Pencemaran Lintas Batas Negara

50

BAB III PENCEMARAN LINTAS BATAS NEGARA DALAM KONTEKS HUKUM

LINGKUNGAN INTERNASIONAL

A. Pencemaran Lintas Batas Negara

Permasalahan seputar pencemaran lintas batas negara tidak hanya merupakan dominasi dari pemikiran dari badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang khusus menangani bidang lingkungan hidup semata, melainkan juga mendapat perhatian dari International Law Commission yang berupaya untuk mencari prinsip-prinsip hukum yang dapat diterapkan dalam hal terjadinya pencemaran lintas batas negara. Pencemaran lintas batas negara telah lama dimulai semenjak dikeluarkannya rancangan tentang “Liability for Injorious Consequences of Acts not Prohibited by International Law” pada tahun 1978. 51 Prinsip-prinsip utama yang dihasilkan International Law Commission pada saat pembicaraan awal seputar pencemaran lintas batas negara mencakup i setiap negara mempunyai tugas untuk melakukan pencegahan, pengurangan, dan pengawasan terhadap pencemaran dan perusakan lingkungan, dan ii negara juga mempunyai tugas untuk bekerjasama baik dalam hal meminimalisir dampak, penilaian risiko pencemaran, peringatan dini, konsultasi, negosiasi dalam rangka mengurangi pencemaran dan perusakan lingkungan. Dalam rangka memberikan suatu kepastian hukum, International Law Commission dalam suatu tim kerja mencoba untuk merumuskan tanggung jawab terhadap pencemaran lintas batas negara dalam suatu aturan baku. Walaupun pada 51 Deni Bram, Hukum Lingkungan Hidup, Gramata Publishing, Bekasi, 2014, hlm. 96. Universitas Sumatera Utara awal perumusan anggota dari tim kerja mendapat kesulitan untuk dapat melakukan identifikasi terhadap pelaku pencemaran, namun akhirnya International Law Commission merumuskan tiga elemen pokok dalam pengaturan pencemaran lintas batas negara yang meliputi pencegahan, kerjasama, dan tanggung jawab mutlak. Rancangan ini diberlakukan untuk semua jenis kegiatan yang dilakukan dalam suatu wilayah yuridiksi suatu negara yang terdapat risiko di dalamnya yang mengakibatkan terjadinya kerusakan baik fisik maupun ekosistem dari lingkungan negara lain. Hal tersebut tidak hanya meliputi kerusakan alam yang alami, namun juga meliputi kecelakaan teknologi akibat human error seperti Chernobyl Case dan pencemaran dari sektor industri seperti Trial Smelter Case. Walaupun International Law Commission telah menetapkan aturan baku tentang pertanggungjawaban dalam hal terjadinya pencemaran lintas batas negara, sampai dengan tahun 1995 International Court of Justice belum memberikan kontribusi maksimal dalam menangani sengketa-sengketa hukum lingkungan internasional. Salah satu sengketa yang pernah menjadi yurisprudensi dalam hukum lingkungan inetrnasional adalah pada saat pemerintah New Zealand menanyakan kepada majelis di International Court of Justice seputar kegiatan dari pemerintah Perancis yang meneruskan kegiatan percobaan nuklir tanpa adanya suatu penilaian terhadap dampak lingkungan yang mungkin terjadi di daerah Pasifik. Majelis pada saat itu memberikan argumentasi bahwa percobaan tersebut menjadi ilegal kecuali hasil dari Environment Impact Assesment dapat menjamin bahwa tidak adanya Universitas Sumatera Utara potensi kerusakan lingkungan yang akan terjadi sebagai bagian dari pelaksanaan prinsip pencegahan dini precautionary principle. 