Proses Ganti Rugi Pengadaan Tanah Jalan Tol Kota Medan – Tebing

Dana pengadaan tanah yang dimaksud meliputi dana: 73 a. Perencanaan b. Persiapan c. Pelaksanaan d. Penyerahan Hasil e. Administrasi dan pengelolaan; dan f. Sosialisasi

2. Proses Ganti Rugi Pengadaan Tanah Jalan Tol Kota Medan – Tebing

Tinggi Pengadaan tanah untuk kepentingan umum mensyaratkan adanya ganti rugi yang layak kepada pemegang hak atas tanah. Ganti kerugian tersebut merupakan hak masyarakat yang harus dilaksanakan oleh pemerintah sebagai pihak yang memerlukan tanah. Berdasarkan peraturan perundang – undangan hukum agraria tidak diberikan penjelasan mengenai istilah ganti rugi. Dalam hukum perdata, ganti rugi diartikan sebagai pembayaran kerugian yang diderita oleh seseorang karena adanya perbuatan wanprestasi. Dalam hukum perdata ada tiga macam pembayaran kerugian yang termasuk istilah ganti rugi: 74 73 Republik Indonesia, Undang-Udang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum, Pasal 53. 74 Silvia Kumalasari, “Pengadaan Tanah unutk Kepentingan Umum”, https:www.academia.edu9167551pengadaan_tanah_untuk_kepentingan_umum, diakses pada tanggal 20 Januari, Pukul 23.15 WIB. a. Biaya yaitu segala pegeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan. b. Rugi yaitu kerugian karena kerusakan barang-barang milik seseorang yang diakibatkan oleh kelalaian pihak lain. c. Bunga yaitu berupa kehilangan keuntungan yang sudah dihitung atau dibayangkan akan diperoleh. Perpres No. 36 Tahun 2005 jo Perpres No. 65 Tahun 2006 serta Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2007, tidak memberikan penjelasan yang lebih rinci tentang apa yang dimaksudkan dengan kerugian non fisik dan bagaimana menetapkan besarnya ganti rugi yang bersifat non fisik. Hal ini nampak dalam pengaturan yang ada pada Pasal 12 Perpres No. 36 Tahun 2005 yang menyatakan bahwa ganti rugi dalam rangka pengadaan tanah diberikan untuk: 75 Bentuk ganti rugi, seperti yang ditentukan dalam Pasal 13 Perpres No. 65 Tahun 2006 dapat berupa: a. hak atas tanah; b. bangunan; c. tanaman; d. benda – benda lain yang berkaitan dengan tanah. 76 b. tanah pengganti; a. uang 75 Republik Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Pasal 12. 76 Republik Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Pasal 13. c. pemukiman kembali; d. gabungan dari dua atau lebih bentuk ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c; e. bentuk lain yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Pasal 15 Perpres No. 65 Tahun 2006 menentukan bahwa dasar perhitungan besarnya ganti rugi didasarkan pada: 77 a. Nilai Jual Obyek Pajak NJOP atau nilai nyatasebenarnya dengan memperhatikan Nilai Jual Obyek Pajak tahun berjalan berdasarkan penilaian LembagaTim Penilai Harga Tanah yang ditunjuk oleh Panitia; b. Nilai jual bangunan yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang bangunan; c. Nilai jual tanaman yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang pertanian. Dari ketentuan tersebut dapat dinyatakan bahwa peran dari LembagaTim Penilai Harga Tanah hanya bertugas khusus terhadap tanah saja, sedangkan untuk bangunan dan tanaman, penilaiannya melalui penaksiran dari perangkat daerah yang terkait. Lembaga Penilai Harga Tanah seharusnya merupakan lembaga yang independen serta memiliki kompetensi di bidangnya, dan menurut Pasal 25 ayat 2 Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2007 harus mendapat lisensi dari Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Mengingat Lembaga Penilai tersebut tidak selalu ada pada setiap daerah, maka daerah – daerah yang belum memiliki Lembaga Penilai, penilaian harga tanah dilakukan oleh Tim Penilai Harga Tanah. Keanggotaan Tim Penilai Harga 77 Republik Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Pasal 15. Tanah menurut Pasal 26 ayat 2 Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2007 terdiri dari: 78 a. unsur instansi yang membidangi bangunan dan atau tanaman; b. unsur instansi pemerintah pusat yang membidangi pertanahan nasional; c. unsur instansi Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan d. ahli atau orang yang berpengalaman sebagai penilai harga tanah; e. akademisi yang mampu menilai harga tanah dan atau bangunan dan atau tanaman dan atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah; serta tidak menutup kemungkinan apabila diperlukan ditambah unsur Lembaga Swadaya Masyarakat LSM. Tugas dari Tim ini menurut Pasal 28 ayat 2 Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2007 adalah melakukan penilaian harga tanah berdasarkan Nilai Jual Obyek Pajak NJOP atau nilai nyatasebenarnya dengan memperhatikan NJOP tahun berjalan, dan dapat berpedoman pada variabel – variable sebagai berikut: 79 a. lokasi dan letak tanah; b. status tanah; c. peruntukan tanah; d. kesesuaian penggunaan tanah dengan rencana tata ruang wilayah atau perencanaan ruang wilayah atau kota yang telah ada; e. sarana dan prasarana yang tersedia; dan f. faktor lainnya yang mempengaruhi harga tanah. 