Konsep Pembinaan Kepribadian Muslim Menurut Muhammad Iqbal

(1)

Skripsi

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Gelar Pendidikan Islam

Pada Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Oleh Ratika Elsa NIM: 107011001214

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1433 H/2012 M


(2)

(3)

NIM : 1070110001214

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (SI) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan

ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan

hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi berdasarkan Undang-undang yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Mei 2012 Penulis

Ratika Elsa


(4)

(5)

i

orang mempergunakan segenap kemampuannya secara aktif untuk menyesuaikan diri, mengatasi, mengubah, dan menguasai lingkungan sekitar dan dirinya sendiri. Bagi Iqbal, kepribadian itu merupakan suatu perbuatan. Yang mana perbuatan tersebut diatur oleh tujuan yang terpimpin.

Sesuai dengan karakteristik masalah yang diangkat dalam skripsi ini maka dalam penulisannya, penulis menggunakan Metode Riset Kualitatif, yaitu menekankan analisanya pada data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang prilaku yang diamati. Pendekatan kualitatif penulis gunakan untuk menganalisis pemikiran Muhammad Iqbal tentang konsep pembinaan kepribadian muslim. Maka dengan sendirinya penganalisaan data ini lebih di

fokuskan pada Penelitian Kepustakaan (Library Research), yakni dengan

membaca, menelaah dan mengkaji buku-buku dan sumber tulisan yang erat kaitannya dengan masalah yang dibahas.

Adapun dalam pembahasannya penulis menggunakan metode deskriptif karena data yang dikumpulkan berupa kata-kata dan bukan angka-angka. Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu tetapi hanya menggambarkan apa adanya tentang suatu variable, gejala dan keadaan. Selain itu semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang diteliti. Dengan demikian laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut berasal dari naskan atau dokumen lainnya.

Hasil penelitian yang penulis temukan terkait dengan konsep pembinaan kepribadian muslim menurut Muhammad Iqbal yang mengutip hadits yaitu: “Thakhallaqu biakhlaqillah”, Iqbal mengklasifikasikannya kepada dua cara yaitu pertama dengan menanamkan dan mempertahankan sifat-sifat yang dapat memperkuat pribadi seseorang dan kedua dengan menjauhkan atau menyingkirkan sejauh mungkin sifat-sifat yang dapat melemahkan pribadi seseorang.


(6)

ii

tertandingi kepada hamba-hamba-Nya. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita baginda Nabi besar Muhammad SAW yang telah membimbing dan memberikan petunjuk kepada umatnya untuk mencapai kebahagiaan dunia maupun akhirat.

Sebuah nikmat yang sangat besar yang dicurahkan Allah SWT kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penggarapan penulisan skripsi ini dengan judul:”Konsep Pembinaan Kepribadian Muslim menurut Muhammad Iqbal”.

Secara khusus skripsi ini penulis persembahan kepada ayahanda dan ibunda tercinta Bapak H. Jamhuri dan ibu Sukaesih, yang dengan penuh kasih sayang, ketulusan dan kesabaran serta perhatiannya telah memberikan semangat yang terbaik dan tiada terhingga bagi penulis.

Dan dalam penyusunan skripsi ini penulis telah banyak dibantu oleh beberapa pihak, baik berupa sumbangan pikiran, tenaga, moril maupun materil. Maka dengan penuh ketulusan dalam kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Rifat Syauqi Nawawi MA , selaku Dekan Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Bahrissalim, MA, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam dan

Bapak Drs. Safiudin Shidiq, MA selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam.

3. Bapak Dr. Anshori, MA, selaku dosen pembimbing akademik.

4. Bapak Dr. Abdul Fattah Wibisono, MA, selaku dosen pembimbing skripsi ini yang telah membimbing dan meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya


(7)

iii banyak referensi.

6. Kepada kakak-kakakku (Marisa, Yuli, Muhidin, Maulana Yusuf)

adik-adikku (Lidia, Ardi dan Satibi) dan keponakanku yang selalu penulis sayangi (Haifa, Jeisya dan Zaidan) serta seseorang yang selama ini telah banyak memberikan supportnya (Yusuf Gunawan) dan telah banyak memberikan kasih sayang serta perhatian dari segi moril maupun materil dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Kepada sahabat-sahabatku (Eva, Zulfa, Mia, Mimi, Intan, Nurfitria

Salimusadri dan Uswatun Hasanah) yang selalu memberikan support, saran dan kritik dalam menyelesaikan skripsi ini. Juga kepada teman-teman che lascar serta kepada teman-teman jurusan Pendidikan Agama Islam angkatan 2007 yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang membalas segala budi baik mereka semua dengan ganjaran yang setimpal dan berlipat ganda. Amin

Akhirnya penulis menyadari bahwa “Tak ada gading yang tak retak” penyusunan skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karenanya kritik serta saran yang konstruktif sangat penulis harapkan.


(8)

iv

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat penelitian ... 6

G. Metodologi Penelitian ... 6

H. Fokus Penelitian ... 7

I. Sumber Data ... 8

J. Prosedur Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN TEORITIK ... 10

A. Pembinaan Kepribadian Muslim ... 10

1. Pengertian Pembinaan ... 10

2. Upaya-upaya dalam Pembinaan Kepribadian Muslim ... 11

B. Kepribadian Muslim ... 13

1. Pengertian Kepribadian Muslim ... 13

2. Pola-pola Kepribadian Muslim ... 16

3. Unsur-unsur Pembentuk Kepribadian Muslim ... 17

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepribadian Muslim ... 21

a. Heredity ... 22

b. Pengalaman ... 23

c. Kebudayaan ... 25

BAB III BIOGRAFI MUUHAMMAD IQBAL ... 28

A. Kehidupan Iqbal ... 29

B. Pendidikan dan Karir Iqbal ... 31

C. Karya-karya Iqbal ... 33


(9)

v

1. Hal-hal yang dapat memperkuat kepribadian ... 49

a. „Isysq Muhabbat ... 49

b. Faqr ... 51

c. Keberanian ... 51

d. Toleransi ... 52

e. Kasb I Halal ... 52

f. Kreatif ... 53

2. Hal-hal yang dapat melemahkan kepribadian ... 53

a. Takut ... 53

b. Meminta-minta (su‟aal) ... 54

c. Perbudakan ... 55

d. Sombong ... 55

BAB V KESIMPULAN ... 58

A. Kesimpulan ... 58

B. Saran ... 60 DAFTAR PUSTAKA


(10)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kepribadian bukanlah sesuatu yang dapat dikenakan ataupun ditanggalkan sebagaimana orang mengenakan pakaian ataupun mengikuti gaya mode tertentu. Kepribadian adalah tentang diri pribadi secara keseluruhan. Kepribadian juga merupakan sesuatu yang unik pada setiap masing-masing individu.

Thomae seorang pelopor bigrafik psikologis berpendapat bahwa dalam teori kepribadian ditekankan bahwa setiap pribadi mempunyai ciri-cirinya yang khas. Tidak ada seorangpun yang mempunyai ciri seratus persen sama dengan orang lain. Setiap orang memiliki pribadi yang khusus, selain itu juga ada suatu stabilitas dalam kepribadian seseorang hingga dapat dikatakan ada suatu identitas pribadi.1

Menurut Gordon Allport seorang psikolog pakar kepribadian asal Jerman yang dikutip oleh Inge Hutagalung, memberikan definisi kepribadian dengan: “Organisasi dinamis dalam individu sebagai sistem psikofisik yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan.” Personality is

1Rafi Sapuri, Psikologi Islam:Tuntunan Jiwa Manusia Modern, (Jakarta: PT. Raja Grafindo


(11)

the dynamic organization within the individual of those psychophysical systems that determine his unique adjustment to his environment.2

Lebih lanjut, Muhammad Ismail memaparkan dalam bukunya yang berjudul Bunga Rampai Pemikiran Islam, yaitu:

Kepribadian adalah diri setiap orang yang terdiri dari pola pikir (aqliyah) dan pola sikap (nafsiyah). Tidak ada hubungan dengan wajah, bentuk tubuh, kerapian berbusana atau hal-hal lainnya. Sebab semua itu hanyalah merupakan asesoris semata. Adalah suatu kedangkalan berfikir, bila seseorang menyangka bahwa asesoris semacam ini sebagai salah satu faktor kepribadian. Sebab manusia dapat dibedakan melalui akal dan tingkah lakunya dan inilah yang akan menunjukkan tinggi rendahnya derajat seseorang.3

Pernyataan organisasi dinamis menunjukkan adanya kenyataan bahwa kepribadian itu selalu berkembang dan berubah. Walaupun pada saat yang sama ada organisasi system yang mengikat dan menghubungkan berbagai komponen/sifat dari kepribadian itu. Organisasi kepribadian meliputi kerja jiwa dan juga fisik yang tidak terpisah dalam kesatuan yang utuh. Ia juga mengandung kecenderungan-kecenderungan determinasi yang memainkan peranan aktif dalam tingkah laku individu. Oleh karena itu, kepribadian adalah sesuatu yang

mendorong dan mendominasi dilakukannya sesuatu.4

Dari penjelasan di atas dapat diambil sebuah gambaran bahwa kepribadian itu sesuatu yang mencirikan identitas seseorang yang khas dan unik yang ditentukan oleh pola sikap dan pola fikir tertentu dari individu yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Kepribadian setiap masing-masing individu tentu berbeda dan hal itu menjadikan manusia menjadi unik.

Kepribadian muslim dari kepribadian orang perorang (Individu) dan kepribadian dalam kelompok masyarakat (Ummah). Kepribadian individu

2Inge Hutagalung, Pengembangan Kepribadian Tinjauan Praktis Menuju Pribadi Positif,

(Jakarta: PT. Indeks, 2007), h. 1

3Muhammad Ismail, Bunga Rampai Pemikiran Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999),

h.20.


(12)

meliputi ciri khas seseorang dalam sikap dan tingkah laku, serta kemampuan intelektual yang dimilikinya. Karena adanya unsur kepribadian yang secara individu, seorang muslim akan memiliki ciri khas masing-masing. Demikian akan ada kepribadian antara seorang muslim dengan muslim lainnya walaupun sebagai individu, masing-masing pribadi itu berbeda. Tapi dalam pembentukan kepribadian muslim sebagai ummah perbedaan itu dipadukan.5

Kepribadian manusia merupakan suatu misteri yang penuh dengan dinamika. Setiap manusia memiliki suatu keunikan tersendiri yang berbeda dengan yang lain, hal tersebut tergantung pada diri masing-masing bagaimana pengaruh-pengaruh yang muncul baik dari dalam diri maupun dari luar dirinya diolah dan diproses.

