Bimbingan Pembentukan Kepribadian anak melalui kisah-kisah Islami pada Siswa-siswi SD Islam Sabilina Cibubur

(1)

BIMBINGAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN ANAK

MELALUI KISAH-KISAH ISLAMI PADA SISWA-SISWI

SD ISLAM SABILINA CIBUBUR

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos.I)

Oleh

Dwika Novriyanti Fajrien

NIM: 105052001741

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1430 H/2009 M


(2)

BIMBINGAN PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN ANAK

MELALUI KISAH-KISAH ISLAMI PADA SISWA-SISWI SD

ISLAM SABILINA CIBUBUR

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos.I) Pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi

Oleh:

Dwika Novriyanti Fajrien 105052001741

Di bawah bimbingan :

Dra. Asriati Jamil, M.Hum NIP. 19610422 199003 2 001

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1430 H/2009 M


(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 17 Juni 2009


(4)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “Bimbingan Pembentukan Kepribadian Anak Melalui Kisah-Kisah Islami Pada Siswa-Siswi SD Islam Sabilina” telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 25 Juni 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos.I) pada Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.

Jakarta, 25 Juni 2009 Sidang Munaqasyah

Ketua, Sekretaris,

Drs. Study Rizal LK, M.Ag Dra. Musfiroh Nurlaili H, MA NIP. 19640428 199303 1 002 NIP. 19710412 2 00003 2 001

Anggota,

Penguji I, Penguji II,

Drs. M. Lutfi, MA Dra. Nasichah, MA NIP. 19671005 199403 1 006 NIP. 19671126 199603 2 001

Pembimbing,

Dra. Asriati Jamil, M.Hum NIP. 19610422 199003 2 001


(5)

ABSTRAK

Dwika Novriyanti Fajrien

Bimbingan Pembentukan Kepribadian Anak Melalui Kisah-Kisah Islami Pada Siswa-Siswi SD Islam Sabilina Cibubur

Cerita dapat membantu membentuk kepribadian anak. Karenanya, salah satu cara yang cukup efektif dalam menasihati anak adalah melalui cerita atau kisah. Hal ini cukup efektif, karena anak akan mampu menyerap dengan mudah gambaran tentang baik dan buruknya sesuatu hal melalui isi sebuah cerita.

Metode mendidik kepribadian anak melalui kisah akan memberi kesempatan bagi anak untuk berpikir, merasakan, merenungi kisah tersebut, sehingga seolah ia ikut berperan dalam kisah tersebut. Adanya keterkaitan emosi anak terhadap kisah akan memberi peluang bagi anak untuk meniru tokoh-tokoh berakhlak baik dan berusaha meninggalkan perilaku tokoh-tokoh berakhlak buruk.

Berkisah, bercerita maupun mendongeng sangat disukai oleh anak-anak maupun orang dewasa, karena dapat menstransfer nilai-nilai kehidupan yang terbukti kehebatannya. Banyak ilmu yang dapat kita serap ketika kita mendengarkan kisah.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh bimbingan pembentukan kepribadian anak melalui kisah-kisah Islami di SD Islam Sabilina Cibubur.

Untuk mengetahui bagaimana bimbingan pembentukan kepribadian anak melalui kisah-kisah Islami, dengan unsur-unsur pokok yang harus ditemukan sesuai dengan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, maka penelitian ini menggunakan metode penelitian yang deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh siswa-siswi SD Islam Sabilina Cibubur melalui kisah-kisah Islami misalnya pada perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain. Secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada sesuatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah, masing-masing subyek dalam penelitian ini memiliki kepribadian yang berbeda, namun terdapat persamaan dari ketiganya yaitu sama-sama mendapatkan bimbingan melalui kisah-kisah Islami yang dapat membentuk kepribadian pada dirinya masing-masing.


(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan segala karunia-Nya kepada kita semua, penggenggam kita semua dalam setiap kejadian dan peyempurna kebahagiaan. Alhamdulillah, segala puji bagi Dzat yang Maha Pemberi makna hidup kepada makhluknya, Dzat yang Maha Agung, Maha Bijaksana. Penulis dengan penuh keikhlasan hati bersyukur atas kehidupan yang diberi, potensi akal dan kasih sayang disertai dengan usaha yang sungguh-sungguh akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.

Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada manusia Agung pengusung cahaya Ilahi dan rahmat bagi seluruh alam, ialah Rasulullah Muhammad SAW yang membawa umat-nya menemui jalan Tuhan-nya. Kesejahtaraan dan keselamatan semoga selalu mengiringinya, keluarga, para sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Dengan penuh rasa kerendahan hati, penulis menyadari dan mengakui penulisan skripsi ini jauh dari kesempurna dan juga tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak yang tidak dapat penulis membalas pengorbanannya.

Namun berkat do’a, bantuan serta dukungan yang begitu banyak dari berbagai pihak, Alhamdulillah akhirnya penulis dapat menyusun skripsi ini hingga selesai dengan judul “Bimbingan Pembentukan


(7)

Kepribadian Anak Melalui Kisah-Kisah Islami Pada Siswa-Siswi SD Islam Sabilina Cibubur”.

Dengan penuh rasa hormat dan takjub, penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini begitu banyak pihak yang memberikan bantuan, motivasi, teguran, semangat serta doa dan nasehat yang selalu mengiringi pembuatan skripsi ini. Oleh sebab itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Drs. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Drs. Mahmud Jalal, MA selaku Pembantu Dekan bidang sarana dan prasarana, serta Drs. Study Rizal, MA selaku Pembantu Dekan bidang kemahasiswaan.

2. Drs. M. Lutfi, M. Ag, selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, serta Ibu Dra. Nasichah, M. Ag, selaku Sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.

3. Segenap pimpinan karyawan dan staf-staf serta bapak/ibu dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang talah banyak memberikan bantuan, ilmu, dan pengalaman. Dan juga Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, serta Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas memadai atas buku-bukunya.

4. Yang paling penulis cintai dan hormati yaitu Ayahanda Sumiratno, beserta Ibunda Siti Zulaeha yang telah rela mencurahkan kasih sayang kepada penulis sedari kecil. Serta segala pengorbanannya untuk ananda,


(8)

berupa waktu, materi, tenaga, pikiran dan doa sehingga penulis mampu menyelesaikan kuliah dan meraih gelar sarjana.

5. Dra. Hj. Asriati Jamil, M. Hum, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan waktu, dan pikiran untuk memberikan bimbingan, arahan dan petunjuk kepada penulis dalam menyusun skripsi ini. Terima kasih banyak atas bimbingan yang diberikan kepada penulis, semoga skripsi ini akan bermanfaat bagi saya khususnya dan siapapun yang membacanya.

6. Kakanda Utami dan Adik Tri, terima kasih atas motivasi dan doa kalian yang memberikan semangat kepada penulis.

7. Bapak Drs. Azwar Chatib selaku Pembimbing Akademik Mahasiswa BPI 2005. Terima kasih atas arahan dan bimbingan bapak.

8. Kepala Sekolah SD Islam Sabilina Bapak Agus Fatah terima kasih atas izinnya kepada penulis dalam melakukan penelitian di Sekolah yang bapak pimpin, serta memberikan banyak referensi dan pengalamannya kepada penulis.

9. Ibu Rd. Dety Anggraeni, selaku wakil Kepala Sekolah yang sudah banyak meluangkan waktu untuk menemani penulis selama penelitian. Serta Bapak/Ibu guru dan murid-murid SD Islam Sabilina terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya dengan baik.

10.Zulfahmi Yasir Yunan yang selalu memotivasi dan menjadi penyemangat dalam menyelesaikan skripsi ini, terima kasih atas waktu


(9)

luangnya untuk menemani penulis ke tempat penelitian. Dan terima kasih juga atas pengertian dan perhatiannya kepada penulis.

11. Ibu Susiani (Bu’le Ani) dan Bapak Toni (Le Yono), terima kasih banyak atas referensinya tentang Sekolah Sabilina. Serta atas doa dan perhatiannya kepada penulis.

12. Sahabat-sahabat penulis Nissa dan Maya yang sama-sama berjuang membuat skripsi. Abid, Na, Karin terima kasih atas doa dan dukungannya serta selalu memberikan semangatnya kepada penulis. 13. Kepada keluarga besar Bapak dan Ibu Prof. Dr. H. M Yunan Yusuf

terima kasih atas doa dan dukungannya.

14. Rekan-rekan BPI, khususnya BPI angkatan 2005, Laily, Jefri, Agus, Qory, Qiqy, Kasma, yang sama-sama berjuang dalam menyelesaikan skripsi. Antie, Ina, Yenni, Eneng, dan teman-teman lainnya yang menjadi motivator penulis dalam menyelesaikan karya kecil ini, terima kasih atas doanya.

15. Terima kasih kepada Mas Ipul yang sudah banyak membantu dalam penulisan skripsi ini.

16. Teman-teman KULFA CENTER yang selalu berjuang dan tetap bertahan dengan keadaan kita semoga perjuangan ini menghasilkan sesuatu yang bermanfaat nantinya. Amien, serta murid-murid penulis Sharen dan Risma yang dapat menghibur ketika penulis sedang jenuh terima kasih atas dukungannya.


(10)

17. Para sahabat dan kerabat, serta semua pihak yang tidak dapat penulis cantumkan satu-persatu terima kasih banyak atas doa dan dukungannya. Semoga bantuan dan kerjasama yang baik ini dibalas oleh Allah SWT, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pembacanya. Amien!

Depok, 17 Juni 2009 Penulis

Dwika Novriyanti Fajrien


(11)

! " # $

# $

! % & $

# $

! #

#

#

! #

"

' # () *

+ , ,

#

-. "

+ + ' / . ! ! !' !-!.


(12)

0 & 1

2 #

# $ 3

%

#

$ # $

#

4 5 &

&

# $

"' "' "6 "/

"-'7 '7 '7 '! '+ '+

'6 +/ +. 6"

6+ 6+ 66


(13)

(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lebih dari 25% total penduduk di dunia adalah anak-anak. Namun bukan tidak mungkin jumlah tersebut bisa menjadi salah satu anasir penentu masa depan bangsa. Karena kepribadian suatu bangsa tergantung dari kepribadian generasi mudanya. Menurut data yang ada, sekitar ± 28 orang per tahun usia anak dan remaja mengakhiri masa frustrasinya akan kehidupan dengan cara bunuh diri.1

Selama berpuluh-puluh tahun, orang sudah begitu yakin bahwa keberhasilan di masa depan sangat ditentukan oleh kepribadian anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepribadianlah yang membuat anak sukses hidupnya. Penelitian melaporkan, anak berusia 2-5 tahun, yang sering menonton film kartun yang menunjukkan kontak fisik, memiliki kecenderungan bersikap agresif di masa mendatang.2

Semakin sering anak usia sekolah menonton program televisi yang mempertontonkan kekerasan, semakin besar pula kecenderungan mereka untuk mempunyai tingkah laku anti-sosial. Misalnya agresif, tidak patuh, dan bermasalah di usia sekolah.

