract addition (50 gram/kg feed) during 14 days and infected with 0,1 ml KHV; (C) feed with garlic extract addition (50 gram/kg feed) during 7 days and infected with 0,1 ml KHV. The result of this experiment showed the high value of survival rate that consist in negative control treatment, each of A and B treatment with value of 91,7% and 83,8% that significantly different with positive control treatment each with value 0%. It showed that time of garlic extract given on feed could affect the immunity of carp fish body toward KHV infection. The optimum result based on survival rate was obtained in garlic extract given during 21 days.


(9)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

II. BAHAN DAN METODE ... 3

2.1 Metode Penelitian ... 3

2.1.1 Persiapan Wadah ... 3

2.1.2 Persiapan Ikan Uji ... 3

2.1.3 Pembuatan Ekstrak Bawang Putih ... 3

2.1.4 Pemberian Pakan ... 3

2.1.5 Penyediaan Suspensi KHV ... 3

2.1.6 Penyuntikan Ikan Mas dengan Virus ... 4

2.1.7 Rancangan Penelitian ... 4

2.2 Parameter Pengamatan ... 5

2.2.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan ... 5

2.2.2 Respons Makan ... 5

2.2.3 Gejala Klinis ... 5

2.2.4 Gambaran Darah Ikan ... 5

2.2.4.1 Perhitungan Jumlah Eritrosit ... 6

2.2.4.2 Perhitungan Kadar Hemoglobin (Hb) ... 6

2.2.4.3 Perhitungan Kadar Hematokrit ... 6

2.2.4.4 Perhitungan Jumlah Leukosit ... 7

2.2.4.5 Pembuatan Preparat Ulas Darah (Svobodova, 1991) 7 2.3 Analisis Data ... 8

III. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 9

3.1 Hasil ... 9

3.1.1. Kelangsungan Hidup ... 10

3.1.2. Respons Makan Selama Pemeliharaan ... 11

3.1.3. Gejala Klinis ... 11

3.1.4. Gambaran Darah ... 12

3.1.4.1. Jumlah Eritrosit ... 12

3.1.4.2. Kadar Hemoglobin ... 13

3.1.4.3. Kadar Hematokrit ... 14

3.1.4.4. Jumlah Leukosit... 15

3.1.4.5. Jumlah Diferensial Leukosit ... 16

3.1.5. Kualitas Air ... 20


(10)

ii

IV. KESIMPULAN DAN SARAN ... 27

4.1 Kesimpulan ... 27

4.2 Saran ... 27

DAFTAR PUSTAKA ... 28


(11)

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Gejala Klinis Pada Ikan Mas Pasca Infeksi KHV ... 11 2. Kisaran Suhu Selama Penelitian ... 20


(12)

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Grafik Mortalitas (ekor) Ikan Mas Cyprinus carpio ... 9

2. Histogram Kelangsungan Hidup (%) Ikan Mas Cyprinus carpio .... 10

2. Grafik Jumlah Eritrosit (sel/mm3) Ikan Mas Cyprinus carpio ... 12

4. Grafik Jumlah Hemoglobin (g%) Ikan Mas Cyprinus carpio ... 13

5. Grafik Jumlah Hematokrit (%) Ikan Mas Cyprinus carpio ... 14

6. Grafik Jumlah Leukosit (sel/mm3) Ikan Mas Cyprinus carpio ... 15

7. Grafik Jumlah Monosit (%) Ikan Mas Cyprinus carpio ... 16

8. Grafik Jumlah Neutrofil (%) Ikan Mas Cyprinus carpio ... 17

9. Grafik Jumlah Limfosit (%) Ikan Mas Cyprinus carpio ... 18


(13)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Bahan-bahan Larutan Hayem, Turk, Anti Koagulan dan

PBS (Phosphate Buffer Saline) ... 31

2. Perhitungan Jumlah Sel Darah ... 32

3. Perhitungan Kadar Hematokrit (Chinabut et al. 1991) ... 33

4. Analisis Statistik Kelangsungan Hidup, Jumlah Eritrosit, Kadar Hemoglobin, Kadar Hematokrit Jumlah Leukosit, dan Diferensial Leukosit ... 34

5. Gambar Gejala Klinis Ikan Mas yang Terinfeksi KHV ... 37

6. Respons Makan Pada Ikan Selama Pemeliharaan ... 38


(14)

1

I. PENDAHULUAN

Ikan mas Cyprinus carpio merupakan ikan konsumsi air tawar yang banyak digemari oleh masyarakat karena rasa dagingnya yang gurih dan memiliki kadar protein tinggi, dan ikan koi adalah jenis ikan hias yang banyak menarik perhatian para peminat ikan hias. Kelebihan lainnya yang dimiliki ikan mas adalah cukup mudah dalam pemeliharaannya (Lentera, 2002). Namun sejak bulan Maret 2002, pembudidaya ikan mas dan koi di Indonesia menghadapi masalah dengan munculnya wabah yang serius akibat koi herpes virus (KHV) (Sunarto et al.,

2004) dan pada bulan April 2002, serangan koi herpes virus telah menghancurkan usaha budidaya ikan mas di pulau Jawa (Yuasa, 2003). Patogenitas KHV sangat tinggi dan sangat cepat penyebarannya sehingga dianggap sebagai salah satu penyakit paling serius dalam budidaya ikan mas.

Koi Herpes Virus (KHV) merupakan penyakit viral yang menyerang ikan mas dan koi. Penyakit ini dipicu oleh penurunan suhu lingkungan sehingga disebut sebagai virus yang menyerang saat dingin (a cold virus). Virus golongan herpes bersifat laten, yaitu seumur hidup berada dalam tubuh inangnya (Arvin, 1996). Koi Herpes Virus dapat menyerang pada semua umur inang dan semua sistem budidaya (Taukhid et al., 2004). Infeksi KHV pertama kali ditemukan di Israel pada tahun 1998. Koi Herpes Virus menyebar ke berbagai negara di Eropa, Amerika serta Asia. Titik masuk KHV ke Indonesia berasal dari import ikan koi yang berasal dari Cina yang masuk ke Surabaya melalui Hongkong pada bulan Desember 2001. Pertama kali virus ini merebak di Blitar pada awal 2002, kemudian berlanjut ke beberapa sentra budidaya di Jawa, Sangeh dan Badung (Bali), Sumatera Selatan dan Sumbawa. Infeksi ini bisa menyebabkan kematian yang tinggi mencapai 100% dalam waktu singkat (Wakita, 2005).

Upaya penanggulangan wabah KHV di daerah yang terserang infeksi telah dilakukan dengan menggunakan obatan. Ternyata pengobatan dengan obat-obatan tidak efektif, hanya membantu mengatasi infeksi sekunder oleh bakteri, fungi atau parasit. Penggunaan obat-obatan pada ikan selain harganya mahal juga diduga dapat berdampak negatif pada lingkungan dan dapat menimbulkan residu. Oleh karena itu perlu dicari alternatif pengobatan murah dan ramah lingkungan,


(15)

2 dalam hal ini penggunaan bahan-bahan alami menjadi alternatif yang dilakukan untuk pengobatan serta pencegahan infeksi penyakit. Pada penelitian ini digunakan ekstrak bawang putih untuk mencegah penyakit Koi Herpes Virus (KHV).

Bawang putih merupakan salah satu tumbuhan yang banyak digunakan untuk pengobatan pada manusia. Zat aktif yang terdapat dalam bawang putih diantaranya alisin, alliin, enzim allinase, germanium, sativini, sinistrine, selenium, scordinin dan nicotinic acid. Protein yang terkandung di dalam bawang putih adalah protein bersulfur yang bertanggung jawab terhadap pembentukan aroma. Salah satu kandungan kimia dari bawang putih adalah alisin. Alisin adalah komponen utama hasil degradasi secara enzimatis dari alliin yang tidak stabil dan sangat reaktif (Block, 1992). Alisin merupakan komponen utama yang terdapat pada bawang putih yang berfungsi sebagai antimikroba spektrum luas. Alisin mampu melawan infeksi yang disebabkan oleh parasit, bakteri, jamur, atau virus. Pada manusia, alisin mampu menghambat virus yang menyebabkan bronkhitis, batuk rejan dan tuberkulosis. Alisin memiliki mekanisme molekuler untuk memblokade aktivitas enzim yang menyebabkan infeksi dan gangguan metabolisme, yaitu enzim cystein proteinase dan enzim alkohol dehidrogenase. Bawang putih dapat dibudidayakan dengan mudah dan tumbuh baik pada dataran rendah maupun dataran tingi. Tanaman ini tumbuh dan berkembang sepanjang tahun, sehingga mudah diperoleh setiap waktu.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji lama pemberian ekstrak bawang putih yang optimum pada pakan untuk mencegah infeksi Koi Herpes Virus pada ikan mas.


(16)

3

II. BAHAN DAN METODE

2.1 Metode Penelitian 2.1.1 Persiapan Wadah

Akuarium yang digunakan sebanyak 15 buah dan tandon sebanyak 2 buah. Sebelum digunakan, akuarium dan tandon dibersihkan menggunakan sabun dan dibilas bersih. Kemudian didesinfeksi menggunakan kaporit selama 24 jam, setelah itu dibilas sampai bersih dan dikeringkan. Setelah bersih, akuarium diisi dengan air tandon hingga ketinggian 30 cm dan diaerasi kuat.

2.1.2 Persiapan Ikan Uji

Ikan mas Cyprinus carpio jenis Majalaya berukuran 10±0,8 cm yang berasal dari Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT), Sukabumi, Jawa Barat sebanyak 150 ekor dibagi menjadi 5 kelompok dengan masing-masing 3 kali ulangan. Ikan diadaptasi di akuarium selama 4 hari.

2.1.3 Pembuatan Ekstrak Bawang Putih Cair (Puspitaningtyas, 2006)

Bawang putih sebanyak 50 gram diblender dalam 100 ml akuades. Hasil ekstrak tersebut kemudian disaring dengan kertas saring sehingga didapat ekstrak bawang putih segar dengan konsentrasi 50 g/100 ml.

2.1.4 Pemberian Pakan

Ikan uji diberi pakan buatan berupa pelet terapung (kadar protein 28%) komersial sebanyak 2 kali sehari pada pagi dan sore hari secara at satiation. Penambahan ekstrak bawang putih dilakukan dengan metode spray secara merata dengan dosis 100 ml/kg pakan dan penambahan kuning telur sebanyak 2% yang berfungsi sebagai binder (Wang, 2007). Penambahan ekstrak bawang putih pada pakan dilakukan setiap hari untuk menjaga kesegaran dan kualitas bahan yang digunakan. Untuk menjaga kualitas air dilakukan penyifonan setiap hari.

