Uji validitasi konstruk general aptitude test battery (GATB) dengan metode CFA

(1)

1

STUDI VALIDITAS KONSTRUK

GENERAL

APTITUDE TEST BATTERY

(GATB) DENGAN

METODE CFA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Disusun oleh: NIM: 107070002378

AFIFAH

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

2

UJI VALIDITAS KONSTRUK GENERAL APTITUDE TEST BATTERY (GATB) DENGAN METODE CFA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh:

AFIFAH NIM: 107070002378

Di bawah bimbingan:

Pembimbing I

NIP: 130 885 522 Jahja Umar, Ph.D

Pembimbing II

NIP: 19780502 200801 2 026 Mulia Sari Dewi, M.Si

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

3

PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul “UJI VALIDITAS KONSTRUK GENERAL APTITUDE TEST BATTERY (GATB) DENGAN METODE CFA” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 7 Oktober 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 7 Oktober 2011

Sidang Munaqasyah

Dekan/ Pembantu Dekan/ Ketua merangkap Anggota Sekretaris

Jahja Umar, Ph.D

NIP: 130 885 522 NIP: 19561223 198303 2 001 Dra. Fadhilah Suralaga,M.Si

Anggota:

Yunita Faela Nisa, M.Psi, Psi Mulia Sari Dewi, M.Si NIP: 19770608 200501 2 003 NIP: 19780502 200801 2 026


(4)

4

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Afifah

NIM : 107070002378

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul UJI VALIDITAS KONSTRUK GENERAL APTITUDE TEST BATTERY (GATB) DENGAN METODE CFA adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan undang-undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, 7 Oktober 2011

Afifah .


(5)

5

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO:

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada

kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari

sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh

(urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah

hendaknya kamu berharap”

(QS. Al Insyirah : 5-8).

All your dreams can come true if you have the courage to pursue

them”

-Walt Disney

“If we believe in something, and we just keep on trying we’ll survive.. we will

survive..

It’s a beautiful life act from the heart when you play your part. It’s a

beautiful life when you survive and everything is alright”


(6)

6

PERSEMBAHAN:

Skripsi ini ku persembahkan untuk Ummi, Abi serta ketiga

adikku tersayang..

Yang tanpa pernah lelah selalu memberikan cinta, kebahagiaan,

serta canda tawa tanpa syarat. Kalianlah penyemangatku dalam

menyelesaikan ini..


(7)

7 ABSTRAK

(A)Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (B)September 2011

(C)Afifah

(D)xv + 108 halaman + lampiran

(E)Uji Validitas Konstruk General Aptitude Test Battery (GATB) Dengan Metode CFA

(F)Tes psikologi diperlukan dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan sumber daya manusia dalam bidang industri dan organisasi. Pengambilan keputusan tersebut berkaitan dengan penerimaan dan penempatan, promosi, evaluasi, maupun penepatan karier. Kebutuhan akan alat tes untuk asesmen mendorong banyak dikembangkan berbagai alat ukur tes psikologis baik tes, self-report, skala, maupun inventori. Salah satu alat tes tersebut adalah

General Apitude Test Battery (GATB). GATB adalah suatu alat tes yang berhubungan dengan jabatan yang berorientasi pada beberapa tes bakat baterai yang mengukur sembilan bakat dalam delapan tes tulis serta empat perangkat tes. Dalam penelitian ini digunakan empat subtes dari GATB yaitu

computation, three dimensional space, vocabulary, dan arithmetic reasoning dengan jumlah total 175 item. keempat subtes tersebut digunakan karena mengukur bakat skolastik atau hanya dari keempat subtes tersebut telah dapat mengukur kemampuan kognitif atau inteligensi (general intelligence) atau dapat menghasilkan skor IQ.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah seluruh item dalam keempat subtes GATB yang dijadikan penelitian adalah fit (sesuai) dengan model satu faktor, yang berarti semua item pada suatu subtes mengukur hanya satu kemampuan yang didefinisikan pada subtes tersebut. Dan apakah setiap item dalam masing-masing subtes adalah secara signifikan mengukur kemampuan pada subtes tersebut. Tujuan yang kedua adalah untuk mengetahui apakah


(8)

8

empat subtes dalam GATB fit (sesuai) dengan model satu faktor, yaitu satu faktor umum “inteligensi”.

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang merupakan hasil tes GATB yang diperoleh dari Divisi Asesmen SDM PPM Manajemen. Data yang digunakan merupakan hasil dari rekruitmen karyawan PT Semen Tonasa yang menjalani tes di Jakarta. Pelaksaan tes dilakukan pada tahun 2009 dan ditempuh oleh 3257 orang. Metode analisis faktor yang digunakan dalam penelitian ini adalah Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan program lisrel 8.70.

Berdasarkan perhitungan dengan metode CFA dapat disimpulkan bahwa hasil pengujian hipotesis 1 menunjukkan bahwa hipotesis diterima, bahwa semua subtes fit (sesuai) mengukur model satu faktor, namun untuk subtes three dimensional space serta artihmetic reasoning diperlukan modifikasi model pengukuran untuk dapat memperoleh nilai fit. Hasil pengujian hipotesis 2 melalui analisis faktor dua tingkat (second order confirmatory factor analysis) menghasilkan bahwa terdapat tiga dari empat subtes GATB yang signifikan dalam mengukur inteligensi umum, yaitu subtes computation, three dimensional space, dan vocabulary.

Dengan hasil seperti ini, maka alat tes GATB masih dapat dan layak digunakan sebagai salah satu alat tes inteligensi namun perlu dilakukan perbaikan dan pembaharuan terhadap item-item yang memiliki multidimensionalitas yang terlalu banyak.


(9)

9

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil 'alamin, puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, dan kasih sayang yang diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi dengan judul “UJI VALIDITAS KONSTRUK GENERAL APTITUDE TEST BATTERY (GATB) DENGAN METODE CFA”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita semua, Rasulullah Muhammad SAW, berikut para keluarga dan sahabat.

Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik dalam bentuk sumbangan pikirian, tenaga, dan waktu yang tidak terukur dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Bapak Jahja Umar, Ph.D, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I. Terima kasih sudah meluangkan waktu dalam jadwal yang padat untuk melakukan proses bimbingan skripsi ini. Terima kasih atas segala arahan, masukan, kritik, cerita penuh inspirasi, serta motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Ibu Mulia Sari Dewi, M.Si., sebagai Dosen Pembimbing II, terima kasih atas bimbingan, sumbangan pikiran dalam penulisan, serta saran demi kesempurnaan skripsi ini.

3. Ibu Yufi Adriani M.Psi., Dosen Pembimbing Akademik, terima kasih atas bimbingannya dan semangatnya selama Penulis menjalani perkuliahan.

4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah banyak memberikan ilmu dan pembelajaran kepada Penulis.

5. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu Penulis dalam menjalani perkuliahan, Mbak Rini yang tanpa pernah bosan memberikan informasi mengenai kegiatan Bapak, sehingga Penulis dapat bertemu dengannya.


(10)

10

6. Kedua orangtuaku tersayang, Muchtadi dan Iin Indarwati yang merupakan sumber inspirasi bagi penulis dan senantiasa memberikan doa yang selalu menyertai penulis, kasih sayang, cinta, motivasi, bantuan dan material yang tidak akan pernah bisa terganti dan terbayar oleh apapun. Thank you for being my super great parents.

7. Ketiga Adikku tersayang, Ja’far Fathul Haq, Muhammad Al-Fatih, dan Farhan Muharam. Adik-adikku yang selalu setia menghiburku dan menyemangatiku, setiap bermain bersama kalian rasanya semua kepenatan dan kegalauan kakak hilang. Terima kasih telah sabar menjadi adik dari kakak yang cerewet dan semoga kalian bisa menjadi seorang yang ‘LEBIH’ hebat dari kakak kalian ini.

8. Reza Inspirawan, terima kasih sudah menjadi partner yang hebat dalam segala situasi dan kondisi 

9. Hildi Okatatia Iskadar, terima kasih untuk canda tawanya, cerita-cerita labil nan aneh juga semangat yang diberikan ketika penulis sudah mulai galau dalam mengerjakan skripsi, dan untuk semua waktu yang telah kita habiskan bersama.

10.Sahabatku tersayang, Renny dan Vhia. Terima kasih untuk semua persahabatan kita selama ini, untuk semua cerita yang tertumpah dan untuk semua waktu yang kita jalani bersama, terima kasih sudah mau mengertiku. Ayank-ayankku, Chahyu, Imel, Tya, Ami, dan Zya. Terima kasih untuk canda tawa yang telah dibagi, untuk gosip-gosip terhangat, untuk tempat-tempat yang telah kita kunjungi bersama dan untuk kantong-kantong belanja. Sangat mewarnai hari-hari penulis selama perkuliahan.

11.Seluruh teman-teman kelas A angkatan 2007, terima kasih untuk semua kebersamaan kita selama 4 tahun ini, untuk semua cerita dan pengalaman yang luar biasa serta diskusi-diskusi berbobot dalam setiap mata kuliah.

12.Teman sesama bimbingan skripsi, Risna, Nuran, Kak Sarah, dan Kak Aji.. Terima kasih sudah menemani hari-hari Penulis selama menjadi penunggu setia ruangan dekanat, menghabiskan waktu menunggu dengan canda tawa,


(11)

11

dan berbagi kegalauan dalam proses penyelesaian skripsi. Yeaay, kita bisa ko ‘menjalani’ semua ini yang pada awalnya terkesan sangat berat.

13.Kak Adiyo, terima kasih telah sabar mengajari penulis tata cara penggunaan Lisrel mulai dari Penulis tidak bisa sama sekali sampai akhirnya bisa. Kak Vhia, terima kasih atas sharing nya serta masukan bagi Penulis.

14.Pihak PPM atas data yang telah disediakan, terima kasih telah memudahkan Penulis dalam mengambil data bagi penelitian ini.