Namun sering kali kepribadian dipersepsikan secara kurang tepat oleh sebagian banyak orang. Seperti pendapat Muhammad Ismail di atas bahwa kepribadian seseorang sering dinilai dari wajahnya, bentuk tubuh, kerapihan berbusana dan hal-hal lainnya yang terlihat secara kasat mata. Anggapan seperti ini tidak sepenuhnya salah, namun bila wajah, bentuk tubuh, kerapihan berbusana dan hal-hal lain sebagainya dianggap sebagai salah satu faktor penentu kepribadian atau berpengaruh terhadap kepribadian, maka akan didapatkan suatu pengertian yang tidak mencakup dan menggambarkan hakikat kepribadian.

Berkaitan dengan masalah kepribadian muslim, penulis tertarik dengan salah satu filsuf yang memiliki konsep khudi atau pribadi yaitu Muhammad Iqbal. Di mana Iqbal menjelaskan tentang pribadi muslim dalam bukunya Asrar I Khudi, yang membahas sejarah, tentang bagaimana memperkuat pribadi, menyusun ummat dan juga pesan-pesan guru-guru purba untuk zaman sekarang, sifat-sifat muslim, sifat-sifat buruk yang harus dihindari, peringatan supaya berhati-hati terhadap mistik yang dapat melemahkan roh dan sebagainya yang semuanya itu dituangkan oleh Iqbal dalam bentuk syair yang panjang.6

5Jalaludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003) Cet ke-3,h. 197.


(13)

Dalam buku Asrar I Khudi sebenarnya melukiskan kehidupan individual dari seorang Islam yang hendak dikesani Iqbal supaya sadar tentang tugasnya di dunia, tapi lambat laun dalam seluruh untaian syair yang amat panjang ini, digambarkannya segala segi wujud manusia sebagai makhluk yang termulia di tengah-tengah alam semesta.7

Muhammad Iqbal sebagai seorang pemikir muslim modern dengan disemangati sikap mengembangkan ide yang relevan, membangkitkan usaha gerakan. Iqbal mencoba menterjemahkan pikirannya dalam bentuk kegiatan (gerakan). Pemikiran Iqbal tumbuh dari pemikiran para pemikir yang mendahuluinya. Ia mengumpulkan seluruh buah filsafat dan seni dari Timur dan Barat. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa ia meninggalkan pemikiran para pendahulunya, tempat ia menemukan semuanya itu. Yang ia kumpulkan dari sumber lain, dipakainya sebagai landasan tempat ia membangun bangunan besar sistemnya sendiri. Seperti halnya pemikir-pemikir besar lainnya, dalam dirinya “semua pemikiran yang mendahuluinya dibentuk kembali dibawah cahaya kejeniusannya.”8

Iqbal amat dalam tinjaunnya tentang filsafat dan sejarah Islam serta telaahnya tentang filsafat barat. Menurutnya bahwa Intelektualisme Hindi dan Pantheisme Islam membinasakan kemauan dan kesanggupan orang Islam akan mengadakan suatu aksi untuk menentukan kejayaannya kembali menjadi zaman keemasan Islam. Maka dibinalah semacam filsafat yang berasal dari hadits Nabi Muhammad SAW: “Tumbuhkanlah dalam dirimu sifat-sifat Tuhan”, yang dipekatkannya dalam bahasa Farsi yakni “Khudi” yang berarti pribadi. Lafaz Khudi ini memang menurut tata bahasa Farsi dan Urdu ialah bentuk kecil dari kata khuda yang berarti Tuhan.9

Dari pemaparan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang konsep pembinaan kepribadian muslim yang dikemukakan oleh

7Muhammad Iqbal, Asrar I Khudi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h.28.

8

M.M. Syarif, Iqbal tentang Tuhan dan Keindahan, Terj. Yusuf Jamil, (Bandung: Mizan,

1993), h.80.


(14)

salah satu ilmuwan muslim yang menggagas konsep tentang khudi atau

kepribadian yakni Muhammad Iqbal (1873-1938),sehingga skripsi ini penulis beri

judul: “KONSEP PEMBINAAN KEPRIBADIAN MUSLIM MENURUT MUHAMMAD IQBAL”. Skripsi ini diberi judul seperti itu karena pembinaan kepribadian muslim sangat penting bagi para generasi muslim agar tidak terjerumus kepada hal-hal yang bersifat duniawi.

B. Identifikasi Masalah

1. Pandangan Muhammad Iqbal tentang Tuhan

2. Gagasan Muhammad Iqbal tentang Insan Kamil

3. Konsep Khudi menurut Muhammad Iqbal

C. Pembatasan Masalah

Untuk memfokuskan penulis mengenai konsep khudi atau kepribadian yang digagas oleh Muhammad Iqbal, penulis membatasi permasalahannya yaitu:

1. Pandangan Muhammad Iqbal tentang kepribadian muslim

2. Konsep pembinaan kepribadian muslim menurut Muhammad Iqbal

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka untuk mempermudah penulis, masalah di atas dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa pandangan Muhammad Iqbal mengenai Kepribadian Muslim?

2. Bagaimana konsep pembinaan kepribadian muslim menurut Muhammad

Iqbal?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian dan pengkajian serta penyusunan skripsi ini adalah untuk mengetahui konsep pembinaan kepribadian muslim menurut Muhammad Iqbal.


(15)

F. Manfaat Penelitian

Kegunaan pengkajian dan penelitian yang dilakukan dalam penyusunan skripsi ini:

a. Untuk memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam tentang

kepribadian muslim.

b. Untuk mengetahui konsep pemikiran pembinaan kepribadian muslim

menurut Muhammad Iqbal.

c. Untuk mengembangkan wawasan mengenai khazanah konsep

kepribadian Muslim dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

d. Untuk memberi gambaran bagi para pembaca, para orang tua, dan

masyarakat pada umumnya mengenai konsep kepribadian muslim. G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat Kualitatif. Riset kualitatis memproses pencarian gambaran data dari konteks kejadian secara langsung sebagai upaya melukiskan peristiwa sepersis kenyataannya, yang berarti membuat pelabgai kejadiannya seperti merekat dan melibatkan perspektif yang partisipatif di dalam pelbagai kejadian, serta menggunakan penginduksian dalam menjelaskan gambaran

fenomena yang diamatinya.10 Dengan demikian, pendekatan kualitatif

menekankan analisanya pada data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pendekatan kualitatif penulis gunakan untuk menganalisis pemikiran Muhammad Iqbal tentang konsep pembinaan kepribadian muslim. Maka dengan sendirinya penganalisaan data ini lebih difokuskan pada penelitian Kepustakaan (Library Research), yakni dengan membaca, menelaah dan mengkaji sumber tulisan yang erat kaitannya dengan masalah yang dibahas.

10Septiawan Sntana K, Menulis Ilmiah; Metode Penelitian Kualitatif, ( Jakarta: Yayasan


(16)

2. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif karena data yang dikumpulkan berupa kata-kata dan bukan angka-angka. Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu tetapi hanya menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala atau keadaan.11

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Studi dokumentar, yaitu studi yang dilakukan dengan mempelajari

sumber-sumber informasi milik onjek yang ditulis secara langsung tanpa perantara.

b. Studi kepustakaan, yaitu studi yang dilakukan dengan mempelajari

literature yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti dengan mengumpulkan data-data melalui bahwna bacaan seperti teks book, Jurnal ataupun artikel yang memiliki relevansi dengan penelitian ini guna mendapatkan landasan teoritis.

4. Teknik analisis data

Teknik analisa data yang digunakan adalah analisis deskriptif yang berttujuan untuk mendapatkan pemahaman yang tepat mengenai obyek penelitian dengan tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis.12 Analisis data dilakukan dengan cara mendeskripsikan data-data secara sistimatis dan diformulasikan sedemikian rupa hingga diperoleh kesimpulan yang komprehensif.

H. Fokus Penelitian

Subjek penelitian ini adalah pandangan Muhammad Iqbal mengenai konsep kepribadian muslim, sedangkan objek penelitiannya yaitu pembinaan kepribadian muslim menurut pandangan Muhammad Iqbal.

Cara penyajiannya bersifat deskriptif analitik. Penyajian deskriptif adalah menjelaskan tentang pengertian, maksud dan tujuan dari pembinaan kepribadian

11Suharsimi Arikunto, Manajemen Peneltian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 234.


(17)

muslim. Analisisnya adalah menganalisa pemikiran Muhammad Iqbal dengan berbagai dalil-dalil yang memiliki keterkaitan, baik dalil Qurán maupun al-Hadits dan beberapa disiplin ilmu pengetahuan.

I. Sumber Data

Dalam mengumpulkan data, penulis sepenuhnya menggunakan metode penelitian kepustakaan. Untuk mendapatkan data-data penelitian, penulis mengumpulkan bahan kepustakaan terutama yang berkaitan dengan kepribadian remaja muslim. Sumber data dalam penelitian ini ada dua, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.

a. Sumber data Primer adalah sumber data utama yang akan menjadi

rujukan dalam kajian ini. Diantaranya adalah :

 Muhammad Iqbal, Asrar-I Khudi Rahasia-rahasia Pribadi, Jakarta: Bulan Bintang, 1976.

b. Sumber data Sekunder adalah sumber data pendukung yang melengkapi sumber data primer. Diantaranya adalah :

 Alisuf Sabri, Pengantar Umum dan Psikologi Perkembangan,

Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, cet ke-1, 1993

 Donny Ghahral Adian, M.Iqbal: Seri Tokoh filsafat, Jakarta: Teraju, 2003.

 Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama,

cet ke-3, 2002.

 Inge Hutagalung, Pengembangan Kepribadian tinjauan Praktis

Menuju Pribadi Positif, Jakarta: PT. Indeks, 2007.

 Jalaludin, Teologi Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet ke-3, 2003.

 M. M Syarif, Iqbal Tentang Tuhan dan Keindahan, Terj. Yusuf Jamil, Bandung: mizan, 1993

 Rafi Sapuri, Psikologi Islam: tuntunan Jiwa Manusia Modern,

Jakarta: PT raja Grafindo Persada, 2009.