2.1.4 Penyediaan Suspensi KHV (Giri, 2008)

Virus KHV berasal dari Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT), Sukabumi, Jawa Barat yang telah diuji dengan mesin PCR

(Polymerase Chain Reaction) yang menunjukkan hasil positif. Organ insang dari

ikan mas yang terinfeksi KHV sebanyak 2 gram digerus sampai halus dan disuspensikan dalam 8 ml larutan fisiologis. Suspensi organ disaring dengan kain


(17)

4 kasa lalu disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit, kemudian disentrifugasi lagi dengan kecepatan 8000 rpm selama 5 menit. Supernatan yang dihasilkan diambil dan disaring dengan kertas saring 0,45 µm sehingga didapat konsentrasi virus 20%.

2.1.6 Penyuntikan Ikan Mas dengan Virus

Setelah perlakuan pakan selesai, ikan lalu diuji tantang selama kurun waktu 14 hari dengan menyuntikkan suspensi KHV sebanyak 0,1 ml secara intramuscular dilakuan pada hari ke-22 pemeliharaan.

2.1.7 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang dibuat adalah rancangan acak lengkap dengan pembagian 5 kelompok perlakuan masing-masing 3 kali ulangan. Adapun kelompok perlakuannya yaitu :

Perlakuan K- : Pakan tanpa penambahan ekstrak bawang putih dan disuntik PBS 0,1 ml

Perlakuan K+ : Pakan tanpa penambahan ekstrak bawang putih dan diinfeksi KHV 0,1 ml.

Perlakuan A : Pakan dengan penambahan ekstrak bawang putih (50 gram/kg pakan) selama 21 hari dan diinfeksi KHV 0,1 ml.

Perlakuan B : Pakan dengan penambahan ekstrak bawang putih (50 gram/kg pakan) selama 14 hari dan diinfeksi KHV 0,1 ml.

Perlakuan C : Pakan dengan penambahan ekstrak bawang putih (50 gram/kg pakan) selama 7 hari dan diinfeksi KHV 0,1 ml.


(18)

5 2.2 Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati adalah gejala klinis, respons makan selama pemeliharaan, tingkat kelangsungan hidup, gambaran darah dan suhu selama pemeliharaan. Gambaran darah diamati sebanyak 5 kali yaitu pada hari ke-22, 25, 27, 29 dan hari ke-32 pemeliharaan.

2.2.1 Kelangsungan Hidup Ikan

Perhitungan jumlah ikan yang mati dilakukan pada awal infeksi KHV sampai akhir pemeliharaan. Tingkat kelangsungan hidup ikan dihitung dengan rumus :

Keterangan :

SR : Tingkat kelangsungan hidup %

Nt : Jumlah ikan yang hidup pada akhir pengamatan (ekor) No : Jumlah ikan yang hidup pada awal infeksi KHV (ekor) 2.2.2 Respons Makan pada Ikan

Respons makan pada ikan diukur secara visual dan dianalisis secara deskriptif. Pengamatan respons makan dilakukan setiap hari dari awal hingga akhir pemeliharaan.

2.2.3 Gejala Klinis

Gejala klinis diamati secara visual setiap hari jika ada kelainan setelah diinfeksi KHV selama kurun waktu 10 hari.

2.2.4 Gambaran Darah

Pengamatan gambaran darah ikan selama penelitian meliputi jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah leukosit, diferensial leukosit yang meliputi monosit, neutrofil, limfosit dan trombosit.

Pasca infeksi virus, darah ikan diambil pada hari ke-22, 25, 27, 29 dan hari ke-32 pemeliharaan dengan tiga kali ulangan untuk setiap perlakuan. Darah ikan diambil melalui vena caudal menggunakan syringe. Sebelumnya syringe dan eppendorf dibilas dengan anti koagulan (Lampiran 1) terlebih dahulu. Ikan disuntik dari belakang anal ke arah tulang sampai menyentuh tulang vertebrae. Darah dihisap perlahan kemudian dimasukkan ke dalam eppendorf (Svobodova, 1991).


(19)

6 2.2.4.1 Penghitungan Jumlah Eritrosit (Svobodova, 1991)

Penghitungan jumlah eritrosit yaitu darah sampel dihisap dengan pipet yang berisi bulir pengaduk warna merah sampai skala 0,5, selanjutnya ditambah Larutan Hayem (Lampiran 1) sampai skala 101. Darah dalam pipet diaduk dengan cara menggoyangkan pipet membentuk angka delapan selama 3-5 menit sehingga darah tercampur rata. Dua tetes pertama larutan darah dalam pipet tersebut dibuang, selanjutnya larutan darah tersebut diteteskan di atas haemocytometer

yang telah diletakkan gelas penutup di atasnya. Jumlah sel darah merah dapat dihitung dengan bantuan mikroskop dengan pembesaran 400x. Perhitungan dilakukan pada 5 kotak besar haemocytometer dan jumlahnya dihitung dengan rumus (Nabib dan Pasaribu, 1989) (Lampiran 2) :

2.2.4.2 Pengukuran Kadar Hemoglobin

Pengukuran kadar hemoglobin yaitu dengan cara darah sampel dihisap dengan pipet sahli sampai skala 20 mm3 atau pada skala 0,2 ml. Lalu ujung pipet dibersihkan dengan kertas tisu. Darah dalam pipet dipindahkan ke dalam tabung Hb-meter yang telah diisi HCl 0,1 N sampai skala 10 (merah). Darah tersebut lalu diaduk dengan batang pengaduk selama 3-5 menit. Akuades ditambahkan ke dalam tabung sampai warna darah tersebut seperti warna larutan standar yang ada dalam Hb-meter tersebut. Skala hemoglobin dapat dilihat pada skala jalur gr % (kuning) yang berarti banyaknya hemoglobin dalam gram per 100 ml darah. 2.2.4.3 Pengukuran Kadar Hematokrit (Chinabut et al. 1991)

Pengukuran kadar hematokrit yaitu dengan cara ujung tabung mikrohematokrit dicelupkan ke dalam tabung yang berisi darah. Darah diambil sebanyak ¾ bagian tabung. Ujung tabung yang telah berisi darah ditutup dengan

crytoceal dengan cara menancapkan ujung tabung ke dalam crytoceal kira-kira

sedalam 1 mm sehingga terbentuk sumbat crytoceal. Tabung mikrohematokrit tersebut disentrifuge selama 5 menit pada 5000 rpm dengan posisi tabung yang bervolume sama berhadapan agar putaran sentrifuse seimbang.


(20)

7 Panjang bagian darah yang mengendap dan panjang total volume darah yang terdapat di dalam tabung diukur dengan menggunakan penggaris (Lampiran 3). Kadar hematokrit merupakan banyaknya sel darah (digambarkan dengan padatan atau endapan) dalam cairan darah. Kadar hematokrit darah dapat dihitung dengan rumus :

2.2.4.4 Penghitungan Jumlah Leukosit (Svobodova, 1991)

Penghitungan jumlah leukosit yaitu darah sampel dihisap dengan pipet yang berisi bulir pengaduk warna putih sampai skala 0,5 kemudian ditambahkan Larutan Turk’s (Lampiran 1) sampai skala 11. Darah dalam pipet diaduk dengan cara menggoyangkan pipet membentuk angka delapan selama 3-5 menit sehingga darah tercampur rata. Dua tetes pertama larutan darah dalam pipet tersebut dibuang, selanjutnya larutan darah tersebut diteteskan di atas haemocytometer

yang telah diletakkan gelas penutup di atasnya. Jumlah sel darah merah dapat dihitung dengan bantuan mikroskop dengan pembesaran 400x. Perhitungan dilakukan pada 5 kotak besar haemocytometer dan jumlahnya dihitung dengan rumus (Nabib dan Pasaribu, 1989) (Lampiran 2):

2.2.4.5 Pembuatan Preparat Ulas Darah (Svobodova, 1991)

Jenis dan jumlah leukosit dihitung dengan cara membuat sediaan ulas darah. Pembuatan preparat ulas darah yaitu darah diteteskan pada gelas objek kemudian diratakan dan dikeringkan udara kemudian difiksasi dengan metanol selama 5 menit. Selanjutnya dibilas dengan akuades, dikeringkan, dan diwarnai dengan pewarna Giemsa selama 15 menit. Lalu preparat ulas tersebut dibilas dengan akuades dan kembali dikeringkan.

Diferensial leukosit (monosit, neutrofil, limfosit dan trombosit) dihitung sampai 100 sel leukosit, kemudian dihitung jumlah sel monosit, neutrofil, limfosit, dan trombosit.


(21)

8 Adapun cara perhitungan diferensial leukosit adalah sebagai berikut :

2.3 Analisis Data

Penelitian yang dilakukan dirancang dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Data yang diperoleh adalah data kelangsungan hidup dan gambaran darah meliputi jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah leukosit, diferensial leukosit (monosit, neutrofil, limfosit, dan trombosit) ditampilkan dalam bentuk grafik kemudian dilakukan uji F menggunakan software SPSS ver.16 dengan uji lanjutan Duncan. Data gejala klinis, respons makan dan suhu dianalisis secara deskriptif.


(22)

9

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

3.1.1 Kelangsungan Hidup

Mortalitas ikan mas (ekor) pasca uji tantang pada kontrol negatif, kontrol positif, perlakuan A, perlakuan B dan perlakuan C disajikan pada Gambar 1. Grafik mortalitas ikan mas pasca uji tantang menunjukkan hasil bahwa ikan mulai mengalami kematian pada hari ke-23 untuk perlakuan kontrol positif dan kontrol negatif. Kematian pada kontrol negatif diduga stres pasca penyuntikkan karena untuk perlakuan kontrol negatif tidak terjadi kematian lagi sampai akhir pemeliharaan. Pada hari ke-25, pada kontrol positif dan perlakuan C mengalami kematian ikan yang cukup tinggi yaitu masing-masing sebanyak 6 dan 4 ekor. Untuk perlakuan kontrol positif, kematian ikan terus terjadi sampai hari ke-34. Pada perlakuan A dan B, kematian ikan tidak terjadi lagi mulai pada hari ke-27 sampai akhir pemeliharaan.

K (-) : tanpa penambahan ekstrak bawang putih dan disuntik PBS 0,1 ml. K (+) : tanpa penambahan ekstrak bawang putih dan diinfeksi KHV 0,1 ml.