15.Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih untuk segala doa, dukungan dan bantuan yang telah diberikan untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga seluruh bantuan yang telah diberikan dibalas berlipat ganda oleh Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun akan sangat berguna agar pada penulisan selanjutnya dapat menghasilkan karya yang lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Jakarta, 22 September 2011


(12)

12 DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan Pembimbing i

Lembar Pengesahan Panitia Ujian ii

Lembar Orisinalitas iii

Motto dan Persembahan iv

Abstrak vi

Kata Pengantar viii

Daftar Isi xi

Daftar Tabel xiii

Daftar Gambar xv

Daftar Lampiran xvi

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Pembatasan Masalah 10

1.3 Perumusan Masalah 10

1.4 Tujuan Penelitian 11

1.5 Manfaat penelitian 11

1.6 Sistematika Penulisan 12

BAB II Kajian Teori

2.1 Bahasan Umum Mengenai Tes Psikologi 14

2.2 Bakat

2.2.1 Definisi Bakat 17

2.2.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Bakat 17

2.2.3 Tes Bakat 19

2.3 Inteligensi 22

2.3.1 Definisi Inteligensi 22

2.3.2 Teori-teori Inteligensi 23

2.3.3 Pengukuran Inteligensi 28


(13)

13

2.3.1 Validitas 33

2.3.2 Reliabilitas 38

2.4 Gambaran Umum GATB 40

2.5 Kerangka Berpikir 48

2.6 Hipotesis 50

BAB III Metode Penelitian

3.1 Subjek Penelitian 51

3.2 Instrumen Penelitian 52

3.3 Metode Analisis Data 54

3.4 Prosedur Penelitian 61

BAB IV Hasil Penelitian

4.1 Validitas Konstruk Tingkat Subtes 63

4.1.1 Validitas Konstruk Subtes Computation 63 4.1.2 Validitas Konstruk Subtes Three Dimensional Space 70 4.1.3 Validitas Konstruk Subtes Vocabulary 81 4.1.4 Validitas Konstruk Subtes Arithmetic Reasoning 88 4.2 Validitas Konstruk Seluruh Subtes GATB dalam Mengukur Satu

Konstruk Bersifat Umum (General Intelligence)

97 BAB V Kesimpulan, Diskusi dan Saran

5.1 Kesimpulan 100

5.2 Diskusi 104

5.3 Saran 107

5.3.1 Saran Metodologis 108

5.3.2 Saran Praktis 109

Daftar Pustaka 110


(14)

14

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Faktor-Faktor dan Komposit General Aptitude Test Battery (GATB)

48 Tabel 4.1 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran Butir Item

pada Computation

67 Tabel 4.1 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran Butir Item

pada Computation (Lanjutan)

68 Tabel 4.2 Muatan Faktor Item GATB Subtes Computation 69 Tabel 4.2 Muatan Faktor Item GATB Subtes Computation

(Lanjutan)

70 Tabel 4.3 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran Butir Item

pada Three Dimensional Space

74 Tabel 4.3 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran Butir Item

pada Three Dimensional Space (Lanjutan)

75 Tabel 4.3 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran Butir Item

pada Three Dimensional Space (Lanjutan)

76 Tabel 4.4 Muatan Faktor Item GATB Subtes Three Dimensional

Space

77 Tabel 4.4 Muatan Faktor Item GATB Subtes Three Dimensional

Space (Lanjutan)

78 Tabel 4.5 Rotated Component Matrix pada Subtes Three

Dimensional Space

80 Tabel 4.6 Sebaran Item GATB subtes Three Dimensional Space 81 Tabel 4.7 Muatan Faktor Item GATB Subtes Vocabulary 85 Tabel 4.7 Muatan Faktor Item GATB Subtes Vocabulary

(Lanjutan)

86 Tabel 4.7 Muatan Faktor Item GATB Subtes Vocabulary

(Lanjutan)


(15)

15

Tabel 4.8 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran Butir Item pada Arithmetic Reasoning

92 Tabel 4.8 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran Butir Item

pada Arithmetic Reasoning (Lanjutan)

93 Tabel 4.9 Muatan Faktor Item GATB Subtes Arithmetic Reasoning 94 Tabel 4.10 Rotated Component Matrix pada Subtes Arithmetic

Reasoning

96 Tabel 4.11 Sebaran Item GATB subtes Arithmetic Reasoning 97 Tabel 4.12 Koefisien Muatan Faktor Untuk General Intelligence 98 Tabel 5.1 Analisis CFA Pada Setiap Subtes GATB 101 Tabel 5.2 Hasil Pengujian Model Satu Faktor Setiap Subtes GATB 102


(16)

16

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model Hirarki Inteligensi Vernon 27 Gambar 2.2 Kerangka Berfikir Berdasarkan Subtes 49 Gambar 2.3 Kerangka Berfikir Berdasarkan Sebaran Item 49 Gambar 4.1 Analisis faktor Konfirmatorik Untuk Subtes Computation 66 Gambar 4.2 Analisis faktor Konfirmatorik Untuk Subtes

Three Dimensional Space

73 Gambar 4.3 Analisis faktor Konfirmatorik Untuk Subtes Vocabulary 84 Gambar 4.4 Analisis faktor Konfirmatorik Untuk Subtes Arithmetic

Reasoning

91 Gambar 4.5 Koefisiein Muatan Faktor Untuk General Intelligence 98


(17)

17

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A : Surat Keterangan Penelitian

Lampiran B : Analisis Faktor Konfirmatorik Computation

Analisis Faktor Konfirmatorik Three Dimensional Space

Analisis Faktor Konfirmatorik Vocabulary

Analisis Faktor Konfirmatorik Arithmetic Reasoning


(18)

18 BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab pendahuluan ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian, batasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian.

1.1 Latar Belakang

Sumber daya manusia dalam perusahaan merupakan aset yang paling berharga. Optimalisasi hasil pencapaian perusahaan akan sangat didukung oleh peningkatan peran para manajer fungsional yang terlibat dalam pengelolaan sumber daya manusia. Dewasa ini aspek pengembangan sumber daya manusia semakin mendapat perhatian khusus dari para pimpinan perusahaan. Pimpinan perusahaan memperhatikan aspek sumber daya manusia dalam menentukan pola penentuan strategi dan kebijakan secara terpadu. Pengelolaan faktor sumber daya manusia sangat penting karena memegang peran utama dalam pelaksanaan kegiatan fungsi-fungsi yang lain dalam perusahaan.

Untuk mencapai visi dan misi perusahaan, kualitas SDM merupakan faktor penting yang perlu dipersiapkan perusahaan sejak dini mulai dari melakukan proses rekruitmen. Proses rekruitmen pada dasarnya adalah proses untuk memilih berbagai sumber dari calon karyawan potensial dan usaha untuk menariknya agar bersedia masuk menjadi bagian dari suatu perusahaan. Dengan merekrut karyawan yang potensial dan memiliki kesiapan psikologis yang baik, serta


(19)

19

penempatan karyawan yang tepat, perusahaan akan lebih lebih mudah memperoleh produktivitas yang optimal dari karyawan dan karyawan pun merasa nyaman serta dapat menikmati pekerjaan yang mereka lakukan.

Munandar (2001) menjelaskan bahwa sasaran seleksi adalah suatu rekomendasi atau suatu keputusan untuk menerima atau menolak seorang calon untuk pekerjaan tertentu berdasarkan suatu dugaan tentang kemungkinan-kemungkinan dari calon untuk menjadi tenaga kerja yang berhasil pada pekerjaannya.

Tujuan utama dari proses seleksi adalah untuk mendapatkan orang yang tepat bagi suatu jabatan tertentu, sehingga orang tersebut mampu bekerja secara optimal dan dapat bertahan di perusahaan untuk waktu yang lama. Meskipun tujuannya terdengar sangat sederhana, proses tersebut ternyata sangat kompleks, memakan waktu cukup lama, menggunakan biaya yang tidak sedikit dan sangat terbuka peluang untuk melakukan kesalahan dalam menentukan orang yang tepat. Kesalahan dalam memilih orang yang tepat sangat besar dampaknya bagi perusahaan atau organisasi. Hal tersebut bukan saja karena proses rekruitmen dan seleksi itu sendiri telah menyita waktu, biaya dan tenaga, tetapi juga karena menerima orang yang salah untuk suatu jabatan akan berdampak pada efisiensi, produktivitas, dan dapat merusak moral kerja pegawai yang bersangkutan dan orang-orang di sekitarnya. Tahapan seleksi yang utama dalam proses perekrutan adalah mengikuti tes psikologi.


(20)

20

Tes psikologi adalah sebuah instrumen pengukuran yang memiliki tiga karakteristik yang menentukan sebuah contoh dari perilaku, sampel yang diperoleh dalam suatu tes harus dibawah kondisi standar, dan ada penetapan aturan untuk penilaian atau untuk memperoleh informasi kuantitatif (numerik) dari sampel perilaku (Murphy, 1994).

Tes psikologi diperlukan dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan sumber daya manusia dalam bidang industri dan organisasi (Gregory, 2000). Pengambilan keputusan tersebut berkaitan dengan penerimaan dan penempatan, promosi, evaluasi, maupun penepatan karier. Keberagaman dari perkembangan tes psikologi sangat mengejutkan. Terdapat lebih dari 1.000 tes psikologis yang berbeda dan tersedia secara komersial di negara-negara barat dan tidak diragukan lagi terdapat ratusan lainnya yang diterbitkan di seluruh bagian dunia. Tes ini berkisar dari tes kepribadian dan tes guna mendapatkan skor IQ, tes pemeriksaan skolastik sampai tes persepsi. Meskipun terdiri dari berbagai keberagaman, ada beberapa bagian yang biasanya terdapat di semua tes psikologi, diambil secara bersama-sama, dan kemudian terciptalah definisi dari “test” (Loewenthal, 1997 ).

Kebutuhan akan alat tes untuk asesmen mendorong banyak dikembangkan berbagai alat ukur tes psikologis baik itu berupa tes, self-report, skala, maupun inventori. Pengembangan alat ukur dapat dilakukan dengan membuat alat ukur atau melakukan adaptasi terhadap alat ukur yang telah dibuat di luar negeri.

Di Indonesia, psikotes merupakan istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan proses pemeriksaan psikologis calon pegawai. Banyak alat tes yang


(21)

21

dapat digunakan untuk proses seleksi, seperti melalui proses assessment, tes pengetahuan, psikotes, battery test, maupun Behavior Interview. Tujuan dari proses seleksi tentunya adalah untuk benar-benar dapat memperlihatkan kapabilitas calon karyawan dan menentukan apakah kapabilitas yang dia miliki sesuai dengan jabatan. Kunci utama keberhasilan sebuah seleksi adalah tersedia rincian kompetensi (baik teknis maupun perilaku) yang diperlukan agar dapat berhasil.

Menurut Davis (2009) keutamaan dari tes psikologi bila digunakan dalam bidang industri adalah:

1. Objektif dalam arti mengurangi sekecil mungkin efek bias atau prasangka berdasarkan usia, jenis kelamin, agama, maupun politik. 2. Konsisten karena semua calon mendapatkan pertanyaan atau latihan

yang sama dengan urutan yang sama dengan durasi waktu yang sama untuk menjawabnya, dengan asumsi dilakukan dalam lingkungan terkendali sesuai petunjuk pembuatnya. Bahkan sekarang ada variasi di mana beberapa tes kemampuan verbal dan numerik secara online menciptakan sekumpulan pertanyaan khas dari bank soal yang besar, di mana tiap pertanyaan dianggap memiliki tingkat kesulitan yang sama, sehingga masih memungkinkan dilakukan penilaian komparatif. 3. Dapat memprediksi kinerja efektif. Banyak studi menunjukkan bahwa


(22)

22

asesmen pengetahuan dan wawancara terstruktur ternyata dapat meningkatkan efektivitas rekrutmen.

4. Dapat memberikan wawasan "kesadaran diri" kepada calon dan juga organisasi. Perasaan bahwa seorang individu akan belajar dan berkembang secara pribadi merupakan motivator yang penting. Oleh karena itu keadaan ini bermanfaat untuk mempertahankan karyawan

(retention agent).

Dalam proses seleksi, salah satu cara yang umum dilakukan adalah melakukan pemeriksaan atau tes psikologis pada calon karyawan guna untuk meramalkan kemungkinan keberhasilan calon karyawan dalam jabatan atau pekerjaan tertentu. Ada berbagai alat ukur psikologis yang umumnya digunakan dalam proses seleksi seperti tes kecakapan atau kemampuan kognitif, tes kepribadian objektif dan proyektif, tes situasional, informasi biografi, dan wawancara. Salah satu tes yang paling umum digunakan dan menjadi dasar pada tes selanjutnya adalah tes bakat dan tes inteligensi.