78 Antique, Ronito Kartika Suryani, “Mekanisme ganti rugi RUU Pengadaan Lahan” http:bisnis.news.viva.co.idnewsread272691-mekanisme-ganti-rugi-ruu-pengadaan-lahan, diakses pada tanggal 24 November 2015, pukul 12.06 79 Republik Indonesia, Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2007, Pasal 28 ayat 2 Hasil penilaian dari Tim Penilai Harga Tanah ini diserahkan pada Panitia Pengadaan Tanah untuk digunakan sebagai dasar musyawarah antara instansi Pemerintah yang memerlukan tanah dengan para pemilik tanah. Tata cara untuk pemberian ganti rugi dalam pengadaan tanah jalan tol kota Medan – Tebing Tinggi masih berdasarkan Peraturan lama, yaitu Peraturan Presiden Republik Indoensia Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaiman telah diubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Dalam Peraturan Presiden Republik Indoensia Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum tidak dijelaskan secara jelas tentang bagaimana musyawarah dilakukan. Pengaturan tentang musyawarah dijelaskan dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007. 80 1 Panitia pengadaan tanah KabupatenKota menetapkan tempat dan tanggal musyawarah untuk mengundang instansi pemerintah yang memerlukan tanah mengenai: Pasal 31 80 Republik Indonesia , Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007. a. Rencana pembangunan untuk kepentingan umum di lokasi tersebut b. Bentuk danatau besarnya ganti rugi 2 Undangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, wajib telah diterima instansi pemerintanh yang memerlukan tanah dan para pemilik paling lambat tiga hari sebelum tanggal pelaksanaan musyawarah. 3 Musyawarah bentuk dan besarnya ganti rugi berpedoman pada: a. Kesepakatan para pihak b. Hasil penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 c. Tenggang waktu penyelesaian proyek pembangunan Pasal 32 1 Musyawarah pada asasnya dilaksanakan secara langsung dan bersama- sama antara instansi pemerintah yang memerlukan tanah dengan para pemilik yang sudah terdftar dalam peta dan daftar yang telah disahkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24. 2 Musyawarah dipimpin oleh ketua panitia pengadaan tanah kabupatenkota 3 Jika ketua panitia pengadaan tanah kabupatenkota sebagaimana dimaksud pada ayat 2 berhalangan, maka musyawarah dipimpin oleh wakil ketua. 4 Dalam hal tanah, danatau tanaman danatau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah yang diperlukan bagi pembangunan : a. Menjadi objek sengketa di pengadilan maka musyawarah dilakukan dengan para pihak yang bersengketa b. Merupakan hak bersama, musyawarah dilakukan dengan pemegang hak. Pasal 34 Musyawarah rencana pembangunan untuk kepentingan umum di lokasi tersebut sebagimana dimaksud dalam pasal 31 ayat 1 huruf a dianggap telah tercapai kesepakatan, apalagi paling sedikit 75 dari: a. Luas tanah yang diperlukan untuk pembangunan telah diperoleh b. Jumlah pemilik yang menyetujui bentuk danatau besarnya ganti rugi. Pasal 35 1 Dalam hal musyawarah rencana pembangunan untuk kepentingan umum di lokasi tersebut jumlahnya kurang dari 75, maka panitia pengadaan tanah kabupatenkota mengusulkan kepada instansi pemerintah yang memerlukan tanah untuk pindah ke lokasi lain. 2 Dalam hal lokasi pembangunan tidak dapat dipindahkan ke lokasi lain sebagaimana kriteria yang dimaksdu delam pasal 39, maka panitia pengadaan tanah kabupatenkoa melanjutkan kegiatan pengadaan tanah. Pasal 36 Pemilik tanah yang belum sepakat mengenai bentuk danatau besarnya ganti rugi, dan jumlahnya 25 dari jumlah pemilikluas tanah, panitia pengadaan tanah kabupatenkota mengupayakan musyawarah kembali sampai tercapai kesepakatan bentuk danatau besarnya ganti rugi. Pasal 39 3 Apabila pemilik tanah menolak penyerahan ganti rugi tau tidak emnerima penawaran penyerahan ganti rugi, maka setelah melewati 120 hari panitia pengadaan tanah kabupatenkota memuat berita acara penyerahan ganti rugi. 4 Jika pemilik sebagaimana dimaksud pada ayat 3 tetap menolak, maka berdasarkan berita acara