A : penambahan ekstrak bawang putih (50 gram/kg pakan) selama 21 hari dan diinfeksi KHV 0,1 ml. B : penambahan ekstrak bawang putih (50 gram/kg pakan) selama 14 hari dan diinfeksi KHV 0,1 ml. C : penambahan ekstrak bawang putih (50 gram/kg pakan) selama 7 hari dan diinfeksi KHV 0,1 ml.

Gambar 1. Grafik Mortalitas (ekor) Ikan Mas Cyprinus carpio

0 1 2 3 4 5 6 7

23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36

Ju

m

lah

Ikan

yan

g

M

ati (e

ko

r)

Hari


(23)

10 Rata-rata kelangsungan hidup (%) ikan mas pada kontrol negatif, kontrol positif, perlakuan A, perlakuan B dan perlakuan C disajikan pada Gambar 2. Tingkat kelangsungan hidup ikan mas dihitung mulai hari ke-22 pemeliharaan atau selama 14 hari pasca infeksi KHV. Nilai kelangsungan hidup ikan mas pada berbagai perlakuan pasca penyuntikan KHV menunjukkan bahwa kontrol positif mengalami kematian yang paling tinggi yaitu sebesar 0%. Nilai kelangsungan hidup tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol negatif yaitu sebesar 95,8%. Pada perlakuan A dan B didapat nilai kelangsungan hidup yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol negatif yaitu masing-masing sebesar 91,7% dan 83,8%. Namun, berbeda nyata dengan perlakuan kontrol positif dan perlakuan C dengan nilai kelangsungan hidup masing-masing sebesar 0% dan 62.5%. Untuk perlakuan kontrol positif berbeda nyata dengan perlakuan C. Penambahan ekstrak bawang putih pada pakan diduga dapat meningkatkan ketahanan tubuh ikan mas terhadap infeksi KHV. Analisis statistik tingkat kelangsungan hidup ikan selama masa pemeliharaan dapat dilihat pada Lampiran 4.

K (-) : tanpa penambahan ekstrak bawang putih dan disuntik PBS 0,1 ml. K (+) : tanpa penambahan ekstrak bawang putih dan diinfeksi KHV 0,1 ml.

A : penambahan ekstrak bawang putih (50 gram/kg pakan) selama 21 hari dan diinfeksi KHV 0,1 ml. B : penambahan ekstrak bawang putih (50 gram/kg pakan) selama 14 hari dan diinfeksi KHV 0,1 ml. C : penambahan ekstrak bawang putih (50 gram/kg pakan) selama 7 hari dan diinfeksi KHV 0,1 ml.

Gambar 2. Kelangsungan Hidup (%) Ikan Mas Cyprinus carpio Selama 14 hari Pasca Uji Tantang

95,8 0 91,7 83,8 62,5 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

K- K+ A B C

K e lan g su n g an Hi d u p ( % ) Perlakuan

c

b

a

c


(24)

11 3.1.2. Respons Makan Selama Pemeliharaan

Penurunan nafsu makan terjadi saat awal pemberian ekstrak bawang putih dalam pakan. Nafsu makan cenderung kembali normal pada hari ke-5 pemberian pakan dengan penambahan ekstrak bawang putih, hal ini diduga ikan sudah terbiasa dengan pakan yang telah diberi ekstrak bawang putih sehingga nafsu makan kembali normal. Penurunan nafsu makan juga terjadi pasca uji tantang, hal ini dikarenakan ikan mengalami stres akibat penyuntikkan. Untuk perlakuan kontrol negatif, nafsu makan kembali normal pada hari ke-24, sedangkan untuk perlakuan kontrol positif , penurunan nafsu makan terus terjadi sampai hari ke-34 akibat adanya rinfeksi KHV. Respons makan ikan selama pemeliharaan dapat dilihat pada Lampiran 6.

3.1.3. Gejala Klinis

Gejala klinis pada ikan mas pasca infeksi KHV dapat dilihat pada Tabel 1. Gejala klinis ikan mas yang terserang KHV umumnya pergerakannya menjadi lemah dan terjadi penurunan nafsu makan. Dilihat dari tabel gejala klinis di atas, kondisi fisik ikan yang mati akibat serangan KHV memiliki ciri-ciri kulit melepuh, luka pada daging, tubuh kesat dan insang berwarna pucat (kecoklatan) serta terdapat partikel putih pada insang. Kondisi fisik pada perlakuan kontrol positif mengalami luka pada daging yang cukup parah jika dibandingkan luka pada ikan perlakuan yang diberi ekstrak bawang putih pada pakannya. Luka yang terdapat pada perlakuan A dan B lebih cepat sembuh jika dibandingkan perlakuan kontrol positif yang penyembuhan lukanya sangat lambat dan akhirnya menyebabkan kematian. Gambar gejala klinis pada ikan yang terserang KHV dapat dilihat pada Lampiran 5.

Tabel 1. Gejala Klinis Pada Ikan Mas Pasca Infeksi KHV

Perlakuan Kelainan

Sisik/Kulit Luka Insang

K- normal tidak ada luka merah/normal

K+ kesat dan melepuh luka besar dan dalam

pada daging

merah pucat dan ada bintik putih

A normal tidak ada luka merah/normal

B kesat luka kecil merah/normal


(25)

12 3.1.4 Gambaran Darah

Pengamatan gambaran darah yang dilakukan meliputi jumlah eritrosit, hemoglobin, hematokrit, leukosit, dan diferensial leukosit yang meliputi monosit, neutofil, limfosit dan trombosit.

3.1.4.1 Eritrosit

Rata-rata jumlah eritrosit (sel/mm3) ikan mas pada kontrol negatif, kontrol positif, perlakuan A, perlakuan B dan perlakuan C disajikan pada Gambar 3. Terjadi peningkatan jumlah eritrosit pada hari ke-25 untuk semua perlakuan. Tingginya jumlah eritrosit pasca infeksi diduga menandakan ikan dalam keadaan stres akibat penyuntikkan pada hari ke-22. Jumlah eritrosit menurun mulai dari hari ke-27, kembali normal dan stabil pada hari ke-29 sampai hari ke-32. Jumlah eritrosit pada hari ke-22 sampai hari ke-32 untuk semua perlakuan secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 95%. Jumlah eritrosit tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol positif hari ke-25 yaitu sebesat 1,47x106 sel/mm3. Analisis statistik jumlah eritrosit ikan selama masa pemeliharaan dapat dilihat pada Lampiran 4.

K (-) : tanpa penambahan ekstrak bawang putih dan disuntik PBS 0,1 ml. K (+) : tanpa penambahan ekstrak bawang putih dan diinfeksi KHV 0,1 ml.

A : penambahan ekstrak bawang putih (50 gram/kg pakan) selama 21 hari dan diinfeksi KHV 0,1 ml. B : penambahan ekstrak bawang putih (50 gram/kg pakan) selama 14 hari dan diinfeksi KHV 0,1 ml. C : penambahan ekstrak bawang putih (50 gram/kg pakan) selama 7 hari dan diinfeksi KHV 0,1 ml.

Gambar 3. Grafik Jumah Eritrosit (sel/mm3) Ikan Mas Cyprinus carpio

1380000 1390000 1400000 1410000 1420000 1430000 1440000 1450000 1460000 1470000 1480000

22 25 27 29 32

Ju m lah E ri tr o si t (sel/m m 3) Hari


(26)

13 3.1.4.2 Hemoglobin

Rata-rata kadar hemoglobin (g%) ikan mas pada kontrol negatif, kontrol positif, perlakuan A, perlakuan B dan perlakuan C disajikan pada Gambar 4. Terjadi penurunan kadar hemoglobin pada semua perlakuan pada hari ke-25 pasca infeksi KHV dan penurunan terus terjadi sampai hari ke-27 untuk perlakuan kontrol positif dan perlakuan A. Pada hari ke-27 sampai hari ke-32, kadar hemoglobin cenderung meningkat untuk semua perlakuan. Pada perlakuan kontrol negatif, memiliki kadar hemoglobin yang relatif stabil karena tidak diinfeksi KHV. Pada hari ke-27, kadar hemoglobin perlakuan kontrol negatif berbeda nyata dengan perlakuan kontrol positif, A, B dan C. Pada hari ke-29 dan 32, kadar hemoglobin perlakuan kontrol positif berbeda nyata dengan perlakuan A yang juga berbeda nyata dengan perlakuan C. Kadar hemoglobin tertinggi terdapat pada hari ke-32 pada perlakuan perlakuan A yaitu sebesar 9,4%. Sedangkan kadar hemoglobin terendah terdapat pada perlakuan B pada hari ke-27 yaitu sebesar 3,8%. Analisis statistik kadar hemoglobin darah ikan selama masa pemeliharaan dapat dilihat pada Lampiran 4.

K (-) : tanpa penambahan ekstrak bawang putih dan disuntik PBS 0,1 ml. K (+) : tanpa penambahan ekstrak bawang putih dan diinfeksi KHV 0,1 ml.

A : penambahan ekstrak bawang putih (50 gram/kg pakan) selama 21 hari dan diinfeksi KHV 0,1 ml. B : penambahan ekstrak bawang putih (50 gram/kg pakan) selama 14 hari dan diinfeksi KHV 0,1 ml. C : penambahan ekstrak bawang putih (50 gram/kg pakan) selama 7 hari dan diinfeksi KHV 0,1 ml.

Gambar 4. Grafik Kadar Hemoglobin (g%) Ikan Mas Cyprinus carpio

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

22 25 27 29 32

K ad ar H b ( % ) Hari


(27)

14 3.1.4.3 Hematokrit

Rata-rata kadar hematokrit (%) ikan mas pada kontrol negatif, kontrol positif, perlakuan A, perlakuan B dan perlakuan C disajikan pada Gambar 5. Terjadi peningkatan kadar hematokrit pada hari ke-25 pasca penyuntikan untuk semua perlakuan dan terjadi penurunan kadar hematokrit pada hari ke-27 sampai hari ke-32 untuk semua perlakuan,namun tidak terjadi penurunan yang signifikan pada perlakuan kontrol positif. Peningkatan kadar hematokrit yang signifikan terjadi pada saat setelah uji tantang dilakukan. Kadar hematokrit tertinggi terdapat pada perlakuan A pada hari ke-27 yaitu sebesar 32%, sedangkan kadar hematokrit terendah terdapat pada perlakuan kontrol positif pada hari ke-22 yaitu sebesar 18%. Pada hari ke-22, perlakuan kontrol negatif, kontrol positif dan perlakuan A berbeda nyata dengan perlakuan C. Pada hari ke-29 dan 32, perlakuan kontrol positif berbeda nyata dengan perlakuan C. Untuk hari ke-25 dan 27 semua perlakuan secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 95%. Analisis statistik kadar hematokrit darah ikan selama masa pemeliharaan dapat dilihat pada Lampiran 4.