 Rifat Syauqi Nawawi, Kepribadian Qur’ani, Tangerang: WNI Press,


(18)

J. Prosedur Penelitian

a. Tahap Persiapan

Pada tahapan ini penulis mengadakan kunjungan kepustakaan dalam rangka mengumpulkan data.

b. Tahap Pelaksanaan

Tahapan ini pelulis mengumpulkan data dari buku-buku sumber yang diperoleh dari kepustakaan untuk penelitian.

c. Tahap Penyelesaian

Dalam tahap ini penulis menyimpulkan hasil observasi dan kemudian menafsirkan serta menyusun data dalam bentuk hasil penelitian (laporan).

Teknik penulisan ini berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Skrispsi yang diterbitkan oleh fakultas Ilmu tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif hidayatullah Jakarta, 2007”.


(19)

10

BAB II

KAJIAN TEORITIK A. Pembinaan Kepribadian Muslim

1. Pengertian Pembinaan

Pembinaan diartikan sebagai proses, perbuatan, usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna untuk memperoleh hasil yang baik.1

Pengertian pembinaan menurut psikologi dapat diartikan sebagai upaya memelihara dan membawa suatu keadaan yang seharusnya terjadi atau menjaga keadaan sebagaimana seharusnya. Dalam manajemen pendidikan luar sekolah, pembinaan dilakukan dengan maksud agar kegiatan atau program yang sedang dilaksanakan selalu sesuai dengan rencana atau tidak menyimpang dari hal yang telah direncanakan.2

Secara umum pembinaan disebut sebagai sebuah perbaikan terhadap pola kehidupan yang direncanakan. Setiap manusia memiliki tujuan hidup tertentu dan ia memiliki keinginan untuk mewujudkan tujuan tersebut. Apabila tujuan

1Tim Penyusun kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Kamus Bahasa, Kamus Besar

Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), Cet. ke-10, h. 134.

2Kang Abied (online ) Pembinaan:


(20)

hidup tersebut tidak tercapai maka manusia akan berusaha untuk menata ulang pola kehidupannya.3

Berdasarkan pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pembinaan dapat ditinjau dari dua sudut pandang, yaitu berasal dari sudut pembaharuan dan berasal dari sudut pengawasan. Pembinaan yang berasal dari sudut pembaharuan yaitu mengubah sesuatu menjadi yang baru dan memiliki nilai-nilai lebih baik bagi kehidupan masa yang akan datang. Sedangkan pembinaan yang berasal dari sudut pengawasan yaitu usaha untuk membuat sesuatu lebih sesuai dengan kebutuhan yang telah direncanakan.

2. Upaya-upaya dalam Pembinaan

Untuk mendekatkan remaja pada suatu pemecahan yang tepat, maka hendaknya ditinjau terlebih dahulu dari subjeknya, yaitu dengan mengetahui keadaan remaja dan sifat-sifatnya serta beberapa faktor dan penyebab timbulnya problem remaja, maka seterusnya perlu diadakan pengulangan, pemecahan masalah remaja/ jalan keluarnya.

Untuk menghindari membengkaknya problem yang dihadapi oleh remaja maka perlu sekali diadakan pencegahan yang terarah diantaranya:

a. Tindakan Preventif

Yaitu segala tindakan yang bertujuan mencegah timbulnya kenakalan-kenakalan, dapat dilakukan dengan pendekatan informal (keluarga), pendekatan formal (sekolah) atau juga melalui pendekatan nonformal (masyarakat).4

1. Pembinaan pendidikan keluarga dilakukan dengan cara :

a. Menghindari keretakan rumah tangga

b. Menanamkan pendidikan agama yang sesuai dengan tingkat

perkembangannya misalnya keimnan, akhlak dan ibadah.

c. Pemeliharaan hubungan kasih sayang yang adil dan merata, atara

sesama anggota keluarga.

3kang Abied, www.masbied.com/pengertian-pembinaan-menurut-psikologi.


(21)

d. Pengawasan yang intensif terhadap gejala aktivitas yang dilakukan oleh anak-anak dengan menekankan kemungkinan berprilaku negatif.

e. Pemberian kesibukan yang bermanfaat dan tanggung jawab.

f. Pembagian peranan dan tanggung jawab di antara para anggota

keluarga.5

2. Pembinaan Pendidikan formal dilakukan dengan cara :

a. Mengintensifkan pelajaran pendidikan agama.

b. Mengadakan pembenahan dan pemenuhan sarana dan prasarana

pendidikan.

c. Penerapan metodologi belajar mengajar yang efektif.

d. Dalam pelaksanaan kurikulum hendaknya memperhatikan

keseimbangan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik yang memadai.

e. Mengadakan identifikasi dan bimbingan mengenai bakat, minat,

kemampuan dan penyalurannya.

f. Melatih dan membiasakan anak untuk bekerja sama dan berorganisasi seperti OSIS dan yang lainnya.6

3. Pembinaan Pendidikan non formal (Masyarakat)

Masyarakat adalah tempat pendidikan yang ketiga sesudah rumah tangga dan sekolah. Pembinaan masyarakat dimaksudkan untuk mengisi waktu senggang dengan kegiatan yang bermanfaat misalnya meningkatkan

pendidikan kepramukaan, penyuluhan mental agama, pendidikan

keterampilan, pembinaan olah raga, perluasan perpustakaan, Palang Merah remaja, Karang Taruna, Remaja Mesjid dan usaha-usaha lainnya.

b. Tindakan Represif

Tindakan untuk menindas dan menahan kenakalan remaja sesering mungkin atau menghalangi timbulnya peristiwa kenakalan yang lebih hebat, ruang lingkup tindakan represif meliputi :

1. Razia terhadap tempat-tempat atau barang-barang yang dapat dijadikan

tempat atau alat berbuat nakal oleh remaja.

5Kang Abied, www.masbied.com/pengertian-pembinaan-menurut-psikologi.


(22)

2. Penyidikan atau pengusutan dan pemeriksaan terhadap remaja yang berbuat nakal.

3. Penahanan sementara untuk kepentingan pemeriksaan dna perlindungan

bagi remaja.

4. Penuntutan dan peradilan terhadap perkara yang melanggar hukum.7

c. Tindakan Kuratif

Selanjutnya ialah usaha atau tindakan secara kuratif dan rehabilitasi, yaitu setelah usaha dan tindakan yang lain dilaksanakan. Tindakan ini merupakan pembinaan khusus untuk memecahkan dan menanggulangi problem kenakalan remaja. Pembinaan khusus untuk memberikan kesan yang baik, bahwa seorang remaja itu diperbaiki dan diberikan dorongan, kesempatan dan fasilitas menjadi baik kembali sesudah melakukan sesuatu yang dianggap tidak wajar atau tercela.

B. Kepribadian Muslim

1. Pengertian Kepribadian Muslim

Rifat Syauqi mengutip dari Sartain yang menyatakan bahwa kata “kepribadian” berbeda dengan kata “pribadi”. Pribadi artinya “person” (individu, diri). Sedangkan kepribadian yaitu terjemahan dari bahasa Inggris “personality” yang pada mulanya berasal dari bahasa Latin “per” dan “sonare”

yang kemudian berkembang menjadi kata “persona” yang berarti topeng. Pada zaman romawi kuno, seorang aktor menggunakan topeng itu untuk menyembunyikan identitas dirinya agar memungkinkannya untuk bisa memerankan karakter tertentu sesuai dengan tuntutan skenario permainan

dalam sebuah drama.8

Dalam pengertian yang lebih rinci, William Stern mengemukakan

kepribadian adalah suatu kesatuan banyak (unita multi complex) yang

diarahkan kepada tujuan-tujuan tertentu dan mengandung sifat-sifat khusus seseorang yang bebas menentukan dirrinya sendiri. Menurutnya, ada tiga hal yang menjadi ciri khas kepribadian, yaitu: pertama, kesatuan banyak terdiri dari

7Kang Abied, www.masbied.com/pengertian-pembinaan-menurut-psikologi.


(23)

unsur-unsur yang banyak dan tersusun secara berjenjang dari unsur yang berfungsi tinggi ke unsur yang terendah. Kedua, bertujuan untuk mempertahankan diri dan mengembangkan diri. Ketiga, individualitas yaitu merdeka untuk menentukan diri sendiri secara luar sadar.9

Kepribadian muslim dapat dilihat secara perorangan (individu) dan juga secara perkelompok (ummah). Kepribadian individu meliputi ciri khas seseorang dalam sikap dan tingkah laku serta kemampuan intelektual yang dimilikinya. Karena adanya unsur kepribadian yang dimiliki masing-masing, maka sebagai individu seorang muslim akan menampilkan ciri khasnya masing-masing. Dengan demikian akan ada perbedaan kepribadian antara

seorang muslim dengan muslim lainnya.10

Manusia tercipta dan terlahir sebagai pribadi yang khas, unik dan sempurna. Inge Hutagalung memaparkan tentang hal ini dalam bukunya yang berjudul Pengembangan Kepribadian dengan kata-kata :

Tidak ada dua orang yang benar-benar sama dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan. Jadi, dengan demikian bahwa tidak ada dua orang yang mempunyai kepribadian yang sama. Contoh : manusia adalah makhluk yang unik dan ciptaan Tuhan yang paling sempurna di dunia. Keunikan pada manusia meskipun dilahirkan sebagai dua anak kembar, tetapi tetap merupakan dua pribadi yang berbeda. Secara fisik memang ada kemiripan, terutama yang dilahirkan dengan jenis kelamin sama, namun secara kejiwaan mereka tidak sama.11

Dari kutipan di atas menjelaskan bahwa tidak ada orang yang sama dalam caranya menyesuaikan diri terhadap lingkungan, inilah salah satu penampakan yang mencirikan suatu kepribadian.

Selanjutnya Jalaludin mengutip pendapat Whaterington yang

menyimpulkan bahwa kepribadian memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

9Jalaludin, Teologi pendidikan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003), cet. 3, h. 192.

10Jalaludin, Teologi pendidikan,… h. 196.

11Inge Hutagalung, Pengembangan Kepribadian tinjauan Praktis Menuju Pribadi positif,


(24)

1. Manusia karena keturunannya mula-mula hanya merupakan individu dan barulah menjadi suatu pribadi setelah mendapat (menerima) pengaruh dari lingkungan sosialnya dengan cara belajar.

2. Kepribadian adalah istilah untuk menanamkan tingkah laku seseorang

yang secara terintegrasi merupakan kesatuan.

3. Kepribadian untuk menyatakan pengertian tertentu yang ada pada pikiran

orang lain, dan pikiran tersebut ditentukan oleh nilai dari perangsang sosial seseorang.