52 Dari kasus di atas menimbulkan penerapan suatu tolak ukur baru dalam rangka menentukan pertanggungjawaban suatu negara terhadap pencemaran lintas batas negara yang disebut sebagai due diligence. Dalam penggunaannya due diligence merujuk pada suatu sikap tindak suatu negara baik dalam ranah legislasi maupun aturan administratif yang dapat menunjang adanya suatu efektifitas terhadap usaha penegahan perlindungan lingkungan baik terhadap negara lain maupun lingkungan global. Walaupun sangat sulit untuk mengukur tingkat keseriusan dan efektifitas suatu aturan dan sikap tindak yang dilakukan oleh suatu negara, namun beberapa pengaturan dalam konvensi internasional dapat dijadikan rujukan sebagai tolak ukur apakah sikap tindak suatu negara dapat mencerminkan upaya kehati-hatian due-diligence. Penggunaan prinsip due diligence sendiri dapat memberikan keuntungan di satu pihak dan kerugian di pihak lain. Keuntungan yang selalu digembar- gemborkan oleh negara-negara maju adalah adanya fleksibilitas dari prinsip tersebut yang tidak secara serta merta dapat menetapkan negara yang melakukan kegiatan sebagai penjamin secara penuh. Hal tersebut paling tidak dapat terlihat dari perumusan pasal 194 dari UNCLOS 1982 yang mengindikasikan bahwa pertimbangan ini dapat menjadi adanya keuntungan bagi negara berkembang dengan segala keterbatasan yang dimiliki. Hal tersebut dapat ditemui pula dalam Pasal 2 1972 London Dumping Convention yang mensyaratkan adanya 52 Ibid., hlm. 98. Universitas Sumatera Utara pelaksanaan due diligence dengan ukuran “...according to their scientific, technical, and economic capabilities...”. Pencemaran transnasional merupakan suatu bentuk pencemaran yang memiliki tingkat kesulitan tersendiri. Hal ini mengingat dalam hal terjadinya pencemaran transnasional maka akan ada dua negara atau lebih yang terkena dampak dari pencemaran yang terjadi. Dan ketentuan selanjutnya mengatakan bahwa negara yang menyebabkan kerugian bagi negara lain karena tindakan pencemaran transnasional ini wajib untuk mengadakan reparasi terhadap negara yang terkena dampak. 53 Ada beberapa kasus penting dalam hal pencemaran lingkungan transnasional, salah satu yang menjadi titik penting adalah pada saat sengketa arbitrase Trail Smelter antara Amerika Serikat dan Kanada. 54 Salah satu hasil yang terdapat dalam putusan arbitrase kasus ini secara eksplisit menyatakan bahwa setiap negara tidak mempunya hak untuk melakukan pengelolaan sumber daya alam yang dimiliki dengan memberikan dampak kepada negara lain, seperti yang tertuang dalam putusan majelis arbitrase sebagai berikut: “No State has the right to use or permit the use of its territory in such a manner as to cause injury by fumes in or to the territory of another or the properties of persons therein, when the cause is of serious consequence and the injury is established by clear and convincing evidence.” Sementara sengketa Trail Smelter diselesaikan dengan badan arbitrase di tingkat internasional, praktek-praktek pencemaran transnasional banyak yang 53 Deni Bram, “Pertanggungjawaban Negara Terhadap Pencemaran Lingkungan Transnasional”, Jurnal Hukum, Volume 18 No. 2, hlm. 201. 54 Deni Bram, Op.Cit., hlm. 99. Universitas Sumatera Utara diselesaikan dengan peraturan pada tingkat regional dan mendasarkan diri pada sumber-sumber hukum yang bersifat soft lawsebagaimana termuat dalam prinsip- prinsip deklarasi di bidang lingkungan. Kasus lain yang mencuat dalam bidang hukum lingkungan internasional adalah Kasus Terusan Korfu Corfu Channel Case yang bermula dari meledaknya Kapal Perang milik Inggris di Terusan Korfu, perairan Albania, sebagai akibat dari sebaran ranjau yang ada di perairan tersebut. Ledakan yang terjadi kontan saja mengakibatkan kerugian pada pihak Inggris, baik dalam bentuk kerusakan kapal maupun kematian para awak kapal. Atas dasar kerugian yang dialami tersebut, Inggris mengajukan klaim terhadap Albania. 