Dalam bidang pekerjaan, kegiatan seleksi, penempatan dan promosi karyawan juga melibatkan tes inteligensi. Smith (dalam Cook & Cripps, 2005) menunjukkan bahwa pengukuran mental ability bersifat universal dalam kegiatan seleksi, sesuatu yang dibutuhkan dan berguna pada berbagai bidang pekerjaan. Melalui tes inteligensi perusahaan terbantu dalam mengidentifikasi calon-calon karyawan yang potensial untuk diseleksi atau dikembangkan.


(23)

23

Tes Inteligensi merupakan upaya untuk mengukur kecerdasan seseorang, yaitu kemampuan dasar seseorang untuk memahami dunia di sekitarnya seperti fungsi asimilasi dan menerapkan pengetahuan tersebut untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Telah diketahui bahwa kinerja pada tes inteligensi akademik memiliki korelasi yang substansial dengan tingkat pendidikan. Maka akan terlihat bahwa persyaratan pendidikan dapat diterapkan untuk mencakup kualifikasi pelamar dalam kelompok keterampilan kognitif dan pengetahuan. Namun hal tersebut dirasa tidak adil, karena pengetahuan dan keterampilan dapat diperoleh melalui pendidikan non formal atau pelatihan-pelatihan yang lain (Anastasi & Urbina, 1997).

Tes-tes inteligensi didesain untuk mengukur general ability, tetapi orang merasakan bahwa kemampuan-kemampuan yang terukur oleh tes inteligensi tidak meliput kemampuan-kemampuan atau fungsi-fungsi khusus yang dibutuhkan dalam pekerjaan. Sejak Perang Dunia I para psikolog mulai membuat tes-tes aptitude khusus untuk kebutuhan konseling pekerjaan (vocational counseling) yang dapat melengkapi tes-tes inteligensi umum. Tes-tes aptitude atau bakat khusus yang banyak dipakai adalah tes-tes mekanikal, spasial, perseptual, klerikal, musikal, dan artistik. Tes-tes ini dipakai dalam seleksi dan penempatan (klasifikasi) karyawan dalam perusahaan dan ketentaraan (Anastasi & Urbina, 1997).


(24)

24

Tes bakat atau aptitude test adalah tugas-tugas baku yang dirancang untuk mengungkapkan kemampuan atau keberhasilan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan di masa mendatang. Dalam bidang industri,bakat seseorang perlu diketahui apakah ia tepat menduduki jabatan tertentu. Hasil tes bakat bisa membantu suatu perusahaan atau lembaga untuk menempatkan karyawan atau calon karyawan pada posisi yang sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan.

Tes bakat dapat meramalkan bakat-bakat seseorang dalam berbagai bidang atau dalam hal pekerjaan yang dipilihnya serta kesuksesan-kesuksesan bekerja di masa datang. Seorang yang dapat memilih dan menyesuaikan pekerjaan yang sesuai dengan bakatnya akan membuat seseorang tersebut mempunyai semangat kerja yang tinggi dan kepuasan kerja akan tercapai. Sebaliknya seorang individu yang dipaksa atau terpaksa bekerja tidak sesuai dengan bakatnya akan menimbulkan kelesuan kerja, semangat kerja rendah, ketidakpercayaan pada diri sendiri, banyak membuat kesalahan-kesalahan dan menimbulkan frustrasi bagi individu yang bersangkutan.

Salah satu alat tes yang biasa dipakai tersebut adalah General Apitude Test Battery (GATB). GATB adalah suatu alat tes yang berhubungan dengan jabatan yang berorientasi pada beberapa tes bakat baterai yang mengukur sembilan bakat dalam delapan tes tulis serta empat perangkat tes yaitu name comparison,

computation, three dimensional space, vocabulary, tool matching, arithmetic reason, form matching, mark making, place, turn, dan disassemble.


(25)

25

Penelitian ini menggunakan empat subtes dari GATB yaitu computation, three dimensional space, vocabulary, dan arithmetic reasoning dengan jumlah total 175 item. Keempat subtes tersebut digunakan karena subtes ini merupakan tes bakat dalam penilaian skolastik. Tes bakat skolastik adalah sebuah tes yang bertujuan untuk mengetahui bakat dan kemampuan seseorang di bidang keilmuan. Tes ini juga dapat mencerminkan tingkat kecerdasan intelektual (IQ) seseorang.

Dalam penelitian ini GATB digunakan karena tes tersebut mengukur kemampuan-kemampuan umum pada individu dan dapat dipakai untuk semua kalangan. GATB merupakan salah satu alat tes bakat dan inteligensi yang telah lama diciptakan dan digunakan dalam pengetesan psikologi. GATB dapat digunakan secara individual, klasikal maupun berkelompok, serta dapat memberikan gambaran atau profil seseorang mengenai kelemahan maupun kekuatan yang dimilikinya berdasarkan berbagai aspek yang terkait dengan fungsi inteligensinya.

Keuntungan dari penggunaan alat tes GATB sebagai salah satu tes untuk mengukur inteligensi adalah pengadministrasian tes lebih mudah, waktu pengerjaan tes yang relatif singkat dapat menghemat waktu dalam pengerjaan. Dalam penghitungan skor IQ juga jauh lebih mudah apabila dibandingkan dengan menggunakan alat tes inteligensi lainnya sehingga tidak perlu lagi menggunakan tenaga professional yang berdampak pada penghematan biaya tes. Namun, alat tes GATB ini telah lama digunakan karena termasuk salah satu alat tes yang tertua.


(26)

26

Belum adanya pengujian validitas pada item subtes GATB yang menyebabkan item subtes GATB belum memuaskan. Oleh karena itu, peneliti akan meneliti dengan teori modern dalam rangka menguji validitas konstruk dari GATB. Dikarenakan peneliti belum mempelajari secara khusus statistik tentang analisis faktor, maka peneliti hanya akan mempraktekkannya saja dengan software yang sudah ada, yaitu Lisrel kemudian menafsirkan hasil analisis faktor terhadap data hasil tes.

Alat tes GATB telah lama digunakan sebagai alat penyeleksian calon pegawai. Mengingat alat tes tersebut digunakan untuk banyak kegiatan penyeleksian calon karyawan maka perlu adanya pengujian validitas, sehingga tes tersebut masih layak digunakan sebagai alat tes inteligensi. Kaplan & Saccuzzo (2009) mengatakan bahwa tes yang baik minimal harus memenuhi syarat: 1)

validity; 2) reliability; 3) objectivity; dan 4) usability. Dalam menggunakan alat ukur psikologis, setelah kriteria valid telah dipenuhi, maka hasil validitas itu akan memberikan jawaban sebagai alat ukur yang baik atau tidak. Setelah validasi alat tes, dapat diketahui item yang gugur dan membuat kurang baiknya suatu alat ukur psikologis.

Kenyataan ini menunjukkan bahwa perlu sekali mengadakan berbagai penelitian yang berkaitan dengan ‘keabsahan’ (keabsahan ramalan, keabsahan konstruk, keabsahan isi, keabsahan sintetik) dari perangkat tes psikologik yang digunakan dalam seleksi dan asesmen, sehingga seleksi dan asesmen psikologik


(27)

27

untuk berbagai tujuan menjadi lebih menggunakan kaidah-kaidah ilmiah (Munandar, 2001).

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai studi validitas konstruk alat tes GATB secara lebih mendalam agar mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai tingkat validitas suatu alat tes. Data penelitian di dapatkan dari Asesmen SDM PPM Manajemen yang juga menggunakan GATB sebagai salah satu alat tes psikologis dalam proses rekruitmen dan seleksi di seluruh Indonesia.

1.2 Pembatasan Masalah

Penelitian ini menggunakan data sekunder di PPM, yang beralamatkan Jl. Menteng Raya 9, Jakarta. Respondennya adalah semua karyawan dari PT Semen Tonasa yang mengikuti serangkaian proses asesmen dari PPM pada tahun 2009 yang mengikuti tes di Jakarta. Untuk mengukur validiasi dari sebuah alat tes, penelitian ini terfokus kepada empat subtes dalam GATB yang terdiri dari:

computation, three dimensional space, vocabulary, dan arithmetic reasoning. 1.3 Perumusan Masalah

Merujuk kepada latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut, yaitu:

1. Apakah benar seluruh item dalam empat subtes GATB yang dijadikan penelitian mengukur konstruk yang dimaksud. Konstruk yang dimaksud


(28)

28

adalah computation, three dimensional space, vocabulary, dan three dimensional space. Dimana setiap item dalam masing-masing subtes adalah fit (sesuai) dengan model satu faktor, yang berarti semua item pada suatu subtes mengukur hanya satu kemampuan yang didefinisikan pada subtes tersebut. Apakah setiap item dalam masing-masing subtes secara signifikan mengukur kemampuan pada subtes tersebut?

2. Apakah empat subtes dalam GATB fit (sesuai) dengan model satu faktor, yaitu semua subtes mengukur satu faktor umum yang dalam hal ini adalah “Inteligensi”?

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui validitas konstruk GATB, sehingga alat tes GATB tersebut masih dapat digunakan pada pengetesan calon pegawai di dalam berbagai lembaga psikologi yang menggunakan alat tes GATB karena pada kenyataannya alat tes GATB masih dipakai secara konsisten dalam pengetesan kemampuan umum atau inteligensi.

1.5 Manfaat Penelitian

Secara pokok dan prinsip tujuan penelitian ini adalah menjawab pertanyaan penelitian yang telah peneliti rumuskan diatas. Oleh karenanya tujuan dan manfaat subtansial penelitian ini sangat berkaitan erat dengan pertanyaan penelitiannya yaitu:


(29)

29

a. Secara teoritik, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan psikologi, khususnya psikologi industri dan organisasi dan memberikan gambaran mengenai bagaimana menggunakan software Lisrel untuk menguji validitas konstruk dari sebuah alat ukur psikologi. Sehingga, menambah ilmu baru pada peneliti, lembaga psikologi yang menggunakan alat tes GATB, maupun pembaca.

b. Secara praktis, hasil penelitian ini bermanfaat bagi pengguna tes GATB, sehingga alat tes tersebut dapat disempurnakan dan digunakan pada pengetesan calon pegawai berikutnya di lembaga psikologi yang menggunakan GATB sebagai salah satu alat tes dengan tingkat validitas yang lebih tinggi.

1.6 Sistematika Penelitian

Sistematika penulisan skripsi dengan judul “Uji Validitas Konstruk General Aptitude Test Battery (GATB) Dengan Teknik CFA” terdiri dari lima bab, yaitu

BAB 1 : Pendahuluan

Dalam bab pendahuluan ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian baik yang teoritis maupun praktis, dan sistematika penelitian.


(30)

30 BAB 2 : Kajian Teori

Dalam bab kajian teori ini berisi sub bab deskriptif teoritis yang membahas mengenai bahasan umum mengenai tes psikologi, hal-hal mengenai bakat dan inteligensi serta teori inteligensi yang digunakan oleh alat tes GATB, definisi validitas dan reliabilitas, gambaran umum alat tes GATB, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian

BAB 3 : Metode Penelitian

Dalam bab metode penelitian ini akan dibahas mengenai metode penelitian yang terdiri dari subjek penelitian, metode

analisis data, dan prosedur penelitian. BAB 4 : Hasil Penelitian

Dalam bab empat ini, akan dibahas mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan. Pembahasan tersebut meliputi validitas yang dihasilkan oleh analisis faktor, dengan masing-masing skalanya.

