Dampak dan Penyebab Pencemaran Kabut Asap di Asia Tenggara

pencemaran serta non alamiah berupa campur tangan manusia dapat mempengaruhi tersebarnya suatu pollutant. 59

B. Dampak dan Penyebab Pencemaran Kabut Asap di Asia Tenggara

Walaupun lebih dari duapertiga belahan bumi ini berupa lautan, namun tidak dapat dihindari bahwa hutan sebagai tempat dari komunal tumbuhan mempunyai peran penting dalam kelangsungan hidup manusia. Tidak dapat dipungkiri bahwa hutan mempunyai dua dimensi yang sangat berperan dalam kehidupan manusia. Dimensi pertama adalah dimensi ekologis yaitu peran hutan yang menjadi tempat tinggal dari ribuan bahkan jutaan makhluk hidup yang terhubung dalam suatu rantai makanan dengan manusia dan merupakan sumber utama penghasil oksigen yang tak lain adalah zat terpenting dalam respirasi manusia. Dimensia kedua adalah keunggulan ekonomis yang dimiliki di dalam hutan tersebut, yang terkadang membuat manusia dengan segala akal fikirnya mencoba untuk mencari keuntungan tanpa memperhatikan keseimbangan fungsi alam. 60 Indonesia sebagai salah satu negara dengan luas mencapai 1,9 juta mil persegi 61 membuat sebagian dari hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Dalam hal luasnya, hutan tropis Indonesia menempati urutan ketiga setelah Brasil dan Republik Demokrasi Kongo dulunya Zaire dan hutan-hutan ini memiliki kekayaan hayati yang unik. Tipe-tipe hutan utama di Indonesia 59 Istilah yang lazim digunakan untuk pencemaran yang disebabkan oleh kebakaran hutan adalah smoke, sedangkan untuk pencemaran yang disebabkan oleh pabrik adalah smog. 60 Deni Bram, Op.Cit., hlm. 105. 61 Ibid., hlm. 105. Universitas Sumatera Utara berkisar dari hutan-hutan Dipterocarpaceae 62 dataran rendah yang selalu hijau di Sumatera dan Kalimantan, sampai hutan-hutan monsun musiman dan padang savana di Nusa Tenggara, serta hutan-hutan non-Dipterocarpaceae dataran rendah dan kawasan alpin di Irian Jaya. Indonesia juga memiliki hutan dan mangrove yang terluas di dunia. Luasnya diperkirakan 4,25 juta hektar pada awal tahun 1990-an. Seiring dengan semakin terbuainya segelintir orang dengan keunggulan ekonomis dan keunggulan ekologis yang dimiliki kawasan sumber daya hutan, kekayaan hutan Indonesia tergerus dan telah mencapai titk yang sangat memprihatinkan. Pada tahun 2004 kerusakan hutan di Indonesia mencapai 3,8 juta hektar setahun. Hal tersebut berarti selama satu menit di bumi Nusantara ini terdapat 7,2 hektar hutan yang rusak. Jika masih terus terjadi dan tidak diberhentikan, maka hutan dataran rendah Sumatera dan Kalimantan akan habis. Bahkan menurut World Research Institute, dari tutupan hutan Indonesia seluas 130 juta hektar, 72 persen diantaranya yang merupakan hutan asli Indonesia telah hilang. Data Departemen Kehutanan sendiri mengungkapkan mengungkapkan 30 juta hektar hutan di Indonesia telah rusak parah atau setara dengan 25 persen. Dalam banyak penelitian yang dilakukan terungkap bahwa keberadaan hutan di Indonesia khususnya di Kalimantan sebagai salah satu pulau dengan angka laju kerusakan hutan terbesar telah mencapai suatu titik yang memprihatinkan dan harus adanya suatu perubahan sikap pengelolaan hutan secara mendasar. Berdasarkan hasil studi dari Greenomics menunjukkan bahwa 62 Dipterocarpaceae merupakan sekelompok tumbuhan pantropis yang anggota- anggotanya banyak dimanfaatkan dalam bidang perkayuan. Universitas Sumatera Utara tingkat keamanan ekologi Pulau Kalimantan berada di bawah standar, mengingat rata-rata tutupan lahan hutan primer terhadap Daerah Aliran Sungai DAS di bawah angka minimum 30. Akibatnya, tidak mengherankan jika wilayah Pulau Kalimantan sering terjadi banjir dan tanah longsor setiap tahunnya. Pada tahun 2004, jika dirata-ratakan pada tingkat pulau, persentase tutupan hutan alam primer Kalimantan terhadap DAS hanya berkisar pada angka 20. Pada akhir 2006, diperkirakan rata-rata tutupan hutan primer terhadap DAS tersebut terus menurun hingga pada kisaran angka 15, atau setengah dari kebutuhan angka minimum standar aman ekologi. Data Departemen Kehutanan sendiri pada tahun 2004, menunjukkan bahwa kawasan lindung tak berhutan, maka kawasan hutan Pulau Kalimantan yang tidak berhutan mencapai angka 10 juta hektar, atau setara 156 kali lipat luas negara Singapura. Hilangnya hutan primer Kalimantan seluas 10 juta