K (-) : tanpa penambahan ekstrak bawang putih dan disuntik PBS 0,1 ml. K (+) : tanpa penambahan ekstrak bawang putih dan diinfeksi KHV 0,1 ml.

A : penambahan ekstrak bawang putih (50 gram/kg pakan) selama 21 hari dan diinfeksi KHV 0,1 ml. B : penambahan ekstrak bawang putih (50 gram/kg pakan) selama 14 hari dan diinfeksi KHV 0,1 ml. C : penambahan ekstrak bawang putih (50 gram/kg pakan) selama 7 hari dan diinfeksi KHV 0,1 ml.

Gambar 5. Grafik Kadar Hematokrit (%) Ikan Mas Cyprinus carpio

0 5 10 15 20 25 30 35

22 25 27 29 32

K ad ar H e m ato kr it (% ) Hari


(28)

15 3.1.4.4 Leukosit

Rata-rata jumlah leukosit ikan mas pada kontrol negatif, kontrol positif, perlakuan A, perlakuan B dan perlakuan C disajikan pada Gambar 6. Terjadi peningkatan jumlah leukosit pada semua perlakuan kecuali perlakuan kontrol positif pada hari ke-25 pasca penyuntikan. Peningkatan jumlah leukosit terus meningkat dari hari ke-25 sampai hari ke-32 kecuali untuk perlakuan kontrol negatif yang mengalami penurunan jumlah leukosit. Pada hari ke-25 dan 27, jumlah leukosit perlakuan kontrol positif berbeda nyata dengan perlakuan A, B dan C. Pada hari ke-25, perlakuan kontrol negatif berbeda nyata dengan perlakuan A, B dan C. Pada hari ke-22 dan 29 semua perlakuan secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 95%. Jumlah leukosit tertinggi terdapat pada perlakuan A pada hari ke-32 yaitu sebesar 11,6x105 sel/mm3 dan jumlah leukosit terendah terdapat pada perlakuan C pada hari ke-22 yaitu sebesar 3,65x105 sel/mm3. Analisis statistik jumlah leukosit darah ikan selama masa pemeliharaan dapat dilihat pada Lampiran 4.

K (-) : tanpa penambahan ekstrak bawang putih dan disuntik PBS 0,1 ml. K (+) : tanpa penambahan ekstrak bawang putih dan diinfeksi KHV 0,1 ml.

A : penambahan ekstrak bawang putih (50 gram/kg pakan) selama 21 hari dan diinfeksi KHV 0,1 ml. B : penambahan ekstrak bawang putih (50 gram/kg pakan) selama 14 hari dan diinfeksi KHV 0,1 ml. C : penambahan ekstrak bawang putih (50 gram/kg pakan) selama 7 hari dan diinfeksi KHV 0,1 ml.

Gambar 6. Grafik Jumah Leukosit (sel/mm3) Ikan Mas Cyprinus carpio

0 200000 400000 600000 800000 1000000 1200000 1400000

22 25 27 29 32

Ju

m

lah

Leu

ko

si

t

(sel/m

m

3)

Hari


(29)

16 3.1.4.5 Diferensial Leukosit

Pengamatan diferensial leukosit meliputi monosit, neutrofil, limfosit dan trombosit.

Monosit

Rata-rata presentase monosit ikan mas pada kontrol negatif, kontrol positif, perlakuan A, perlakuan B dan perlakuan C disajikan pada Gambar 7. Secara grafik terjadi peningkatan presentase monosit pada hari hari 25 sampai hari ke-29 pada semua perlakuan kecuali pada perlakuan kontrol positif yang mengalami penurunan presentase monosit mulai dari hari ke-25 sampai hari ke-29 dan meningkat pada hari ke-32. Jumlah monosit tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol negatif pada hari ke-29 yaitu sebesar 35%, sedangkan jumlah monosit terendah terdapat pada perlakuan A pada hari ke-22 yaitu sebesar 13%. Pada hari ke-22 sampai hari ke-32 semua perlakuan secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 95%. Analisis statistik jumlah monosit darah ikan selama masa pemeliharaan dapat dilihat pada Lampiran 4.

K (-) : tanpa penambahan ekstrak bawang putih dan disuntik PBS 0,1 ml. K (+) : tanpa penambahan ekstrak bawang putih dan diinfeksi KHV 0,1 ml.

A : penambahan ekstrak bawang putih (50 gram/kg pakan) selama 21 hari dan diinfeksi KHV 0,1 ml. B : penambahan ekstrak bawang putih (50 gram/kg pakan) selama 14 hari dan diinfeksi KHV 0,1 ml. C : penambahan ekstrak bawang putih (50 gram/kg pakan) selama 7 hari dan diinfeksi KHV 0,1 ml.

Gambar 7. Grafik Jumah Monosit (%) Ikan Mas Cyprinus carpio

0 5 10 15 20 25 30 35 40

22 25 27 29 32

Ju m lah M o n o si t (% ) Hari


(30)

17 Neutrofil

Rata-rata presentase neutrofil ikan mas pada kontrol negatif, kontrol positif, perlakuan A, perlakuan B dan perlakuan C disajikan pada Gambar 8. Presentase neutrofil secara grafik cenderung tidak stabil. Jumlah neutrofil tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol positif pada hari ke-27 yaitu sebesar 11%, sedangkan jumlah monosit terendah terdapat pada perlakuan C pada hari ke-22 yaitu sebesar 5%. Pada hari ke-22, presentase neutrofil perlakuan B berbeda nyata dengan perlakuan C. Pada hari ke-25 sampai hari ke-32 semua perlakuan secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 95%. Analisis statistik jumlah neutrofil darah ikan selama masa pemeliharaan dapat dilihat pada Lampiran 4.

K (-) : tanpa penambahan ekstrak bawang putih dan disuntik PBS 0,1 ml. K (+) : tanpa penambahan ekstrak bawang putih dan diinfeksi KHV 0,1 ml.

A : penambahan ekstrak bawang putih (50 gram/kg pakan) selama 21 hari dan diinfeksi KHV 0,1 ml. B : penambahan ekstrak bawang putih (50 gram/kg pakan) selama 14 hari dan diinfeksi KHV 0,1 ml. C : penambahan ekstrak bawang putih (50 gram/kg pakan) selama 7 hari dan diinfeksi KHV 0,1 ml.

Gambar 8. Grafik Jumah Neutrofil (%) Ikan Mas Cyprinus carpio

0 2 4 6 8 10 12

22 25 27 29 32

Ju

m

lah

N

e

u

tr

o

fi

l (

%

)

Hari


(31)

18 Limfosit

Rata-rata presentase limfosit ikan mas pada kontrol negatif, kontrol positif, perlakuan A, perlakuan B dan perlakuan C disajikan pada Gambar 9. Dari hari ke-22 sampai hari ke-32 pasca penyuntikkan, nilai presentase limfosit cenderung stabil pada semua perlakuan kecuali perlakuan C yang menurun drastis pada hari ke-29 dan meningkat kembali pada hari ke-32. Pada hari ke-22 sampai hari ke-32 semua perlakuan secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 95. Analisis statistik jumlah limfosit darah ikan selama masa pemeliharaan dapat dilihat pada Lampiran 4.

K (-) : tanpa penambahan ekstrak bawang putih dan disuntik PBS 0,1 ml. K (+) : tanpa penambahan ekstrak bawang putih dan diinfeksi KHV 0,1 ml.

A : penambahan ekstrak bawang putih (50 gram/kg pakan) selama 21 hari dan diinfeksi KHV 0,1 ml. B : penambahan ekstrak bawang putih (50 gram/kg pakan) selama 14 hari dan diinfeksi KHV 0,1 ml. C : penambahan ekstrak bawang putih (50 gram/kg pakan) selama 7 hari dan diinfeksi KHV 0,1 ml.

Gambar 9. Grafik Jumah Limfosit (%) Ikan Mas Cyprinus carpio

0 10 20 30 40 50 60 70 80

22 25 27 29 32

Ju

m

lah

Li

m

fosi

t

(%

)

Hari


(32)

19 Trombosit

Rata-rata presentase trombosit ikan mas pada kontrol negatif, kontrol positif, perlakuan A, perlakuan B dan perlakuan C disajikan pada Gambar 10. Pasca penyuntikkan, pada semua perlakuan secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 95%. Jumlah trombosit rata-rata mengalami peningkatan pada hari ke-25 dan cenderung menurun seiring dengan proses penyembuhan luka dan kembali meningkat pada hari ke-29. Jumlah trombosit tertinggi sebesar 8,2 % terdapat pada perlakuan A hari ke-25, dan jumlah trombosit terendah sebesar 1,6% terdapat pada perlakuan C pada hari ke-27 dan 29. Analisis statistik jumlah trombosit darah ikan selama masa pemeliharaan dapat dilihat pada Lampiran 4.

K (-) : tanpa penambahan ekstrak bawang putih dan disuntik PBS 0,1 ml. K (+) : tanpa penambahan ekstrak bawang putih dan diinfeksi KHV 0,1 ml.

A : penambahan ekstrak bawang putih (50 gram/kg pakan) selama 21 hari dan diinfeksi KHV 0,1 ml. B : penambahan ekstrak bawang putih (50 gram/kg pakan) selama 14 hari dan diinfeksi KHV 0,1 ml. C : penambahan ekstrak bawang putih (50 gram/kg pakan) selama 7 hari dan diinfeksi KHV 0,1 ml.

Gambar 10. Grafik Jumah Trombosit (%) Ikan Mas Cyprinus carpio

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

22 25 27 29 32

Ju

m

lah

Tr

o

m

b

o

si

t

(%

)

Hari


(33)

20 3.1.5 Kualitas Air

Parameter kualitas air yang diukur pada penelitian ini adalah suhu. Suhu merupakan faktor utama pemicu terjadinya serangan KHV dibandingkan dengan parameter kualitas air lainnya (OATA 2001). Kisaran suhu media selama penelitian disajikan pada Tabel 2. Suhu media selama pemeliharaan dapat dilihat pada Lampiran 7.