BAB 5 : Kesimpulan, Diskusi, dan Saran

Dalam bab lima ini akan dipaparkan keseluruhan isi penelitian dan menyimpulkan hasil penelitian. Dalam bab ini juga akan dimuat diskusi dan saran.


(31)

31 BAB II KAJIAN TEORI

Dalam bab kajian teori ini akan dipaparkan mengenai teori yang digunakan dalam penelitian ini yang terdiri dari sub bab deskriptif teoritis yang membahas mengenai tes psikologi, hal-hal mengenai bakat dan inteligensi serta teori inteligensi yang digunakan dalam penelitian, definisi validitas dan reliabilitas, gambaran umum alat tes GATB, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian. 2.1. Bahasan Umum Mengenai Tes Psikologi

Dalam kamus Psikologi, tes adalah satu perangkat pertanyaan yang sudah dibakukan, yang dikenakan pada seseorang dengan tujuan untuk mengukur perolehan atau bakat pada suatu bidang tertentu (Chaplin, 2006). Anne Anastasi (1997) menjelaskan bahwa tes psikologi merupakan alat ukur yang terstandar dan objektif tentang sampel perilaku individu. Karena mengukur sampel perilaku, tes psikologi - melalui item-itemnya - haruslah mencerminkan perilaku yang hendak diukur. Ia objektif dan terstandar. Hal ini mengandung arti bahwa alat tes haruslah berisi hal-hal penting yang hendak diukur supaya representatif.

Cronbach (1984) menyatakan tidak ada definisi tes yang dianggap tuntas, melainkan para ahli mendefinisikan tes menurut cara pandangnya sendiri-sendiri. Cronbach (1984) cenderung mendefinisikan tes prosedur yang distandardisasikan (standardization of procedure) yang digunakan tester untuk mengukur kemampuan potensi subyek. Dalam pandangan ini,


(32)

32

prosedur (procedure) diartikan sebagai tata cara yang spesifik dan konkrit. Dari batasan tersebut dapat diambil kesimpulan. Pertama, tes merupakan prosedur sistematis. Item-item dalam tes disusun dengan cara dan aturan tertentu, prosedur administrasi dan pemberian angka (skoring) tes harus jelas dan dispesifikasikan secara terperinci, dan setiap orang yang mengambil tes tersebut harus mendapat item-item yang sama dan dalam kondisi yang sebanding. Kedua, tes berisi sampel perilaku. Keseluruhan item itu mustahil dapat seluruhnya tercakup dalam tes. Kelayakan tes lebih tergantung kepada sejauh mana item-item di dalam tes mewakili secara representatif kawasan (domain) perilaku yang diukur. Ketiga, tes mengukur perilaku. Item-item dalam tes menghendaki subyek agar menunjukkan apa yang diketahui atau apa yang telah dipelajari subyek dengan cara menjawab item-item atau mengerjakan tugas-tugas yang dikehendaki oleh tes.

Sebuah tes psikologi pada dasarnya adalah alat ukur yang objektif dan dibakukan atas sampel perilaku tertentu (Anastasi & Urbina, 1997). Dalam psikologi, tes dapat diklasifikasikan menjadi lima, yaitu: Pertama, tes yang mengukur inteligensi umum (general intelligence test). Tes ini dirancang untuk mengukur kemampuan umum seseorang dalam suatu tugas. Kedua, tes yang mengukur kemampuan khusus atau tes bakat (special ability test). Tes ini digunakan untuk mengungkap kemampuan potensial subjek dalam bidang tertentu. Ketiga, tes yang mengukur prestasi (achievement test). Tes ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat pembelajaran, keberhasilan, atau prestasi seseorang dalam memahami hasil pembelajaran. Keempat, tes yang mengungkap aspek kepribadian (personality assesment). Tes ini mengungkap sifat-sifat,


(33)

33

kualitas, atau perilaku individual subjek dalam aspek non ability. Kelima, tes yang menilai kreativitas dari seseorang (creativity test). Tes ini menilai kemampuan subjek untuk menghasilkan ide-ide baru, atau kreasiartistik yang dapat diterima sebagai nilai sosial, artistik, atau ilmiah (Greogory, 2000)

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan pengertian tes adalah suatu alat atau metode pengumpulan data yang sudah distandardisasikan untuk mengukur atau mengevaluasi salah satu aspek kemampuan atau kecakapan dengan jalan mengukur sampel dari salah satu aspek tersebut. Dengan demikian tes merupakan alat pengumpul data untuk mengetahui kemampuan individu atau kelompok individu dalam menyelesaikan sesuatu atau memperlihatkan keterampilan tertentu, dalam memperlihatkan hasil belajar, atau dalam menggunakan kemampuan psikologis untuk memecahkan suatu persoalan.

Penelitian ini akan menggunakan definisi tes psikologi yang disampaikan oleh Anastasi, bahwa tes psikologi adalah alat ukur yang terstandar dan objektif tentang sampel perilaku individu. Karena mengukur sampel perilaku, tes psikologi – melalui item-itemnya - haruslah mencerminkan perilaku yang hendak diukur. Ia objektif dan terstandar. Hal ini mengandung arti bahwa alat tes haruslah berisi hal-hal penting yang hendak diukur supaya representatif.


(34)

34 2.2. Bakat

2.2.1. Definisi Bakat

Bakat menurut definisi Bingham (dalam Saparinah Sadli, 1991) adalah suatu kondisi atau seperangkat karakteristik yang dianggap sebagai kemampuan individu untuk memperoleh pengetahuan melalui suatu latihan khusus guna mencapai suatu keterampilan, kemampuan berbahasa, bermusik dan lain sebagainya.

Coyle (2009) mendefinisikan bakat sebagai keterampilan bersifat berulang yang tidak tergantung pada ukuran fisik. Atas dasar definisi tersebut, bakat tidak berhubungan sama sekali dengan kondisi fisik seseorang. Menurut Buckingham & Coffman (1999) Bakat adalah suatu pola berulang dalam berpikir, merasakan, atau berperilaku yang bisa diterapkan secara produktif.

Dari pengertian mengenai bakat diatas dapat disimpulan bahwa bakat adalah kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang masih perlu dikembangkan atau dilatih untuk mencapai suatu kecakapan, pengetahuan, dan keterampilan khusus.

2.2.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Bakat

Bakat berkembang sebagai hasil interaksi dari faktor yang bersumber dari dalam diri individu dan dari lingkungannya. Apabila kedua faktor tersebut bersifat saling mendukung maka bakat yang ada akan dapat berkembang secara optimal.


(35)

35

Manakah di antara kedua faktor tersebut yang paling besar pengaruhnya, ini sangat sulit sekali untuk menentukannya dengan tepat (Rahman,2004).

Faktor yang bersumber dari diri individu yang mempengaruhi perkembangan bakat, antara lain:

1. Kemampuan atau potensi individu yang dibawa sejak lahir. Faktor bawaan akan sangat menentukan pembentukan dan perkembangan bakat seseorang. Lingkungan tidak akan dapat merubah membentuk manusia melebihi batas kemampuan yang dimiliki manusia.

2. Minat individu yang bersangkutan. Suatu bakat tertentu tidak akan berkembang dengan baik apabila tidak disertai minat yang cukup tinggi terhadap bidang atau hal yang sesuai dengan bakat tersebut.. 3. Motivasi yang dimiliki individu. Suatu bakat akan menjadi kurang

berkembang atau tidak akan menonjol bila kurang disertai oleh adanya motivasi yang cukup tinggi untuk mengaktualisasikannya, karena motivasi berhubungan erat dengan daya juang seseorang untuk mencapai suatu tujuan.

4. Nilai hidup yang dimiliki individu. Yang dimaksud dengan nilai hidup di sini adalah bagaimana cara seseorang memberi arti terhadap sesuatu di dalam hidupnya.

5. Kepribadian individu. Faktor kepribadian ini sangat memegang peranan bagi perkembangan bakat seseorang, misal konsep diri, rasa


(36)

36

percaya diri, keuletan atau keteguhan dalam berusaha, kesediaan untuk menerima kritik dan saran demi untuk meraih sukses yang tinggi. 6. Maturity (kematangan). Bakat tertentu akan berkembang dengan baik

apabila sudah mendekati atau menginjak masa pekanya. Suatu hal yang sulit adalah dalam menentukan kapankah saatnya (pada usia berapakah) suatu kemampuan atau bakat tertentu sudah matang untuk dikembangkan atau dilatih, karena untuk masing-masing kemampuan dan untuk setiap orang kematangannya belum tentu atau tidak selalu sama.

Sebagaimana sudah diuraikan sebelumnya bahwa lingkungan juga memegang peranan yang sangat menentukan berkembang tidaknya suatu bakat. Oleh karena itu lingkungan dapat berfungsi sebagai perangsang untuk berkembangnya bakat, tetapi dapat juga sebaliknya lingkungan justru menjadi faktor penghambat bagi aktualisasi dan perkembangan bakat yang dimiliki seseorang.

2.2.3. Tes Bakat

Tes bakat pada awalnya diprakarsai oleh seorang ahli yang bernama A. Musterberg. Mula-mula tes bakat digunakan pada masa perang dunia I untuk menyeleksi pilot, pengemudi dan kemudian meluas ke bidang industri.

Tahun 1920-1930, tes yang digunakan adalah tes inteligensi umum, karena tes inteligensi pada saat itu dianggap sebagai satu-satunya tes yang mutlak dapat


(37)

37

mementukan kemampuan seseorang. Tes inteligensi umum ini meskipun mengandung berbagai aspek penting yang menunjang berfungsinya inteligensi seseorang seperti kemampuan berbahasa, kemampuan penalaran, semuanya menunjang satu angka sebagai keseluruhan unit inteligensi yang biasanya dinyatakan sebagai IQ. Namun, masing-masing aspek tidak dimaksudkan untuk disimpulkan sendiri-sendiri.

Tes inteligensi yang hanya dapat memberikan gambaran kemampuan umum dan tidak dapat memberikan gambaran kemampuan umum dan profil kemampuan seseorang pada aspek tertentu dirasakan kurang. Diperlukan adanya tes lain yang dapat mengukur bermacam aspek secara khusus, ileh karena pada kenyataannya ada perbedaan profil kemampuan antara individu yang satu dengan individu lainnya. Maka diperlukan penciptaan tes bakat yang dapat mengukur kemampuan di dalam berbagai aspek sebagai pelengkap tes inteligensi.

Dasar dari tes bakat adalah membandingkan profil nilai seseorang dengan profil nilai orang lain yang dianggap berkemampuan tinggi mengenai bidang tertentu. Dengan cara menyimpulkan kekuatan atau kelemahannya, maka dapat terukur kadar bakat yang dimiliki oleh seseorang.