sebagaimana dimaksd dalam pasal 2 dan ayat 3, panitia pengadaan tanah kabuptenkota memerintahkan agar instansi pemerintah yang memerlukan tanah menitipkan uang ganti rugi ke pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi lokasi tanah bagi pelaksanaan pembangunan. Kesepakatan tentang bentuk dan besarnya ganti rugi yang dihasilkan dalam musyawarah ini yang dipergunakan sebagai dasar dan pedoman dalam pelaksanaan pembayaran ganti rugi. Musyawarah dianggap telah mencapai kesepakatan, menurut Pasal 34 Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2007 jika paling sedikit 75 tujuhpuluh lima persen dari luas tanah yang diperlukan pembangunan telah diperoleh atau jumlah pemilik tanah telah menyetujui bentuk danatau besarnya ganti rugi. Untuk pemilik tanah yang belum menyepakati, Panitia Pengadaan Tanah mengupayakan musyawarah kembali sampai tercapai kesepakatan mengenai bentuk danatau besarnya ganti rugi. Jika dalam pelaksanaan pemberian ganti rugi yang telah disepakati tadi, ternyata sebagian dari pemilik tanahnya menolak, maka ganti rugi yang menjadi hak orang tersebut dititipkan konsinyasi di Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi lokasi tanah yang bersangkutan. 81 1. Apa dasar hukum yang digunakan dalam proses pengadaan tanah jalan tol Kota Medan – Tebing Tinggi? Konsinyasi dalam pengadaan tanah menurut Perpres No. 36 Tahun 2005 jo Perpres No. 6 Tahun 2006 semestinya hanya dapat dilakukan jika sebelumnya telah terjadi kesepakatan tentang bentuk dan besarnya ganti rugi. Konsinyasi yang dilakukan karena belum terjadi kesepakatan, tidak boleh dilakukan dan merupakan bentuk perbuatan melanggar hukum serta tidak mengindahkan penghormatan terhadap hak atas tanah. Berdasarkan hasil penelitian yang saya lakukan terhadap pengadaan tanah jalan tol Kota Medan – Tebing Tinggi, proses ganti ruginya dilakukan dengan cara musyawarah. Berikut ini adalah wawancara dengan Bapak Edirabudin, selaku Pegawai Badan Pertanahan Deli Serdang, khususnya di bidang Pengadaan Tanah wilayah Deli Serdang. 2. Bagaimana metode yang dilakukan dalam pemberian ganti rugi atas pembangunan jalan tol Kota Medan - Tebing Tinggi? dan bagaimana penerapannya? 3. Apa yang menjadi pertimbangan penetapan ganti rugi tersebut? 4. Bagaimana status tanah hak masyarakat sepanjang jalan tol Kota Medan – Tebing Tinggi? 81 Republik Indonesia , Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007, Pasal 34. 5. Apa yang menyebabkan masih adanya status tanah yang HGU? 6. Bagaimana pengaruh status hak tersebut terhadap pemberian ganti rugi? 7. Bagaimana penyelesaian ganti rugi sampai sejauh ini? Berikut ini ringkasan dari jawaban dari wawancara mengenai proses ganti rugi dalam pengadaan tanah jalan tol Kota Medan – Tebing Tinggi: 82 Pengadaan tanah jalan tol Kota Medan – Tebing Tinggi menggunakan dua dasar hukum yang digunakan, yaitu dasar hukum yang bersifat nasional dan dasar hukum yang bersifat daerah. Peraturan nasional yang digunakan adalah Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaiman telah diubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Sedangkan untuk skala daerah, dasar hukumnya adalah Keputusan Bupati Deli Serdang Nomor 1512 Tahun 2007. Berdasarkan peraturan tersebut, maka metode yang digunakan untuk pemberian ganti kerugian adalah musyawarah terlebih dahulu kepada masyarakat yang terkena pengadaan tanah jalan tol Kota Medan – Tebing Tinggi. Musyawarah dilakukan dengan cara mengumpulkan semua masyarakat yang 82 Wawancara dengan Bapak Edirabudin Pegawai Badan Pertanahan Deli Serdang, khususnya di bidang Pengadaan Tanah wilayah Deli Serdang, pada tanggal 2 November 2015, pukul 10.00 WIB. tanahnya terkena pengadaan tanah tersebut berdasarkan desa dan kecamatannya masing-masing di kantor kelurahankecamatan masing – masing. Kemudian panitia pengadaan tanah menjelaskan kepada masyarakat apa tujuan pembangunan jalan tol, bagaimana proses ganti ruginya, dan pertimbangan penetapan biaya ganti ruginya. Tentang penerapannya, sebagian masyarakat menerima jumlah ganti rugi, ada juga yang menolak ganti rugi. Untuk yang menolak kita melaksanakan proses lain yang telah ditentukan dalam undang – undang. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada, maka yang menjadi pertimbangan dalam pemberian ganti rugi terhadap pengadaan tanah, yaitu nilai jual obyek pajak atau nilai nyatasebenarnya dengan memperhatikan nilai jual obyek pajak tahun berjalan berdasarkan penetapan LembagaTim Penilai Harga Tanah yang ditunjuk oleh panitia, nilai jual bangunan yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang bangunan, nilai jual tanaman yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang pertanian. Berdasarkan status hak atas tanah yang diatur dalam UUPA Pasal 16, status hak atas tanah di sepanjang jalan tol berbeda – beda. Ada yang sudah menjadi hak milik masyarakat, ada yang masih Eks HGU PTPN II, dan adan juga yang masih HGU PTPN II. Perbedaan tersebut dikarenakan perpanjangan HGU. Untuk wilayah yang masih merupakan tanah HGU, dikarenakan masih ada perpanjangan HGU dari PTPN II. Jika dilihat dari sejarahnya, wilayah tersebut dulunya diberikan kepada para pensiunan PTPN II untuk ditempati dan digunakan. Tetapi yang terjadi adalah bukan hanya sekedar menempati dan menggunakan,oleh pensiunan pegawai PTPN II tersebut, tanah tersebut dijual kepada masyarakat dan diterbitkan pula SK Camat, SK jual beli, dan SK tidak sah lainnya sebagai alas hak atas tanah tersebut sehingga sampai saat ini, masyarakat masih merasa memiliki tanah tersebut karena punya alas hak. Perbedaan status hak tersebut memberikan pengaruh terhadap pemberian ganti rugi, untuk tanah yang bersertifikat ganti rugi yang diberikan lebih besar dibandingkan tanah yang berstatus Eks HGU dan HGU. Sampai sejauh ini, pembebasan lahan jalan tol Kota Medan – Tebing Tinggi telah hampir selesai 90, hanya ada tinggal beberapa Kepala Keluarga yang masih menolak ganti rugi dikarenakan ketidakcocokan harga yang ditentukan. Tapi untuk masalah yang demikian, panitia pengadaan tanah telah melakukan eksekusi tanah terlebih dahulu dan uang ganti rugi telah dititipkan ke pengadilan. Selain melakukan wawancara terhadap pegawai Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Deli Serdang, penulis juga melakukan penelitian dengan mewawancarai salah satu masyarakat yang tanahnya terkena pengadaan tanah, yaitu Bapak Alman, hasil dari wawancara tersebut dapat penulis tuliskan sebagai berikut: 1. Bagaimana ganti rugi yang diberikan pemerintah terhadap tanah Anda? 2. Apa alas hak yang Anda punya atas tanah yang anda? Berikut ringkasan dari hasil wawancara penulis adalah : 83 Ganti rugi yang diberikan pemerintah berbeda-beda setiap tahun. Pada tahun 2007, dilakukan musyawarah dan disepakati bahwa ganti rugi atas seluruh tanah yang terkena pengadaan tanah yaitu Rp. 385.000. Ganti rugi tersebut diberikan 83 Wawancara dengan Bapak Alman, pada tanggal 9 November 2015, pukul 14.30 WIB. kepada sebagian masyarakat saja. Pada tahun 2010 dilakukan musyawarah kembali, dan ditetapkan bahwa tanah yang tidak memiliki sertifikat hanya mendapat ganti rugi 25 dari tanah yang bersertifikat, yaitu Rp. 80.000. Dan pada tahun 2012 dilakukan kembali musyawarah dan kali ini dihadiri oleh Bapak Gubernur, Bapak Sekda, Bapak Bupati, pihak kejaksaan, BPN, Kepala Desa, dan pada musyawarah tersebut dikatakan bahwa HGU PTPN II kembali diperpanjang pada tahun 2012, sehingga masyarakat yang tidak memiliki sertifikat tidak berhak mendapat ganti rugi atas tanah, hanya berupa kompensasi atas bangunan, tanaman, dan benda-benda yang melekat di atas tanah tersebut. karena ganti rugi atas tanah telah diberikan pada pihak Perkebunan PTPN II. Alas hak yang dimiliki oleh Narasumber adalah SK Camat. Dan narasumber menyatakan bahwa dia adalah penduduk yang baik karena telah membayar pajak. Dari hasil wawancara tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa cara pemerintah memberikan ganti rugi adalah sebagai berikut : a. Metode yang digunakan sesuai dengan peraturan perundang- undangan, yaitu dengan musyawarah terlebih dahulu dalam menentukan jumlah ganti rugi dan proses ganti rugi. b. Pertimbangan atas ganti kerugian diterapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yaitu berdasarkan Nilai Jual Obyek Pajak atau nilai nyatasebenarnya dengan memperhatikan Nilai Jual Obyek Pajak tahun berjalan berdasarkan penetapan LembagaTim Penilai Harga Tanah yang ditunjuk oleh panitia, nilai jual bangunan yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang bangunan, nilai jual tanaman yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang pertanian. c. Ganti rugi yang diberikan pada tiap warga berbeda-beda. Untuk tanah yang bersertifikat atau berstatus hak milik, ganti ruginya Rp. 385.000 meter. Tanah yang berstatus Eks HGU hanya memperoleh Rp. 80.000, yaitu 25 dari nilai tanah yang bersertifikat. Dan tanah yang masih memiliki perpanjangan HGU PTPN II, hanya memperoleh kompensasi atas bangunan dan tanamannya saja.