Tabel 2. Kisaran Suhu Media Selama Pemeliharaan

Perlakuan Suhu (0C)

K- 23,0 - 27,0

K+ 23,0 – 28,0

A 23,5 – 29,5

B 23,0 – 30,0

C 23,0 – 29,0

K (-) : tanpa penambahan ekstrak bawang putih dan disuntik PBS 0,1 ml. K (+) : tanpa penambahan ekstrak bawang putih dan diinfeksi KHV 0,1 ml.

A : penambahan ekstrak bawang putih (50 gram/kg pakan) selama 21 hari dan diinfeksi KHV 0,1 ml. B : penambahan ekstrak bawang putih (50 gram/kg pakan) selama 14 hari dan diinfeksi KHV 0,1 ml. C : penambahan ekstrak bawang putih (50 gram/kg pakan) selama 7 hari dan diinfeksi KHV 0,1 ml.

3.2 Pembahasan

Penurunan nafsu makan terjadi saat awal pemberian ekstrak bawang putih dalam pakan, hal ini diduga disebabkan oleh bau menyengat dari alisin yang merupakan komponen utama hasil degradasi secara enzimatis dari alliin yang tidak stabil dan sangat reaktif (Block, 1992). Nafsu makan cenderung kembali normal pada hari ke-5 pemberian pakan dengan penambahan ekstrak bawang putih. Penurunan nafsu makan juga terjadi pasca uji tantang, hal ini diduga akibat stres saat penyuntikkan. Untuk perlakuan kontrol negatif, nafsu makan kembali normal pada hari ke-24, sedangkan untuk perlakuan kontrol positif , penurunan nafsu makan terus terjadi sampai hari ke-34 yang diduga akibat adanya infeksi KHV pada tubuh ikan mas. Untuk perlakuan A, B dan C, penurunan nafsu makan akibat penyuntikkan terjadi sampai hari ke- 27 dan kembali normal sampai akhir pemeliharaan. Senyawa alisin pada bawang putih berfungsi sebagai antimikroba spektrum luas. Alisin mampu melawan infeksi yang disebabkan oleh parasit, bakteri, jamur, atau virus. Selain itu juga, adanya Scordinin dan vitamin C yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit (Syamsiah, 2006) sehingga kelangsungan hidup ikan menjadi meningkat.


(34)

21 Gejala klinis ikan mas yang terserang KHV umumnya pergerakannya menjadi lemah dan terjadi penurunan nafsu makan. Kondisi fisik ikan yang mati akibat serangan KHV memiliki ciri-ciri kulit melepuh, luka pada daging, tubuh kesat dan insang berwarna pucat (kecoklatan) serta terdapat partikel putih pada insang. Kondisi fisik pada perlakuan kontrol positif mengalami luka pada daging yang cukup parah jika dibandingkan luka pada ikan perlakuan yang diberi ekstrak bawang putih pada pakannya. Luka yang terdapat pada perlakuan A dan B lebih cepat sembuh jika dibandingkan perlakuan kontrol positif yang penyembuhan lukanya sangat lambat dan akhirnya menyebabkan kematian. Hal ini membuktikan bahwa pemberian ekstrak bawang putih dapat meningkatkan jumlah trombosit sehingga penyembuhan luka dapat terjadi lebih cepat.

Nilai kelangsungan hidup tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol negatif sebesar 95,8%, perlakuan A yaitu sebesar 91,7% dan perlakuan B sebesar 83,8%. Penambahan ekstrak bawang putih pada pakan diduga dapat meningkatkan ketahanan tubuh ikan mas terhadap infeksi KHV. Pemberian ekstrak bawang putih 50 gram/kg pakan selama 21 hari diduga dapat meningkatkan daya tahan tubuh ikan mas terhadap serangan KHV, hal ini didukung dengan tingginya nilai kelangsungan hidup yang tidak berbeda nyata dengan kontrol negatif dan berbeda nyata dengan kontrol positif yaitu sebesar 0%. Sedangkan untuk pemberian ekstrak bawang putih 50 gram/kg pakan selama 7 hari belum bisa meningkatkan ketahanan tubuh ikan mas terhadap serangan KHV, yang dilihat dari rendahnya nilai kelangsungan hidup ikan mas pada perlakuan C yaitu sebesar 62,5%. Ikan yang bisa melewati masa-masa kritis terinfeksi KHV dan masih bertahan akan menjadi carrier atau resistant. Ikan yang bersifat carrier, apabila sewaktu-waktu terjadi penurunan kondisi tubuh (Davenport, 2001) dan terjadi fluktuasi suhu (OATA, 2001), akan terjangkit KHV lagi. Pada perlakuan 7 hari diduga bahan-bahan yang terkandung di dalam bawang putih belum terserap secara maksimal karena terlalu sedikit yang masuk ke dalam tubuh dilihat dari respons makan saat pertama kali diberikan pakan dengan penambahan ekstrak bawang putih sangat rendah.

Parameter darah merupakan salah satu indikator adanya perubahan kondisi pada kesehatan ikan, baik karena faktor infeksi maupun akibat faktor non infeksi


(35)

22 seperti nutrisi, lingkungan dan genetik. Menurut Amlacher (1970), darah akan mengalami perubahan khususnya apabila terkena penyakit. Pengamatan gambaran darah ikan selama penelitian meliputi jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah leukosit dan diferensial leukosit yang meliputi monosit, neutrofil, limfosit dan trombosit. Jumlah eritrosit normal pada ikan mas Cyprinus

carpio adalah 1,43x106 sel/mm3 dengan diameter 7-36 µm (Sjafei et al., 1989).

Pada Gambar 3, dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan jumlah eritrosit yang cukup signifikan untuk semua perlakuan yaitu mencapai 1,47x106 sel/mm3 yang nilainya diatas batas normal. Tingginya jumlah eritrosit menandakan ikan dalam keadaan stres (Nabib dan Pasaribu, 1989). Hal ini dapat disebabkan oleh infeksi PBS maupun KHV sehingga produksi lendir di insang berlebih dan terjadi kerusakan pada insang sehingga sulit dalam mengambil oksigen serta patogenitas KHV mulai menyerang pada ikan. Jumlah eritrosit mulai menurun pada hari ke-27 dan kembali normal pada akhir pemeliharaan. Walaupun terjadi hemoragi pada insang, namun hal ini tidak terlalu mempengaruhi jumlah eritrosit dalam darah ikan.

Hemoglobin berfungsi mengikat oksigen yang kemudian akan digunakan untuk proses katabolisme sehingga dihasilkan energi (Larger et al., 1977). Hemoglobin merupakan karakteristik dari eritrosit, warna lebih merah dalam darah segar disebabkan adanya hemoglobin dalam sel darah merah. Secara fisiologis, hemoglobin menentukan tingkat ketahanan tubuh ikan dikarenakan hubungannya yang erat dengan adanya daya ikat oksigen oleh darah. Kadar hemoglobin dalam darah berkorelasi kuat dengan nilai hematokrit. Semakin rendah jumlah sel-sel darah merah maka semakin rendah pula kadar hemoglobin dalam darah (Lagler et al., 1977). Ikan yang terserang KHV mengalami produksi lendir yang berlebih dan nekrosis di insang sehingga ikan menjadi stres karena pengambilan oksigen pada ikan menjadi terganggu. Kadar hemoglobin menurun pada hari ke-25 untuk semua perlakuan, hal ini diduga ikan mengalami stres akibat penyuntikkan pada hari ke-22. Kadar hemoglobin yang menurun disebabkan karena kadar oksigen dalam darah menurun. Bastiawan,dkk (2001) mengatakan bahwa rendahnya kadar hemoglobin menyebabkan laju metabolisme menurun dan energi yang dihasilkan menjadi rendah. Hal ini yang membuat ikan


(36)

23 menjadi lemah dan tidak memiliki nafsu makan serta terlihat diam di dasar atau menggantung di bawah permukaan air.

Hematokrit merupakan perbandingan antara sel darah merah dan plasma darah. Kadar hematokrit dan kadar hemoglobin mempunyai hubungan yang sangat erat dengan sel darah merah terhitung (Bond, 1979) dan nilainya selalu berubah tergantung pada faktor nutrisi dan umurnya (Randall, 1970). Pada hari ke-25, kadar hematokrit cenderung meningkat, hal ini disebabkan oleh fluktuasi suhu yang cukup drastis pada hari tersebut, hal ini sesuai dengan pernyataan Jawad et al., (2004) dalam Marthen (2005) bahwa peningkatan kadar hematokrit ini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu perubahan parameter lingkungan terutama suhu perairan dan keadaan fisiologi ikan. Mulai hari ke-27 sampai hari ke-32, terjadi penurunan kadar hematokrit yang diduga bahwa ikan sudah terinfeksi KHV yang menyebabkan sel darah putih sudah menyebar ke bagian-bagian infeksi, hal ini sesuai dengan pernyataan yang mengatakan bahwa menurunnya kadar hematokrit dapat dijadikan petunjuk untuk mengetahui apakah pakan memiliki kandungan protein yang rendah, defisiensi vitamin, atau ikan terkena infeksi (Wedemeyer dan Yasutake, 1977).

Leukosit merupakan salah satu komponen darah yang berfungsi sebagai pertahanan non spesifik serta akan melokalisasi dan mengeliminir patogen melalui proses fagositosis (Anderson, 1992). Peningkatan jumlah leukosit pada hari ke-25 dikarenakan ikan sudah terinfeksi KHV dan pada hari tersebut terjadi fluktuasi suhu yang cukup drastis yaitu antara 23-280C. Suhu pertumbuhan optimal untuk KHV berkisar antara 22-270C (OATA, 2001). Kisaran suhu pada semua perlakuan merupakan kisaran suhu optimal virus sehingga dapat memicu peningkatan leukosit di daerah infeksi untuk melawan virus. Peningkatan jumlah leukosit pada perlakuan A, B, C membuktikan bahwa KHV bersifat patogen pada ikan mas. Peningkatan jumlah leukosit mengindikasikan bahwa daya tahan ikan juga meningkat. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan jumlah leukosit pada perlakuan A, B dan C lebih cepat jika dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Jumlah leukosit pada perlakuan A, B dan C terus meningkat sampai akhir pemeliharaan, hal ini disebabkan karena ikan dapat mempertahankan diri dari kondisi buruk akibat infeksi. Pada hari ke-32 untuk perlakuan kontrol negatif terjadi penurunan


(37)

24 jumlah leukosit. Hal ini di duga injeksi PBS tidak menimbulkan infeksi sehingga pertahanan tubuh tidak merespons sebagai ancaman (Davenport, 2001). Pemberian ekstrak bawang putih selama 21 hari diduga dapat meningkatkan jumlah leukosit dalam darah lebih cepat ketika ada infeksi sehingga dapat meningkatkan ketahanan tubuh terhadap infeksi KHV.