4. Kepribadian tidak menyatakan sesuatu yang bersifat seperti bentuk badan,

ras, akan tetapi merupakan gabungan dari keseluruhan dan kesatuan tingkah laku seseorang.

5. Kepribadian tidak berkembang secara pasif, tetapi setiap pribadi

menggunakan kapasitasnya secara aktif untuk menyesuaikan diri kepada lingkungan sosialnya.12

Dari pernyataan di atas, dapat dipahami bahwa kepribadian dapat didefinisikan sebagai individuality jika dikaitkan dengan ciri khas yang ditampilkan seseorang, sehingga secara individu seseorang dapat dibedakan dari orang lain. Sebaliknya disebut personality jika dikaitkan dengan tingkah laku seseorang secara lahiriah maupun batiniah, jika dihubungkan dengan sikap dan tingkah laku seseorang yang berhubungan dengan kemampuan intelektual maka disebut mentality. Selanjutnya jika dihubungkan dengan sifat kedirian seseorang sebagai suatu kesatuan dari ciri khas yang dimiliki serta usaha untuk mempertahankan jati diri tersebut dari unsure pengaruh luar disbut identify.13

Secara individu kepribadian muslim mencerminkan cirri khas yang berbeda. Ciri khas tersebut diperoleh berdasarkan potensi bawaan. Dengan

demikian secara potensi (pembawaan/heredity) akan dijumpai adanya

perbedaan kepribadian antara seorang muslim dengan muslim lainnya. Perbedaan itu terbatas pada seluruh potensi yang mereka miliki berdasarkan faktor bawaan masing-masing yaitu meliputi aspek jasmani dan aspek rohani.

12Jalaludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), cet. Ke-3, h.

193.


(25)

Pada aspek jasmani seperti perbedaan bentuk fisik, warna kulit, dan ciri-ciri fisik lainnya. Sedangkan pada aspek rohaniah seperti sikap, mental, tingkat kecerdasan maupun sikap emosi.

2. Pola-pola Kepribadian Muslim

Pola kepribadian yang dimaksud di sini ialah gambaran tentang garis-garis bentuk kepribadian manusia pada umunya. Menurut ahli psikologi bahwa pola kepribadian ini terdiri dari 2 bagian, yaitu:

a. The concept of self yang merupakan pusat bentuk kepribadian

b. Trait yang merupakan kemudi atau roda dar kepribadian itu. Trait ini berhubungan erat dan sangat dipengaruhi oleh bagian pusat atau self concept.

Manusia adalah makhluk yang berkeyakinan yaitu mmeyakini adanya benar dan salah. Ia bekali beberapa sifat untuk mendekati kekuatan yang paling sempurna ditandai dengan adanya rasa takut, cinta dan tunduk. Ketiganya biasa disebut perangai dan mungkin merupakan perangai paling awal yang ditanamkan dalam jiwa manusia.

Al-Quran mengemukakan sebuah contoh tentang rasa rindu manusia kepada kesempurnaan sebagaimana yang dialami Nabi Ibrahim a.s. Pada kasus Nabi Ibrahim a.s. kita dapat melihat gambaran tentang pencarian dan ketundukan manusia terhadap kekuatan supranatural kendatipun sebenarnya nisbi. Kemudian lahirlah fenomena-fenomena alam, matahari dan bulan.14 Allah SWT berfirman:
















































(26)



































Artinya : “Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya, Aazar,

"Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata.. dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (kami yang terdapat) di langit dan bumi dan (kami memperlihatkannya) agar Dia Termasuk orang yang yakin. ketika malam telah gelap, Dia melihat sebuah bintang (lalu) Dia berkata: "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam Dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam." Kemudian tatkala Dia melihat bulan terbit Dia berkata: "Inilah Tuhanku". tetapi setelah bulan itu terbenam, Dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaKu, pastilah aku Termasuk orang yang sesat." Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, Dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar". Maka tatkala matahari itu terbenam, Dia berkata: "Hai kaumku, Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah Termasuk orang-orang

yang mempersekutukan Tuhan.15

3. Unsur-unsur Pembentuk Kepribadian Muslim

Menurut Mujib yang dikutip oleh Rafi Sapuri menyatakan bahwa pengembangan kepribadian Islam adalah usaha secara sadar yang dilakukan

15 Bachtiar Surin, Terjemah dan Tafsir al-Quran 30 Juz Huruf Arab dan Latin, (Bandung:


(27)

oleh individu untuk memaksimalkan daya-daya insaninya agar ia mampu realisasi dan aktualisasi diri lebih baik sehingga memperoleh kualitas hidup di dunia maupun di akhirat. Manusia yang baik tidak dapat dilihat dari kadar (ukuran) fisik dan potensi diri berupa bakat dan kekuatan atau sesuatu yang lain berupa kekhasannya. Namun, perjalanan arah hidup yang difokuskan kea rah kebaikan (as-shirat al-mustaqim ila al-haqq) itulah manusia yang baik.16

Dengan demikian pengembangan kepribadian Islam adalah setiap usaha individu dengan kekhasan daya insaninya yang menempuh perjalanan hidup secara fisik dan psikis ke arah kebenaran (al-haqq). Statement ini mengandung tiga unsur sebagai suatu keterkaitan terpadu (centered relationship), yaitu kehasan daya insane, perjalanan hidup dan kebenaran.

Seseorang disebut memiliki kepribadian muslim manakala dalam mempersepsi sesuatu, dalam bersikap terhadap sesuatu dan dalam melakukan sesuatu dikendalikan oleh pandangan hidup muslim. Karakter seorang muslim terbentuk melalui pendidikan dan pengalaman hidup. Kepribadian seseorang di samping bermodal kapasitas fitrah bawaan sejak lahir dari warisan genetika orangtuanya, ia terbentuk melalui proses panjang riwayat hidupnya, proses internalisasi nilai pengetahuan dan pengalaman dalam dirinya. Dalam perspektif ini, agama yang diterima dari pengetahuan maupun yang dihayati dari pengalaman rohaniah, masuk ke dalam struktur kepribadian seseorang. Orang yang menguasai ilmu agama atau ilmu akhlak (sebagai ilmu) tidak otomatis memiliki kepribadian yang tinggi, karena kepribadian bukan hanya aspek pengetahuan.17

Pada umumnya, penentuan unsur-unsur pembentuk kepribadian oleh para ahli berbeda-beda. Perbedaan ini terlihat dari sudut pandang mereka yang digunakan dalam memahami kepribadian itu sendiri. Ada yang memahami kepribadian itu sendiri. Ada yang memahami unsur pembentuk kepribadian dengan terlebih dahulu berangkat dari pembahasan tentang substansi manusia.

16Rafi Sapuri, Psikologi Islam: Tuntunan Jiwa Manusia Modern, (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2009), h.109.

17Achmad Mubarok, Psikologi Keluarga Dari Keluarga Sakinah Hingga Keluarga


(28)

Ada yang memahami dari bagaimana manusia berfikir dan mengatur tingkah lakunya dan lain sebagainya.

Menurut Eysenck seperti yang dikutif oleh Ramayulis, yaitu sebagai berikut:

Kepribadian tersusun atas tindakan-tindakan dan disposisi-disposisi yang terorganisasi dalam susunan hirarkis, berdasarkan atas keumuman dan kepentingannya, diurut dari yang paling bawah ke yang paling tinggi yaitu: 1. Specific response, yaitu tindakan atau respons yang terjadi pada suatu

keadaan atau kejadian tertentu.

2. Habitual response memiliki corak yang lebih umum daripada specific response, yaitu respons yang berulang-ulang terjadi jika individu menghadapi kondisi atau situasi sejenis.

3. Trait, yaitu habitual response yang saling berhubungan satu sama lain yang cenderung ada pada individu tertentu.

4. Type yaitu organisasi yang lebih umum dan lebih mencakup lagi.18

Kepribadian secara utuh hanya mungkin dibentuk melalui pengaruh lingkungan, khususnya pendidikan. Adapun sasaran yang dituju dalam pembentukan kepribadian ini adalah kepribadian yang memiliki akhlak yang mulia. Tingkat kemuliaan akhlak erat kaitannya dengan tingkat keimnan. Sebab Nabi mengemukakan “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang mukmin yang paling baik akhlaknya”. Pencapaian tingkat akhlak yang

mulia merupakan tujuan pembentukan kepribadian muslim.19

Pembentukan kepribadian muslim pada dasarnya merupakan upaya untuk mengubah sikap ke arah kecenderungan kepada nilai-nilai keislaman. Perubahan sikap, tentunya tidak terjadi secara spontan. Semuanya berjalan dalam suatu proses yang panjang dan berkesinambungan. Di antara proses tersebut digambarkan oleh adanya hubungan dengan obyek, wawasan,

18Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mullia, 2002), h. 106-107

19Jalaludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), cet. Ke-3,


(29)

peristiwa atau ide (attitude have referent) dan perubahan sikap harus dipelajari (attitude are learned).20

Dengan demikian pembentukan kepribadian muslim pada dasarnya merupakan suatu pembentukan kebiasaan yang baik dan serasi dengan nilai-nilai akhlaq al-karimah. Untuk itu setiap muslim dianjurkan untuk belajar seumur hidup, sejak lahir (dibesarkan dengan yang baik) hingga di akhir hayat (tetap dalam kebaikan). Pembentukan kepribadian melalui pendidikan tanpa henti (life long education), sebagai suatu rangkaian upaya menurut ilmu dan nilanilai keislaman, sejak dari buaian hingga ke liang lahat.

Pembentukan kepribadian muslim secara menyeluruh adalah

pembentukan yang meliputi berbagai aspek, yaitu:

1. Aspek idiil (dasar), dari landasan pemikiran yang bersumber dari dari ajaran wahyu.21

2. Aspek materiil (bahan), berupa pedoman dan materi ajaran terangkum dalam materi bagi pembentukan akhlaq al-karimah.22

3. Aspek sosial, menitik beratkan pada hubungan yang baik antara sesama

makhluk, khususnya sesama manusia.23

4. Aspek teologi, pembentukan kepribadian muslim ditujukan pada

pembentukan nilai-nilai tauhid sebagai upaya untuk menjadikan kemampuan diri sebagai pengabdi Allah yang setia.24

5. Aspek teleologis (tujuan), pembentukan kepribadian muslim mempunyai

tujuan yang jelas.25

6. Aspek duratif (waktu), pembentukan kepribadian muslim dilakukan sejak

lahir hingga meninggal dunia.