1

Neno Warisman, Makalah SeminarKisah Antara Kisah dengan Kepribadian Anak Kita, (Depok: Hotel Bumi Wiyata 2008), h. 1.

2


(15)

Pada tingkat TK atau SD menjadi tempat pertama anak-anak memperoleh pendidikan dasar, karena di tempat ini anak lebih cepat mendapat pengaruh dan lebih mudah dibentuk pribadinya. Dalam cerita terdapat ide, tujuan, imajinasi, bahasa, dan gaya bahasa. Unsur-unsur tersebut berpengaruh dalam pembentukan pribadi anak. Dari sinilah tumbuh kepentingan untuk mengambil manfaat dari cerita di sekolah, pentingnya memilih cerita, dan bagaimana cara menyampaikannya pada anak. Oleh karena itu, penetapan pelajaran bercerita pada masa awal sekolah dasar adalah bagian terpenting dari pendidikan.3

Cerita dapat membantu membentuk kepribadian anak. Karenanya, salah satu cara yang cukup efektif dalam menasihati anak adalah melalui cerita atau kisah. Hal ini cukup efektif, karena anak akan mampu menyerap dengan mudah gambaran tentang baik dan buruknya sesuatu hal melalui isi sebuah cerita. Seiring berjalannya waktu, bahkan sampai berabad-abad, cerita rakyat masih selalu melekat dalam ingatan banyak orang. Hal ini dikarenakan cerita rakyat memiliki nilai tersendiri dibandingkan dengan cerita-cerita lainnya. Ada yang bersifat pendidikan moral bagi masyarakat tertentu, nilai sejarah, ataupun mitos. Dengan demikian, cerita-cerita ini selalu dipelihara dan disampaikan dari mulut ke

3

Abdul Aziz Abdul Majid, Mendidik Dengan Cerita, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), h. 4-5.


(16)

mulut sebagai upaya penyampaian pesan yang terdapat di dalam masing-masing cerita.4

Tetapi sebagian dari isi cerita ada yang mengandung unsur-unsur negatif. Hal ini kecuali jika kita menghindarkan hal yang negatif atau memperbaikinya, karena informasi yang terkandung dalam cerita akan berpengaruh pada pembentukan moral dan akal anak, dalam kepekaan rasa, imajinasi, dan bahasanya.5

Misalnya, cerita Malin Kundang Anak Durhaka, cerita ini begitu melekat dalam ingatan banyak orang. Bahkan para guru, orang bijak, dan orangtua selalu menyelipkan cerita ini di beberapa pesan moral yang mereka sampaikan kepada murid atau anaknya agar menjadi anak yang berbakti kepada orangtua dan tidak mendapatkan murka Tuhan. Bingkai cerita rakyat ini merupakan media bagi orangtua dahulu untuk memberikan pendidikan tertentu kepada masyarakat dan generasi berikutnya, memang efektif. Dalam perumusannya dari masing-masing cerita tersebut, orangtua dahulu memberikan bahasa khusus untuk sebuah larangan, pantangan, dan hal tabu, yaitu dengan ungkapan “pamali”, agar mereka tidak mendapatkan akibat buruk sebagaimana yang terdapat dalam cerita-cerita rakyat ini.6

Banyak hikmah dan pesan moral yang dapat diambil dan dijadikan pelajaran bagi anak, seperti kejujuran, kesalehan seseorang, mencintai sesama makhluk Tuhan. Kisah kepahlawanan, anak durhaka yang celaka, kesabaran,

4

Wahyu Media, Bentuk-bentuk Kepribadian Anak Melalui Cerita Rakyat, artikel diakses pada 02 April 2009 dari http://www.wahyumedia.com

5

Majid, Mendidik Dengan Cerita, h. 4. 6


(17)

dan pengorbanan seorang pemimpin, ketulusan cinta kasih ibu, dan kerugian orang yang sombong. Sebagaimana ditekankan penyusun, sebuah kisah merupakan daya tarik dan bisa menjadi imajinasi anak dalam mencerna cerita.

Kini cerita yang sarat akan nilai-nilai moral mulai tersingkir dengan banyaknya anak yang mengidolakan tokoh-tokoh kartun seperti Doraemon, Dora, Kapten Tsubasa hingga Spongebob. Televisi mengambil alih peran orang tua dan menjadi pencerita utamanya. Di Negeri Cina, ada sebuah provinsi yang masyarakatnya masih sarat dan kental memegang nilai-nilai Islam. Padahal, mereka adalah minoritas di negaranya.7

Berdasarkan salah satu sumber penyebabnya ternyata adalah karena kaum ibu di tempat itu seringkali menceritakan kisah atau bercerita kepada anak-anaknya setiap kali anak-anak akan beranjak tidur, para ibu dengan rutin menceritakan kisah para pejuang, tokoh-tokoh muslim pada anak-anak mereka. Hal ’kecil’ itu ternyata mampu membuat nila-nilai rabbaniah mengakar pada relung masyarakat agar selalu memegang nilai-nilai Islam. Lantas, bagaimana dengan Indonesia? alih-alih bercerita tentang rasul, sahabat, atau tokoh muslim, kita dan anak-anak mungkin tidak lagi “mengenal cerita ‘Si kancil Curi Ketimun’. Tetapi lebih paham dengan judul Si Tansil Curi Triliyun”. Buktinya sekarang, otak kancil masih merajalela. Tanpa sadar kita sering dididik untuk menjadi licik, bukan cerdik.

Tambah lagi, cerita-cerita rakyat pada umumnya sangat kentara dengan nilai-nilai syirik, ujar Wuntat Wawan Sembodo, S.Ag. seorang

7

Neno Warisman, Bercerita, Sudahkah Anda Membiasakannya?, artikel diakses pada 27 Maret 2009 dari http://www.google.com. h. 2-3.


(18)

pencerita asal Yogyakarta yang kerap diundang ke berbagai tempat untuk bercerita di depan anak-anak.8

Menurut pakar dongeng Riris Sarumpaet, dongeng bermanfaat bagi orangtua sebagai pendongeng, dan tentu saja untuk anak sebagai pendengar. Selain itu, dari berbagai cara untuk mendidik anak, dongeng merupakan cara yang ampuh dan efektif untuk memberikan human touch atau sentuhan manusiawi dan sportivitas bagi anak.9

Bahkan, di dalam al-Qur’an pun kita dapat menemukan beberapa kisah, seperti kisah para Nabi dan Rasul. Begitu pentingnya cerita sehingga Allah swt, memerintahkan kepada Rasul-Nya, Muhammad saw, untuk menceritakan tentang kisah Nabi dan Rasul terdahulu. Allah swt berfirman dalam surat Maryam ayat 41 :

!"

#$%

& '

(

)

*+

,!"

-/0

Artinya: “Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al-Kitab (Al-Qur’an ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang Nabi.”

Metode mendidik kepribadian anak melalui kisah akan memberi kesempatan bagi anak untuk berpikir, merasakan, merenungi kisah tersebut, sehingga seolah ia ikut berperan dalam kisah tersebut. Adanya keterkaitan emosi anak terhadap kisah akan memberi peluang bagi anak untuk meniru

8

Ibid., h. 4. 9

Kak Mal, The Power Of Story Telling Kekuatan Dongeng Terhadap Pembentukan Karakter Anak, (Depok: Luxima Metro Media), h. 12.


(19)

tokoh-tokoh berakhlak baik dan berusaha meninggalkan perilaku tokoh-tokoh berakhlak buruk.

Sedangkan Islam mengajarkan kita mengambil ikhtibar, nasihat dan pelajaran dari kisah-kisah al-Qur’an, agar kisah-kisah tersebut menjadi penghalang dari terjerumusnya kita ke dalam kesalahan-kesalahan. Allah berfirman dalam Al-qur’an surat Yusuf ayat 111:

1(2 2

34$%

5

6 7872$

9: ;

=> ?@A

B

CA

D

#$%

&E'

( F

GH

; I J'

K B 2

L'

(72N

O

$PQ

S

'T( '

UV+ 7 J2N

0WVXG

Y Z%[

O\(]

&^

_` a

bc `2

d

#`&

D2'

-///0

Artinya : ”Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.”(QS. Yusuf [12]: 111)

Kisah-kisah dalam al-Qur’an merupakan nasihat yang paling penting, yang Allah berikan kepada kita, agar kita dapat mengambil pelajaran dari kehidupan umat-umat yang terdahulu. Juga agar kita mengetahui bahwa Allah adalah Maha kuasa atas segala sesuatu, dan Allah Maha Penyayang terhadap kita, sebab Dialah yang mendekatkan petunjuk dan bimbingan kepada kita dalam pola yang sangat sederhana dan sesuai dengan akal manusia. Selain itu,


(20)

juga agar semua pihak mengetahui bahwa al-Qur’an menjelaskan tentang segalanya.

Cerita atau kisah mempunyai kekuatan dan daya tarik tersendiri dalam menarik simpati anak, perasaannya aktif. Hal ini dapat memberi gambaran bahwa cerita atau kisah disenangi banyak orang, cerita dalam al-Quran bukan hanya sekedar memberi hiburan, tetapi untuk direnungi, karena cerita dalam al-Quran memberi pengajaran kepada manusia.

Dapat dipahami bahwa cerita dapat melunakkan hati dan jiwa anak didik, cerita tidak hanya sekedar menghibur tetapi dapat juga menjadi nasehat, memberi pengaruh terhadap akhlak dan perilaku anak, dan terakhir kisah atau cerita merupakan sarana ampuh dalam pendidikan, terutama dalam pembentukan kepribadian anak. Hal ini dikarena anak mulai dapat mendengarkan cerita sejak ia dapat memahami apa yang terjadi di sekelilingnya, dan mampu mengingat apa yang disampaikan orang kepadanya.10

Berdasarkan latar belakang dan pokok pikiran di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian secara mendalam dan sekaligus dijadikan pembahasan skripsi dengan judul “Bimbingan Pembentukan Kepribadian Anak Melalui Kisah-Kisah Islami Pada Siswa-Siswi SD Islam Sabilina Cibubur.”

10

Abdul Aziz Abdul Majid, Mendidik Dengan Cerita, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), h. 3.


(21)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan skripsi ini lebih terarah maka penulis membatasi masalah pada bimbingan pembentukan kepribadian anak melalui kisah-kisah Islami di SD Islam Sabilina Cibubur.

2. Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk bimbingan melalui cerita tentang kisah-kisah Islami dalam rangka membentuk kepribadian anak?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian

Secara umum tujuan penelitian adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh bimbingan pembentukan kepribadian anak melalui kisah-kisah Islami di SD Islam Sabilina Cibubur.