Pengamatan diferensial meliputi monosit, neutrofil, limfosit dan trombosit. Jumlah monosit ikan yang diberi perlakuan lebih rendah jika dibandingkan kontrol. Rendahnya jumlah monosit pada perlakuan A, B dan C diduga karena monosit sudah mulai masuk ke dalam jaringan dan berdiferensiasi menjadi sel makrofag untuk memfagosit patogen (Nabib dan Pasaribu, 1989). Sedangkan untuk perlakuan kontrol negatif, terjadi peningkatan jumlah monosit pada hari ke-29, hal ini diduga monosit tetap berada dalam darah karena tidak terdapat infeksi dalam tubuh ikan. Monosit dalam darah berumur pendek sehingga terjadi fluktuasi jumlah monosit (Puspitaningtyas, 2006). Diallyl disulfida dalam bawang putih mampu menguraikan protein pada sel yang rusak sehingga protein tersebut mudah dicerna oleh tubuh (Syamsiah, 2006) dan mampu meningkatkan kekebalan non-spesifik melalui aktivitas fagositosis dan merangsang aktifitas sel yang berperan dalam respons imunitas (Puspitaningtyas, 2006).

Neutrofil merupakan sel yang paling pertama dalam melakukan aktivitas fagositik ketika terdapat antigen yang masuk, namun umurnya pendek (Tizard, 1988). Jumlah neutrofil pada semua perlakuan masih berada dalam kisaran normal. Diduga neutrofil kurang memberikan pengaruh yang disebabkan infeksi KHV. Menurunnya jumlah neutrofil dalam darah disebabkan neutrofil sudah melakukan aktivitas fagositik di dalam sel dan neurofil dapat memfagositosit 5-20 bakteri sebelum neutrofil tersebut mati (Guyton and Hall, 1997). Penambahan ekstrak bawang putih pada pakan diduga tidak berpengaruh terhadap jumlah neutrofil ikan.

Limfosit adalah sel penghasil antibodi yang berbentuk bundar dengan sejumlah kecil sitoplasma tidak bergranula dan inti sel hampir memenuhi seluruh sel. Menurut Fujaya (2002), kekurangan limfosit dapat menurunkan konsentrasi antibodi dan dapat meningkatkan serangan penyakit. Presentase nilai limfosit ditemukan lebih tinggi daripada presentase nilai monosit, neutrofil dan trombosit


(38)

25 dari awal hingga akhir pengamatan. Limfosit tidak berfisat fagositik namun memegang peranan penting dalam pembentukan antibodi. Limfosit yang bersikulasi dalam darah dan jaringan berasal dari timus dan organ limfoid perifer seperti ginjal dan limfa, sehingga kerusakan organ penghasilnya ini akan menghambat pembentukan limfosit (Fujaya, 2002). Hal ini yang diduga menyebabkan jumlah limfosit dalam darah ikan perlakuan rendah, dilihat dari organ ginjal yang diduga rusak karena terlihat lebih pucat jika dibandingkan ginjal ikan sebelum diinfeksi KHV. Penambahan ekstrak bawang putih pada pakan diduga tidak berpengaruh terhadap jumlah limfosit ikan karena nilainya cukup stabil dari awal penyuntikkan sampai akhir pemeliharaan.

Trombosit merupakan sel yang mengeluarkan trombloplastin yaitu enzim yang membuat polimer dan fibrinogen yang berperan dalam proses pembekuan darah. Trombosit berfungsi untuk proses pembekuan darah guna mencegah terjadinya pendarahan (hemorhagi dan tukak) lebih lanjut (Angka, 2004). Keberadaan trombosit dalam darah cukup lama, yaitu trombosit akan diganti kira-kira 10 hari setelah diproduksi (Guyton and Hall, 1997). Untuk perlakuan A dan C terjadi peningkatan jumlah trombosit pada hari ke-25, sedangkan untuk perlakuan B jumlah trombosit meningkat pada hari ke-27, hal ini diduga trombosit mulai diproduksi dalam darah akibat adanya infeksi KHV. Jumlah trombosit menurun seiring dengan proses penyembuhan luka, hal ini terlihat dari menurunnya jumlah trombosit pada hari berikutnya. Pada perlakuan kontrol positif, jumlah trombosit relatif stabil dari awal infeksi sampai akhir pemeliharaan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak bawang putih dapat meningkatkan jumlah trombosit lebih cepat sehingga penyembuhan luka juga berlangsung lebih cepat. Untuk kontrol negatif terjadi penurunan jumlah trombosit dan relatif stabil, hal ini dikarenakan tidak ada luka yang serius pada tubuh ikan, sehingga darah tidak memproduksi trombosit lebih banyak untuk proses penyembuhan luka.

Kualitas air merupakan salah satu parameter yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup organisme akuatik yang ada didalamnya. Dalam keadaan kualitas air yang tidak optimum, ikan akan mudah stres dan terserang penyakit bahkan pada kisaran nilai tertentu, dapat menyebabkan kematian pada ikan. Suhu memiliki peranan penting dalam mengendalikan


(39)

26 kondisi ekosistem perairan. Perubahan suhu dapat berpengaruh terhadap seluruh komponen yang berada didalamnya. Dalam penelitian ini, saat perlakuan pakan ikan dipelihara dengan menggunakan heater agar suhu tetap stabil yaitu 27oC. Namun, saat uji tantang heater tidak digunakan dan ikan dibiarkan dengan kondisi fluktuasi suhu yang cukup drastis setiap harinya. Suhu pasca uji tantang berkisar antara 22-28oC yang merupakan suhu optimal virus KHV. Untuk perlakuan kontrol negatif, perubahan suhu tidak mempengaruhi kondisi ikan karena tidak di infeksi KHV, sedangkan untuk perlakuan kontrol positif ikan mengalami kematian 100% karena infeksi KHV sudah menyerang tubuh ikan tersebut dan ikan tidak memiliki ketahanan tubuh yang cukup kuat untuk melawan serangan KHV. Untuk perlakuan A dan B, ikan mengalami kematian akibat infeksi KHV sebesar ±10%. Hal ini membuktikan bahwa pemberian ekstrak bawang putih pada pakan dapat meningkatkan ketahanan tubuh ikan mas saat ada serangan KHV di dalam tubuhnya.


(40)

27

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Pemberian ekstrak bawang putih 50 gram/kg pakan selama 21 hari menghasilkan tingkat kelangsungan hidup sebesar 91,7%. Pemberian ekstrak bawang putih selama 21 hari merupakan lama pemberian yang paling optimum untuk mencegah penyakit Koi Herpes Virus (KHV).

4.2 Saran

Perlu pengkajian mengenai berapa lama ketahanan kandungan bawang putih di dalam tubuh ikan mas sesudah terserang Koi Herpes Virus (KHV).


(41)

28

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, D.P., Siwicki, A.K., 1993. Basic hematology and serology for fish health programs. Paper presented in second symposium on disease in Asian

Aquaculture “Aquatic Animal Health and Environment”. Phukat, Thailand.

25-29th. October 1993, hlm. 17.

Angka, Sl., 2004. The Pathology of the Walking Catfish (Clarias batrachus) Infected Intraperitoncally with Aeromonas hydrophila. Asian Fisheris Science, 3. Philippines, p343.

Arvin, A., 1996. Varicella zoster virus 3. Clinical Microbiology Reviews 9, 361-381.

Amlacher, E. 1970. Textbook of Fish Disease. DA Conroy, RL Herman (Penerjemah). TFH Publ. Neptune. New York. 302 hal.

Bastiawan, D., Taukhid, M., Alifudin., Dermawati., 1995. Perubahan hematologi dan jaringan ikan lele dumbo Clarias gariepinus yang diinfeksi cendawan

Aphanomyces sp. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia106-115.

Block, E., 1992. The Organosulfur Chemistry of Genus Allium. Implication for Organic Sulfur Chemistry. Angewandteh Chemie International Edition In English 31, 1135-1178.

Bond, C.E., 1979. Biology of Fishes. Saunders College Publishing, Philadelphia. Chinabut, S., Limsuwan, C., Kitsawat, P., 1991. Histology of The Walking

Catfish Clarias batrachus. Departement of Fisheries Thailand. Thailand, 96p.

Davenport, K., 2001. Koi Herpesvirus (KHV). Ornamental Aquatic Trade Association. United Kingdom.

Fujaya, Y., 2002. Fisiologi Ikan : Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan. Penerbit Bineka Cipta, Jakarta, hlm. 95-110.

Giri, P., 2008. Efektivitas ekstrak bawang putih Allium sativum terhadap ketahanan tubuh ikan mas Cyprinus carpio yang diinfeksi koi herpes virus (KHV). [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Guyton, A.C., Hall, J.E., 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9 (Terjemah) Penerbit Buku Kedokteran EGC.


(42)

29 Lagler, K.F., Bardach, J.E., Miller, R.R., Passiono, D.R., 1977. Ichtyology. John Wiley and Sons Inc, New York-London.Lentera. 2002. Pembesaran Ikan Mas di Kolam Air Deras. PT. Argomedia Pustaka, Depok.

Nabib, R., Pasaribu, F.H., 1989. Patologi dan Penyakit Ikan. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor, Bogor.

[OATA] Ornamental Aquatic Trade Assosiation. 2001. Koi Herpes Virus (KHV). United Kingdom.

Puspitaningtyas, D., 2006. Potensi ekstrak bawang putih Allium sativum untuk menginaktifkan koi herpes virus (KHV) pada ikan mas Cyprinus carpio. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Randall, D.J., 1970. The Circulatory System In Fish Physiology Vol 4. Academic Press, London, pp. 133-172.

Sjafei, D.S., Raharjo, M.F., Affandi, R., Sulistiono., 1989. Ikhtiology. Perikanan. IPB. Bogor.

Sunarto, A., 2004. Epidemiology. Diagnostic and Preventive Practises for Koi erpesvirus (KHV) in Indonesia. Tokyo University of Marine Science and Technology. Fisheries Research Agency.