Secara garis besar tes bakat dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar (Anastasi, 1997), yaitu:

1. Multiple Aptitude Batteries yaitu tes bakat yang mengukur bermacam-macam kemampuan, seperti. pengertian bahasa, kemampuan


(38)

angka-38

angka, penglihatan keruangan, penalaran dalam berhitung, kecepatan dan ketepatan dalam persepsi. Dari hasil tes dapat dilihat kemampuan, kekuatan dan kelemahan seseorang yang masing-masing dinyata- kan dalam angka tersendiri, hasilnya adalah berupa profil angka-angka. Berbeda dengan tes inteligensi umum dimana semua aspek inteligensi keluar sebagai satu angka yaitu IQ. Tes ini termasuk tes bakat yang sudah cukup lama dipakai, yaitu sejak perang Dunia I. Yang termasuk jenis kelompok tes ini antara lain:

a) Differential Aptitude Test (DAT), terdiri dari 8 subtes.

b) General Aptitude Test Batteries (GATB), terdiri dari 9 subtes. c) Flanagan Aptitude Classification Test (FACT), terdiri dari 14

subtes.

2. Special Aptitude Test atau Single Aptitude Test atau tes bakat khusus, yakni tes yang hanya mengukur satu bakat khusus tertentu. Sebagai contoh:

a) Musical Aptitude Test

b) Artistical Aptitude Test.

c) Clerical Aptitude Test.


(39)

39 2.3. Inteligensi

2.3.1. Definisi Inteligensi

Definisi inteligensi telah banyak yang dikemukakan oleh para ahli psikologi maupun ahli pendidikan. Beberapa diantaranya akan dikemukakan disini untuk mengarahkan pemahaman terhadap penelitian ini.

J. P. Guilford menjelaskan bahwa tes inteligensi hanya dirancang untuk mengukur proses berpikir yang bersifat konvergen, yaitu kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau kesimpulan yang logis berdasarkan informasi yang diberikan. Sedangkan kreativitas adalah suatu proses berpikir yang bersifat divergen, yaitu kemampuan untuk memberikan berbagai alternatif jawaban berdasarkan informasi yang diberikan. Lebih jauh, Guilford menyatakan bahwa inteligensi merupakan perpaduan dari banyak faktor khusus.

Howard Gardner (1985) mengemukakan bahwa inteligensi adalah kemampuan untuk memecahkan masalah, atau menciptakan suatu produk dalam berbagai macam setting dan dalam situasi nyata.

Menurut David Wechsler (dalam Jackson, 2003), Inteligensi adalah kapasitas keseluruhan atau global individu untuk bertindak, berpikir rasional, dan menangani lingkungan secara efektif. Istilah keseluruhan atau global digunakan karena terdiri dari elemen atau kemampuan yang meskipun tidak sepenuhnya independen, namun secara kualitatif terdiferensialkan


(40)

40

William Stern mengemukakan inteligensi ialah kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan alat-alat berfikir yang sesuai dengan tujuannya. William Stern berpendapat bahwa inteligensi sebagian besar tergantung dengan dasar dan turunan, pendidikan atau lingkungan tidak begitu berpengaruh kepada inteligensi seseorang (Anne Anastasi, 1997).

Alfred Binet (dalam Kaplan, 2009) seorang tokoh utama perintis pengukuran inteligensi bersama Theodore Simon mendefinisikan inteligensi sebagai sisi tunggal dari karakteristik seseorang yang terdiri atas tiga komponen, yaitu (a) kemampuan untuk mengarahkan fikiran atau mengarahkan tindakan, (b) kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan tersebut telah dilaksanakan, dan (c) kemampuan untuk mengeritik diri sendiri atau melakukan

autocriticism.

Berdasarkan pendapat para pakar di atas dapat di jelaskan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional.

2.3.2. Teori–teori Inteligensi

Penggambaran secara sepintas tentang inteligensi sebagai suatu kemampuan dasar yang bersifat umum telah berkembang menjadi berbagai teori inteligensi, diantaranya adalah:


(41)

41 1. Teori Uni Faktor

Teori ini dipandang sebagai teori yang tertua. Alfred Binet termasuk salah satu ahli psikologi yang mengatakan bahwa inteligensi bersifat monogenetik, yaitu berkembang dari satu faktor satuan atau faktor umum. Menurut Binet, inteligensi merupakan sisi tunggal dari karakteristik yang terus berkembang sejalan dengan proses kematangan seseorang.

Binet menggambarkan inteligensi sebagai sesuatu yang fungsional sehingga memungkinkan orang lain untuk mengamati dan menilai tingkat perkembangan individu berdasar suatu kriteria tertentu. Jadi untuk melihat apakah seseorang cukup cerdas atau tidak, dapat diamati dari cara dan kemampuannya untuk melakukan suatu tindakan dan kemampuannya untuk mengubah arah tindakannya itu apabila perlu. Inilah yang dimaksud dengan komponen arah, adaptasi dan kritik dalam definisi inteligensi.

2. Teori Dwifaktor (The Two-Factor Theory)

Teori dwifaktor dikembangkan oleh Charles Spearman seorang psikolog dan ahli statistik dari Inggris. Spearman (1927) mengusulkan teori kecerdasan dua faktor yang menurutnya dapat menjelaskan pola hubungan antara kelompok tes kognitif yang ia analisis. Dalam bentuknya yang paling sederhana, teori ini menyatakan bahwa kinerja


(42)

42

pada setiap tugas kognitif tergantung pada faktor umum (g) ditambah satu atau faktor yang lebih spesifik dan unik untuk tugas tertentu (s)

(Aiken, 1997).

Kedua faktor ini, baik faktor “g” maupun faktor “s” bekerja bersama-sama sebagai suatu kesatuan. Semua faktor yang spesifik akan bersama-sama membentuk single common factor “g” faktor. Spearman berpendapat bahwa kemampuan seseorang bertindak dalam setiap situasi sangat bergantung pada kemampuan umum maupun kemampuan khusus. Jadi setiap faktor baik faktor “g” maupun faktor “s” memberi sumbangan pada setiap perilaku yang intelegen.

3. Teori Multifaktor (Multiple factor Theory)

Teori multifaktor dikembangkan oleh Edward Lee Thorndike (1916). Menurut teori ini, inteligensi terdiri dari hubungan-hubungan neural antara stimulus dan respon. Hubungan-hubungan neural khusus inilah yang mengarahkan tingkah laku indivivu. Pada dasarnya teori Thorndike menyatakan bahwa inteligensi terdiri atas berbagai kemampuan spesifik yang ditampakkan dalam wujud perilaku intelegen. Thorndike mengemukakan empat atribut inteligensi, yaitu: 1) Tingkatan,

2) Rentang, 3) Daerah, dan


(43)

43 4) Kecepatan

4. Teori Hirearki

Model Hirearki dicetuskan oleh Vernon. Dalam menjelaskan teori inteligensinya, teori ini menempatkan satu faktor kognitif umum (g)

dipuncak hierarki, kemudian dibawahnya terdapat dua faktor inteligensi utama (mayor) yaitu verbal-eduacitional (v:ed) dan

practical-mechanical-spatial (k:m). Setiap kelompok mayor tersebut kemudian terpecah kedalam beberapa faktor kelompok minor. Sebagai contoh, v:ed terdiri dari kemampuan seperti kefasihan verbal, kemampuan numerik, dan mungkin kreativitas. Beberapa faktor kelompok kecil di bawah k:m adalah pemahaman mekanik, kemampuan psikomotorik, serta hubungan spasial yang kemudian terpecah lagi menjadi bermacam-macam faktor spesifik pada tingkat hierarki yang paling rendah.

Dalam model hirarki kemampuan mental Vernon apabila semakin tinggi posisi faktor dalam diagram maka semakin luas rentang perilakunya.


(44)

44

Gambar 2.1

Model Hirarki Inteligensi Vernon

Sumber: Aiken, 1997 5. Teori Primary Mental Ability

Teori ini dikembangan oleh L.L. Thurstone berdasarkan analisis faktor dengan mengkolerasikan 60 tes, yang akhirnya disusun menjadi kecakapan-kecakapan primer. Thurstone menjelaskan mengenai organisasi inteligensi yang abstrak atau biasa disebut dengan “Primary-Mental Ability”. Thurstone berpendapat bahwa inteligensi terdiri dari faktor yang jamak (multiple factors), mencakup tujuh kemampuan mental utama (primary mental abilities), yaitu:

1) Verbal meaning (V): Memahami gagasan dan arti kata, yang diukur dengan tes kosa kata.

2) Number (N): Kecepatan dan akurasi melakukan perhitungan aritmatika.


(45)

45

3) Space (S): Kemampuan visualisasi hubungan yang berbentuk dalam tiga dimensi, seperti dalam mengenali gambar dalam orientasi berbeda.

4) Perceptual speed (P): Kemampuan untuk membedakan detail visual, serta menetapkan persamaan dan perbedaan antara obyek dalam gambar secara cepat.

5) Word fluency (W): Kecepatan dalam memikirkan kata-kata, seperti dalam membuat puisi atau dalam memecahkan

anagram.

6) Memory (M): Kemampuan untuk menghafal kata-kata, angka, huruf, dan sejenisnya, dengan cara menulis.

7) Inductive reasoning (I): Kemampuan untuk menurunkan aturan dari informasi yang diberikan, seperti dalam menentukan aturan dari serangkaian angka dari hanya sebagian dari rangkaian angka tersebut.

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan teori inteligensi menurut Thrustone karena teori Thrustone paling sesuai dengan teori yang terdapat dalam GATB.

2.3.3. Pengukuran Inteligensi

Pada awalnya pengukuran inteligensi telah dipraktekkan di negara Cina sebelum dinasti Han, pengukuran inteligensi dilakukan oleh jenderal Cina untuk menguji


(46)

46

rakyat sipil yang ingin menjadi legislatif berdasarkan pengetahuan menulis klasik, persoalan administratif dan manajerial.

Pengukuran inteligensi kemudian dilanjutkan sampai pada masa dinasti Han (200 SM- 200 M), namun seleksi ini tidak lagi untuk legislatif saja, tetapi mulai merambah pada bidang militer, perpajakan, pertanian, dan geografi. Meskipun diawali dengan sedikit mencontoh pada seleksi militer Prancis dan Inggris, sistem ujian telah disusun dan berisi aktivitas yang berbeda, seperti tinggal dalam sehari semalam dalam kabin untuk menulis artikel atau puisi, hanya 1 % sampai dengan 7 % yang diizinkan ikut ambil bagian pada ujian tahap kedua yang berakhir dalam tiga hari tiga malam. Menurut Gregory (2007), seleksi ini keras namun dapat memilih orang yang mewakili karakter orang Cina yang kompleks. Tugas-tugas militer yang berat cukup dapat dilakukan dengan baik oleh para pegawai yang diterima dalam seleksi fisik dan psikologi yang intensif.

Tokoh psikologi yang berperan antara lain adalah Wundt. Beliau merupakan psikolog pertama yang menggunakan laboratorium dengan penelitiannya mengukur kecepatan berpikir. Wundt mengembangkan sebuah alat untuk menilai perbedaan dalam kecepatan berpikir. Tokoh yang tidak kalah pentingnya adalah Alfred Binet. Kontribusi nyata Binet adalah menciptakan tes inteligensi. Binet dibantu oleh Theophile Simon (1904) membuat instrumen pengukur inteligensi dengan skala pengukuran level umum pada soal-soal mengenai kehidupan sehari-hari sehingga tesnya dikenal dengan nama Tes Binet-Simon. Perkembangan selanjutnya dua tokoh ini mengembangkan penggunaan tes


(47)

47

inteligensi dengan tiga puluh item yang berfungsi mengidentifikasikan kemampuan sekolah anak (Van Ornum, 2008).