2. Manfaat penelitian

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat secara teoritis, yaitu memberikan sumbangan wawasan keilmuan khususnya bimbingan dan penyuluhan Islam mengenai pembentukan kepribadian anak. Dan manfaat praktis, yaitu memberikan gambaran dan informasi kepada para


(22)

orang tua agar dapat memberikan waktu luang kepada anak-anaknya untuk selalu mendongengkan sebuah cerita atau kisah.

D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Untuk mengetahui bagaimana bimbingan pembentukan kepribadian anak melalui kisah-kisah Islami, dengan unsur-unsur pokok yang harus ditemukan sesuai dengan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, maka penelitian ini menggunakan metode penelitian yang deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh siswa-siswi SD Islam Sabilina Cibubur melalui kisah-kisah Islami misalnya pada perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain. Secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada sesuatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.11

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor yang dikutip oleh Lexy. J. Moleong, pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data

11

Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2007), cet. ke-23, h. 6.


(23)

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.12

Menurut Hesti R. Wijaya (1996) penelitian kualitatif akan lebih diuntungkan karena disainnya lebih fleksibel dan berkembang dalam proses penelitiannya, dan juga lebih bisa menjelaskan, memberikan pengertian, serta pemahaman yang mendalam.13 Oleh karena itu Poerwandari (2001) menyatakan:“hal-hal yang membutuhkan pemahaman mendalam dan khusus sangat sulit diteliti dengan pendekatan kuantitatif 14

Adapun tehnik pendekatan kualitatif yang digunakan yaitu studi kasus. Yang didefinisikan sebagai kasus yaitu fenomena khusus yang hadir dalam suatu konteks yang terbatasi (bounded contcxt). Kasus itu dapat berupa individu, kelompok kecil, organisasi, komunitas, atau bahkan suatu bangsa (Poerwandari, 2001).15 Kasus yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kasus pembentukan kepribadian anak melalui kisah-kisah Islami.

Penelitian ini berupa penelitian deskriptif yang bertujuan menggambarkan suatu keadaan atau suatu fenomena tertentu berdasarkan data-data yang diperoleh. Dalam penelitian ini peneliti berupaya semaksimal mungkin untuk mendapatkan gambaran lengkap mengenai proses pembentukan kepribadian anak melalui kisah-kisah Islami.

12

Ibid., h. 4. 13

Wijaya, Hesti R. Penelitian Berperspektif Gender dalam Jurnal Analisis Sosial: Analisis Gender dalam Memahami Persoalan Perempuan, Edisi 4/November, (Bandung: Akatiga, 1996), h. 4.

14

Poerwandari, Kristi E. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia, (Jakarta: LPSP3 UI, 2001), h. 12.

15


(24)

2. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini, diambil 3 (tiga) orang siswa secara acak dengan variasi kelas yang berbeda. Terpenuhinya variasi ini diharapkan dapat menggambarkan jawaban atas permasalahan penelitian dengan baik. Sedangkan objek dalam penelitian ini adalah bimbingan pembentukan kepribadian anak melalui kisah-kisah Islami pada siswa-siswi SD Islam Sabilina Cibubur.

3. Teknik Pengumpulan Data

Berdasarkan permasalahan penelitian dan data-data yang dibutuhkan, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a. Observasi

Observasi yaitu aktifitas pengamatan meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan alat indera.16 Dalam penelitian ini, observasi dilakukan dengan cara mengamati kegiatan yang dilakukan oleh subjek yang berhubungan dengan kisah-kisah Islami.

b. Wawancara (interview)

Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.17 Wawancara ini dilakukan karena peneliti

16

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT. Rieneka Cipta, 1996), h. 145.

17


(25)

bermaksud untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subyektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara terstruktur, yaitu wawancara yang pertanyaannya akan diajukan telah ditetapkan dan disusun oleh peneliti sendiri secara jelas dan terinci dalam suatu bentuk catatan.

c. Dokumentasi

Data-data yang diperoleh dari lapangan yang berhubungan dengan masalah penelitian, baik dari sumber dokumen formal, buku-buku, artikel dan lain sebagainya.

4. Teknik Analisis Data

Yang dimaksud dengan teknik analisa data adalah suatu proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan.18 Menurut Bogdan & Biklen yang dikutip oleh Lexy J Moleong mengemukakan bahwa teknik analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah menjadi bahan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang akan diceritakan kepada orang lain.19

18

Masri Singarimbun dan Sofian Efendi, Metode Penelitian Survai, (Jakarta: LP3ES, 1995), cet. ke-1, h. 263.

19


(26)

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai, yaitu dari data yang terkumpul kemudian dijabarkan dengan memberi interpretasi untuk kemudian diambil kesimpulan akhir.

5. Teknik Penulisan

Dalam penulisan ini peneliti menggunakan teknik penulisan yang didasarkan pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi” Yang diterbitkan oleh CeQDA (Center For Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dimaksudkan untuk memberikan gambaran secara ringkas tentang susunan penulisan ini. Untuk memudahkan arah pembahasan maka penulis membagi penulisan ini menjadi 5 (lima) bab, terdiri atas:

BAB I PENDAHULUAN

Memuat latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORI

Pada bab ini penulis mengemukakan tentang bimbingan, meliputi: pengertian bimbingan, bentuk bimbingan, serta metode bimbingan. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan tentang


(27)

kepribadian, Anak. Serta pembahasan mengenai kisah-kisah Islami.

BAB III PROFIL SD ISLAM SABILINA CIBUBUR

Pada bab ini penulis akan membahas tentang SD Islam Sabilina, terdiri atas: sekilas yayasan Sabilina, identitas sekolah, visi dan misi sekolah, kurikulum pendidikan, komponen siswa, serta sarana dan prasarana.

BAB IV TEMUAN DAN ANALISA DATA

Pada bab ini berisi tentang temuan data dan analisis pelaksanaan bimbingan pembentukan kepribadian anak melalui kisah-kisah Islami pada siswa-siswi SD Islam Sabilina Cibubur.

BAB V PENUTUP

Berisi tentang kesimpulan mengenai hasil penelitian mengenai temuan-temuan dalam penelitian yang dianggap penting dan saran yang berkaitan dengan penelitian tersebut.


(28)

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Bimbingan

1. Pengertian Bimbingan

Pengertian bimbingan yang lebih formulatif adalah bantuan yang diberikan kepada individu agar dengan potensi yang dimiliki mampu mengembangkan diri secara optimal dengan jalan memahami diri, memahami lingkungan, mengatasi hambatan guna menentukan rencana masa depan yang lebih baik.20

Dewa Ketut Sukardi menjelaskan, “Bimbingan adalah suatu proses yang diberikan kepada seseorang agar dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki, mengenal diri sendiri, mengatasi persoalan sehingga ia dapat menentukan sendiri jalan hidupnya secara bertanggung jawab tanpa tergantung pada orang lain.”21

Mc Daniel menjelaskan, bimbingan adalah bagian dari proses layanan yang diberikan kepada individu guna membantu mereka memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam

20

M. Umar dan Sartono, Bimbingan dan Penyuluhan, (Bandung: Pustaka Setia, 1998), h. 9.

21

Dewa Ketut Sukardi, Bimbingan dan Penyuluhan Belajar di Sekolah, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), h. 66.


(29)

membuat pilihan-pilihan, rencana-rencana, dan interpensi-interpensi yang diperlukan untuk menyesuaikan diri yang baik.22

Sementara itu, Jones Staffire dan Stewart menjelaskan, bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam membuat pilihan-pilihan dan penyesuaian-penyesuaian yang bijaksana. Bantuan itu berdasarkan atas prinsip demokratis yang merupakan tugas dan hak setiap individu untuk memilih jalan hidupnya sendiri sejauh tidak mencampuri hak orang lain.23

Dari definisi yang dikutip di atas, dapat diambil beberapa penjelasan, yaitu:

a) Bimbingan adalah suatu bantuan yang diberikan pada setiap orang yang mengalami perkembangan. Sehingga tidak benar orang yang menganggap bahwa bimbingan hanya diberikan bagi orang yang hanya bermasalah saja, tapi bimbingan berlaku bagi setiap individu, pada setiap fase, dan dimana saja.

22

Ibid., h. 95. 23

Prayitno dan Eman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), cet. ke-1. h. 94.


(30)

b) Bimbingan dilakukan secara berkesinambungan, tidak cukup sekali saja diberikan, karena bimbingan memiliki tujuan yang pasti, bukan kegiatan yang dilakukan secara kebetulan saja, tanpa ada aturan main yang berlaku dan bimbingan memberikan alternatif-alternatif dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapi oleh klien.

2. Bentuk Bimbingan

Berbagai bentuk-bentuk bimbingan telah berkembang mengikuti perkembangan tuntunan hidup manusia dalam masyarakat yang semakin meningkat tuntunan hidupnya. Yang demikian itu, berdampak pula pada kehidupan mental spiritual mereka yang semakin ruwet (kompleks), tidak sederhana dan tidak pula semakin meredakan batin, bahkan sebaliknya semakin meningkatkan ketegangan jiwa.

Untuk menolong meredakan ketegangan-ketegangan tersebut, maka bimbingan mengarahkan pada bentuk-bentuk yang dapat dilihat dari segi bidangnya, menurut H. M. Arifin diantaranya adalah:

1. Bimbingan dan Penyuluhan bidang Vokasional (Vocational Guidance and Counseling).

Yaitu bimbingan dan penyuluhan yang berhubungan dengan masalah jabatan, pekerjaan, atau kekayaan yang perlu dipilih oleh murid (terbimbing) sesuai dengan bakat dan kemampuan


(31)

masing-masing untuk masalah sekarang maupun masalah masa mendatang.24

Dengan kata lain, bimbingan tersebut adalah membantu individu untuk bisa melihat problematika yang dihadapi oleh terbimbing dalam mencari pekerjaan dan melakukan pekerjaan itu sesuai dengan kemampuan dan bakat yang dimiliki, serta sesuai dengan petunjuk Allah swt. Hal ini harus mendapat perhatian dari orang-orang yang bersangkutan agar dikemudian hari tidak mengakibatkan frustasi serta kegagalan dalam pelaksanaan tugas hidupnya.