7. Aspek dimensional, pembentukan kepribadian muslim dilakukan atas

penghargaan terhadap faktor-faktor bawaan yang berbeda (perbedaan individu).26

20Jalaludin, Teologi Pendidikan, …, h. 200

21Jalaludin, Teologi Pendidikan, …,h. 203.

22Jalaludin, Teologi Pendidikan, …,h. 203.

23 Jalaludin, Teologi Pendidikan, …,h. 204.

24Jalaludin, Teologi Pendidikan, …,h. 204.


(30)

8. Aspek fitrah manusia, yaitu pembentukan kepribadian muslim meliputi bimbingan terhadap peningkatan dan pengembangan kemampuan jasmani, rohani dan ruh.27

Pembentukan kepribadian muslim merupakan pembentukan kepribadian yang utuh, menyeluruh terarah dan berimbang. Konsep ini cenderung dijadikan alasan untuk member peluang bagi tuduhan bahwa filsafat pendidikan Islam bersifat apologis (memihak dan membenarkan diri). Penyebabnya antara lain adalah ruang lingkupnya yang terlalu luas, kemudian tujuan yang akan dicapainyapun terlampau jauh sehingga dinilai sulit untuk diterapkan dalam suatu sistem pendidikan.

Pembentukan kepribadian muslim sebagai individu, keluarga, masyarakat maupun ummah pada hakikatnya berjalan seiring dan menuju kepada tujuan yang sama. Tujuan utamanya yaitu guna merealisasikan diri, baik secara pribadi (individu) maupun secara komunitas (ummah) untuk menjadi pengabdi Allah SWT yang setia. Tunduk dan patuh terhadap ketentuan-ketentuan yang

diberika Allah SWT.28

Dalam teori-teori kepribadian, kepribadian terdiri dari trait dan tipe (type). Trait sendiri dijelaskan sebagai konstruk teoritis yang menggambarkan konsistensi respon individu dalam situasi yang berbeda-beda. Sedangkan tipe adalah pengelompokkan bermacam-macam trait. Dibandingkan dengan konsep trait, tipe memiliki tingkat regularity dan generality yang lebih besar daripada trait.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepribadian Muslim

Dalam mempelajari kepribadian, maka diperlukan pengetahuan tentang bagaimana sifat-sifat/ciri kepribadian itu terbentuk dan bagaimana proses perkembangannya. Alisuf Sabri menuliskan dalam bukunya Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, bahwa totalitas kepribadian individu terbentuk melalui interaksi ketiga faktor, yaitu:

26Jalaludin, Teologi Pendidikan, …,h. 204.

27Jalaludin, Teologi Pendidikan, …,h. 204.


(31)

1. Heredity (pembawaan/genetik)

Kepribadian bukanlah semata-mata faktor bawaan sejak lahir, akan tetapi juga merupakan hasil pembelajaran hidup. Kepribadian senantiasa dapat dikembangkan ke arah yang lebih baik melalui proses belajar. Seorang yang memiliki kepribadian yang menarik adalah individu yang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan memiliki kestabilan emosi yang mantap.29

Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh heredity terhadap perkembangan kepribadian, kita dapat memperolehnya dari beberapa hasil penelitian yang dilakukan para ahli psikologi. Misalnya dengan cara membandingnkan antara dua orang yang hereditasnya sama namun hidup dalam lingkungan yang berbeda. Dalam hal ini, apabila heredity memang merupakan faktor yang lebih besar pengaruhnya bagi pembentukan kepribadian, maka lingkungan yang berbeda tidak akan berpengaruh terhadap kepribadian si anak kembar tersebut.

Sekalipun dalam kenyataannya si kembar banyak dipengaruhi oleh kerjasama lingkungan, pada umumnya para orang tua cenderung memperlakukan anak kembar secara kembar segala-galanya (nama, baju, mainan dan sebagainya), hal ini berarti kepribadian dapat diperngaruhi oleh lingkungan (tanpa faktor heredity/pembawaan).

Tetapi adapun hasil penelitian yang dilakukan para ahli psikologi yang membuktikan bahwa kesamaan kepribadian tidak cukup dipengaruhi oleh lingkungan tersebut. Bagi anak kembar identik yang dipisahkan hidupnya akan tetapi terbukti kepribadian mereka tetap sama, dan kesamaannya tersebut tidak dapat diterangkan oleh faktor lingkungan. Dengan demikian berarti bahwa faktor herediti lebih berpengaruh daripada faktor lingkungan.30

29Inge Hutagalung, Pengembangan Kepribadian tinjauan Praktis Menuju Pribadi

positif, (Jakarta: PT. Indeks, 2007), h.12.

30Alisuf sabri,Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Pedoman Ilmu


(32)

Dalam hal ini Islam mengajarkan bahwa faktor genetika/heredity ikut berfungsi dalam pembentukan kepribadian muslim. Oleh karena itu, filsafat pendidikan Islam memberikan pedoman dalam pendidikan pre-natal (sebelum lahir). Pemilihan calon suami atau istri, sebaiknya memperhatikan latar belakang keturunan masing-masing.

Namun Usman berpendapat lain, ia menyatakan bahwa Kepribadian bukanlah semata-mata faktor bawaan sejak lahir, tetapi juga merupakan hasil pembelajaran hidup. Setidaknya ada dua faktor utama yang dapat mempengaruhi kepribadian seseorang. Pertama, faktor internal individu dan kedua, faktor eksternal individu. Usman Najati menjelaskan tentang hal ini dengan kata-kata:

Para ahli ilmu jiwa modern pernah meneliti batasan setiap pengaruh keturunan (hereditas) dan lingkungan terhadap perbedaan individual. Hasil penelitian tersebut menegaskan adanya faktor keturunan yang signifikan di satu sisi dan faktor lingkungan yang sulit terelakan di sisi lain. Namun, dari semua hasil penelitian itu para psikologi sepakat bahwa kedua faktor antara keturunan dan lingkungan tersebut saling terkait dan memiliki pengaruh satu sama lainnya terhadap karakteristik manusia yang membentuk perbedaan individualnya. Dengan kata lain, masing-masing kedua pengaruh tersebut sulit untuk dipisahkan.31

2. Pengalaman

Meskipun setiap unsure heredity anak mudah mereaksi terhadap pengalaman-pengalaman baru (menurut tingkat kematangan atau kecenderungan temperamennya), akan tetapi reaksi-reaksinya itu akan berubah oleh interaksinya dengan orang tua, teman main, sanak keluarga dan sebagainya. Pentingnya interaksi emosi pada awal kehidupan si anak, dirasakan perlunya semenjak dilakukan studi terhadap anak-anak di rumah yatim piatu yang hidupnya sengsara/tidak bahagia.32

31Muhammad Utsman Najati, Psikologi Dalam Perspektif Hadits (Al-Hadits wa ‘Ulumun

Nafs, (Jakarta: PT. Pustaka al-Husna Baru, 2004), h. 276.

32Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Pedoman Ilmu


(33)

Para ahli psikologi yakin bahwa para ibu memiliki kesempatan yang baik untuk mempengaruhhi tingkah laku dan kepribadian anaknya kelak di kemudian hari karena ia sepanjang hari bersama anak-anaknya. Meskipun pada umumnya semua ibu-ibu menyetujui benar cara-cara yang membuat anak-anaknya menjadi seorang anak yang baik namun pada umumnya mereka mengeluh, merasa direpotkan oleh cara-cara yang dapat

membangkitkan hal-hal yang baik pada anak-anaknya tersebut.33

Meskipun sudah mengetahui sejumlah pengalalman anak yang akan mempengaruhi pembentukan kepribadiannya namun belum tentu kita dapat menjamin akan terbentuknya perkembangan anak yang sehat atau well adjusted. Ada beberapa cara mengasuh anak yang dilakukan orang tua, yaitu ada orang tua yang menggunakan cara yang keras, ada yang melakukannya dengan cara yang lunak. Tetapi ada juga orang tua yang merasa kebingungan melihat tetangganya menggunakan cara yang sama tetapi hasil akibatnya pada anak-anak berbeda, ada yang anaknya menjadi baik dan adapula yang tidak baik (anaknya mengalami gangguan). Oleh karena itu sebenarnta tidak ada satupun teori cara mengasuh anak yang terbukti mampu menjamin berhadil untuk semua anak.

Menurut kenyataan yang bisa menghasilkan/membentuk pribadi yang ”well adjusted “ itu bukan dengan masalah cara tetapi masalah situasi, pengalaman yang dialami anak di lingkungan keluarga itu sendiri yaitu apabila setiap lingkungan keluarga mampu memelihara rasa aman dan perasaan menghargai satu sam lain yang selaras/ mengimbangi situasi yang ada di luar rumah maka anak-anak akan berkembang menjadi orang yang “well adjusted”.34

Tetapi meskipun demikian, perlu diketahui bahwa seperti kegiatan-kegiatan lainnya, maka kegiatan-kegiatan pemeliharaan anak juga mengalami ragam perubahan. Suatu anak bisa menegur atau mengingatkan orang tuanya yang perlakuannya tidak menentu agar lebih tegas dan terus terang di

33Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, …. h. 105.


(34)

dalam menetapkan aturan-atura bertingkah laku bagi anak-anaknya. Dalam hal ini para ahli psikologi menilai bahwa perbuatan menegur semacam itu dapat menjadi didikan yang baik bagi dirinya, sehingga ia menjadi anka yang sabar dan tidak agresif dan menjadi anak yang selaras karea melakukan perbuatan semacam itu berarti ia belajar menahan reaksi dan takut dianggap sebagai anak yang kurang ajar dan sebagainya.35

Di samping itu sekarang ini banyak anak-anak yang pandai mengendaki agar orang tuanya bersikap permisif atau longgar sehingga hal itu memungkinakan setiap angora keluarganya diikut sertakan dalam menentukan keputusan-keputusan keluarga sesuai dengan umur dan tingkat kematangannya. Anak yang dibesarkan di dalam keluarga yang permisif ini cenderung menjadi selalu ingin tahu, penuh ketakutan, bergaul agresif dan umumnya tidak bisa selaras atau menjadi orang yang sulit menyesuaikan diri.36

Selain itu suasana dalam keluarga akan terjadi kemelut jika orangutan yang permisif di atas merasa menyesal kepada cara didikan yang ia lakukan karena semua kebijaksanaan yang dilakukannya tidak berfaedah bagi dirinya maupun pada anaknya. Keadaan semacam ini akan menjadikan anak-anaknya bersikap ambiquous atau mencurigai orang tuanya dan penguasa –penguasa lain selain orang tuanya.