Svobodova, Z., Vykusova, B., 1991. Diagnostic Prevention and Therapy of Fish Diseases and Intoxication. Reseacrh Intitute of Fish Culture and Hydrobiology Vodnany, Czechoslovakia. Available at http://www.fao.org. [18 September 2010]

Syamsiah, I.S., Tajudin., 2006. Khasiat dan Manfaat Bawang Putih Raja Antibiotik Alami. PT. Agromedia Pustaka, Depok.

Taukhid, A., Sunarto., Isti K., Hambali, S., Gardenia., 2004. Strategi Pengendalian Penyakit Koi Herpes Virus (KHV) Pada kan Mas dan Koi. Dalam; Makalah Workshop Pengendalian Penyakit Koi Herpes Virus pada Budidaya Ikan Air Tawar. Bogor 28 September 2004.

Tizard, I.R., 1982. Pengantar Imunologi Veteriner. Universitas Airlangga, Surabaya.

Wakita, K., Key, Y., Novita, P., Meliya, B., Safira., Indri, A., Edy, B.K., 2005. Collected Canes of Fish Siseases in Sumatra, Indonesia during 2002-2004. Direktorat Jendral. Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan.


(43)

30 Yuasa, K., Novita P, Meliya B and Edy BK. 2003. Panduan Diagnosa Penyakit Ikan. Direktorat Jendral. Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan.

Wang, Y., 2007. Effect of probiotics on growth performance and digestive enzyme activity of the shrimp Panaeus vannamei. Aquaculture 269, 259-264.

Wedemeyer, G., Yasutake, W.T., 1977. Clinical methods for the assesment of the effectsn of environmental stress on fish health. Technical paper 89, USA. Departement of the Interior Fish and Wildlife Service, Wshington, D.C.


(44)

31


(45)

31 Lampiran 1. Bahan-Bahan Larutan Hayem, Turk, PBS (Phospat Buffrer Saline)

dan Anti koagulan. * Larutan Hayem = HgCl 25 gram NaCl 5 gram Na2SO4 2,5 gram Akuades 1000 ml * Larutan Turk = Acetil Acid Glacial 2 ml Gentian Violet 1 ml Akuades 100 ml * PBS = NaCl 8 gram

KH2PO4 0,2 gram NaH2PO4 1,5 gram KCl 0,2 gram Akuades 1000 ml

*Anti Koagulan = Tri-Natriumcitrat 2-hydrat 3.8 gram Akuades 100 ml


(46)

32 Lampiran 2. Perhitungan Jumlah Sel Darah

Keterangan : K = sel darah merah M = sel darah putih

Contoh perhitungan leukosit

∑leukosit 64 kotak besar = 8600 sel

Pengenceran leukosit 1 : 20

Volume 1 kotak besar (0,25 x 0,25 x 0,1) mm3

= 4,3 x 105 sel/mm3

M

M

M

M

K

K

K

K


(47)

33 Lampiran 3. Perhitungan kadar hematokrit (Chinabut et al. 1991)

Ujung tabung mikrohematokrit dicelupkan ke dalam tabung yang berisi darah. Darah diambil sebanyak ¾ bagian tabung. Ujung tabung yang telah berisi darah ditutup dengan crytoceal dengan cara menancapkan ujung tabung ke dalam

crytoceal kira-kira sedalam 1 mm sehingga terbentuk sumbat crytoceal. Tabung

mikrohematokrit tersebut disentrifuge selama 5 menit pada 5000 rpm dengan posisi tabung yang bervolume sama berhadapan agar putaran sentrifuse seimbang. Panjang bagian darah yang mengendap dan panjang total volume darah yang terdapat di dalam tabung diukur dengan menggunakan penggaris. Kadar hematokrit merupakan banyaknya sel darah (digambarkan dengan padatan atau endapan) dalam cairan darah. Kadar hematokrit darah dapat dihitung dengan rumus :

Contoh perhitungan :

Panjang Plasma darah = 3,2 cm Panjang Padatan darah = 1,7 cm Kadar hematokrit

Plasma Darah

Padatan Darah

Crytoceal


(48)

34 Lampiran 4. Analisis Statistik Kelangsungan Hidup, Jumlah Eritrosit, Kadar Hemoglobin, Kadar Hematokrit Jumlah Leukosit, dan Diferensial Leukosit

a. Kelangsungan Hidup

Nilai Rataan Kelangsungan Hidup (%) Ikan Mas Cyprinus carpio pada berbagai perlakuan

Perlakuan Kelangsungan hidup

K- 95.83c ± 2.21

K+ 00.00a ± 2.50

A 91.70c ± 2.36

B 83.83c ± 2.21

C 62.50b ± 2.50

Ket : Huruf Superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%.

a. Eritrosit

Nilai Rataan Eritosit (x 105 sel/mm3) Ikan Mas Cyprinus carpio pada berbagai perlakuan

Perlakuan Jumlah eritrosit (x 10

5

sel/mm3) pasca infeksi pada hari ke-

22 25 27 29 32

K- 152a ± 94 167a± 85 145ab ± 74 116a ± 24 182a ± 16

K+ 162ab ± 21 198a ± 46 236a ± 16 177a ± 53 160a ± 52

A 142ab ± 33 116a ± 60 126a ± 46 136a ± 45 251a ± 53

B 116ab ± 32 154a ± 87 136a ± 24 157a ± 68 179a ± 21

C 149a ± 16 120a ± 40 168a ± 42 102a ± 16 104a ± 16

Ket : Huruf Superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%.

b. Hemoglobin

Nilai Rataan Hemoglobin (g%) Ikan Mas Cyprinus carpio pada berbagai perlakuan

Perlakuan Kadar hemoglobin (g%) pasca infeksi pada hari ke-

22 25 27 29 32

K- 6.4a ± 1.7 6.0b ± 1.8 7.0b ± 0.3 7.4bc ± 0.3 8.0bc ± 1.0 K+ 8.0a ± 1.0 5.6ab ± 0.5 4.5a ± 0.4 4.8a ± 0.5 5.6a ± 0.5

A 7.6a ± 1.8 5.8ab ± 1.1 4.5a ± 0.9 7.8c ± 0.9 8.6c ± 0.5

B 8.0a ± 1.2 4.0a ± 0.2 4.8a ± 1.8 6.8bc ± 0.4 7.0ab ± 1.0

C 8.2a ± 0.4 3.8a ± 0.3 3.7a ± 1.1 6.4b ± 0.5 6.3a ± 0.5

Ket : Huruf Superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%


(49)

35 c. Hematokrit

Nilai Rataan Hematokrit (%) Ikan Mas Cyprinus carpio pada berbagai perlakuan

Perlakuan Kadar hematokrit (%) pasca infeksi pada hari ke-

22 25 27 29 32

K- 20.8a ± 2.8 29.5a ± 7.4 29.6a ± 5.0 27.4ab ± 1.9 21.6ab ± 2.3 K+ 18.1a ± 3.6 28.2a ± 4.9 30.1a ± 2.5 29.4b ± 1.4 28.9c ± 1.2 A 19.9a ± 2.0 28.8a ± 1.9 32.8a ± 3.7 26.5ab ± 3.2 24.7b ± 3.2 B 23.4ab ± 1.4 29.7a ± 3.8 25.7a ± 4.5 26.6ab ± 0.6 24.9b ± 1.1 C 27.2b ± 3.8 31.4a ± 3.7 28.2a ± 1.4 24.5a ± 3.5 20.0a ± 2.0 Ket : Huruf Superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%.

d. Leukosit

Nilai Rataan Leukosit (x 105 sel/mm3) Ikan Mas Cyprinus carpio pada berbagai perlakuan

Perlakuan Jumlah leukosit (x 10

5

sel/mm3) pasca infeksi pada hari ke-

22 25 27 29 32

K- 3.66a ± 1.27 4.86a ± 1.34 7.18ab ± 2.95 8.46a ± 2.16 5.74a ± 1.76 K+ 4.56a ± 1.00 4.33a ± 3.47 6.02a ± 1.77 7.94a ± 1.32 8.61ab ± 1.84 A 4.37a ± 1.63 8.17b ± 0.24 8.79b ± 2.88 10.66a ± 2.65 11.67b ± 1.62 B 5.01a ± 2.35 8.31b ± 3.03 8.66b ± 2.27 8.68a ± 2.20 9.53b ± 1.18 C 4.67a ± 1.62 7.87b ± 1.64 8.69b ± 2.46 10.28a ± 1.32 9.47b ± 3.12 Ket : Huruf Superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%.

e. Diferensial Leukosit Monosit

Nilai Rataan Monosit Ikan Mas Cyprinus carpio pada berbagai perlakuan

Perlakuan

Jumlah monosit (%) pasca infeksi pada hari ke-

22 25 27 29 32

K- 21.6abc ± 7.5 17.0a ± 2.6 22.6a ± 5.5 29.6a ± 6.4 26.3b ± 2.3 K+ 24.6c ± 4.0 23.3a ± 6.0 19.6a ± 2.0 26.6a ± 15,0 25.0ab ± 2.6 A 12.6a ± 6.0 16.0a ± 4.5 19.3a ± 3.0 22.3a ± 4.5 19.6a ± 1.5 B 13.3ab ± 5.7 20.3a ± 5.7 23.3a ± 2.8 24.0a ± 3.0 19.6a ± 4.7

C 19.2bc ± 3.2 17.3a ± 4.5 21.0a ± 6.5 24.3a ± 6.6 22.3ab ± 3.0 Ket : Huruf Superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%.


(50)

36 Neutrofil

Nilai Rataan Neutrofil Ikan Mas Cyprinus carpio pada berbagai perlakuan

Perlakuan Jumlah neutrofil (%) pasca infeksi pada hari ke-

22 25 27 29 32

K- 7.3ab ± 1.1 8.3a ± 1.5 8.3a ± 1.1 8.3a ± 1.5 10.3a ± 2.3 K+ 7.0ab ± 1.7 9.0a ± 2.0 10.3a ± 4.1 9.0a ± 1.0 8.6a ± 1.5

A 7.3ab ± 1.5 6.6a ± 0.5 8.0a ± 2.6 8.3a ± 1.5 10.0a ± 3.6

B 10.0b ± 4.5 9.0a ± 5.5 6.6a ± 1.5 8.6a ± 1.5 7.3a ± 1.5

C 5.0a ± 1.0 8.3a ± 0.5 8.3a ± 1.5 7.3a ± 0.5 10.0a ± 3.0

Ket : Huruf Superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%.

