b. Penutupan Daerah Penangkapan
Penutupan daerah penangkapan ikan, untuk keberlangsungan ikan tembang di perairan Selat Malaka, Kabupaten Serdang Bedagai tidak perlu dilakukan. Hal ini
dikarenakan ikan tembang belum mengalami kepunahan, yang dapat dilihat dari tingkat pemanfaatannya, sehingga masih dapat dilakukan penambahan upaya
untuk meningkatkan produksi. Sesuai dengan Sutono 2003 diacu dalam Nabunome 2007, kebijakan penutupan daerah penangkapan dilakukan bila
sumberdaya ikan yang ada telah mendekati kepunahan.
c. Selektivitas Alat Tangkap
Pengembangan teknologi untuk peningkatan produktivitas dari alat tangkap yang ada di Kabupaten Serdang Bedagai perlu dilakuakan, mengingat
sumberdaya ikan yang bersifat renewable sehingga jika sumberdaya ikan khususnya ikan tembang tidak dimanfaatkan secara optimal, maka masyarakat
nelayan di Kabupaten Serdang Bedagai jauh dari sejahtera. Namun, bukan berarti upaya penangkapam tidak mempertimbangkan ukuran ikan yang sesuai untuk
ditangkap. Sementara untuk menyesuaikan ukuran ikan yang layak ditangkap dengan upaya penangkapan, maka perlu diperhatikan ukuran minimum mata
jaring yang digunakan. Kebanyakan nelayan di Kabupaten Serdang Bedagai menggunakan ukuran mata jaring 1,5 inci, bahkan ada yang berukuran 1 inci pada
alat tangkap jaring insang hanyut dan beroperasi di jalur penangkapan ikan IA dan IB. Berdasarkan penelitian Partosuwiryo 2008, diketahui bahwa ukuran mata
jaring 1,75 ; 2,0 dan 2,25 panjang ikan tembang yang tertangkap adalah antara 9,0-14,0 cm
Universitas Sumatera Utara
Sehingga dalam pendekatan ini, ukuran mata jaring disarankan sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
PER.02MEN2011 tentang jalur penangkapan ikan dan penempatan alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan ikan di WPP-RI. Pasal 22 1 pukat
cincin pelagis kecil dengan satu kapal, mesh size ≥1 inci dan tali ris atas ≤ 300 m,
menggunakan kapal motor berukuran ≤ 10 GT, dan dioperasikan pada jalur
penangkapan ikan IB, II dan III, mesh size ≥1 inci dan tali ris atas ≤ 400 m,
menggunakan kapal motor berukuran 10 sd 30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan II dan III, mesh size
≥1 inci dan tali ris atas ≤ 600 m, menggunakan kapal motor berukuran
≥ 30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan.
Pasal 23 5 alat penangkap ikan payang, mesh size ≥ 2 inci dan tali ris atas
≤ 100 m kecuali mesh size payang teri 1mm, menggunakan kapal motor berukuran 5 sd 10 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IB, II,
dan III. Mesh size ≥ 3 inci dan tali ris atas ≤ 200 m, menggunakan kapal motor
berukuran 10 sd 30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan II dan III. Mesh size
≥ 3 inci dan tali ris atas ≤ 300 m, menggunakan kapal motor berukuran
≥ 30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan III. Pasal 28 3 alat penangkap ikan jaring insang hanyut, mesh size 1,5
inci, P tali ris 500 m, menggunakan kapal motor berukuran 5 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IB, II, dan III. Mesh size 1,5 inci, P
tali ris 1.000 m, menggunakan kapal motor berukuran 5 sd 10 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IB, II, dan III. Mesh size 1,5 inci, P
Universitas Sumatera Utara
tali ris 2.500 m, menggunakan kapal motor berukuran 10 sd 30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan III.
Pasal 30 7 alat penangkap ikan rawai dasar set longlines, jumlah pancing 800 mata pancing nomor 6, menggunakan kapal tanpa motor dan kapal
motor berukuran 10 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IB, II, dan III. Jumlah pancing 1.500 mata pancing nomor 6, menggunakan kapal
motor berukuran 10 sd 30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan II dan III. Jumlah pancing 2.000 mata pancing nomor 6, menggunakan kapal
motor berukuran 30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan III. Dalam pelaksanaan pengelolaan sumberdaya perikanan dengan selektivitas
alat tangkap, peran nelayan sangat penting. Hal ini disebabkan aparat sulit untuk melakukan pengawasan karena banyaknya jenis alat tangkap yang beroperasi di
Indonesia. Sehingga perlu diingat khususnya masyarakat nelayan bahwa penggunaan alat penangkap ikan yang tidak sesuai dengan tingkat selektivitas dan
kapasitasnya, serta jenis dan ukuran kapal perikanan, bahkan jalur penangkapan ikan di WPP-RI akan dikenakan sanksi pidana denda sesuai dengan ketentuan
Pasal 100 dan Pasal 100C Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan dan telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009.
d. Pelarangan Alat Tangkap