3. Kebudayaan (culture)

Tingkah laku dapat diwariskan dari orang tua kepada anak karena anak mempunyai kecenderungan meniru tingkah laku yang dilakukan orang tuanya dan orang-orang lain yang dekat dengan si anak. Dalam hal ini penurian mereka tidak memandang apakah itu perbuatan yang baik atau buruk karena memang mereka belum tahu apa-apa. Bagi anak-anak peniruan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan bagi perkembangan

35Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, …. h. 106.


(35)

pribadinya. Melalui peniruan inilah anak menyerap sifat-sifat kepribadian yang dimiliki oleh orang-orang yang menjadi figur baginya.37

Mengenai kepribadian secara jenis kelamin, meskipun kepribadian ini belum muncul sebelum dewasa namun anak telah belajar peranan sesuai dengan jenis kelaminnya dari sejak masih kecil. Mereka dipersiapkan untuk menjadi pria atau wanita dewasa melalui proses “sex typing”. Anak perempuan diajarkan main dengan boneka-boneka, menjahit, membantu pekerjaan di rumah, menyapu, mencuci dan sebagainya. Sedangkan anak laki-laki diajarkan main permainan yang agresif, menghargai dan member respon yang positif bagi anak-anak yang melalkukan sikap perbuatan seperti ayahnya dan membantu memberikan semangat agar anak laki-lakinya bersifat jantan.

Faktor lingkungan yang dapat membentuk kepribadian itu sangat berkaitan erat dengan aspek-aspek/standar budaya yang ditunjukan oleh pribadi-pribadi orang yang dijadikan model peniruan si anak. Setiap kebudayaan masyarakat mempunyai masing-masing standar tingkah lakunya sendiri-sendiri sebagai model tingkah laku yang diakui masyarakat dan merupakan sifat-sifat yang harus dimiliki oleh warganya.38

Perkumpulan atau organisasi kemasyarakatan, keagamaan, pemuda dan sebagainya merupakan contoh-contoh agen-agen lingkungan yang mempunyai pengaruh cultural budaya pada diri individu. Pada umumnya orang tua mendidik dan membesarkan anak-anak mereka selaras dengan nilai-nilai budaya masyarakatnya dan kebudayaan dunia pada umumnya. Kerna itu berbeda latar belakang kebudayaannya maka kepribadian

masing-masing individu cenderung berbeda-beda pula.39

Pengaruh kebudayaan berifat multidimensional dan berlangsung seumur hidup. Dalam hal ini berarti bukan hanya satu kesan/pengalaman budaya dari masa kanak-kanak yang akan membentuk suatu sifat

37Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, …. h. 109.

38Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, …. h. 106.


(36)

kepribadian tertentu bagi orang dewasa itu hanya mungkin terbentuk melalui pengalaman masa kanak-kanak yang terdiri sebagai berikut:

a. Pengalaman budaya yang dialami anak harus berlangsung terus

menerus dalam jangka panjang, melalui serentetan peristiwa yang diperkuat oleh lingkungan/orang tuanya.

b. Kebudayaan lingkungan akan menjadi pengalaman yang mengendap

membentuk kepribadian apabila pengalaman-pengalaman itu telah dipelihara/dipertahankan dan terus menerus dialami kembali oleh si anak.40


(37)

28

BAB III

BIOGRAFI MUHAMMAD IQBAL

Dr. Sir Muhammad Iqbal adalah sosok yang fenomenal. Karirnya di bidang politik dan filsafat mampu memberikan konstribusi yang cukup besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Lebih dari siapapun, Iqbal telah merekonstruksi sebuah bangunan filsafat Islam yang menjadi bekal individu-individu Muslim dalam mengantisipasi peradaban barat yang materialistik ataupun tradisi Timur yang fatalistik. Jika diterapkan maka

konsep-konsep filosofis Iqbal akan memiliki implikasi-implikasi

kemanusiaan dan sosial yang luas.1 Iqbal terkenal dengan julukannya sebagai Mufakkir-e-Pakistan (The Thinker Of Pakistan), Shair-eMashriq (The Poet of the East), dan Hakeem-ul-Ummat (The Sage of Ummah).2

1Donny Ghahral Adian, Muhammad Iqbal; Seri Tokoh Filsafat, (Jakarta: Penerbit

Teraju, 2003), h. 22-23

2Muhammad Iqbal (on line) tersedia: www.wikipedia.org/wiki/Muhammad _Iqbal, 13


(38)

Iqbal adalah seorang pemikir dan penyair. Sebenarnya tidak mudah memilih apakah ia seorang penyair-pemikir atau pemikir-penyair, karena lebih banyak tulisan-tulisannya yang puitis dari pada filosofis. Pada diri Iqbal, filsafat dan puisi tidak dapat dipisahkan; hal yang demikian ini belum pernah terjadi kepada pemikir-pemikir besar lainnya – bahkan seorang dante sekalipun.3

A. Kehidupan

Anak sulung dari lima bersaudara dari keluarga Syaikh Kashmir, Muhammad Iqbal lahir pada tanggal 9 November 1877 di Sialkot, Punjab. Sialkot adalah sebuah kota peninggalan kerajaan dinasti Mughal India yang telah lama pudar gemerlapnya. Terletak beberapa mil dari Jammu dan Kashmir, kawasan yang hingga saat ini masih menjadi sengketa antara India dan Pakistan.4

Leluhur Iqbal bila ditelusuri jejaknya berasal dari kalangan brahmana, subkasta Sapru. Kakeknya sendiri yang bernama Syaikh Rafiq, berasal dari Looehar berprofesi sebagai penjaja selendang.5 Awalnya menganut agama Hindu, bahkan Ia merupakan seorang Pendeta dari Srinagar yang kemudian masuk Islam, Syaikh Muhammad Rafiq adalah namanya setelah masuk Islam, sebelumnya ia bernama

Sahaj Ram Sapru. Ia pindah ke Sialkot setelah masuk agama Islam.6

Ayahnya bernama Syaikh Nur Muhammad, merupakan seorang penjahit yang makmur, memiliki kedekatan dengan kalangan sufi.

Kawan-kawannya menyebutnya sebagai “Sang filosof tanpa guru” (un

parh falsafi) karena kecerdasan dan kesalehannya, dikenal memiliki perasaan mistis yang dalam serta rasa keingintahuan ilmiah yang tinggi.

3M.M. Syarif, Iqbal Tentang Tuhan dan Keindahan, Terj. Yusuf Jamil,

(Bandung: Mizan, 1993),.h. 27.

4Donny Ghahral Adian, Muhammad Iqbal; Seri Tokoh Filsafat, (Jakarta: Penerbit

Teraju, 2003).h. 23

5Donny Ghahral Adian, Muhammad Iqbal; Seri Tokoh Filsafat,...h.24

6Muhammad Iqbal (on line) tersedia: http://en.wikipedia.org/wiki/Muhammad


(39)

Ibunya sendiri, Imam Bibi, merupakan seorang wanita yang religious. Dari Ibunya, dia mendapat pendidikan dasar dan disiplin keislaman yang kuat, begitu juga dengan saudara laki-lakinya dan 3 saudara perempuannya.7

Iqbal tumbuh dibawah bimbingan kedua orang tuanya yang taat, dengan bekal pendidikan agama yang kuat, ia dididik untuk belajar dan

menghafal al-Qur‟an, baik oleh kedua orangtuanya ataupun oleh guru

-gurunya. Kelak di kemudian hari ia sering berkata bahwa pandangan dunianya ia warisi dari kedua orangtuanya, bukan dibangun melalui spekulasi filosofis.

Iqbal menghabiskan masa kanak-kanaknya di kota kelahirannya. Sebelum kuliah, ia dinikahkan dengan Karim Bibi, tepatnya pada bulan April 1893, yang merupakan putri dari seorang dokter kaya dari Gujarat.8 Darinya, Iqbal memiliki tiga orang anak, akan tetapi kedua anaknya meninggal yaitu Mi‟raj Begum yang meninggal di usia muda dan salah satunya meninggal ketika dilahirkan, tinggal Aftab Iqbal yang mengikuti jejak ayahnya belajar filsafat. Iqbal akhirnya bercerai dengan

Karim Bibi pada tahun 1916.9

Kemudian ketika ia berada di Eropa, Iqbal pernah menjalin hubungan yang cukup dekat dengan seorang wanita Muslim garda depan bernama Atiya Begum Faizee, karena perbedaan latar belakang keluarga, Iqbal hanya memendam perasaan cintanya. Sekitar tahun 1909 Iqbal menikah dengan Sardar Begum, seoarang wanita yang cantik akan tetapi lemah fisiknya. Pernikahan ini tidak begitu sempurna, karena kemudian mereka berpisah untuk beberapa waktu. Namun Iqbal menikah untuk kedua kalinya dengan Sardar Begum pada Tahun 1913, kemudian dikarunia seoarang putra, Javid Iqbal, dan seorang putri,

7 Donny Ghahral Adian, Muhammad Iqbal; Seri Tokoh Filsafat, (Jakarta: Penerbit

Teraju, 2003) h. 23

8Alam Iqbal (online) iqbal in Years:.www.allamaiqbal.co/person/years/years/htm,

14 April, 15.30 WIB.

9Muhammad Iqbal, {on line} tersedia: http://en.wikipedia.org/wiki/Muhammad


(40)

Munirah. Namun sayang Sardar Begum meninggal di usia yang muda (37 tahun). Iqbal sendiri meninggal pada usia kurang lebih 61 tahun yaitu tanggal 21 April 1938 di Lahore.

B. Pendidikan dan Karir

Iqbal merupakan seoarang anak yang cerdas. Sejak kecil ia sudah dididik dengan dasar agama yang kuat oleh kedua orang tuanya, begitu pula dengan guru-gurunya di Maktab (madrasah). Berkat prestasinya yang cemerlang, selepas dari sekolah menengah (1893), Iqbal mendapat beasiswa ke perguruan tinggi. Atas bujukan Mir Hasan, sahabat karib ayahnya dan juga seorang Profesor Sastra Timur di Scotch Mission College, Iqbal diizinkan untuk melanjutkan studinya di sekolah tinggi modern di wilayah tersebut. Dari mir Hasan sendiri, Iqbal mendapat pengetahuan khusus mengenai kesusasteraan Arab, Urdu dan Persia. Di sekolah inilah semangat keilmuan Iqbal tumbuh.

