73
BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN INDONESIA TERHADAP NEGARA LAIN
AKIBAT KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN BERDASARKAN HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL
A. Pertanggungjawaban Indonesia terhadap Negara lain akibat Kebakaran
Hutan dan Lahan berdasarkan Hukum Lingkungan Internasional
1. Tanggung jawab menurut Hukum Internasional
Aktivitas negara dalam menjalankan hubungan internasional kadangkala tidak luput atas perbuatan kesalahan. Misalnya melakukan pelanggaran
terhadap negara lain yang perbuatannya dapat menimbulkan kerugian sehingga timbul pertanggungjawaban negara. Berbicara pada dampak
pencemaran udara lintas batas akan berkenaan dengan tanggung jawab suatu negara.
Dalam beberapa dekade belakangan, permasalahan-permasalahan mengenai lingkungan hidup semakin meluas dan serius. Permasalahan
lingkungan hidup tersebut pun tidak terbatas pada tingkat lokal atau translokal, melainkan regional, nasional, transnasional dan global. Dan salah
satu hal penting yang menjadi pokok pembicaraan pada saat itu adalah penanganan terhadap pencemaran lingkungan yang bersifat lintas batas negara
atau transnasional transboundary pollution. Terlebih lagi masuknya era globalisasi yang semakin mendorongnya negara maju berlomba-lomba
meningkatkan perekonomian dengan paham kapitalisme sehingga negara lain yang menerima dampaknya dan mengalami kerugian secara langsung maupun
tidak langsung.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini kemudian ditanggapi dalam hukum lingkungan internasional dengan mulai diadopsinya konsep pertanggungjawaban sebuah negara State
Responsibility sebagai suatu bentuk pertanggungjawaban negara terhadap pencemaran yang mengakibatkan injury bagi negara lain. Ketentuan tersebut
kemudian menjadi agenda penting dalam Konferensi Lingkungan Hidup Internasional yang kemudian memuat konsep ini dalam Pasal 21 Deklarasi
Stockholm 1972:
86
“States have, in accordance with the Charter of the United Nations and the principles of international law, the sovereign right to exploit their own
resources pursuant to their own of international law, the responsibility to ensure that activities within their jurisdiction or control do not cause damage
to the environment of other States or of areas beyond the limits of national jurisdiction”.
Prinsip ini menegaskan tanggung jawab negara state responsibility dan menekankan bahwa negara-negara memiliki hak berdaulat dan bertanggung
jawab dalam kegiatan-kegiatan mengeksploitasi setiap kekayaan alam yang dimilikinya selama tidak menimbulkan kerugiankerusakan terhadap negara
lain.Bentuk pertanggungjawaban negara dalam ketentuan hukum internasional digunakan untuk menggambarkan kewajiban negara melakukan
ganti kerugian berupa reparasi atau kompensasi terhadap pelanggaran kewajiban internasional. Dalam buku Hukum Internasional yang
86
Deni Bram, “Pertanggungjawaban Negara Terhadap Pencemaran Lingkungan Transnasional”, Jurnal Hukum, Volume 18 No. 2, hlm. 194.
Universitas Sumatera Utara
dikarangoleh Yudha Bhakti Ardhiwisastra mengenai tanggung jawab negara menurut Hukum Internasional menyatakan bahwa, dengan kata lain perkataan
seseorang yang telah melakukan suatu tindakan yang merugikan orang lain harus menebus kerugian itu atau menderita pembalasan dendam dari pihak
yang dirugikan. Pembayaran tebusan kemudian menjadi kewajiban lebih dahulu daripada suatu hak istimewa bagi yang menderita.
87
Menurut ketentuan tentang State Responsibility yang telah dikodifikasi oleh Komisi Hukum Internasional, yang menyatakan bahwa segala bentuk
tindakan salah wrongful act pada tingkat internasional oleh suatu negara menuntut adanya pertanggungjawaban dari negara tersebut dalam hukum
internasional. Dalam hal komisi Hukum Internasional memprakarsai suatu studi tanggung jawab negara pada tahun 1949. Usaha-usaha awal Komisi
untuk menghasilkan konsep Konvensi berhubungan dengan masalah tanggung jawab pada umumnya dengan tanggung jawab atas perlakuan
terhadap orang asing pada khususnya terbukti tidak meyakinkan. Komisi berkumpul kembali pada tahun 1969 dan kali ini membatasi diri hanya pada
masalah-masalah umum mengenai tanggung jawab. Semua negara bertanggung jawab sama di bawah hukum internasional atas
tindakan ilegal mereka. Peraturan ini absolut sifatnya. Negara tidak dapat, misalnya, mengaku kurang berwenang. Negara “baru” tidak menikmati masa
jaya period of grace sebelum mereka memikul tanggung jawab sebagai pemenuhan kewajiban mereka.Tanggung jawab negara telah dinyatakan
87
Yudha Bhakti Ardiwisastra, Hukum Internasional: Bunga Rampai, PT. Alumni, Bandung, 2003, hlm. 1.
Universitas Sumatera Utara
secara tegas dibatasi pada pertanggungjawaban negara-negara bagi tindakan- tindakan yang secara internasional tidak sah. Ini merupakan tanggung jawab
negara dalam arti tegas, sumber dari tanggung jawab tersebut adalah suatu tindakan atau tindakan-tindakan yang melanggar hukum
internasional.
88
Tanggung jawab negara diatur oleh standar-standar internasional meskipun dalam pelanggaran khusus suatu standar internasional
dapat memasukkan suatu standar nasional, dan hal itu bergantung pada hukum internasional mengenai apakah dan sejauh manakah tindakan-tindakan
atau kelalaian dari suatu negara tertentu dianggap sah atau tidak sah. Hasil kerja International Law Commision Komisi Hukum Internasional
yang berupaya merumuskan ketentuan hukum internasional tentang tanggung jawab negara ini penting pula untuk diutarakan disini. Pasal 1 Rancangan
Pasal-pasal tentang tanggung jawab yang tidak sah secara internasional melahirkan tanggung jawab. Prinsip dalam rancangan pasal ini merupakan
“suatu prinsip yang dianut dengan teguh oleh praktek negara dan keputusan- keputusan pengadilan serta telah tertanam kuat dalam doktrin hukum
internasional. Pasal 2 menegaskan pula bahwa setiap negara tunduk kepada
kemungkinan untuk melakukan suatu tindakan yang melawan hukum secara internasional an internationality wrongful act, karenanya melahirkan
tanggung jawab internasional. Menurut Harris, ketentuan pasal ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa semua negara bertanggung jawab
88
J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, Edisi Kesepuluh, Sinar Grafika: Jakarta, 2006, hlm. 391.
Universitas Sumatera Utara
dalam hukum terhadap tindakan-tindakan ilegal yang mereka lakukan. Pasal ini menyiratkan pula bahwa tidak ada pengecualian berdasarkan kurang
mampunya suatu negara. Dalam pasal 3 menyatakan bahwa suatu perbuatan yang tidak sah secara
internasional timbul jika : a.
Perbuatan tersebut terdiri dari suatu tindakan atau kelalaian suatu negara menurut hukum internasional.
b. Perbuatan tersebut merupakan suatu pelanggaran kewajiban
internasional.
89
Dalam rancangan pasal-pasal, komisi hukum internasional telah pula membedakan antara kejahatan internasional dan delik internasional, dalam hal
tindakan melawan hukum secara internasional semua pelanggaran- pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban internasional adalah perbuatan
melawan hukum secara internasional.
2. Tanggung jawab Indonesia menurut Hukum Lingkungan Internasional