hektar tersebut jelas akan menyulitkan ekosistem hutan Kalimantan melakukan pengendalian terhadap tanah longsor dan gangguan ekosistem lainnya, sehingga diperkirakan Pulau Kalimantan akan kehilangan hutannya lebih dari setengah luas pulau pada tahun 2020. Bahkan lebih parah lagi jika keadaan hutan di Indonesia semakin parah seperti ini, maka diprediksi hutan di Indonesia akan gundul di tahun 2050. Lantas kita akan bayangkan jika Indonesia tidak ada hutan, maka bisa dipastikan suhu udara di Indonesia semakin panas. Salah satu proses perusakan hutan di hampir seluruh negara yang mempunyai hutan tropis dalam jumlah besar dan memberikan dampak kepada negara lain adalah fenomena kebakaran hutan dan lahan. Bahkan tercatat Universitas Sumatera Utara sepanjang sejarah keberadaan manusia, telah ada dua per tiga hutan alami dari bumi ini yang punah, akibat dari kegiatan manusia dalam menjalankan kehidupannya. 63 Fenomena kebakaran hutan tidak hanya didominasi oleh negara-negara di Asia Tenggara, sejarah mencatat bahwa pada bulan Mei tahun 1998 pemerintah negara bagian Texas mengumumkan bencana nasional yang diakibatkan kebakaran hutan dan telah merusak ekosistem udara sampai radius 100 mil dari pusat kejadian. Langit di wilayah Dakota Utara dan Colorado pun tak luput dari dampak akibat bencana kebakaran hutan yang mengganggu pernafasan dan jarak pandang masyarakat sekitar. Bahkan Meksiko pernah mengalami kebakaran hutan lebih dari 70 tahun lamanya pada setiap musim kemarau yang berkepanjangan. Bagi Indonesia sendiri fenomena kebakaran hutan sebagai penyebab pencemaran kabut asap yang sejalan dengan adagium dimana ada asap disitu ada api, bukanlah hal baru. Publik internasional bahkan telah terbiasa dengan agenda tahunan dari bencana kebakaran hutan di Indonesia. Perhatian awal dari masyarakat internasional pertama kali tertuju kepada Indonesia pada saat terjadinya kebakaran hutan pada skala yang sangat besar pada era tahun 1980 yang menghanguskan lebih dari 3,5 juta hektar hutan di Kalimantan Timur dengan radius kabut hingga 13.500 mil persegi. Semenjak kejadian pada era 1980 tersebut, fenomena kebakaran hutan dan dampak kabut asap yang dikirimkan ke negara tetangga seakan-akan telah menjadi agenda rutin pada musim kemarau melanda Indonesia. Kabut asap yang 63 Deni Bram, Op.Cit., hlm. 108. Universitas Sumatera Utara dihasilkan pun tidak hanya mengancam masyarakat pada tingkat nasional semata, melainkan telah merambah pada wilayah negara-negara tetangga dengan intensitas yang beragam dan memberikan dampak bagi kelangsungan hidup warga negara dalam wilayah yurisdiksi negara lain. 64 Dampak bagi eksistensi hutan Indonesia pun akibat dari kebakaran hutan telah sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan, pada tahun 1997 dan 1998 World Wide Fund for Nature WWF mencatat telah terjadi kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan yang menghanguskan lebih dari 2 juta hektar dan terus meluas setiap bulannya. Dampak-dampak dari kabut asap tersebut sangat berdampak khususnya terhadap sosial, budaya, dan ekonomi, seperti : a. Hilangnya sejumlah mata pencaharian masyarakat di dan sekitar hutan : asap yang ditimbulkan dari kebakaran tersebut mengganggu aktifitas masyarakat. b. Terganggunya aktifitas sehari-hari : gangguan asap akan mengurangi intensitas berada di luar ruangan, memaksa orang menggunakan masker yang dapat mengganggu aktifitas, kantor-kantor dan sekolah yang dihentikan atau libur karena tebalnya asap. c. Terganggunya kesehatan : secara umum asap akibat kebakaran hutan telah meningkatkan kasus infeksi saluran pernafasan atas, pneumonia dan sakit mata. d. Produktifitas menurun. 64 Negara tetangga yang sering terkena dampak kabut asap dari kebakaran hutan di Indonesia meliputi Malaysi, Singapura, Brunei Darussalam bahkan Thailand. Lihat Alan Khee – Jin Tan, “Forest Fire of Indonesia: State Responsibility and International Liability’, Singapore: Faculty of Law National University of Singapore, hlm.3. Lihat juga Fazed by the Haze, STRAITS TIME, Nov. 10, 1997, hlm.18-19. Universitas Sumatera Utara Pada saat kalimantan terjadi fenomena kebakaran hutan pada tahun 1998, kabut asap yang dihasilkan yang diikuti pula dengan badai El Nino pada saat itu melanda Indonesia bagian timur telah menewaskan lebih dari 500 orang di sekitar Papua dengan gejala infeksi saluran pernafasan akut ISPA. 65 Kebakaran hutan pun bahkan pada kelanjutannya tidak hanya melanda Sumatera dan Kalimantan, di pulau Jawa bagian timur pun yang sebelumnya luput dari bencana kebakaran hutan merasakan kejadian serupa yang mengakibatkan gagal panen di lebih dari 12 juta ladang sawah petani dan tanaman palawija lainnya. 