Dalam waktu dua tahun, Iqbal menyelesaikan kuliahnya di bidang ilmu-ilmu humaniora. Selepas itu, para dosen dan orang tuanya membujuknya untuk melanjutkan kuliah di Government College, Lahore, salah satu lembaga pendidikan terbaik di India. Di sana ia belajar filsafat, Sastra Ingris dan Arab, memperoleh gelar BA dengan nilai cum laude.10

Kemudian, melalui beasiswa yang ia peroleh, ia melanjutkan gelar masternya di bidang filsafat. Pada masa-masa studi masternya ini, Iqbal bersahabat dengan Sir Thomas Arnold yang merupakan guru besar di bidang filsafat, persahabatan antara guru dan murid. Sir Arnold lah yang telah menjembatani ide-ide Iqbal tentang pemikiran Timur dan Barat. Dan Sir Arnold juga yang telah memotivasinya untuk melanjutkan studinya ke Eropa.11

10Muhammad Iqbal, {on line} tersedia: http://en.wikipedia.org/wiki/Muhammad

_Iqbal

11Donny Ghahral Adian, Muhammad Iqbal; Seri Tokoh Filsafat, (Jakarta:


(41)

Pada tahun 1898, Iqbal mengikuti ujian awal ilmu hukum untuk menjadi pengacara, akan tetapi ia mengalami kegagalan. Kemudian pada tahun 1899, berkat kejeniusan yang dimilikinya, ia mendapat penghargaan medali emas karena satu-satunya yang lulus ujian komprehensif akhir. Beberapa bulan kemudian setelah ia menyelesaikan gelar masternya, ia mendapat tawaran untuk menjadi asisten dosen.12

Iqbal menjalani karir pertamanya sebagai asisten pengajar Bahasa Arab di Macleod-Punjab Reader Of Arabic, Universitas Oriental College (1889-1890). Selain itu, ia juga mengajar mata kuliah sejarah dan ekonomi. Kemudian Iqbal mengundurkan diri dari pekerjaannya untuk menjadi asisten tidak tetap professor bahasa Inggris di Islamic dan Government College selama tiga tahun.13 Pada tahun 1901, ia mengikuti seleksi sebuah posisi bergengsi sebagai Komisi Asisten Tambahan (Extra Assistant Commisiner). Akan tetapi ia gagal dengan alasan tidak lulus uji kesehatan. Akan tetapi kegagalannya ini membawa berkah tersendiri baginya. Pada saat itu karirnya sebagai penyair semakin memuncak. Hal ini mendorongnya untuk berangkat studi ke Eropa pada tahun 1905. Ia terlebih dahulu memperdalam pengetahuan fiilsafatnya di Uneversitas Cambridge, sambil menyiapkan desertasi doktoralnya dalam bidang filsafat. Iqbal menyelesaikan studinya dalam bidang filsafat moral (1907) di bawah bimbingan Dr. John Mc. Taggart dan Jawes Ward. Selain itu, ia juga mengambil kesempatan menimba ilmu dari dua orientalis terkemuka saat itu, E.G.

Brown dan Reynold A. Nicholson.14

Kemudian ia meneruskan belajarnya di bidang bahasa dan filsafat di Universitas Heidelberg dari Fraulein Wagnast dan Fraulein Senecal. Berkat kecerdasannya, ia bisa menguasai bahasa Jerman dalam waktu tiga bulan. Di Universitas Munich, ia mengajukan disertasinya kepada Prof. F. Homel dengan judul “The Development of Metaphysics In

12Donny Ghahral Adian, Muhammad Iqbal; Seri Tokoh Filsafat,...h. 27

13Donny Ghahral Adian, Muhammad Iqbal; Seri Tokoh Filsafat,...h.28


(42)

Persian: A Contribution to the History of Islamic Philosophy”. Kemudian ia mendapat gelar dictoris philosophiae gradum pada tahun 1907.15

Tak puas dalam menuntut ilmu, Iqbal kembali ke London dan belajar di Lincoln‟s Inn untuk gelar pengacara dan berhasil lulus pada tahun 1908. Iqbal juga sempat masuk ke School of Political Sciences selama beberapa waktu dan menggantikan Sir Thomas Arnorld selama sekitar tiga bulan.16 Pada tahun yang sama Iqbal kembali ke India dan menjalankan profesinya sebagai pengacara dalam urusan naik banding. Selain itu, dia juga kembali mengajar di Government College dalam bidang sastra arab dan inggris juga dalam bidang filsafat. Akan tetapi kemudian ia mengundurkan diri dan lebih fokus pada profesinya sebagai pengacara. Meskipun begitu, ia tetap aktif di perguruan tinggi tersebut pada lembaga dan badan yang ada di dalamnya. Bahkan ia sempat menjabat sebagai Dekan Fakultas kajian-Kajian Ketimuran dan Kepala Jurusan Kajian-kajian Filsafat. Iqbal menjalani profesinya sebagai pengacara hingga tahun 1934, empat tahun sebelum wafatnya. C. Karya

Iqbal banyak sekali menghasilkan karya, terutama karyanya yang berbentuk puisi, di samping itu Iqbal juga memiliki karya dalam bidang filsafat. Berikut ini adalah sebagian dari karya-karya Iqbal :

1. Ilm al-Iqtisad, (1903)

2. Development of Metaphysics in Persia: A Constribution to the History of Muslim Philosopy, (1908).

3. Islam as a Moral and Political Ideal (1909).17

4. Asrar-i-Khudi, merupakan kumpulan puisi yang menerangkan tentang rahasia diri, diterbitkan pada tahun 1915, dan ini

15Donny Ghahral Adian, Muhammad Iqbal; Seri Tokoh Filsafat,...h.29

16Donny Ghahral Adian, Muhammad Iqbal; Seri Tokoh Filsafat,...h. 29

17Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002),


(43)

merupakan karyanya di bidang puisi yang diterbitkan pertama kali.18

5. Rumuz-i-Bekhudi, terbit pada tahun 1917, melengkapi karyanya terdahulu yaitu Asrar-e-Khudi. Dua karya tersebut sering kali dimasukkan dalam volume yang sama dengan judul Asrar-e-Rumuz.

6. Bang-i-Dara (The Call of the Marching Bell) dipublikasikan pada tahun 1924. Puisinya ini ditulis dalam tiga tahapan.

7. Tarana-e-Hind, merupakan sebuah lagu yang sangat patriotik, pertama kali dipublikasikan pada tahun 1905.

8. The Development of Metaphysics in Persia, adalah desertasinya yang terbit pada tahun 1908 di London. Desertasi ini menjelaskan tentang perkembangan pemikiran keagamaan di Persia sejak masa Zoroaster hingga Mulla Hadi dari Sabzawar.

9. The Science of Economics, merupakan karyanya yang pertama dipublikasikan dalam bahasa Urdu, karya ini dipublikasikan pada tahun 1903.

10. Payam-e-Mashriq (pesan dari Timur), terbit pada tahun 1923 dengan menggunakan bahasa Persia di Lahore.

11. Zabur-e-Ajam (Persian Psalms), dipublikasikan pada tahun 1927, di dalamnya termasuk puisi Gulshan-e-Raz-e-Jadeed (Garden of New Secrets).

12. The Reconstruction of Relegious Thought in Islam. Merupakan karyanya yang amat sangat terkenal di bidang filsafat, karya ini berbentuk prosa, pertama kali diterbitkan di London pada tahun 1934.

13. Bal-i-Jibril (Wings of Gabriel) terbit pada Tahun 1935. 14. Zarb-i-Kalim dipublikasikan tahun 1936.

15. Tulu'i Islam (Dawn of Islam).

18Rafi Sapuri, Tuntunan jiwa Manusia Modern, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2009), h.344.


(44)

16. Khizr-e-Rah (Guide of the Path).

17. Armughan-e-Hijaz (The Gift of Hijaz) yang dipublikasikan pada tahun 1938 ini merupakan karyanya yang terakhir. Bagian pertama berisi quatrains dalam bahasa Persia, dan selanjutnya berisi beberapa puisi dan epigram dalam bahasa Urdu.

D. Tokoh yang Mempengaruhi Pemikiran Iqbal

Sebagai seorang filosof Muslim, pemikiran Iqbal tak lepas dari pengaruh dari beberapa tokoh-tokoh filosof dan sufisme. Tokoh-tokoh yang mempengaruhi corak pemikiran Iqbal di antaranya adalah Thomas Aquinas, Bergson, Nietzsche, Hegel dan beberapa yang lainnya. Dan tokoh yang paling memberikan pengaruh bagi Iqbal, menurut Donny Ghahral, adalah Nietzsche dan Bergson.19

Dua filosof barat di atas memberi pengaruh yang besar terhadap Iqbal, terutama konsepnya tentang hidup kreatif yang terus bergerak menuju realitas.20 Selain itu pengaruh Rumi juga sangat besar dalam perkembangan pemikiran Iqbal.

1. Friedrich Nietzsche

Filsafat Nietzsche (1844-1900) adalah filsafat kehendak untuk penguasaan, konsep ini sangat berkaitan erat dengan konsep leben philoshopie tentang hidup. Tradisi lebenphiloshopie memandang hidup bukan sebagai proses biologis, melainkan sebagai sesuatu yang mengalir, meretas, dan tidak tunduk pada apa pun yang

mematikan gerak hidup.21

Berdasarkan konsepnya mengenai hidup sebagai kehendak bebas, dia secara revolusioner telah mendekonstruksi tiga pondasi dasar peradaban Barat yang merupakan warisan klasik : filsafat, moralitas, dan agama (Yudeo-Kristiani) yang dinilainya tidak mewadahi kehendak untuk penguasaan. Nietzsche mengkritik tradisi filsafat barat yang sejak zaman Heraklitos selalu disibukkan

19Donny Ghahral Adian, Muhammad Iqbal; Seri Tokoh Filsafat,...h.34.

20Donny Ghahral Adian, Muhammad Iqbal; Seri Tokoh Filsafat,...h.34.


(45)

dengan mencari logos (prinsip utama yang mengatur semesta). Baginya, semua itu hanya omong kosong belaka. Kritik keduanya ditujukan pada moralitas. Baginya moralitas hanyalah nilai-nilai yang melemahkan dan bertentangan dengan hidup yang selalu ingin bergerak. Dengan kata lain moralitas menjadi penghambat bagi hidup yang berkehendak terhadap penguasaan.