Di Amerika, usaha pertama tersebut dimulai oleh tokoh pencetus istilah “tes mental” yaitu James Mckeen Cattell (1860-1944), yang menerbitkan bukunya

Mental Tes and Measurements di tahun 1890. Buku ini berisi serangkaian tes inteligensi yang terdiri atas 10 jenis ukuran. Ke 10 macam ukuran tersebut adalah (Gregory, 2007):

1. Dynamometer Pressure, yaitu ukuran kekuatan tangan menekan pegas yang dianggap sebagai indikator aspek psikofisiologis

2. Rate of movement, yaitu kecepatan gerak tangan dalam satuan waktu tertentu yang dianggap memiliki komponen mental didalamnya.

3. Sensation areas, yaitu pengukuran jarak terkecil diantara 2 tempat yang terpisah dikulit yang masih dapat dirasakan sebagai 2 titik berbeda.

4. Peasue caosing pain, yaitu pengukuran yamg dianggap berguna dalam diaknosis terhadap penyakit saraf dan dalam mempelajari status kesadaran abnormal.

5. Least noticabele difference in weight, yaitu pengukuran perbedaan berat yang terkecil yang masih dapat dirasakan seseorang.

6. Reaction time for sound, yang mengukur waktu antara pemberian stimulus dengan timbulnya reaksi tercepat.


(48)

48

7. Time for naming colors, yang dimaksudkan sebagai ukuran terhadap proses yang lebih ‘mental’ daripada waktu-reaksi yang dianggap reflektif.,

8. Bisection of a 50-cm line, yang dianggap sebagai suatu ukuran terhadap akurasi ‘space judgment’

9. Judgment of 10 second time, yang dimaksudkan sebagai ukuran akurasi dalam ‘time judgment’ (subyek diminta menghitung 10 detik tampa bantuan apapun).

10.Number of latters repeated upon once hearing, yang dimaksudkan sebagai ukuran terhadap perhatian dan ingatan (subyek diminta mengulang huruf yang sudah disebutkan 1x)

Terdapat berbagai tes inteligensi yang terstandrisasi dan telah banyak digunakan untuk berbagai keperluan pengetesan psikologi, diantaranya adalah (Azwar, 2005):

1. Stanford-Binet Intelligence Scale

Tes Stanford-Binet digunakan pada anak-anak. Materi yang digunakan dalam tes Stanford-Biner ini terdapat dalam sebuah kotak. Penyelenggaraan tes dan Penentuan Skor menggunakan buku-buku kecil berisi kartu-kartu tercetak untuk presentasi, flip-over soal tes, objek tes mainan anak seperti balok, manik, papan bentuk, sebuah gambar besar boneka yang uniseks dan multietnik, buku kecil untuk tester, dan pedoman penyelenggaraan dan pen-skoran skala.


(49)

49

2. The Wechsler Intelligence Scale for Children – Revised (WISC-R). Revisi skala WISC yang dinamai WISC-R diterbitkan tahun 1974 dan dimaksudkan untuk mengukur inteligensi anak-anak usia 6 sampai dengan 16 tahun. WISC-R terdiri atas 12 subtes yang dua diantaranya digunakan hanya sebagai persediaan apabila diperlukan penggantian subtes.

3. The Wechsler Adult Intelligence Scale-Revised (WAIS-R).

Sebagaimana versi WAIS lainnya, WAIS-R terdiri dari skala verbal dan skala performansi. Kedua skala tersebut masing-masing menghasilkan IQ verbal dan IQ performansi, sedangkan kombinasi keduanya menjadi dasar untuk perhitungan IQ deviasi sebagai IQ keseluruhan.

4. The Standard Progressive Matrices (SPM)

SPM merupakan salah satu contoh bentuk skala inteligensi yang dapat diberikan secara individual ataupun kelompok. Skala ini dirancang oleh J.C. Raven dan terbit pada tahun 1960. SPM merupakan tes yang bersifat nonverbal, artinya materi soal-soalnya diberikan tidak dalam bentuk tulisan ataupun bacaan melainkan dalam bentuk gambar-gambar. Raven sendiri menyebut skala ini sebagai tes kejelasan pengamatan dan kejelasan berfikir, bukan tes inteligensi umum.


(50)

50

5. The Kaufman Assessment Battery for Children (K-ABC).

Kumpulan tes ini menghasilkan empat skor global: Pemrosesan Berurutan, Simultan, Komposit, dan Pemrosesan Mental. Pemrosesan simultan dipresentasikan oleh tujuh subtes sementara pemrosesan berurutan dipresentasikan oleh tiga subtes. K-ABC dimaksudkan untuk mengakomodasi kebutuhan pengetesan bagi kelompok-kelompok khusus, seperti anak-anak cacat dan anak-anak dari kelompok minoritas kultural dan bahasa, dan untuk membantu diagnosis ketidakmampuan belajar.

2.4. Konstruksi Tes

Dua istilah yang paling sering diterapkan pada pengembangan tes psikologi adalah validitas (validity) dan keandalan (reliability).

2.4.1. Validitas

Validitas suatu tes menerangkan apa yang diukur oleh tes dan sejauh mana tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur (Anastasi, 1997). Penentuan validitas tes berkenaan dengan hubungan antara kinerja dengan fakta-fakta lain yang independen dan dapat diamati. Prosedur pengujian sebuah alat ukur selalu membutuhkan satu hal atau fakta lain di luar alat ukur yang disebut dengan kriteria. Kriteria harus bersifat independen, dapat diukur, konsisten, relevan, dan bebas dari bias. Pengukuran validitas yang menghasilkan koefisien validitas berarti mencari korelasi antara skor tes dengan kriteria.


(51)

51

Dalam bidang psikologi konsep validitas memiliki tiga konteks yaitu (Suryabratha, 2005):

1. Validitas Penelitian (Content Validity)

Konsep validitas penelitian ini bermakna adanya kesesuaian hasil-hasil simpulan sebuah penelitian dengan kondisi senyatanya dilapangan. Terkait dengan konsep validitas penelitian ini, Suryabrata (2005) menyatakan bahwa validitas penelitian mengandung dua sisi, yaitu: a) Validitas Internal

Konsep validitas internal membahas mengenai kesesuaian antara hasil penelitian dengan kondisi sebenarnya. Adapun untuk mengungkap validitas internal ini dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen yang disusun berdasarkan pada tahapan penulisan instrumen yang baik.

b) Validitas Eksternal

Konsep validitas eksternal membahas kesesuaian antara generalisasi hasil penelitian dengan keadaan yang sebenarnya. Untuk mendapatkan hasil validitas eksternal dapat dilakukan dengan memilih sampel yang tepat dari populasi yang diteliti.


(52)

52 2. Validitas Item (Item Validity)

Item merupakan bagian dari sebuah instrumen, sehingga dalam memaknai validitas item ini tidak terlalu menyamakannya dengan validitas seluruh item atau validitas instrumen. Validitas item merujuk pada tingkat kesesuaian item (butir soal) dengan perangkat soal-soal lainnya, secara sederhana dapat pula dinyatakan bahwa yang dimaksud validitas item adalah tingkat korelasi antara skor butir soal (item) dengan skor total (seluruh).

3. Validitas Alat Ukur (Test Validity)

Konsep validitas alat ukur merujuk pada makna kemampuan sebuah alat ukur (instrumen/ skala/ tes) untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Cara yang dapat digunakan untuk menghitung koefisien validitas alat ukur adalah sebagai berikut (Kerlinger, 2006):

a) Validitas Isi (Content-Related Validation)

Validitas isi merupakan seperangkat item-item tes yang menunjukkan sejauhmana isi dari item-item tersebut memang mengukur apa yang hendak diukur. Dengan menggunakan spesifikasi tes yang telah dikembangkan (telah ada), kemudian dilakukan analisis logis untuk menetapkan apakah item-item yang telah dikembangkan tersebut mengukur apa yang hendak diukur.


(53)

53

b) Validitas Konstruk (Construct Corelated Validation)

Validitas konstruk mengukur mengenai sejauh mana skor-skor hasil pengukuran dengan instrumen itu sesuai atau tidak dengan teori yang mendasari penyusunan alat ukur tersebut. Validasi konstruk ini merupakan proses yang kompleks, yang memerlukan analisis logis dan dukungan data empiris.

Teknik-teknik yang dapat digunakan untuk mengukur validitas konstruk adalah sebagai berikut (Suryabratha, 2005):

1) Analisis faktor

Dasar pemikiran penerapan analisis faktor untuk validasi adalah bahwa walaupun perilaku manusia itu sangat banyak ragamnya, namun perilaku yang sangat beragam itu didasari oleh sejumlah faktor yang terbatas. Dengan analisis faktor dapat ditemukan faktor-faktor yang mendasari perilaku yang beragam tersebut. Tinggi-rendahnya validitas konstruk suatu alat tes tercermin pada sejauh mana muatan faktor yang diperoleh dari analisis faktor ini berkontribusi pada teori yang mendasarinya.


(54)

54 2) Korelasi dengan tes lain

Korelasi antara tes baru dengan tes lama yang serupa menunjukkan bahwa tes baru juga mengukur konstruk yang kurang lebih sama. Korelasi dengan tes lain dilakukan untuk menunjukkan bahwa tes baru bebas dari pengaruh faktor-faktor yang tidak relevan.

3) IRT (Item Responses Theory)

Analisis item-item secara modern yaitu penelaahan item dengan menggunakan Item Respons Theory (IRT) atau teori jawaban terhadap item. Teori ini merupakan suatu teori yang menggunakan fungsi matematika untuk menghubungkan antara peluang menjawab benar suatu skala dengan kemampuan testee

(Umar, 2008). Teori ini menjelaskan tentang apa yang terjadi jika seseorang menempuh satu butir item. Menurut teori ini, jika satu butir item dengan tingkat kesukaran tertentu ditempuh oleh ribuan orang yang kemampuannya berbeda-beda, maka orang yang kemampuannya lebih tinggi akan memiliki peluang yang lebih besar untuk menjawab benar pada item tersebut dibandingkan dengan orang yang kemampuannya lebih rendah. Atau dengan kata lain, makin tinggi kemampuan seseorang makin tinggi pula peluangnya untuk menjawab benar pada satu butir item, dan sebaliknya.


(55)

55

c) Validitas Berdasarkan Kriteria (Criterion-Related Validation) Prosedur validitas kriteria menunjukkan efektivitas dari suatu tes dalam meramalkan kinerja seseorang pada aktivitas tertentu. Kriteria pengukuran untuk validitas skor tes dapat diperoleh dalam waktu yang bersamaan dengan skor tes atau dalam interval waktu tertentu.

Dalam pelaksanaan penelitian ketiga konteks tersebut harus terpenuhi, agar penelitian yang dilakukan dapat memberikan data yang sebagaimana diharapkan, sehingga proses pengambilan kesimpulannya juga memiliki nilai jaminan tinggi.

Penelitian ini menggunakan uji validitas konstruk dengan teknik analisis faktor. Dengan melakukan uji pengukuran melalui analisis faktor maka dapat ditemukan variabel yang diukur oleh item-item dan juga dapat dilihat bagaimana hubungan antar item, item dengan faktor, serta korelasi antar variabel.