55 Kasus ini pun kemudian ditangani oleh Mahkamah Internasional yang dalam memutuskan kasus tersebut mendasarkan putusannya pada prinsip abuse of rights dengan menyatakan: “...every state has an obligation not to allow knowingly its territory to be use for acts contrary to the rights of other states...” Prinsip tersebut menegaskan bahwa setiap negara wajib tahu keadaan setiap bagian wilayahnya dan wajib tidak menggunakan wilayahnya secara bertentangan dengan hak negara lainnya. Dalam prinsip tersebut juga tersurat bahwa setiap negara wajib memberitahukan keadaan-keadaan bahaya atau ancaman bahaya yang berada di dalam wilayahnya. Kelalaian terhadap kewajiban untuk melakukan hal tersebut dalam rangka hukum lingkungan internasional mengakibatkan negara yang bersangkutan wajib bertanggungjawab secara 55 Ibid., hlm. 100. Universitas Sumatera Utara internasional, terhadap akibat-akibat merugikan yang diderita negara lain, dan karena itu, Kanada harus bertanggung jawab kepada Inggris. Dalam hal membicarakan masalah pencemaran lintas batas, khususnya pencemaran udara dapat diartikan sebagai suatu gambaran yang menerangkan bahwa suatu pencemaran yang terjadi dalam suatu wilayah negara akan tetapi dampak yang ditimbulkannya oleh karena faktor media atmosfer atau biosfer melintas sampai ke wilayah negara lain. Hal ini tak pelak diakibatkan udara merupakan common resources yang tidak terdapat suatu batas pemisah antar satu negara dengan negara lain. Lebih dari 30 tahun yang lau George Kennan telah memprediksi bahwa pencemaran udara transnasional tekah menjadi suatu fenomena baru yang melibatkan lingkungan antara satu negara dengan negara lain. 56 Maraknya kasus pencemaran udara juga mendorong The Air Conversation Commission untuk menaruh perhatian lebih terhadap udara bersih. Sikap dari komisi ini berpijakan pada 4 alasan utama mengenai pentingnya usaha konservasi udara, yaitu: 57 i Udara merupakan domain publik yang tidak mengenal batas wilayah administrasi dan tidak berada dalam kekuasaan suatu wilayah yurisdiksi negara tertentu, sehingga perlu adanya komitmen bersama; ii Pencemaran udara merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan modern sekarang ini, hal tersebut diperlihatkan dengan tingginya tingkat 56 Ibid., hlm. 102. 57 Ibid. Universitas Sumatera Utara pencemaran di kota-kota metropolitan, sehingga mendesak untuk dirumuskan suatu kebijakan dalam pengendalian pencemaran. iii Dalam rangka merumuskan suatu kebijakan untuk pengendalian pencemaran udara, perlu adanya penerapan dari bidang ilmu lain dan membutuhkan suatu pemikiran yang bersifat interdisipliner; iv Metode yang digunakan untuk mengurangi pencemaran udara hendaknya dilakukan dengan tidak menimbulkan pencemaran baru di bidang kehidupan manusia lainnya. Sumber pencemaran udara pun sangat beragam, mulai dari kebakaran kecil di ladang perkebunan, lalu kebakaran besar di Indonesia pada era 1980-an yang menghanguskan lebih dari 3,5 juta hektar hutan di Kalimantan Timur dengan radius kabut asap hingga 13.500 mil persegi 58 dan akibatnya kabut asap berdampak ke negara-negara lain seperti Malaysia dan Singapura, hingga asap yang dihasilkan dari kegiatan industri memiliki kontribusi masing-masing bagi kelayakan udara. Seberapa kecil pun pencemaran yang dihasilkan oleh polluter akan berdampak pada udara baik pada tempat sekitar maupun udara bebas. Pada kondisi tertentu pollutant yang telah berada dalam udara bebas memungkinkan untuk dapat tersebar ke dalam wilayah yurisdiksi negara lain. Banyak hal baik yang bersifat alamiah berupa kecepatan angin dan cuaca sekita dari sumber 58 Around The World; Fire Reported To Ravage Huge Tract in Indonesia Terdapat dalam situs http:www.aroundtheworld;fire reported to Ravage Huge Tract in Indonesia – New York Times.mht. Universitas Sumatera Utara pencemaran serta non alamiah berupa campur tangan manusia dapat mempengaruhi tersebarnya suatu pollutant. 59

B. Dampak dan Penyebab Pencemaran Kabut Asap di Asia Tenggara