2. Bimbingan dan Penyuluhan dalam bidang Pendidikan (Education Guidence and Counseling).

Yaitu pemberian bantuan bimbingan yang menyangkut tentang pengambilan keputusan mengenai lapangan studi yang akan dipilih, dalam hal ini ada hubungan dengan kurikulum di sekolah-sekolah atau perguruan tinggi serta fasilitasnya.25

Seperti kita ketahui pendidikan pada hakekatnya merupakan upaya untuk mengarahkan pada perkembangan manusia agar menuju ke arah yang baik, bukan ke arah yang buruk. Sebagaimana Aunur Rahim Faqih merumuskan bahwa pendidikan adalah upaya

24

M. Arifin, Teori-teori Konseling Agama dan Umum, (Jakarta: Golden Terayon, 1996), cet. ke-3, h. 17.

25


(32)

mengarahkan perkembangan kepribadian (aspek psikologi dan psikofisik) manusia sesuai dengan hakekat manusia menjadi insan kamil, dalam rangka mencapai tujuan akhir kehidupannya, yaitu kebahagian hidup di dunia dan akhirat.

3. Bimbingan dan Penyuluhan dalam Bidang Kesehatan Jiwa (Mental Health Counseling).

Yaitu suatu bimbingan atau nasehat yang bertujuan untuk menghilangkan faktor-faktor yang menimbulkan gangguan jiwa klien, sehingga dengan demikian akan memperoleh ketenangan hidup rohaniah yang sewajarnya sebagaimana yang diharapkan.26 4. Bimbingan dan Penyuluhan Keagamaan

Yaitu bimbingan dan penyuluhan yang diberikan kepada seseorang yang bersifat keagamaan yang bertujuan untuk membantu problema perseorangan dengan melalui keimanan menurut agamanya.

Dengan menggunakan pendekatan keagamaan dalam bimbingan tersebut, klien dapat diberi insight (kesadaran terhadap adanya hubungan sebab akibat dalam problema yang dialami) dalam pribadinya yang dihubungkan dengan nilai keimanannya yang mungkin pada saat itu telah lenyap dalam jiwa klien.

3. Metode Bimbingan

26

M. Arifin, Teori-teori Konseling Agama dan Umum, (Jakarta: Golden Terayon, 1996), h. 19.


(33)

Dalam pengertian harfiah metode adalah jalan yang harus dilakukan untuk mencapai suatu tujuan. Akan tetapi, pengertian hakiki dari metode adalah segala sarana yang digunakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan baik sarana tersebut baik berupa fisik maupun non fisik.27 Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan, dan sebagainya), yakni cara kerja yang tersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.28

Adapun metode bimbingan menurut M. Arifin adalah : 1. Wawancara

Yaitu salah satu cara memperoleh fakta-fakta kejiwaan yang dapat dijadikan bahan pemetaan tentang bagaimana sebenarnya hidup kejiwaan anak bimbingan pada saat tertentu yang memerlukan bantuan, sehingga memudahkan konselor dalam memberikan bimbingan.

2. Metode Group Guidance (Bimbingan Secara Kelompok)

Yaitu cara pengungkapan jiwa serta pembinaannya melalui kegiatan kelompok-kelompok seperti ceramah, diskusi, dan sebagainya. Metode ini menghendaki setiap anak bimbing

27

Arifin, Teori-teori Konseling Agama dan Umum, h. 19. 28

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), cet. ke-1, h. 580-581.


(34)

melakukan hubungan timbal balik dan teman-temannya dan bergaul melalui kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi peningkatan pembinaan pribadi masing-masing.

3. Metode Non-Direktif (cara yang tidak mengarah) Metode ini dibagi menjadi 2 macam, yaitu:

a. Client centered, yaitu pembimbing bersikap memperhatikan dan klien lebih aktif.

b. Metode edukatif, pembimbing lebih banyak memberikan motivasi-motivasi yang bersikap persuasif.

4. Metode psikoanalitis, dengan pengungkapan pikiran perasaan dari klien yang tidak lagi disadari.

5. Metode direktif, pemberian bantuan atau bimbingan secara langsung dan klien lebih bersikap pasif.

6. Metode sosiometri, ialah salah satu cara yang digunakan untuk mengetahui hubungan sosial terbimbing.

Salah satu komponen yang paling penting dalam proses pelaksanaan bimbingan khususnya di lembaga pendidikan adalah metode yang diterapkan. Metode bimbingan juga berfungsi sebagai penunjang kelancaran program pembinaan dan pendidikan yang pelaksanaannya berdasarkan atau pendekatan individual atau kelompok. Metode yang diterapkan harus sesuai dengan sifat pelayanan berdasarkan pendekatan-pendekatan psikologis dan sosial cultural yang mungkin menjadi sumber pokok-pokok problem yang dihadapi.


(35)

Dalam penerapannya, ada beberapa metode yang lazim dipakai dalam bimbingan dimana sasarannya adalah mereka yang berada dalam kesulitan mental spiritual disebabkan oleh faktor-faktor kejiwaan dari dalam dirinya sendiri. Pada penulisan ini bimbingan dilihat sebagai proses komunikasi.

B. Kepribadian

1. Pengertian Kepribadian

Kepribadian berasal dari kata “Personality” dalam bahasa Inggris yang berasal dari kata “Personal” dalam bahasa Latin yang berarti kedok atau topeng. Yaitu tutup muka yang sering dipakai oleh pemain-pemain panggung, yang maksudnya untuk menggambarkan perilaku, watak atau pribadi seseorang.29

Pengertian kepribadian, adalah sebuah konsep yang sukar dimengerti dalam psikologi, meskipun istilah ini digunakan sehari-hari.30 Di bawah ini akan dikemukakan sederetan definisi dari berbagai sarjana, sekedar untuk menggambarkan beberapa luasnya pengertian yang dicakup oleh istilah tersebut.

Menurut teori psikologi, dikemukakan oleh Fillmore H.Sandfprd, bahwa kepribadian adalah sesuatu yang unik dari sifat-sifat seseorang

29Agus Sujanto, dkk., Psikologi Kepribadian, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), cet . ke-9. h.10.

30Sarlito W. Sarwono, Pengantar Umur Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), cet. ke-9. h. 84.


(36)

yang berlangsung lama.31 Dapat diambil kesimpulan bahwa kepribadian merupakan suatu sifat yang menjadikannya sebagai ciri tersendiri dari orang lain yang tercermin melalui tingkah laku, cara berbicara, berfikir, dan lain-lain.

Setelah kita memahami pengertian tentang kepribadian, maka untuk selanjutnya bagaimana membentuk kepribadian itu. Yang jelas bahwa kepribadian seseorang itu tidak dapat terbentuk dengan hanya sekaligus jadi dan dengan cara yang mudah. Oleh karena itu, pembentukan kepribadian merupakan suatu proses akhir dari perkembangan itu kalau berlangsung dengan baik akan menghasilkan suatu kepribadian yang harmonis.

Kepribadian disebut juga dengan watak atau karakter.32 Untuk menciptakan kepribadian seseorang hendaknya sudah kita mulai sejak dalam kandungan, kemudian berkembang pertumbuhannya dalam lingkungan keluarga. Hali ini disebabkan karena semua pengalaman dilalui anak baik yang didengar, dilihat, dirasakan serta pendidikan yang diterimanya dari orang tuanya, apakah secara sengaja atau tidak akan menjadi bagian dari kepribadian itu.33

31Sujanto, Psikologi Kepribadian, h. 11. 32

Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), cet. ke-8, h. 1.

33

Baihaqi, Metodologi Dakwah Pada Kehidupan Remaja, (Jakarta: Ditjen Bimas Islam dan Urusan Haji, 1992-1993), h. 6.


(37)

Dalam Islam, sitilah kepribadian lebih dikenal dengan term al-syakhsh yang berarti “pribadi”.34 Abdul Mujib menyebutkan bahwa Kepribadian dalam psikologi Islam adalah integrasi sistem kalbu, akal dan nafsu manusia yang menimbulkan tingkah laku.35Definisi ini mengemukakan bahwa kepribadian merupakan integrasi dari tiga komponen daya nafsani. Pertama kalbu (fitrah ilahiyah) sebagai aspek supra kesadaran manusia yang memiliki daya emosi (rasa), kedua akal (fitrah Insaniyah) sebagai aspek kesadaran manusia yang memiliki daya kognisi (cipta) dan ketiga, nafsu (fitrah Hawaniyah) sebagai aspek prasadar atau bawah sadar manusia yang memiliki daya konasi (karsa). Sementara Netty Hartati dkk menambahkan kepribadian dalam Islam banyak definisi yang dikemukakan oleh ahli, diantaranya Al-ghazali menyebutnya dengan khalq, Ali Rajab menyebutnya dengan Al-thub.36 2. Faktor Yang Mempengaruhi Kepribadian

Di bawah ini, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepribadian anak, yaitu37:

a. Faktor Genetik.

34

Netty Hartati, dkk, Islam dan Psikologi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), cet. Ke-1, h. 124.

35

Abdul Mujib, Kepribadian Dalam Psikologi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h. 10.

36

Netty Hartati, dkk, Islam dan Psikologi, h. 126. 37

Zulkifli Rahman, Kepribadian Muslim Sejak Dini, artikel diakses pada 28 Maret 2009 dari http://www.google.com


(38)

Genetika atau disebut juga GEN adalah merupakan bawaan anak dari orang tuanya. Pengaruh ini bisa bermacam-macam yang merupakan sifat dasar bawaan, misalnya pemarah, penyabar, santun, nakal, luwes, keras kepala, kuat kemauan dan lain-lain. Yang mana watak dasar ini akan sangat berpengaruh nantinya pada cepat atau lambatnya pembentukan kepribadian seseorang.

b. Faktor Keluarga

Pengaruh keluarga dalam membentuk kepribadian sangatlah besar, dan di ranah ini terdiri dari beberapa fase.

1) Fase Embrio. Ini dimulai sejak terjadi pembuahan, sampai sebelum kelahiran. Dalam fase ini adakalanya anak merasakan getaran naluriyah yang kuat dari kondisi ibu, ayah, bahkan dari lingkungan sekitar.

2) Fase Bayi. Ada bayi yang sangat sensitif terhadap sentuhan lembut sekalipun. Dia mudah terkejut atau kaget. Pada fase ini, cara ibu menyentuh, memegang, menyusui, memandikan, memakaikan pakaian bayinya, dapat berpengaruh dalam membentuk kepribadiannya.

3) Fase Anak. Pada fase ini, anak sudah mulai menyimpan dalam memori otaknya, berbagai hal yang dilihat dan dirasakan. Suara yang membentak dengan nada tinggi dari lingkungan sekitar yang sering didengar, bahkan dari layar kaca sekalipun, akan berpengaruh pada bentukan kepribadian anak. Pada fase anak ini


(39)

sebenarnya yang paling penting di ajarkan kepada anak adalah a l-Asmaa’ (nama-nama atau kata-kata). Karena anak-anak suka bermain, maka penting menciptakan pola bermain yang sekaligus mengajarkan kepada mereka al-asmaa’ ini. Mulai dari hitungan angka, huruf, kata, kalimat, hingga menceritakan sebuah kisah. 4) Fase Dewasa. Pada fase ini seseorang mulai merdeka menentukan

pilihannya sendiri. Apa yang akan dipilihnya, tentu tergantung pada bentukan awal kepribadiannya. Tergantung sentuhan apa yang dia rasakan sejak dia mulai merasakan sentuhan itu. Tergantung apa yang pernah atau sering dilihat dan didengar sejak pertama kali dia dapat melihat dan mendengar.

c. Faktor Lingkungan.