2.4.2. Reliabilitas

Reliabilitas merujuk pada konsistensi skor yang dicapai oleh orang yang sama ketika mereka diuji-ulang dengan tes yang sama pada kesempatan berbeda atau dengan seperangkat butir-butir ekuivalen (equivalent items) yang berbeda, atau dalam kondisi pengujian yang berbeda (Anastasi, 1997).


(56)

56

Pendekatan yang dipergunakan untuk menghitung reliabilitas pengukuran ada bermacam-macam. Berikut ini dikemukakan beberapa cara untuk menghitung reliabilitas yang dikemukakan oleh Anastasi (1997):

1. Metode Pengujian Kembali (Test-Retest Methods)

Pengukuran terhadap sekelompok subyek dilakukan dua kali dengan satu alat pengukur. Reliabilitas dihitung dengan cara mengkorelasikan hasil pengukuran pertama dengan hasil pengukuran kedua. Metode ini mengandung time sampling error, yaitu kesalahan yang timbul karena pengukuran pada waktu yang berbeda.

2. Reliabilitas Alat Ukur Alternatif (Alternate-Form Reliability)

Pendekatan tes dilakukan dengan jalan menggunakan dua macam alat pengukur dimana dua alat pengukur tersebut harus sama. Untuk mengestimasi reliabilitasnya, maka dua alat ukur tersebut diberikan pada sekelompok subyek secara berturut-turut. Kemudian hasil pengukuran dari alat pengukuran yang pertama dicari korelasinya dengan hasil pengukuran dari alat pengukuran kedua.

3. Metode Konsistensi Internal (Internal Consistency Methods)

Pengestimasian kadar reliabilitas dengan prosedur konsistensi internal dilakukan dengan memfokuskan diri pada unsur-unsur internal


(57)

57

cukup dilakukan berdasarkan kekuatan tiap-tiap butir pertanyaan yang secara keseluruhan membentuk N item, dan tidak membutuhkan data-data dari hasil pengukuran yang lain sebagaimana kedua prosedur reliabilitas di atas.

2.5. Gambaran Umum GATB

General Aptitude Test Batteray (GATB) diciptakan oleh Charles E. Odell dari

United States Employes Services dan mulai dikembangkan pada tahun 1940.

General Aptitude The Battery (GATB) telah digunakan sejak 1947 oleh State Employment service yang bergabung dengan United States Employment Service

untuk memenuhi kebutuhan tes yang bisa dipergunakan untuk berbagai tujuan

(multipurposes). Sejak masa itu, GATB telah dimasukkan kedalam program penelitian yang berkelanjutan untuk menjadikannya tes yang akurat terhadap kesuksesan pada berbagai pekerjaan yang berbeda. Karena dasar risetnya yang luas, GATB dikenal sebagai sejumlah tes bakat ganda yang akurat dalam pengadaanya untuk digunakan dalam bimbingan jurusan dan menilai kecerdasan umum dari seseorang.

Kemampuan yang diukur oleh General Aptitude Test Battery adalah sebagai berikut (Lynne Bezanson dalam Jigau, 2007):


(58)

58 a. Aptitude G (General Learning Ability)

Kemampuan untuk menangkap atau untuk memahami pelajaran dan prinsip-prinsip yang mendasari suatu hal. Kemampuan untuk menalar dan menyatakan pendapat atau mengambil keputusan.

b. Aptitude V (Verbal Aptitude)

Kemampuan untuk memahami arti kata-kata dan ide-ide, menghubungkannya dan menggunakannya dengan baik. Kemampuan untuk memahami bahasa, memahami hubungan diantara kata-kata, dan memahami arti kalimat dan paragraph secara jelas dalam setiap bentuk lisan maupun tulisan.

c. Aptitude N (Numerical Aptitude)

Kemampuan untuk mengoperasikan aritmatik seperti menjumlahkan, mengalikan, mengurangi, dan membagi dengan cepat dan tepat.

d. Aptitude S (Spatial Aptitude)

Kemampuan untuk menggambarkan secara visual bentuk-bentuk geometric dan memahami objek-objek dua dimensi serta menggambarkan objek-objek dalam tiga dimensi. Kemampuan untuk mengenali relasi ruang yang diakibatkan bergeraknya objek-objek dalam ruang.


(59)

59 e. Aptitude P (Form Perception)

Kemampuan untuk melihat seluk beluk atau detail yang penting dalam objek-objek, gambar-gambar, atau grafik. Kemampuan untuk melihat persamaan dan perbedaan dalam corak dan bentuk bilangan, panjang dan lebar atau garis-garis.

f. Aptitude Q (Clerical Perception)

Kemampuan untuk melihat seluk-beluk atau detail dari bahan-bahan tertulis atau yang disajikan dalam bentuk table-tabel. Kemampuan untuk melihat perbedaan salinan, untuk mengoreksi kata-kata dan angka-angka dalam cetak coba, dan untuk menghindari penyimpangan dalam mengerjakan aritmatik yang sederhana.

g. Aptitude K (Motor Coordination)

Kemampuan untuk mengkoordinasikan mata dan tangan atau jari dengan cepat dan akurat dalam membuat gerakan yang tepat dengan kecepatan. Kemampuan untuk membuat respon gerakan akurat dan cepat.

h. Aptitude F (Finger Dexterity)

Kemapuan untuk menggerakkan jari tangan dan menangani objek-objek yang kecil dengan cepat dan akurat


(60)

60 i. Aptitude M (Dexterity Manual)

Kemampuan untuk menggerakkan tangan dengan mudah dan terampil. Kemampuan untuk bekerja dengan tangan dalam menempatkan dan mengubah gerakan.

Dewasa ini GATB meliputi 12 tes; 4 tes membutuhkan alat sederhana, sementara 8 tes yang lainnya hanya menggunakan kertas dan pensil. Keseluruhan kumpulan tes dapat diselenggarakan dalam waktu kurang lebih 2,5 jam (Anastasi, 1997). Adapun subtes yang terdapat dalam GATB adalah sebagai berikut:

a. Bagian 1 - Membandingkan nama-nama (name comparison). 6 menit, skor maksimal 150.

Tes ini berisi dua kolom nama. Peserta tes memeriksa masing-masing kolom, dan menunjukkan apakah nama-nama yang ada sama atau berbeda. Subtest ini mengukur persepsi klerikal (clerical perception)

b. Bagian 2 - Perhitungan (computation). 6 menit, skor maksimal 50. Tes ini berisi suatu latihan bilangan aritmatik yang membutuhkan penjumlahan, pengurangan, perkalian, atau pembagian seluruh bilangan. Subtes ini mengukur kemampuan numerik (numerical aptitude)

c. Bagian 3 - Tiga dimensi ruang (three dimensional space). 6 menit, skor maksimal 40.


(61)

61

Tes ini berisi empat rangkaian gambar dengan objek tiga dimensi. Gambar perangsang disajikan sebagai suatu potongan-potongan metal yang datar dimana salah satu berputar-putar (berguling-guling) atau keduanya. Garis-garis mengindikasikan dimana salah satu dari empat gambar dengan objek tiga dimensi bisa dibentuk dari gambar perangsang. Subtes ini mengukur kemampuan pengetahuan umum dan kemampuan ruang (general learning ability & spatial aptitude).

d. Bagian 4 – Perbendaharaan kata (Vocabulary). 6 menit, skor maksimal 60.

Tes ini berisi empat set kata. Peserta tes menunjukkan dua kata-kata yang sama atau arti kata-kata yang berlawanan. Subtes ini mengukur kemampuan pengetahuan umum dan kemampuan verbal (general learning ability & verbal aptitude).

e. Bagian 5 – Mencocokkan alat-alat (tool matching). 5 menit, skor maksimal 49.

Tes ini berisi serangkaian latihan yang mengandung suatu gambar perangsang dan empat gambar hitam-putih alat-alat perlengkapan bengkel yang sederhana. Peserta tes menunjukkan mana dari empat gambar hitam-putih itu yang sama seperti pada gambar perangsang. Variasi yang ada hanya mendistribusikan masing-masing gambar hitam putih. Subtes ini mengukur persepsi bentuk (form perception).


(62)

62

f. Bagian 6 – Penalaran aritmatik (arithmetic reason). 7 menit, skor maksimal 25.

Tes ini berisi masalah angka aritmatik yang diekspresikan secara verbal. Subtes ini mengukur kemampuan pengetahuan umum dan kemampuan numerik (general learning ability & numerical aptitude).

g. Bagian 7 – Mencocokkan bentuk (form matching). 6 menit, skor maksimal 60.

Tes ini berisi dua kelompok dengan berbagai cara dibentuk gambar yang berpotongan. Peserta tes menunjukkan gambar mana dalam kelompok kedua-duanya persis (tepat) sama ukurannya dan bentuk potongannya seperti masing-masing gambar dalam kelompok perangsang pertama. Subtes ini mengukur persepsi bentuk (form perception).

h. Bagian 8 – Membuat tanda-tanda (mark making). 60 menit, skor maksimal 130.

Tes ini berisi suatu rangkaian hasil perkalian (kuadrat), dimana peserta tes membuat tiga tanda pensil, dikerjakan secepat-cepatnya. Tanda-tanda yang dibuat dengan garis-garis pendek, dua garis vertical dan tiga garis horizontal dibawahnya. Subtes ini mengukur koordinasi gerak


(63)

63

i. Bagian 9 – Menempatkan (place). 3 percobaan, masing-masing waktu 15 menit, skor maksimal 144.

Peralatan yang digunakan untuk tes ini berisi 10 bagian papan pasak empat persegi panjang yang dibagi dalam dua bagian, masing-masing berisi 48 lubang. Pelaksanaan ini dilakukan dalam tiga waktu, dimana peserta tes harus bekerja dengan cepat untuk memindahkan sebanyak mungkin pasak selama waktu yang disediakan. Tiga percobaan diberikan untuk dilakukan. Subtes ini mengukur kecekatan tangan

(manual dexterity).

j. Bagian 10 – Memutar (turn). 3 percobaan, masing-masing 30 menit, skor maksimal 144.

Tes ini menggunakan perlatan. Peralatan yang digambarkan dalam bagian 9 juga digunakan dalam tes ini. Peserta tes bekerja dengan cepat untuk memutar dan menempatkan kembali secepat mungkin pasak yang berbentuk silinder selama waktu yang disediakan. Tiga percobaan diberikan untuk dilakukan. Subtes ini mengukur kecekatan tangan

(manual dexterity).

k. Bagian 11 – Memasang (assemble). 90 detik, skor maksimal 50.

Tes ini menggunakan peralatan. Peralatan yang digunakan untuk tes ini dan bagian 12 yang berisi papan persegi panjang kecil (papan kecekatan tangan) berisi 50 lubang, dan menyediakan paku penyumbat kecil dari


(64)

64

metal dan cincin penutup (ring). Peserta tes bekerja dengan cepat dalam memindahkan dan menempatkan setepat mungkin. Subtes ini mengukur kecekatan tangan (manual dexterity).

l. Bagian 12 – Membongkar (disassemble). 60 detik, skor maksimal 50. Tes ini mempergunakan peralatan yang sama seperti digambarkan pada bagian 11. Peserta tes memindahkan paku sumbat kecil dari metal memasang suatu lubang dalam papan bagian bawah, mendorong ring pada dasar papan, meletakkan ring pada tangkai dengan satu tangan dan paku sumbat ke dalam lubang yang cocok pada papan bagian atas dengan tangan yang lainnya. Peserta tes bekerja dengan cepat untuk memindahkan dan menempelkan paku sumbat dan ring setepat mungkin selama waktu yang disediakan. Subtes ini mengukur kecekatan tangan

(manual dexterity).