Limfosit

Nilai Rataan Limfosit Ikan Mas Cyprinus carpio pada berbagai perlakuan

Perlakuan Jumlah limfosit (%) pasca infeksi pada hari ke-

22 25 27 29 32

K- 62a ± 3.0 68a ± 3.7 64a ± 4.5 58a ± 4.1 61a ± 2.0

K+ 63a ± 2.6 62a ± 5.5 66a ± 2.6 60a ±13.5 62a ± 2.0

A 74b ± 7.0 69a ± 7.9 68a ± 4.0 66a ± 4.0 67b ± 3.6

B 72b ± 6.8 66a ± 4.9 65a ± 8.8 68a ± 8.7 68b ± 3.2

C 65ab ± 1.5 68a ± 3.7 69a ± 1.7 63a ± 9.0 70b ± 1.1

Ket : Huruf Superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%.

Trombosit

Nilai Rataan Trombosit Ikan Mas Cyprinus carpio pada berbagai perlakuan

Perlakuan Jumlah trombosit (%) pasca infeksi pada hari ke-

22 25 27 29 32

K- 9.0a ± 4.3 6.0a ± 2.6 5.0a ± 1.0 3.3a ± 1.5 2.3a ± 1.1

K+ 5.3a ± 0.5 5.3a ± 1.1 4.0a ± 2.6 3.6a ± 2.5 4.3a ± 0.5

A 6.0a ± 3.6 8.3a ± 4.1 4.3a ± 2.0 3.3a ± 1.5 3.3a ± 1.1

B 5.0a ± 1.0 3.6a ± 0.5 7.3a ± 8.0 2.3a ± 2.0 4.0a ± 2.6

C 5.3a ± 1.1 7.3a ± 2.8 5.3a ± 1.1 1.6a ± 2.8 5.6a ± 4.0

Ket : Huruf Superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%.


(51)

37 Lampiran 5. Gambar Gejala Klinis Ikan Yang Terinfeksi KHV

Keterangan Gambar :

K+ = luka sangat dalam dan kulit melepuh A = sisik mengelupas dan kulit kesat

B = sisik mengelupas cukup lebar dan kulit kesat

C = terjadi infeksi sekunder pada mata dan terdapat bintik putih pada insang. Insang berwarna coklat pucat


(52)

38 Lampiran 6. Respons Makan Pada Ikan Selama Pemeliharaan

Hari Ke- Hari Ke-

K-1 K-2 K-3 K+1 K+2 K+3 A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3 1 +++ +++ +++ +++ +++ ++ - + + +++ +++ +++ +++ +++ +++

2 +++ +++ +++ +++ +++ +++ + + + +++ +++ +++ +++ +++ +++

3 +++ +++ +++ +++ +++ ++ + ++ + +++ +++ +++ +++ ++ ++

4 +++ +++ +++ +++ +++ +++ + ++ ++ +++ +++ +++ +++ +++ +++

5 +++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ ++ ++ +++ +++ +++ +++ ++ ++

6 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++

7 +++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ ++ +++ + - + +++ ++ ++

8 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ + + + +++ +++ +++

9 +++ +++ +++ +++ +++ +++ + +++ +++ + ++ ++ +++ ++ ++

10 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ ++ ++ +++ +++ +++

11 +++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ +++ +++ ++ +++ ++ +++ ++ ++

12 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++

13 +++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ ++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ ++

14 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ + + +

15 +++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ +++ +++ +++ +++ +++ + + +

16 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ + + ++

17 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ ++ ++

18 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ ++ +++

19 +++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++

20 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++

21 x x x x x x x x x x x x x x x


(53)

39 Lampiran 6. Lanjutan

UJI TANTANG

Hari Ke- K-1 K-2 K-3 K+1 K+2 K+3 A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3 23 - + + + - + ++ + + + + + + + ++

24 ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++

25 +++ ++ ++ + + + ++ + ++ + + + ++ + +

26 +++ +++ +++ + + + ++ +++ ++ ++ ++ ++ ++ + +

27 +++ +++ +++ ++ + + + ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++

28 +++ +++ +++ ++ + + + +++ +++ +++ +++ +++ ++ ++ ++

29 +++ +++ +++ ++ ++ + ++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++

30 +++ +++ +++ + + + +++ +++ +++ +++ ++ +++ +++ +++ +++

31 +++ +++ +++ ++ ++ ++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++

32 +++ +++ +++ ++ ++ ++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++

Keterangan : Tidak diberi pakan = x Respon makan tidak ada = - Respon makan rendah = + Respon makan sedang = ++ Respon makan tinggi = +++


(1)

37

Lampiran 5. Gambar Gejala Klinis Ikan Yang Terinfeksi KHV

Keterangan Gambar :

K+ = luka sangat dalam dan kulit melepuh

A = sisik mengelupas dan kulit kesat

B = sisik mengelupas cukup lebar dan kulit kesat

C = terjadi infeksi sekunder pada mata dan terdapat bintik putih pada insang.

Insang berwarna coklat pucat


(2)

38

Hari Ke- Hari Ke-

K-1 K-2 K-3 K+1 K+2 K+3 A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3

1 +++ +++ +++ +++ +++ ++ - + + +++ +++ +++ +++ +++ +++

2 +++ +++ +++ +++ +++ +++ + + + +++ +++ +++ +++ +++ +++

3 +++ +++ +++ +++ +++ ++ + ++ + +++ +++ +++ +++ ++ ++

4 +++ +++ +++ +++ +++ +++ + ++ ++ +++ +++ +++ +++ +++ +++

5 +++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ ++ ++ +++ +++ +++ +++ ++ ++

6 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++

7 +++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ ++ +++ + - + +++ ++ ++

8 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ + + + +++ +++ +++

9 +++ +++ +++ +++ +++ +++ + +++ +++ + ++ ++ +++ ++ ++

10 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ ++ ++ +++ +++ +++

11 +++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ +++ +++ ++ +++ ++ +++ ++ ++

12 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++

13 +++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ ++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ ++

14 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ + + +

15 +++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ +++ +++ +++ +++ +++ + + +

16 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ + + ++

17 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ ++ ++

18 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ ++ +++

19 +++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++

20 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++

21 x x x x x x x x x x x x x x x


(3)

39

Lampiran 6. Lanjutan

UJI TANTANG

Hari Ke- K-1 K-2 K-3 K+1 K+2 K+3 A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3

23 - + + + - + ++ + + + + + + + ++

24 ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++

25 +++ ++ ++ + + + ++ + ++ + + + ++ + +

26 +++ +++ +++ + + + ++ +++ ++ ++ ++ ++ ++ + +

27 +++ +++ +++ ++ + + + ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++

28 +++ +++ +++ ++ + + + +++ +++ +++ +++ +++ ++ ++ ++

29 +++ +++ +++ ++ ++ + ++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++

30 +++ +++ +++ + + + +++ +++ +++ +++ ++ +++ +++ +++ +++

31 +++ +++ +++ ++ ++ ++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++

32 +++ +++ +++ ++ ++ ++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++

Keterangan : Tidak diberi pakan

= x

Respon makan tidak ada = -

Respon makan rendah

= +

Respon makan sedang

= ++

Respon makan tinggi

= +++


(4)

40

Lampiran 7. Suhu (

C) Media Selama Pemeliharaan

H Waktu Suhu (

oC)

K-1 K-2 K-3 K+1 K+2 K+3 A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3

1 Pagi 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27

Sore 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27

2 Pagi

27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27

Sore 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27

3 Pagi

27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27

Sore 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27

4 Pagi

27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27

Sore 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27

5 Pagi

27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27

Sore 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27

6 Pagi

27 27 27 27 27 27 25 27 27 27 27 27 27 27 27

Sore 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27

7 Pagi

27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 26 27

Sore 27 29 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27

8 Pagi

27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27

Sore 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27

9 Pagi 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27

Sore 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27

10 Pagi 27 27 27 27 27 27 27 27 27 26 27 27 27 27 27

Sore 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27


(5)

41

Lampiran 7. Lanjutan

H Waktu K-1 K-2 K-3 K+1 K+2 K+3 A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3

11 Pagi 26 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27

Sore 27 27 27 27 27 27 27 27 27 26 27 27 27 27 27

12

Pagi 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27

Sore 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27

13 Pagi

27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27

Sore 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27

14 Pagi

27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27

Sore 27 27 27 27 27 28 27 27 27 27 27 27 27 27 27

15 Pagi

27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27

Sore 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 29 27

16 Pagi

27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27

Sore 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27

17 Pagi

27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27

Sore 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27

18 Pagi 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 28

Sore 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27

19 Pagi 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27

Sore 27 27 27 27 28 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27

20 Pagi 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27

Sore 29 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27

21 Pagi 27 27 27 27 27 27 27 26 27 27 27 26 27 27 27

Sore 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 30 27 29 27 27


(6)

42

UJI TANTANG

H Waktu K-1 K-2 K-3 K+1 K+2 K+3 A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3

23 Pagi 24 24,4 25 24 23 24 24 24 25 24,5 24 23 23 24 24

Sore 26 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 26 28

23 Pagi

23 23 23.5 24 23 23 23 23 24.5 23 24 24 24.5 24 24

Sore 27 27 27 27 26 27 27 28 27 27 27 27 26 27 28

25 Pagi

23 23 24 24 24 24 23.5 24 24 24.5 24 24 23 23 23

Sore 27 27 27 27 28 26 27 27 26 27 28 28 27 27 27

26 Pagi

24 24 24 23 24 22 23.5 24 24 24 24 24 24 24 24

Sore 27 27 26 27 28 27 27 27 27 28.5 27 27 29 27 27

27 Pagi

24 24 24.5 23 23 23.5 24 24 25 24 23 25 24 23 23

Sore 27 26 27 27 25 27 28 27 29 27 27 26 27 27 27

28 Pagi

24 25 25 25 24.5 23.5 24 25 24 24 24 24 24 24 24

Sore 29 27 27 27 27 28 27 27 27 26 27 28 28 27 30

29 Pagi

22 23 23 24 24.5 25 24 26 24 24 24 24.5 25 23 24

Sore 27 28 27 27 28 27 27 28 29 27 30 27 29 27 27

30 Pagi

23 23 23.5 24 23 23 23.5 23.5 24.5 23 24 24 24.5 24 24

Sore 27 27 27 27 26 27 27 28 27 27 27 27 26 27 28

31 Pagi 24 24 24.5 23 23 23.5 24 24 25 24 23 25 24 23 23

Sore 27 26 27 27 25 27 28 27 29 27 27 26 27 27 27

32 Pagi 24 24,4 25 24 23 24 24 24 25 24,5 24 23 23 24 24

Sore 26 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 20 27 26 28