Lingkungan sekitar terdiri dari, teman bermain, jiran tetangga, dan juga lingkungan pendidikan. Lingkungan pendidikan ini ada yang langsung memberi warna dan pengaruh yang kental, ada pula yang sekedar menyajikan disiplin ilmu tertentu.

Bagaimana anak belajar kepribadian dengan efektif 38:

1. Setiap anak akan belajar kepribadian terbaik pada situasi kongkrit yang melibatkan kegiatan fisiknya atau aktif dan kesempatan untuk menemukan fakta-faktanya sendiri.

38

Neno Warisman, Kisah Antara Kisah dengan Kepribadian Anak Kita, (Depok: Hotel Bumiwiyata, 2008), h. 3.


(40)

2. Daya serap akan meningkat jika konsep disajikan dalam konteks yang akrab dengan anak-anak.

3. Anak belajar kepribadian lebih baik jika diberikan contoh yang konkrit, ada tantangan, dapat dirasakan oleh indera dan pengalaman langsung.

4. Kebanyakan anak belajar lebih baik melalui interaksi dengan anak atau guru atau orang tua (cooperative learning).

5. Belajar dengan menghafal konsep-konsep kepribadian merupakan strategi belajar yang relatif tidak efektif dan efisien bagi banyak anak.

6. Otak tidak dibentuk saat bayi di rahim, tapi dibentuk oleh pengalaman dan belajar. Pengalaman adalah kata kuncinya. 7. Mengajarkan atau menanamkan kepribadian akan memberikan

pengaruh pada kerja otak, maka kita harus mengadaptasi teknik mengajar atau menanamkan kepribadian sesuai dengan riset otak.

Agar pengenalan, penanaman dan pembiasaan kepribadian lebih kontekstual kepada anak, maka beberapa faktor yang harus dipertimbangkan39:

a. Relating: belajar dalam konteks pengalaman hidup yaitu menggunakan hal-hal yang familiar dalam kehidupan anak-anak kemudian dihubungkan dengan informasi yang ada dalam kisah.

39


(41)

b. Experiencing: belajar dalam konteks eksplorasi. Anak-anak akan lebih cepat belajar kepribadian jika anak-anak terlibat dan dapat mengeksplorasi langsung alat atau benda-benda yang disebutkan dalam kisah.

c. Applying: aplikasi konsep dan informasi dalam konteks yang bermakna. Misalnya praktek langsung menirukan apa-apa yang diajarkan oleh kisah. Seperti menolong orang tua, menolong hewan, berbagi makanan, dan lain-lain.

d. Cooperating: belajar dalam konteks sharing, memberikan respons dan berkomunikasi dengan peserta didik lainnya. Belajar bersama tidak hanya memberikan kesempatan peserta didik belajar konsep tapi juga fokus pada dunia nyata bahwa hidup ini harus berjamaah. e. Transferring: belajar untuk menggunakan informasi atau keterampilan yang dibangun dalam situasi yang berbeda. Peserta didik mampu menerapkan keterampilan menyelesaikan masalahnya ketika berhadapan dengan sesuatu yang baru yang dibangun dari hal-hal yang sudah mereka ketahui sebelumnya.

Sebagai Muslim, tentunya kita berharap lingkungan pendidikan yang disajikan pada anak kita dapat memberi warna yang positif, selaras dengan akidah yang kita yakini kebenarannya. Jangan sampai mereka didoktrin dengan berbagai ajaran yang menyimpang dari syari’at Islam.


(42)

Ketika kita sudah mengenal berbagai faktor yang berpengaruh dalam pembentukan kepribadian seseorang, perhatian kita kemudian mengarah kepada bagaimana cara kita berinteraksi dengan berbagai faktor tersebut. Apa yang harus kita perbuat dan bagaimana kita harus bersikap.

Lebih spesifik lagi sebagai seorang pendidik, apa saja yang perlu menjadi stressing kita dalam lingkup pendidikan ini. Dalam pembahasan ini saya mencoba menyajikan beberapa hal kecil yang seringkali luput dari perhatian kita, sementara jika kita mengabaikannya, akan berdampak buruk bagi anak didik kita.

C. Anak

1. Pengertian Anak

Dalam Kamus Bahasa Indonesia anak adalah manusia yang paling kecil misalnya itu baru berumur 6 tahun. Menurut Singgih, “anak adalah suatu masa peralihan yang mana ditandai dengan adanya perkembangan dan pertumbuhan yang sangat pesat, baik secara fisik maupun secara psikisnya”.40

Menurut Elizabeth Hurlock, membagi fase-fase perkembangan anak, Yaitu:

a. Masa sebelum lahir (pranatal) selama 280 hari.

b. Masa bayi baru lahir (new brown) 0,0 sampai 2 minggu.

40

Singgih D. Gunarsa, Dasar-dasar Teori Perkembangan Anak, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1997), cet. ke-6. h. 25.


(43)

c. Masa bayi (babyhood) 2 minggu sampai 2,0 minggu. d. Masa kanak-kanak awal (early childhood) 2 sampai 6 tahun e. Masa kanak-kana akhir (later childhood) 6 sampai 12 tahun. f. Masa puber (puberty) 11 atau 12 sampai 15 atau 16 tahun. g. Masa remaja (adolescence) 15 atau 16 sampai 21 tahun.41

Sedangkan Al-Ghozali berkata “anak adalah amanat bagi orang tuanya, hatinya bersih, suci, dan polos, kosong dari segala ukiran dan gambaran”.42

2. Kebutuhan Anak

Menurut H. Salihun. A. Nasir, kebutuhan anak dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu:

a. Kebutuhan Biologis

Kebutuhan biologis juga disebut physiological drive atau biological motivation, yaitu kebutuhan yang berasal dari dorongan-dorongan biologis yang bersifat naluriah (instinktif) seperti haus, bernafas, mengantuk, dorongan seks dan lain-lainnya.

b. Kebutuhan Psikis

41

Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), cet. ke-2. h. 13.

42

Muhammad Nur Abdul Hafizh. Mendidik Anak Bersama Rasullah, (Bandung: Penerbit Al-Bayan, 1999). h. 35.


(44)

Kebutuhan psikis adalah segala dorongan yang bersifat rohaniah atau kejiwaan misalnya kebutuhan akan agama, kebutuhan akan rasa aman, kesehatan jiwa.

c. Kebutuhan Sosial

Kebutuhan sosial adalah kebutuhan yang berhubungan dengan hal-hal di luar diri atau sesuatu yang ditimbulkan oleh orang lain atau hubungan dengan lainnya misalnya kebutuhan untuk bergaul berkelompok, memperoleh pengalaman dan penghargaan.43

Menurut Zakiah Darajat, kebutuhan anak meliputi kasih sayang, rasa aman, harga diri, kebebasan, akan sukses dan akan mengenal.

d. Kebutuhan akan rasa kasih sayang.

Kasih sayang tidak akan dirasakan oleh si anak apabila dalam hidupnya mengalami hal-hal sebagai berikut :

1) Kehilangan pemeliharaan ibu.

Anak sangat membutuhkan pemeliharaan langsung dari ibunya. Akan tetapi tidak semua ibu dapat memberikan pemeliharaan langsung kepada si anak, di sebabkan ibunya bekerja seharian. Tetapi ada lagi faktor lain yang menghalangi

43

Salman Nasir, Peranan Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problem Remaja, (Jakarta: Kalam Mulia, 1999), h. 72.


(45)

ibu untuk menumpuhkan perhatiannya kepada si anak ialah suasana rumah tangga yang tidak tenang.

2) Merasa kurang diperhatikan atau disayangi.

Seringkali orang tua memperlakukan anaknya dengan cara yang menyebabkan si anak merasa tidak di senangi. Apabila perasaan ini terjadi pada tahun-tahun pertama dari umurnya, maka akan sangat buruk akibatnya bagi pembentukan kepribadiannya. Pada tahun-tahun pertama itu si anak sangat tergantung kepada orang tuanya, dan dengan sendirinya membutuhkan kasih sayang, perhatian dan pemeliharaan karena ia masih lemah.

3) Toleransi orang tua yang berlebih-lebihan.

Toleransi yang berlebihan terhadap anak juga mempunyai pengaruh yang tidak baik bagi pertumbuhannya. Di samping itu akibat yang tidak baik dari toleransi yang berlebih-lebihan itu bagi si anak, antara lain: emosi tidak matang. Ia akan lekas marah apabila yang tidak diingininya tidak tercapai, ia tak akan pandai mengisi waktu, tidak dapat menghargai tanggung jawab dan tidak akan sanggup mengahadapi kesukaran dengan cara yang wajar.


(46)

Terlalu banyak perintah, larangan, teguran dan tidak mengindahkan keinginan si anak, banyak pula menyebabkan gangguan terhadap ketegangan si anak. Ia tidak sanggup mengeluarkan pendapat, kadang-kadang terlalu sopan dan tunduk kepada orang yang berkuasa, kurang mempunyai inisiatif dan spontanitas, tidak percaya diri sendiri dan yang dipilihnya. Selalu tanggung jawab, tak dapat mengisi waktu terluang.

5) Sikap orang tua yang berlawanan.

Apabila pendapat orang tua dalam mendidik si anak tidak sejalan, akan menyebabkan si anak kebingungan dan merasa tidak aman. Apalagi perbedaan pendapat orang tua itu sangat besar, hal ini akan membawa kegoncangan jiwa yang sangat pula, karena bertentangan dan dia merasa menjadi objek dari dua aliran yang berlawanan itu. Kadang-kadang ia kan terdorong, memihak kepada salah satunya dan lain kali ia akan menyesal dan memihak kepada yang lain. Perasaan ini sangat mengoncangkan jiwanya.

e. Kebutuhan akan rasa aman.

Unsur-unsur pokok dalam rasa aman itu adalah kasih sayang, ketentraman dan penerimaan. Maka anak yang merasa sungguh-sungguh dicintai oleh orang tua dan keluarganya, pada umumnya akan merasa bahagia dan aman. Seorang anak akan


(47)

merasa diterima oleh orang tuanya, bila ia merasa bahwa kepentingannya diperhatikan, serta merasa bahwa ada hubungan yang erat antara ia dan keluarganya.

f. Kebutuhan akan harga diri.