66 Sebagai suatu bentuk pencemaran yang bersifat transnasional, terang saja bencana kebakaran hutan di Indonesia membawa dampak berupa pencemaran kabut asap ke negara tetangga. Pada saat terjadinya kebakaran hutan pada tahun 1998 di sekitar Sumatera dan Kalimantan terdeteksi pada alat Pollution Standard Index PSI sebagai parameter udara sehat yang terdapat di Malaysia seringkali melebihi nilai ambang batas yang semestinya yaitu 300 PSI yang tergolong kondisi membahayakan, bahkan di negara bagian Kuching, Malaysia Timur indeks mencapai titik 839 PSI. Dari kejadian tersebut Pemerintah Malaysia mencatat 18 juta warganya atau 83,2 dari jumlah penduduk yang ada mengalami gangguan pernafasan akut sehingga perlu mendapatkan pertolongan yang serius. Selain memberikan dampak bagi kesehatan manusia, pencemaran kabut asap yang dihasilkan dari proses kebakaran hutan juga memberikan dampak ekonomis yang tidak saja kepada Indonesia melainkan pula kepada negara tetangga lainnya. Semenjak adanya import kabut asap dari kebakaran hutan 65 Deni Bram, Op.Cit., hlm. 110. 66 Ibid., hlm. 111. Universitas Sumatera Utara Indonesia yang telah mencapai bandar udara Palawan, Philipina 100 lebih pesawat ringan terpaksa menunda penerbangan ke Mindanao. Bandara Puerto Princesa juga ditutup. Biro Perhubungan Udara ATO telah mendesak perusahaan penerbangan lokal untuk mengamati isu meluasnya asap di berbagai bandara di selatan Filipina. 67 Sektor pariwisata juga menerima imbas yang tidak sedikit dari bencana kabut asap yang terjadi, dari sektor penerbangan dan pariwisata yang meliputi penurunan angka hunian hotel dan biro perjalanan tercatat kerugian mencapai Rp 4,89 miliar. Serta banyak bisnis dan investasi yang batal atau tertunda sebagai suatu dampak ekonomi secara tidak langsung, sebesar Rp 25,69 miliar. Ditambah lagi dengan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah negara setempat untuk melakukan usaha pencemaran dengan pembelian masker yang tidak sedikit. Dampak tidak langsung lainnya yang dihasilkan dari kebakaran hutan serta asapnya adalah menurunnya kualitas tanaman serta keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna yang dimiliki baik oleh pemerintah Indonesia maupun negara tetangga sebagai bentuk efek jangka panjang yang dihasilkan dari suatu bencana yang berkelanjutan. Serangkaian akibat yang ditimbulkan baik secara langsung maupun tidak langsung dari kebakarn hutan memang diakui atau tidak bukanlah hanya sekedar act of god dalam menjalankan kehendaknya di muka bumi ini. Tidak dapat dipungkiri bahwa fenomena kebakaran hutan telah menjadi suatu ancaman yang 67 Ibid., hlm. 112. Universitas Sumatera Utara serius dan mendesak untuk ditanggulangi, terlebih dengan periodesasi yang hampir terjadi setiap tahun terutama di Kalimantan. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam rangka menghilangkan suatu kebiasaan membuka lahan dengan cara membakar hutan. Salah satu usaha yang pernah ditempuh oleh pemerintah adalah dengan menyediakan dan memperkenalkan teknologi ramah lingkungan dalam rangka pembukaan lahan, namun hal tersebut seakan-akan menjadi sia-sia pada saat masyarakat pedagang lokal tidak bersungguh-sungguh untuk dapat menggunakan teknologi yang ada dan menganggap teknologi tersebut sebagai suatu hal yang tidak efisien dan efektif. 68 Keadaan prilaku dari masyarakat pedagang lokal pun semakin diperburuk denga ditungganginya mereka oleh beberapa perusahaan besar pada tingkatan Multi National Corporation MNC yang menajdi aktor dibelakang kejadian pembakaran hutan. Hal ini sangat terlihat mencolok pada saat beberapa titik api ditemukan berada pada wilayah konsesi yang dikuasai dengan Hak Pengelolaan Hutan HPH di dalamnya. Dalam beberapa proses hukum yang ditelusuri bahkan ditemukan fakta bahwa hutan produksi memiliki kerawanan tingkat kebakaran hutan yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis hutan lainnya.

C. Kebijakan Global dan Regional Pencegahan Kebakaran Hutan