Kritiknya yang paling keras adalah kritiknya terhadap agama, terutama agama Kristen. Baginya, seorang Yesus, yang dianggap sebagai penyelamat oleh umat Kristen, hanyalah seorang nabi dengan moralitas budak. Moralitas budak sendiri merupakan sebuah term yang dipertentangkan dengan moralitas tuan. Kedua term ini merupakan ciptaan Nitzsche, yang mana moralitas tuan mengedepankan kompetisi, kekuasaan, kebebasan, kebanggaan, spontanitas, dan sensualitas. Sedangkan moralitas budak sendiri merupakan moralitas yang tumbuh dari rasa takut, kebencian dan kecemburuan terhadap sang tuan.

Karya Nitzsche dalam terjemahan bahasa Inggris lah yang banyak membuka peluang terhadap perkembangan pemikiran Iqbal, meskipun dia lancar berbahasa Jerman dan membaca buku-buku bahasa Jerman. Sebagai mana kalangan terpelajar lainnya pada masa itu, Iqbal pun terpengaruh dengan konsep Nietzsche tentang kehendak untuk penguasaan.

Bagi Iqbal, Nietzsche dilukiskan sebagai satu sosok jenius yang kesepian, bahkan nyaris putus asa. Ia merindukan seseorang yang bisa ia patuhi dan membimbingnya. Kritik Iqbal terhadap Nietzsche berkaitan erat dengan keterjebakan Nietzsche terhadap doktrin perulangan abadi (eternal rescue), padahal ia sendiri menolak kepercayaan bahwa manusia tak dapat dipertandingkan dalam ide evolusi.

Inspirasi Nietzsche bagi Iqbal banyak terlihat dalam karyakaryanya, terutama dalam puisi-puisinya, terutama dalam


(1)

57

memperkuat pribadinya dan yang telah mampu menjauhkan dirinya dari segala hal yang dapat melemahkan pribadinya.

Pada tahap yang ketiga, menurut Iqbal bahwa bertindak sebagai khalifah Tuhan di bumi inil merupakan ego atau pribadi yang paling lengkap, yang menjadi akhir tujuan ummat manusia, maksud dan puncak kehidupan dalam pikiran dan jasmani pada manusia, begitu kepincangan alam kehidupan rohani dan akal, kita menjadi keselarasan yang seimbang. Kuasa yang setinggi-tingginya bersatu padanya dengan ilmu yang seluas-luasnya dan seluhur-luhurnya


(2)

BAB V KESIMPULAN

Berdasarkan uraian bab-bab sebelumnya, pada bab ini penulis akan menguraikan kesimpulan sebagai jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini. Selanjutnya berdasarkan kesimpulan tersebut penulis juga akan menguraikan saran yang sekiranya dapat penulis sumbangkan.

A. Kesimpulan

1. Iqbal menerjemahkan pribadi sebagi Khudi atau pribadi yang merupakan bentuk kesatuan dan pusat (inti) dari kehidupan manusia, iradah kreatif yang terarah terhadap tujuan tertentu. Yang mana pribadi itu kekal dan kekekalan pribadi itu sendiri merupakan sebuah proses bukan suatu keadaan. Pribadi bagi Iqbal merupakan sesuatu fakta mutlaq realitas manusia, yang menjadi pusat kesadaran dan perilaku kognitif manusia. 2. Kepribadian tidak terikat oleh ruang sebagaimana halnya dengan tubuh.

Peristiwa-peristiwa mental dan fisik sekaligus ada dalam waktu. Namun, secara fundamental jarak waktu ego berbeda dengan jarak waktu fisik. 3. Kepribadian pada asasnya tersendiri dan unik. Manusia adalah makhluk


(3)

59

keberadaan dirinya. Namun keunikan manusia berbeda dengan keunikan Tuhan. Bedanya terletak pada fakta bahwa jika Tuhan unik sebagai Pencipta, sedangkan manusia unik jika dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya. Salah satu keunikan manusia terletak pada otonomi. Hal itu mengandaikan kemandirian atau kebebasan subjek.

4. Hanya lanjutan masa mengenai kepribadian. Ego menyatakan dirinya sebagai satu kesatuan yang kita sebut keadaan mental. Keadaan mental ini tidak berdiri sendiri dan terisolasi antara satu dengan yang lainnya. Mereka berada sebagai fase keseluruhan yang rumit yang dinamakan fikiran. Ide-ide pokok pemikirannya tentang realitas olehnya atas dasar rasionalitas untuk menjelaskan pemikiran filsufinya. Iqbal meletakkan akal sebagai sarana reinterpretasi terhadap al-quran dan hadits Nabi.

5. Menurut Iqbal, khudi, arti harfiahnya ego atau self atau individualitas, merupakan suatu kesatuan yang riil atau nyata, adalah pusat dan landasan dari semua kehidupan, merupakan suatu iradah kreatif yang terarah secara rasional. Arti terarah secara rasional, menjelaskan bahwa hidup bukanlah suatu arus tak terbentuk, melainkan suatu prinsip kesatuan yang bersifat mengatur, suatu kegiatan sintesis yang melingkupi serta memusatkan kecenderungan-kecenderungan yang bercerai-berai dari organisme yang hidup ke arah suatu tujuan konstruktif. Iqbal menerangkan bahwa khudi merupakan pusat dan landasan dari keseluruhan kehidupan

6. Ego bagi Iqbal adalah kausalitas pribadi yang bebas. Ia mengambil bagian dalam kehidupan dan kebebasan Ego mutlak. Sementara itu, aliran kausalitas dari alam mengalir ke dalam ego dan dari ego ke alam. Karena itu, ego dihidupkan oleh ketegangan interaktif dengan lingkungan. Dalam keadaan inilah Ego Mutlak membiarkan munculnya ego relatif yang sanggup berprakarsa sendiri dan membatasi kebebasan ini atas kemauan bebasnya sendiri. Menurut Iqbal, nasib sesuatu tidak ditentukan oleh sesuatu yang bekerja di luar. Takdir adalah pencapaian batin oleh sesuatu, yaitu kemungkinan-kemungkinan yang dapat direalisasikan yang terletak pada kedalaman sifatnya.


(4)

7. Untuk memperkuat ego dibutuhkan cinta (intuisi) dan ketertarikan, sedangkan yang memperlemahnya adalah ketergantungan pada yang lain. Untuk mencapai kesempurnaan ego maka setiap individu mesti menjalani tiga tahap. Pertama, setiap individu harus belajar mematuhi dan secara sabar tunduk kepada kodrat makhluk dan hukum-hukum ilahiah. Kedua, belajar berdisiplin dan diberi wewenang untuk mengendalikan dirinya melalui rasa takut dan cinta kepada Tuhan seraya tidak bergantung pada dunia. Ketiga, menyelesaikan perkembangan dirinya dan mencapai kesempurnaan spiritual (Insan Kamil).

8. Untuk membina kepribadian muslim, maka haruslah mampu menjelmakan sifat-sifat ketuhanan dengan cara mempertahankan sifat-sifat yang dapat memperkuat pribadinya dan menjauhkan/menyingkirkan sifat-sifat yang dapat melemahkan pribadinya.

9. Jika seseorang individu mau dikatakan mempunyai kepribadian yang bagus maka ia harus menampilkan tindakan-tindakan yang bagus sebagai manifestasi dari sifat-sifat (traits) kepribadiannya yang positif. Sebaliknya, prilaku dan perbuatan individu yang buruk maka akan menunjukkan struktur kepribadian yang buruk pula.

10.Ciri-ciri khusus dari tingkah laku individu disebut sifat-sifat kepribadian (personalaity traits). Suatu sifat kepribadian didefinisikan sebagai suatu kualitas tingkah laku seseorang yang telah menjadi karakteristik atau sifat yang khas (unik) dalam seluruh kegiatan individu. Dan sifat tersebut bersifat menetap.

B. Saran

1. Supaya penelitian terhadap filsafat manusia dikembangkan lebih lanjut, sehingga terjadi perkembangan pengetahuan yang signifikan terhadap perkembangan filsafat manusia.

2. Supaya para civitas akademika yang bergerak dalam bidang filsafat dan psikologi lebih banyak lagi melakukan penelitian yang melibatkan kedua bidang ilmu tersebut.


(5)

61

DAFTAR PUSTAKA

Abied, Kang (online) Pembinaan: www.masbied.com/pengertian-pembinaan-menurut-psikologi

Arikunto, Suharsimi, Manajemen Peneltian, Jakarta: Rineka Cipta, 2007. Ghahral Adian, Donny, M. Iqbal: Seri tokoh Filsafat, Jakarta: Teraju, 2003.

Hutagalung ,Inge, Pengembangan Kepribadian tinjauan Praktis Menuju Pribadi positif, Jakarta: PT. Indeks, 2007.

Iqbal, Moh, Asrar-i Khudi Rahasia-rahasia Pribadi, ter. Bahrum Rangkuti, Jakarta: Bulan Bintang, 1976.

Ismail Muhammad, Bunga Rampai Pemikiran Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1999.

Jalaludin, Teologi pendidikan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003,cet. 3. Mubarok, Achmad, Psikologi Keluarga Dari Keluarga Sakinah Hingga Keluarga

Bangsa, Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara, 2005, cet. 1

Najati, Muhammad Utsman, Psikologi Dalam Perspektif Hadits (Al-Hadits wa ‘Ulumun Nafs, Jakarta: PT. Pustaka al-Husna Baru, 2004.

Nasution, Hasyimsyah, Filsafat Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002,cet.3. Nawawi, Rifat Syauqi, Kepribadian Qur’ani, Tangerang: WNI Press, 2009. Padmonodewo, Soemiarti, Pendidikan Anak Usia Prasekolah, Jakarta : PT.

Rineka Cipta, 2003.

Pangabean, Hana, (On line), “Remaja”, http://www.rumahbelajarpsikologi.com, Hotml 13 Januari 2008.

Papalia, Diane E dan Sally Wendkos Olds, A Child’s World, USA: McGraw-Hill Book Company, 1975.

Sabri, Alisuf, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, cet. 1, 1993.

Santana K, Septiawan , Menulis Ilmiah; Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001, ed. 1

Sapuri, Rafy, Psikologi Islam : Tuntunan Jiwa manusia Modern, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009.


(6)

Surin, Bachtiar, Terjemah dan Tafsir al-Quran 30 Juz Huruf Arab dan Latin, Bandung: Fa, Sumatra,1978.

Syarief, M.M, Iqbal tentang tuhan dan Keindahan, terj. Yusuf Jamil, Bandung: Mizan, 1993

Tim Penyusun kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Kamus Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), cetakan ke-10.

Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Yusuf LN, Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001.