Setiap anak ingin merasa bahwa dia mempunyai tempat dalam keluarga keinginannya diperhatikan, ingin agar ibu-bapaknya mau mendengarkan dan mengacuhkannya apa yang dikatakannya. Apabila anak berbicara kepada kita, usahakanlah melihat kepadanya, karena hal itu berarti sekali bagi si anak. Apabila kita mendengar bicaranya sambil melengah, atau acuh tak acuh, ia akan merasa kurang dihargai. Akibatnya merasa rendah diri tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan sebagainya.

g. Kebutuhan akan rasa kebebasan.

Seringkali orang tua menganggap jika si anak diberi terlalu banyak kebebasan tentu ia akan menjadi orang yang tidak baik nanti, karena anak-anak biasanya cenderung kepada melakukan hal-hal yang terlarang. Kebebasan yang kita maksudkan di sini bukanlah kebebasan dalam batas-batas kewajaran. Misalnya anak dalam urusan pribadinya seperti dalam permainan, janganlah kita pula yang menentukan bagaimana harusnya dia bermain.


(48)

Setiap anak ingin merasa bahwa apa yang diharapkan dari padanya, dapat dilakukannya dan ia merasa sukses (mampu) mencapai sesuatu yang diinginkannya dan diinginkan oleh orangtuanya. Orang tua ingin supaya anaknya cepat pandai, lekas mengerti ini dan itu. Kepada si anak diberikan berbagai macam didikan dan telah mulai diajar menulis, menggambar, atau disuruh mengangkat piring, membawa barang-barang yang berat dan sebagainya.

i. Kebutuhan akan mengenal.

Sering lihat anak-anak berusaha memegang sesuatu dengan tangannya sambil memeriksa dan melihat-lihat barang-barang dengan matanya. Tindakan ini sebenarnya adalah merupakan usaha dari si anak untuk mengetahui barang-barang yang baru dalam lingkungannya. Kebutuhan dan usaha si anak untuk mengenai lingkunganya, termasuk faktor yang penting untuk menumbuhkan kesanggupan padanya. Dalam jiwa terkenal bahwa aktivitas pribadi ini penting sekali dalam belajar.

D. Kisah

1. Pengertian Kisah

Pengertian Kisah dalam Al-Qur’an kata kisah berasal dari bahasa Arab yang bentuk jama’nya, yaitu qishah yang berarti kisah, cerita, berita, keadaan atau tatabbu al-atsar (napak tilas atau mengulang kembali masa lalu).


(49)

Secara etimologi (bahasa), al-qashash juga berarti urusan (al-‘amr), berita (khabar), dan keadaan (hal). Dalam bahasa Indonesia, kata itu diterjemahkan dengan kisah yang berarti kejadian (riwayat dan lain sebagainya).

Adapun secara istilah (terminologi), kisah menurut Muhammad Khalfullah dalam Al-Fann Al-Qashashiy fi Al-Qur’an Al-Karim sebagai suatu karya kesusastraan mengenai peristiwa yang terjadi atas seorang pelaku baik pada hakikatnya tidak ada ataupun benar-benar terjadi yang berkisar pada dirinya ataupun tidak, namun kisah itu disusun atas dasar seni yang indah, yang mendahulukan sebagian peristiwa dan membuang sebagian lagi, ataupun ditambahi dengan peristiwa yang tidak terjadi, sehingga penggambarannya keluar dari kebenaran yang sesungguhnya, menyebabkan terjadinya para pelaku fiktif. Sedangkan yang dimaksud dengan qashash al-Qur’an adalah pemberitaan mengenai keadaan umat terdahulu, Nabi-nabi terdahulu, dan peristiwa yang pernah terjadi.

Kisah adalah kejadian yang terjadi berdasarkan fakta-fakta yang shahih dan dapat dipertanggung jawabkan.44 Jika kisah dikaitkan dengan Islam, maka kisah-kisah Islami adalah kejadian-kejadian yang berhubungan dengan agama Islam.

2. Pembagian Kisah

44

Agus Fatah, seri panduan guru dan orang tua “Mendongeng siapa takut? 13 kiat sukses bagi guru dan orang tua” (Kalisari: Al-Madaris, ). h. 47.


(50)

Kisah juga dibagi kedalam beberapa di antaranya sebagai berikut:45

1. Kisah Nabi dan Rasul

Kisah yang menggambarkan bagaimana kehidupan para Nabi dan Rasul dari mulai dilahirkan atau diciptakan sampai akhir tugasnya atau meninggal dunia. Misalnya kisah 25 Nabi dan Rasul Allah yang wajib kita ketahui dan imani.

2. Kisah Sahabat Nabi

Kisah cerita yang menggambarkan bagaimana kehidupan para sahabat dari mulai lahir, semasa bersama Rasulullah dan setelah Rasulullah meninggal dunia. Juga gambaran tentang akidah dan keimanannya kepada Allah swt. Misalnya kisah Abu Bakar, Umar, Ustman, dan Ali.

3. Kisah Para Khalifah

Kisah cerita yang menggambarkan masa kejayaan kaum muslimin. Di antara masa kejayaan itu terjadi ketika mereka berada di bawah payung khalifah, berselimut syariat, dan menghirup udara segar ajaran Islam. Misalnya Kisah Khulafaur Rasyidin (Khalifah Abu Bakar, Umar, Ustman, dan Ali), kisah Bani Umayyah, dan Khalifah Abbas.

4. Kisah dari Al-Qur’an

45


(51)

Kisah cerita yang diambil dari Al-Qur’an. Kisah-kisah ini mempunyai keistimewaan dalam hal cita-cita yang luhur, tujuan yang mulia dan maksud yang agung tentang akhlak yang dapat menyucikan jiwa dan lainnya. Al-Qur’an menjadikan perjalanan hidup orang-orang ini sebagai contoh dan mengajak manusia untuk merenungi dan mengagungkan isi dari Al-Qur’an itu sendiri. Kisah yang biasa kita ceritakan misalnya kisah tentang Nabi Adam, kisah tentang Nabi Nuh, keluarga Imran, dan lain-lain.

3. Manfaat Berkisah46

a. Menstimulasi dan mengembangkan imjinasi.

b. Meningkatkan kemampuan berbahasa dan berkomunikasi. c. Menanamkan nilai-nilai kebaikan.

d. Belajar mengenal kehidupan.

e. Meningkatkan konsentrasi dan kecerdasan. f. Menstimulasi rasa ingin tahu.

g. Menstimulasi jiwa petualang.

h. Menghangatkan hubungan orang tua dan anak. i. Menghibur.

j. Mengimbangi tayangan televisi.

46Agus Fatah makalah sharing, Sukses Berkomunikasi & Mendongeng, (TK Nizamia Andalusia, 2007), h. 3.


(52)

4. Tujuan Kisah Dalam Al-Qur’an

a. Membuktikan wahyu dan kerasulan Nabi Muhammad SAW. b. Menunjukan bahwa semua agama yang dibawa oleh Nabi

terahulu berasal dari Allah.

c. Menunjukan bahwa agama yang dibawa oleh para Nabi mempunyai asas yang sama (Tauhid).

d. Menjelaskan bahwa dalam menyampaikan dakwahnya para Nabi telah menempuh cara-cara yang sama dan memperoleh sambutan yang serupa dari kaumnya.

e. Menjelaskan bahwa keberhasilan perjuangan para Nabi dalam menyampaikan mereka pada akhirnya merupakan pertolongan Allah.

f. Menjelaskan nikmat yang telah Allah anugerahkan kepada hamba-hamba pilihannya.

g. Membenarkan adanya kabar gembira sebagai balasan dan kabar takut sebagai siksa.

5. Perbedaan Dongeng, Cerita, dan Kisah a. Dongeng

Adalah hasil karya berdasarkan rekayasa imajinatif (imajinasi) seorang pendongeng atau penulis yang jalan ceritanya sederhana dan tak mungkin terjadi. Contohnya: Si kancil dan Buaya


(53)

b. Cerita

Adalah kejadian yang disampaikan secara lisan dan tertulis berdasarkan sedikit fakta, bahkan sering ditambah-tambahkan faktanya. Contohnya: Anto Si Anak Jalanan.

c. Kisah

Kejadian yang terjadi berdasarkan fakta-fakta yang sahih dipertanggung jawabkan. Contohnya: Nabi Muhammad.


(54)

BAB III

PROFIL SD ISLAM SABILINA

A.Sekilas Yayasan Sabilina

Yayasan Sabilina didirikan pada tanggal 3 Februari 1999 dengan Akte Pendirian Yayasan No. 4 yang terdaftar di Notaris Haryanto, SH di Pondok Gede Bekasi. Sampai saat ini Yayasan Sabilina diketuai oleh Bapak H. Maftuh Ikhsan. Sejak berdirinya Yayasan Sabilina mempunyai komitmen yang kuat untuk mengembangkan pendidikan Islam di Indonesia. Untuk itulah Yayasan Sabilina mendirikan Sekolah Islam Sabilina yang diawali dengan membentuk Taman Bermain dan Taman Kanak-Kanak Islam Sabilina, yang berlokasi di Perumahan Kranggan Permai Cibubur.

Semangat untuk memajukan pendidikan Islam tercermin dari kualitas lulusan Taman Bermain dan Taman Kanak-Kanak ini, Taman Bermain dan Taman Kanak-Kanak Islam Sabilina sampai saat telah mendapat kesan yang baik dan positif dari orang tua murid dan masyarakat sekitar. Untuk mengembangkan Sekolah Islam Sabilina lebih lanjut, Yayasan Sabilina pada tahun ajaran 2003/2004 membuka Sekolah Dasar Islam Sabilina yang juga berlokasi di Kranggan Cibubur. Diharapkan dengan hadirnya SD Islam Sabilina ini, Yayasan Sabilina dapat lebih berkiprah untuk memajukan pendidikan Islam di Indonesia dan khususnya


(55)

di wilayah Kranggan Cibubur sekitarnya. Dengan keterbukaan manajemennya Yayasan Sabilina siap bekerja sama dengan berbagai pihak untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan di Indonesia demi mencetak generasi penerus bangsa yang mempunyai ilmu yang tinggi serta akhlaq yang mulia.47

B.Identitas Sekolah

Nama Sekolah : SD ISLAM SABILINA

Alamat Sekolah : Jl. Raya Kranggan, No. 47 Kabupaten/Kota : Bekasi

Kode Pos : 17433

Desa : Cibubur Jati Sampurna

Telpone : (021) 98126119 / 98285171

Website : www.sabilina.sch.id

C.Visi dan Misi Sekolah 1. Visi Sekolah

Menjadi rujukan sistem pendidikan Islam dalam pengembangan jiwa leadership dan enterpreneurship dengan keseimbangan intelektual, emosional dan spiritual untuk mencetak generasi mandiri dan unggul.

