Faktor Yang Mempengaruhi Kepribadian
Genetika atau disebut juga GEN adalah merupakan bawaan anak dari orang tuanya. Pengaruh ini bisa bermacam-macam yang merupakan
sifat dasar bawaan, misalnya pemarah, penyabar, santun, nakal, luwes, keras kepala, kuat kemauan dan lain-lain. Yang mana watak
dasar ini akan sangat berpengaruh nantinya pada cepat atau lambatnya pembentukan kepribadian seseorang.
b. Faktor Keluarga
Pengaruh keluarga dalam membentuk kepribadian sangatlah besar, dan di ranah ini terdiri dari beberapa fase.
1 Fase Embrio. Ini dimulai sejak terjadi pembuahan, sampai
sebelum kelahiran. Dalam fase ini adakalanya anak merasakan getaran naluriyah yang kuat dari kondisi ibu, ayah, bahkan dari
lingkungan sekitar. 2
Fase Bayi. Ada bayi yang sangat sensitif terhadap sentuhan lembut sekalipun. Dia mudah terkejut atau kaget. Pada fase ini,
cara ibu menyentuh, memegang, menyusui, memandikan, memakaikan pakaian bayinya, dapat berpengaruh dalam
membentuk kepribadiannya. 3
Fase Anak. Pada fase ini, anak sudah mulai menyimpan dalam memori otaknya, berbagai hal yang dilihat dan dirasakan. Suara
yang membentak dengan nada tinggi dari lingkungan sekitar yang sering didengar, bahkan dari layar kaca sekalipun, akan
berpengaruh pada bentukan kepribadian anak. Pada fase anak ini
sebenarnya yang paling penting di ajarkan kepada anak adalah al- Asmaa’
nama-nama atau kata-kata. Karena anak-anak suka bermain, maka penting menciptakan pola bermain yang sekaligus
mengajarkan kepada mereka al-asmaa’ ini. Mulai dari hitungan angka, huruf, kata, kalimat, hingga menceritakan sebuah kisah.
4 Fase Dewasa. Pada fase ini seseorang mulai merdeka menentukan pilihannya sendiri. Apa yang akan dipilihnya, tentu tergantung
pada bentukan awal kepribadiannya. Tergantung sentuhan apa yang dia rasakan sejak dia mulai merasakan sentuhan itu.
Tergantung apa yang pernah atau sering dilihat dan didengar sejak pertama kali dia dapat melihat dan mendengar.
c. Faktor Lingkungan.
Lingkungan sekitar terdiri dari, teman bermain, jiran tetangga, dan juga lingkungan pendidikan. Lingkungan pendidikan ini ada yang
langsung memberi warna dan pengaruh yang kental, ada pula yang sekedar menyajikan disiplin ilmu tertentu.
Bagaimana anak belajar kepribadian dengan efektif
38
: 1.
Setiap anak akan belajar kepribadian terbaik pada situasi kongkrit yang melibatkan kegiatan fisiknya atau aktif dan
kesempatan untuk menemukan fakta-faktanya sendiri.
38
Neno Warisman, Kisah Antara Kisah dengan Kepribadian Anak Kita, Depok: Hotel Bumiwiyata, 2008, h. 3.
2. Daya serap akan meningkat jika konsep disajikan dalam konteks
yang akrab dengan anak-anak. 3.
Anak belajar kepribadian lebih baik jika diberikan contoh yang konkrit, ada tantangan, dapat dirasakan oleh indera dan
pengalaman langsung. 4.
Kebanyakan anak belajar lebih baik melalui interaksi dengan anak atau guru atau orang tua cooperative learning.
5. Belajar dengan menghafal konsep-konsep kepribadian
merupakan strategi belajar yang relatif tidak efektif dan efisien bagi banyak anak.
6. Otak tidak dibentuk saat bayi di rahim, tapi dibentuk oleh
pengalaman dan belajar. Pengalaman adalah kata kuncinya. 7.
Mengajarkan atau menanamkan kepribadian akan memberikan pengaruh pada kerja otak, maka kita harus mengadaptasi teknik
mengajar atau menanamkan kepribadian sesuai dengan riset otak.
Agar pengenalan, penanaman dan pembiasaan kepribadian lebih kontekstual kepada anak, maka beberapa faktor yang harus
dipertimbangkan
39
: a.
Relating: belajar dalam konteks pengalaman hidup yaitu menggunakan hal-hal yang familiar dalam kehidupan anak-anak
kemudian dihubungkan dengan informasi yang ada dalam kisah.
39
Neno Warisman, Kisah Antara Kisah dengan Kepribadian Anak Kita, h. 4.
b. Experiencing: belajar dalam konteks eksplorasi. Anak-anak akan
lebih cepat belajar kepribadian jika anak-anak terlibat dan dapat mengeksplorasi langsung alat atau benda-benda yang disebutkan
dalam kisah. c.
Applying: aplikasi konsep dan informasi dalam konteks yang bermakna. Misalnya praktek langsung menirukan apa-apa yang
diajarkan oleh kisah. Seperti menolong orang tua, menolong hewan, berbagi makanan, dan lain-lain.
d. Cooperating: belajar dalam konteks sharing, memberikan respons
dan berkomunikasi dengan peserta didik lainnya. Belajar bersama tidak hanya memberikan kesempatan peserta didik belajar konsep
tapi juga fokus pada dunia nyata bahwa hidup ini harus berjamaah. e.
Transferring: belajar untuk menggunakan informasi atau keterampilan yang dibangun dalam situasi yang berbeda. Peserta didik
mampu menerapkan keterampilan menyelesaikan masalahnya ketika berhadapan dengan sesuatu yang baru yang dibangun dari hal-hal yang
sudah mereka ketahui sebelumnya. Sebagai Muslim, tentunya kita berharap lingkungan
pendidikan yang disajikan pada anak kita dapat memberi warna yang positif, selaras dengan akidah yang kita yakini kebenarannya. Jangan
sampai mereka didoktrin dengan berbagai ajaran yang menyimpang dari syari’at Islam.
Ketika kita sudah mengenal berbagai faktor yang berpengaruh dalam pembentukan kepribadian seseorang, perhatian kita
kemudian mengarah kepada bagaimana cara kita berinteraksi dengan berbagai faktor tersebut. Apa yang harus kita perbuat dan bagaimana
kita harus bersikap. Lebih spesifik lagi sebagai seorang pendidik, apa saja yang
perlu menjadi stressing kita dalam lingkup pendidikan ini. Dalam pembahasan ini saya mencoba menyajikan beberapa hal kecil yang
seringkali luput
dari perhatian
kita, sementara
jika kita
mengabaikannya, akan berdampak buruk bagi anak didik kita.