Kumpulan tes ini menghasilkan skor pada sembilan faktor dan pada tiga ukuran komposit utama yang ditarik dari faktor-faktor tersebut, keseluruhannya didaftarkan pada tabel 2.1 berikut ini (Anastasi & Urbina, 1997):


(65)

65 Tabel 2.1

Faktor-Faktor dan Komposit General Aptitude Test Battery (GATB)

Faktor-faktor

G: Kemampuan Belajar Umum

S: Kemampuan Ruang K: Koordinasi Motor

V: Kemampuan Verbal P: Persepsi Bentuk F: Kelincahan Jari-jari N: Kemampuan Numerik Q: Persepsi Klerikal M: Kelincahan Manual Komposit

Kognitif = G + V + N Perseptual = S + P + Q Psikomotorik = K + F + M Sumber: Anastasi & Urbina, 1997, hal.498

2.6. Kerangka Berpikir

Dari latar belakang dan teori yang sudah ada, maka dapat disimpulkan dalam suatu kerangka sebagai berikut:


(66)

66

Diagram 2.2

Kerangka Berpikir Berdasarkan Subtes

Diagram 2.3


(67)

67 2.7. Hipotesis

Sesuai dengan kerangka berpikir yang telah digambarkan, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut:

1. Bahwa seluruh item dalam empat subtes GATB yang dijadikan penelitian mengukur konstruk yang dimaksud. Konstruk yang dimaksud adalah

computation, three dimensional space, vocabulary, dan three dimensional space. Dimana setiap item dalam masing-masing subtes adalah fit (sesuai) dengan model satu faktor, yang berarti semua item pada subtes mengukur hanya satu kemampuan yang didefinisikan pada subtes tersebut, dan setiap item dalam masing-masing subtes menghasilkan informasi secara signifikan tentang kemampuan pada subtes tersebut.

2. Bahwa empat subtes GATB adalah fit (sesuai) dengan model satu faktor, yaitu semua subtes mengukur satu faktor umum yang dalam hal ini adalah “inteligensi”


(68)

68 BAB III

METODE PENELITIAN

Hal yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah tingkat validitas alat tes GATB. Selanjutnya untuk menjawab pertanyaan penelitian ini ada beberapa hal yang dirancang oleh peneliti, diantaranya Subjek Penelitian, Instrumen Penelitian, Metode Analisis Data, dan Prosedur Penelitian.

3.1. Subjek Penelitian

Penelitian ini hendak menguji validitas dari alat tes GATB. Untuk menguji validitas tersebut digunakan pendekatan uji validitas konstruk yang akan menentukan apakah setiap subtes dalam GATB mengukur komponen yang dapat mengukur general intelligence. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan data mentah yang tersedia di Divisi Asesmen SDM PPM Manajemen. Data yang digunakan merupakan hasil dari rekruitmen karyawan PT Semen Tonasa yang menjalani tes di Jakarta. Pelaksanaan tes dilakukan pada tahun 2009 dan ditempuh oleh 3257 orang. Karakteristik dari para peserta tes pada data yang tersedia ini adalah sebagai berikut:

a. Umur 22-32 tahun


(69)

69 3.2. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini, GATB dijadikan short form dengan empat subtes yang memiliki jumlah item sebanyak 175, dikarenakan keempat subtes tersebut mengukur kognisi atau inteligensi dari seseorang dan dari hasil penilaian tes tersebut dapat menghasilkan skor IQ seseorang. Keempat subtes tersebut adalah:

1. Subtes kemampuan numerik (computation). 6 menit, skor maksimal 50. Tes ini berisi suatu latihan bilangan aritmatik yang membutuhkan penjumlahan, pengurangan, perkalian, atau pembagian seluruh bilangan. Subtes ini mengukur kemampuan numerical (numerical aptitude)

Contoh Soal:

1) Kurang (-) A. 2

9 B. 3

4 C. 5

D. 9

E. Selain di atas

2. Subtes tiga dimensi ruang (three dimensional space). 6 menit, skor maksimal 40.

Tes ini berisi empat rangkaian gambar dengan objek tiga dimensi. Gambar perangsang disajikan sebagai suatu potongan-potongan metal yang datar dimana salah satu berputar-putar (berguling-guling) atau keduanya. Garis-garis mengindikasikan dimana salah satu dari empat gambar dengan objek tiga dimensi bisa dibentuk dari gambar


(70)

70

perangsang. Subtes ini mengukur kemampuan pengetahuan umum dan kemampuan ruang (general learning ability & spatial aptitude).

Contoh Soal:

3. Subtest kemampuan verbal (Vocabulary). 6 menit, skor maksimal 60. Tes ini berisi empat set kata. Peserta tes menunjukkan dua kata-kata yang sama atau arti kata-kata yang berlawanan. Subtes ini mengukur kemampuan pengetahuan umum dan kemampuan verbal (general learning ability & verbal ability).

Contoh Soal:

1) A. Besar B. Luas C. Kering D. Lambat

4. Subtes penalaran aritmatik (arithmetic reason). 7 menit, skor maksimal 25.

Tes ini berisi masalah angka aritmatik yang diekspresikan secara verbal. Subtes ini mengukur kemampuan pengetahuan umum dan kemampuan numerical (general learning ability & numerical aptitude).


(71)

71 Contoh Soal:

1) Satu bagian pekerjaan dapat diselesaikan A. 8 dalam waktu setengah jam. B. 10 Berapa bagian pekerjaan yang dapat C. 16 diselesaikan dalam waktu 8 jam? D. 24

E. Selain di atas

Subjek penelitian diminta untuk mengerjakan item pertanyaan sesuai dengan waktu yang telah disediakan. Jawaban diberikan oleh subjek dengan memilih 4 pilihan jawaban yang telah disediakan dimana diantara keempat tersebut terdapat satu jawaban yang benar. Khusus untuk subtes vocabulary dalam satu item pertanyaan terdapat dua jawaban yang benar dan saling berkaitan. Untuk penskoran, apabila subjek menjawab dengan benar maka akan mendapatkan nilai 1 dan mendapatkan nilai 0 apabila menjawab dengan salah.

3.3. Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis faktor. Pada dasarnya terdapat dua jenis pandangan mengenai analisis faktor, yaitu: Exploratory Factor Analysis (EFA) dan Confirmatory Factor Analysis

(CFA). Analisis faktor pada awalnya dikemukakan oleh Spearman (1940) yang pada saat ini dikenal dengan Exploratory Factor Analysis (EFA). Dalam EFA, peneliti tidak memiliki ekspektasi tertentu mengenai jumlah atau sifat faktor yang mendasari konstruk. Metode analisis faktor yang lebih modern adalah

Confirmatory Factor Analysis (CFA). Dalam CFA, peneliti harus memiliki gambaran yang spesifik mengenai (a) jumlah faktor, (b) variabel yang


(1)

125

penelitian ke depannya. Saran tersebut berupa saran metodologis dan saran praktis.

5.3.1 Saran Metodologis

1. Untuk penelitian selanjutnya, ada baiknya mempertimbangkan variabel lainnya seperti perbedaan usia, jenis kelamin, latar belakang, budaya dan hal penting lainnya yang dalam penelitian ini tidak dimiliki datanya.

2. Untuk pengembangan uji validitas kedepannya, dapat menggunakan seluruh subtes dalam GATB pada pengujian validitas konstruk. Dengan menggunakan seluruh subtes dalam GATB maka akan didapatkan kostruk mengenai bakat yang dimiliki seseorang, jadi tidak terbatas hanya inteligensi saja.

3. Terdapat banyak item yang bersifat multidimensional. Hal ini dapat disebabkan oleh kerangka berfikir teori GATB dimana dijelaskan setiap subtes sebenarnya masih terdiri dari beberapa sub faktor, yang seharusnya dapat diwujudkan dalam bentuk faktor tersendiri yang berbeda tingkatan (analisis faktor tiga tingkat). Jadi, akan lebih baik, bila analisis faktor dilakukan 3 tingkat (third order CFA). Namun demikian, perlu dilakukan identifikasi terlebih dahulu untuk melihat item yang mengukur sub faktor di dalam masing-masing subtes tersebut.


(2)

126 5.3.2 Saran Praktis

1. Untuk penyedia layanan tes psikologi, sebaiknya mencari informasi dan melakukan pengecekan terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk menggunakan suatu alat tes.

2. Selanjutnya, bagi institusi psikologi pengguna alat tes GATB, cukup menggunakan 3 subtes saja dalam GATB yaitu computation, three dimensional space, dan vocabulary untuk mengukur inteligensi. Namun perlu ada penelitian lebih lanjut untuk membuktikan mengenai skor inteligensi yang dihasilkan.


(3)

127

DAFTAR PUSTAKA

Aiken, Lewis. R. (1997). Psychological testing and assessment. Boston: Allyn and bacon.

Anastasi, Anne. (1997). Psychological testing, seventh edition. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Azwar, Saifuddin. (2004). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Brown, T. A. (2006). Confirmatory factor analysis for applied research.

New york: The Guildford Press.

Buckingham, Marcus and Donald 0. Clifton. (2001). Now, discover your strengths. New York: The Free Press.

Chaplin, JP. (2006). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Pustaka. Coyle, Daniel. (2009). Talent code. New York: Bantam Dell.

Davis, Tony. (2009). Talent assessment. Jakarta: PPM

Djaali, H & Pudji Muljono. (2007). Pengukuran dalam bidang psikologi. Jakarta: Gramedia Pustaka

Gardner, Howard. (1985). Frames of mind, the theory of multiple intelligences. New York: Basic Book, Inc.

Greogry, Robert J. (2007). Psychological testing: History, principles, and application 5th Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc.

Jigau, Mihai. (2007). Career counselling, compendium of methods and


(4)

128

Jöreskog, K.G. & Sörbom, D. (2006). LISREL 8.70 for windows (computer software). Lincolnwood, IL: Scientific Software International, Inc.

Kaplan, Robert M. & Dennis P. Saccuzzo. (2009). Psychological testing: Principles, apllication & issues 7th edition. Belmont: Wadsworth

Kerlinger, F.N. (2006). Asas-asas penelitian behavioral. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Loewenthal, Kate Miriam. (1996). An introduction to psychological test and scales. London: UCL Press.

Munandar, Ashar Sunyoto. (2001). Psikologi industri dan organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia.

Murphy, Kevin R. (1994). Psychological testing: Principels and application. London: Prentice-hall Int.

Thompson, Bruce. (2004). Explanatory and confirmatory factor analysis. Washington DC: American Psychological Assosiation.

Sadli, Saparinah. (1991). Inteligensi bakat dan test IQ. Jakarta: Gaya Favorit Pres. Shaleh, A.R & Wahab, M.A. (2004). Psikologi suatu pengantar, Jakarta:

Prenada Media.

Sukardi, Dewa Ketut. (2009). Analisis tes psikologi teori dan praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Umar, Jahja. (2011). Personal Communication.

Van Ornum, William. (2008). Psychological testing across the life span. New Jersey: Pearson Education, Inc


(5)

129


(6)