47


(56)

2. Misi Sekolah

a. Mendidik siswa menjadi insan yang mencintai Allah dan rasulnya serta menjadikan al-Qur’an dan sunnah sebagai pedoman hidupnya.

b. Mendidik siswa menjadi insan yang memiliki kemampuan intelektual, emosional dan spiritual yang seimbang.

c. Mendidik siswa menjadi pribadi yang memiliki jiwa leadership dan entrepreneurship.

d. Mendidik siswa menjadi insan yang kreatif mandiri dan unggul. D.Kurikulum Pendidikan

1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. 2. Kurikulum Agama

a. Pendidikan Agama Islam

b. Islamisasi nilai-nilai yang terintegrasi dalam seluruh bidang studi sesuai dengan tema pelajaran


(57)

c. Penanaman nilai-nilai akhlak dan keimanan dalam rangkan menyeimbangkan kecerdasan intelektual (IQ) dengan kecerdasan emosi (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ)

d. Pemaknaan Al-Qur’an dan As-Sunnah pada tema-tema pembelajaran

e. Kegiatan tafakur dan muhasabah f. Bimbingan praktek ibadah dan doa-doa

g. Bimbingan membaca al-Qura’n dengan metode qiroati h. Tahfidzul Qur’an

3. Kurikulum Alam

Kurikulum ini merupakan kurikulum plus atau penunjang untuk lebih mengoptimalkan kurikulum nasional, dan kurikulum tersebut terdiri dari :

a. Gardening

b. Outbound dan Persami

c. Life Skill (Keterampilan Hidup) d. Kemandirian

e. Keterampilan diri f. Kerumahtanggaan g. Wirausaha

4. Kurikulum Cerita atau Kisah

Kurikulum ini sudah termasuk di dalam kurikulum pembelajaran dimana pembelajaran tersebut sudah disisipkan sebuah cerita atau


(58)

kisah, seperti contoh mata pelajaran di bawah ini yang menyajikan cerita atau kisah adalah sebagai berikut :

a. Bahasa Indonesia

Story telling ” satu kata ajaib”. Guru bercerita tentang satu kata ajaib yang bisa merubah suasana menjadi lebih baik. Kata itu adalah ”maaf”.

b. PKN

Story telling tentang ’ Anak jujur’. Guru menjelaskan arti kejujuran. Dan siswa mengerjakan worksheet rubrik kejujuran. c. IPS

Story telling mengenai kehidupan petani

a. Siswa melakukan role play “ Pak Tani ku Sayang Pak Tani ku Malang”

b. Siswa memetik hikmah dari hasil role play

c. Guru mengajak siswa berdiskusi mengenai ciri-ciri orang semangat bekerja

d. Semangat bekerja berdasarkan hadits Rasulullah SAW e. Siswa memainkan peran.

d. Bahasa Indonesia

Bercerita tentang nikmat Allah dalam menghadapi tantangan hidup


(59)

2. Diskusi tentang persoalan peristiwa alam di Indonesia dalam kelompok.

E.Komponen Siswa

Sumber data : Laporan bulanan Sekolah Sabilina untuk DIKNAS F. Sarana dan Prasarana

Jumlah siswa Pekerjaan orang tua No Kelas

Laki-laki Perempuan

Jumlah siswa

PNS TNI/ POLRI

Swasta

1 I 11 11 22 1 43

2 II 11 13 24 1 4 43

3 III 12 20 32 1 2 61

4 IV 8 10 18 1 1 34

5 V 7 12 19 3 35

6 VI 5 2 7 2 12

Jumlah 54 68 122 8 8 228

Keadaan

Bangunan Jumlah

Baik Sedang Rusak

Unit Bangunan 2

Ruang Belajar 9

Rumah Dinas Penjaga 1

Ruang Guru 1

Ruang Kepsek 1

Ruang Perpus 1

Ruang Lab 1

Ruang Kamar Mandi 6

Ruang UKS 1

Ruang Administrasi SD 1

Ruang Administrasi Yayasan 1

Jumlah 25

Sarana Penunjang

Keadaan Jenis Sarana Penunjang Jumlah

Baik Sedang Rusak

Buku Perpustakaan 1,200 buku


(60)

Alat Olah Raga 1 set

Bola Sepak 7

Bola Voly 1

Bola Basket 3

Net 1

Sarana Air Bersih 4

Bola Tennis 50


(61)

BAB IV

TEMUAN DAN ANALISA DATA

A. Pelaksanaan Bimbingan Kisah

Dalam pelaksanaannya, ada dua bentuk bimbingan kisah yang diberikan di SD Islam Sabilina ini, Pertama, dengan cara menyajikan kisah sebelum pelajaran dimulai, Kedua, hanya menyajikan kisah saja. Berikut mata pelajaran yang menyajikan kisah.

Kelas Bidang Studi Materi MainActivity

I Bahasa

Indonesia

• Kisah Nabi Nuh

• Satu kata ajaib “maaf”

• Kisah “si lamban dan si gagap”

• Menonton kisah

• Mendengarkan kisah

• Siswa menuliskan isi kisah

• Siswa mengerjakan worksheet

menjelaskan isi gambar seri

Sains Apersepsi bermain samurai Guru menjelaskan kondisi alam di waktu pagi, siang, sore, dan malam hari MTK Story telling “singa yang

cerdik”

• Bermain tebak bilangan penjumlahan

• Guru dan siswa berdiskusi tentang cerita ”singa yang cerdik” lalu mengambil kesimpulan bagaimana cara mengukur berat yang baik

II PKN Konsep Musyawarah

•Bermain kuda bisik

Story telling tentang ’ Anak jujur’

•Guru menjelaskan konsep arti kejujuran

•Siswa mengerjakan worksheet rubrik


(62)

kejujuran Bahasa

Indonesia •

Brainstorming tentang Nabi Nuh as

Hook activity ”raksasa dan timun mas”

• Menonton kisah Nabi Nuh

• Siswa menceritakan kembali kisah Nabi Nuh as dalam bentuk tulisan

IPS Meyakini bahwa Allah dan Rasul-Nya senantiasa menginginkan hamba dan umat-Nya bersemangat dalam bekerja yang baik dan halal.

• Memakai hadist dan al-Qur’an

• Meyakini hadist dan al-Qur’an

III IPS Story telling mengenai kehidupan kehidupan petani

•Menjelaskan pentingnya semangat kerja

•Siswa melakukan role play “Pak Tani ku Sayang Pak Tani ku Malang”

•Siswa memetik hikmah dari hasil role play

•Guru mengajak siswa berdiskusi mengenai ciri-ciri orang semangat bekerja

•Guru menjelaskan bahwa setiap umat muslim diwajibkan memilki sikap semangat dalam bekerja berdasarkan hadist Rasulullah SAW

IV PKN Mengenal nilai kejujuran •Menjelaskan arti kejujuran

•Menyebutkan manfaat jujur dan kerugian bila tidak jujur. Bahasa

Indonesia •

Bermain pantun Siswa membaca pantun secara berbalasan dengan lafal dan intonasi yang tepat hubungannya


(63)

dengan membaca al-Qur’an sesuai tajwid V B.Indonesia Bercerita tentang kisah

Rasulullah

• Guru membacakan cerita tentang kisah perjalanan Rasulullah

• Uji keterampilan dasar tentang menanggapi cerita secara lisan dan mengidentifikasi unsur cerita (tokoh, watak, tema, latar dan amanat) secara tertulis.

• Guru bercerita tentang sejarah Nabi

Muhammad SAW

• Siswa menceritakan kembali

Tabel 3: Mata Pelajaran kisah-kisah Islami

Berikut penjelasan dari tabel di atas: 1. Bahasa Indonesia

Dalam rangka pemberian bantuan dalam bentuk bimbingan melalui kisah, dapat disajikan dalam mata pelajaran-mata pelajaran tertentu, misalnya Bahasa Indonesia.

Dalam pelajaran bahasa Indonesia ini, guru menyajikan mata pelajarannya dalam bentuk kisah, apakah itu kisah-kisah Islami, maupun umum. Dalam kisah-kisah Islami, sekolah ini mengelompokkan sesuai dengan tingkatan kelas mereka yang tentunya sesuai dengan kurikulum sekolah tersebut.

Misalnya di kelas 1, kisah Nabi Nuh. Guru menyajikan kisah Nabi Nuh yang diawali dengan menyanyikan lagu kisah nabi Nuh, kemudian menjelaskan aturan dalam menonton kisah tersebut,


(64)

setelah menonton siswa dirangsang agar bisa mengambil pelajaran dari kisah tersebut dengan cara menuliskan kembali kisah tersebut, dan mengerjakan worksheet. Bimbingan dengan kisah ini diharapkan kepribadian anak dapat terbentuk dengan terilhamin dari kisah tersebut. Diantara sikap yang bisa diambil dari kisah tersebut adalah:

a) Sabar

diharapkan anak bisa mencontoh keteladanan Nabi Nuh dalam bersikap sabar menghadapi kaumnya yang ingkar terhadap ajaran yang dibawanya.

b) Teguh pendirian

Bagaimanapun Nabi Nuh dihina dan dicaci oleh kaumnya, tapi Nuh tetap teguh dalam pendiriannya dan istiqomah dalam menjalankan amanah yang diembankan kepadanya. Dan siswa diharapkan dapat mencontoh sikap tersebut dan diterapkan dalam kehidupan mereka masing-masing.

2. PKN

Bentuk bimbingan melalui kisah yang terdapat di sekolah ini dapat kita lihat dari tabel di atas. Adapun materi yang disampaikan dalam pelajaran agak sedikit berbeda dari materi biasanya, karena dalam setiap pelajaran seperti yang dapat kita lihat dari beberapa contoh mata pelajaran Bahasa Indonesia, IPS, dan PKN yang seharusnya disajikan


(65)

dengan materi-materi yang menyangkut tentang pelajaran tersebut tetapi para pengajar memanfaatkannya dengan berkisah.

3. IPS

Materi dalam pelajaran IPS ini adalah materi tentang kehidupan sosial kemasyarakatan. Nilai-nilai kebaikan yang ada dalam kehidupan masyarakat patut untuk diteladani oleh murid. Misalnya story telling mengenai kehidupan petani. Dalam cerita ini ada dua perspektif yang dikedepankan, dan siswa melakukan role play “pak tani ku sayang, pak tani ku malang”.

Setelah cerita tersebut, siswa diajak untuk memetik hikmah dari hasil role play, kemudian guru mengajak siswa berdiskusi mengenai ciri-ciri orang yang semangat bekerja, dan menjelaskan bahwa setiap umat muslim di wajibkan memiliki sikap semangat dalam bekerja berdasarkan hadits Rasulullah SAW.

4. Matematika

Materi yang diberikan dalam mata pelajaran berbentuk cerita yang mengandung hikmah, cerita ini diantaranya; story telling “singa yang cerdik”. Dalam prosesnya guru dan siswa berdiskusi tentang cerita “singa yang cerdik” lalu mengambil kesimpulan bagaimana cara mengukur berat yang baik, kemudian secara langsung mengukur berat benda-benda yang ada disekitarnya dengan menggunakan satuan berat yang tidak baku lalu menuliskan hasil pengukurannya kedalam worksheet yang telah disediakan.


(66)

5. Sains

Materi ini menampilkan tentang cerita-cerita tentang alam, diantaranya “tentang rahasia siang dan malam”. Melalui cerita ini guru mengajarkan tentang mengenal kebesaran Allah melalui berbagai benda langit ciptaa-Nya dengan pengamatan.

Guru mengajak muridnya untuk menyebutkan berbagai macam benda langit, kemudian menggambarkannya yang pada intinya mereka tahu tentang alam raya sebagai ciptaan Allah yang berimplikasi kepada kepribadian, misalnya tidak sombong, dan suka membantu.

Tabel di atas dapat disebut juga sebagai kompetensi dasar dari pembelajaran melalui metode cerita yaitu:

1. Anak dapat memahami cerita tradisional

2. Ketika berbicara anak dapat menyimpulkan kembali cerita yang telah diceritakan oleh guru

3. Ketika menulis anak dapat menuliskan kembali cerita yang diceritakan oleh guru

4. Ketika membaca anak dapat mengambil inti dari cerita tersebut. Tujuan dari penyajian itu disebut juga sebagai kompetensi dasar yaitu kemampuan yang harus dicapai oleh anak. Sedangkan indikatornya adalah langkah-langkah untuk mencapai kompetensi dasar. Misalkan kompetensi dasarnya adalah anak dapat menceritakan kembali cerita yang diceritakan oleh guru, indikatornya untuk anak mengerti itu


(67)

maka anak harus dapat menyebutkan tokoh yang berwatak baik dan buruk, setting latar, dan memerankan tokoh. Jadi indikator itu adalah alat untuk mencapai kompetensi dasar.

Berkisah, bercerita, maupun mendongeng sangatlah disukai oleh anak-anak maupun orang dewasa, karena termasuk media pendidikan yang dapat mentransfer nilai-nilai kehidupan yang terbukti kehebatannya. Banyak ilmu yang dapat diserap ketika kita mendengarkan kisah sebagaimana yang disampaikan oleh Bapak Agus Fatah sebagai berikut:

“Rasulullah itu wi, pendongeng atau pengkisah yang baik, ada kisah Rasulullah yang sangat baik itu yang sering Rasulullah ceritakan kepada sahabat, dan Sahabat Nabi itu memang senang. Prinsipnya gini wi, secara psikologisnya dwi pernah dengar manusia itu makhluk sosial, manusia itu makhluk ekonomi. Kalau tinjauan dari psikologisnya pendongeng itu manusia adalah makhluk Homopabula itu artinya makhluk yang senang mendongeng dan didongengi.48

Kisah para Nabi, Rasul, Sahabat, dan orang-orang shaleh yang diterapkan di sekolah ini dapat dijadikan salah satu metode dalam pembentukan akhlak pada anak, karena lewat kisah anak lebih mengerti dengan pesan moral ataupun kebaikan yang tertanam pada kisah itu. Maka di sekolah ini salah satu penanaman akhlak anak adalah melalui kisah. Sebagaimana yang disampaikan oleh Bapak Agus Fatah sebagai berikut:

“Bapak meminta semua guru mendongeng untuk anak-anak, mengisahkan kisah para Nabi kepada anak-anak. Intinya kita

48


(68)

mengajarkan kebaikan, akhlak dengan berbagai cara salah satu caranya dengan mengisahkan kisah para Nabi dan orang shaleh.49”

Story telling yang akan disampaikan kepada anak-anak yang mendengarkannya harus mengandung 3 unsur yaitu leadership, entrepreneur, dan nilai-nilai Islami karena Sabilina menyongsong 3 nilai tersebut dalam pembentukan akhlak sehingga ini akan menjadi pembentukan kepribadian anak yang bersifat baik pada diri yang diambil dari cerita atau kisah yang dapat diteladani. Maka setiap cerita atau kisah yang akan disampaikan harus mengandung 3 unsur tersebut. Sebagaimana yang disampaikan oleh Ibu Dety sebagai berikut:

Sabilinakan menyongsong 3 ya leadership, enterpreuner, sama nilai-nilai Islam. Ketiga itu harus masuk kalau kita story telling dan itu tantangan teman-teman yang story telling, itu saya tantangin kalau bisa masukan ketiga nilai itu tapi kalau tidak minimal dua nilai-nilai Islam karena kita bermain disitu.50”

Ketertarikan anak-anak dalam mendengarkan sebuah cerita atau kisah tergantung pada pembawaan pendongeng karena jika pembawaan pendongeng kurang atau tidak menarik anak tidak mau mendengarkannya. Begitu juga sebaliknya jika pendongeng membuka cerita atau kisahnya dengan menarik anak akan antusias mendengarkannya. Sebagaimana yang disampaikan oleh Ibu Dety sebagai berikut:

“Kalau gurunya bawanya datar misalkan gini pada suatu hari ada seorang anak bernama ini pergi ke gunung kalau itu bawainnya

49 Ibid., 50


(1)

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang di dapat adapun kesimpulan dari bentuk bimbingan kisah yang diberikan di SD Islam Sabilina ini adalah sebagai berikut :

1. Guru menceritakan sebuah kisah atau cerita sebelum mata pelajaran dimulai, agar para murid lebih memahami pelajaran yang akan di pelajari.

2. Ada beberapa mata pelajaran yang hanya menyajikan kisah Islami saja.

3. Para guru menerapkan kisah-kisah Islami seperti kisah Nabi dan Rasul, para Sahabat, serta orang-orang shaleh.

Berdasarkan hasil observasi yang saya lakukan bahwa pengaruh kisah amatlah besar bagi pembentukan kepribadian anak, karena pesan moral yang kita sampaikan lewat kisah tidak bersifat menggurui. Adapun pengaruh yang terlihat pada diri anak adalah kejujuran, keberanian, keshalehan, serta dapat membawa anak untuk lebih mengenal dunia membaca.


(2)

B.SARAN-SARAN

1. Saran Kepada Orang Tua

Diharapkan dapat meluangkan waktu untuk mendonggeng kepada anaknya, karena :

a. Jika kita terbiasa mendonggeng pada anak akan tercipta hubungan yang harmonis antara orang tua dan anak.

b. Anak akan mencintai budaya membaca. c. Anak belajar mengenal kehidupan. d. Dapat menghibur anak.

2. Saran Kepada Guru

a. Mempunyai tema yang menarik ketika bercerita.

b. Dapat mengekpresikan diri dengan baik agar dapat menarik perhatian anak.

c. Menciptakan karakter yang berbeda pada setiap tokoh. d. Gunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh anak. 3. Kepada Penerbit

a. Agar membuat buku-buku cerita yang banyak mengandung unsur-unsur moral yang baik.

b. Gunakan bahasa yang sederhana agar lebih mudah dimengerti oleh anak.

c. Buat buku semenarik mungkin agar dapat menarik perhatian anak. d. Diharapkan lebih kreatif dalam penulisan maupun penggambaran


(3)

4. Kepada Penulis Buku-buku Dongeng atau Cerita

a. Lebih diperbanyak lagi buku-buku tentang kisah-kisah para Nabi dan Rasul agar anak mengidolakan Rasulnya.

b. Diharapkan tidak memberikan cerita-cerita yang fiksi.

c. Lebih diperbanyak lagi buku-buku cerita yang berisi tentang pengalaman-pengalaman seseorang yang banyak mengandung manfaat.

5. Kepada Pemilik Sekolah atau Perpustakaan

a. Agar lebih diperbanyak lagi buku-buku cerita dan dongengnya. b. Mempunyai tempat khusus untuk anak-anak membaca buku cerita. c. Diharapkan membuat perpustakaan agar murid-murid nyaman pada

saat membaca buku cerita.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Latif, Muhammad. The Power of Story Telling Kekuatan Dongeng

Terhadap Pembentukan Karakter Anak. Jakarta: PT. Ikrar

Mandiriabadi 2008.

Arfin, Muzayyin, M.Ed., Prof.,Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan

Penyuluhan Agama. Jakarta: PT. golden Terayon Perss, 1982.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2006.

Fatah, Agus. Mendongeng Siapa Takut? 13 Kiat Sukses Bagi guru dan

Orang Tua. Kalisari: Al-Madaris 2006.

Fatah, Agus. Sharing Sukses Berkomunikasi & Mendongeng, TK Nizamia Andalusia, 2007.

Fatah, Agus. Berkisah dan Mendongeng, JSIT Divisi TK, 21 Maret 2009. Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif,Bandung : PT Remaja

Rosdakarya, 2007.

Nasution, Metode Naturalistik Kualitatif,Bandung: Tarsito, 1988.

Poerwandari, Kristi E. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku

Manusia, Jakarta: LPSP3 UI, 2001.

Prayitno, Prof. dr. Drs, Msc dan Amti, Drs Eman. Dasar-dasar

Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Rineka Cipta, 1999.

Rahman, Zulkifli. Kepribadian Muslim Sejak Dini, artikel diakses pada 28 Maret 2009 dari http://www.google.com


(5)

Riyadh, DR Sa’d. Agar Anak Mencintai dan Hafal Al-Qur’an Bagaimana

Mendidiknya. Bandung: Irsyad Baitus Salam 2007.

Sarwono, Jonathan. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Yoyakarta: Graha Ilmu, 2006.

Sarwono, Sarlito W. Pengantar Umur Psikologi, Jakarta: Bulan Bintang, 2003.

Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2005. Sukardi, Dewa Ketut. Bimbingan dan Penyuluhan Belajar di Sekolah,

Surabaya: Usaha Nasional, 1982.

Trelease, Jim. Read-Aloud Handbook Mencerdaskan Anak dengan

Membacakan Cerita Sejak Dini. Jakarta: Hikmah PT Mizan

Publika 2006.

Umar dan Sartono, Bimbingan dan Penyuluhan, Bandung: Pustaka Setia, 1998.

Wahyu Media, Bentuk-bentuk Kepribadian Anak Melalui Cerita Rakyat, artikel diakses pada 02 April 2009 dari http://www.wahyumedia.com

Warisman, Neno. Bercerita, Sudahkah Anda Membiasakannya?, artikel diakses pada 02 April 2009 dari http://www.google.com

Warisman, Neno. Peran Kisah Dalam Pembentukan Kepribadian Anak,

Depok: Hotel Bumi Wiyata, 2008.


(6)

Wawancara pribadi dengan Dety Anggraeni. Cibubur, 19 April 2009. Wawancara pribadi dengan Alyssa. Cibubur, 22 April 2009.

Wawancara pribadi dengan Ajeng Miftah. Cibubur, 17 April 2009. Wawancara pribadi dengan Farhan. Cibubur, 16 April 2009.