B. Data Yuridis Lahan, Bangunan, dan Tanaman yang belum

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Terhadap Kepastian Hukum Pelaksanaan Pengadaan Tanah : Studi Kasus Pelaksanaan Pembebasan Tanah Jalan Arteri Bandara Kualanamu

5 129 124

Tinjauan Hukum Terhadap Pelaksanaan Pemberdayaan Koperasi: Studi Pada Koperasi Pegawai Republik Indonesia Departemen Agama Kota Tebing Tinggi

0 36 124

TINJAUAN YURIDIS REALISASI PELAKSANAAN GANTI RUGI PENGADAAN JALAN TOL SOLO-KERTOSONO DI Tinjauan Yuridis Realisasi Pelaksanaan Ganti Rugi Pengadaan Jalan Tol Solo-Kertosono Di Wilayah Sawahan Kabupaten Boyolali.

0 2 20

Tinjauan Yuridis Terhadap Kepastian Hukum Pelaksanaan Pengadaan Tanah : Studi Kasus Pelaksanaan Pembebasan Tanah Jalan Tol Kota Medan – Tebing Tinggi

0 1 7

Tinjauan Yuridis Terhadap Kepastian Hukum Pelaksanaan Pengadaan Tanah : Studi Kasus Pelaksanaan Pembebasan Tanah Jalan Tol Kota Medan – Tebing Tinggi

0 0 1

Tinjauan Yuridis Terhadap Kepastian Hukum Pelaksanaan Pengadaan Tanah : Studi Kasus Pelaksanaan Pembebasan Tanah Jalan Tol Kota Medan – Tebing Tinggi

0 0 26

Tinjauan Yuridis Terhadap Kepastian Hukum Pelaksanaan Pengadaan Tanah : Studi Kasus Pelaksanaan Pembebasan Tanah Jalan Tol Kota Medan – Tebing Tinggi

0 0 26

Tinjauan Yuridis Terhadap Kepastian Hukum Pelaksanaan Pengadaan Tanah : Studi Kasus Pelaksanaan Pembebasan Tanah Jalan Tol Kota Medan – Tebing Tinggi

0 0 4

Tinjauan Yuridis Terhadap Kepastian Hukum Pelaksanaan Pengadaan Tanah : Studi Kasus Pelaksanaan Pembebasan Tanah Jalan Arteri Bandara Kualanamu

0 0 28

Tinjauan Yuridis Terhadap Kepastian Hukum Pelaksanaan Pengadaan Tanah : Studi Kasus Pelaksanaan Pembebasan Tanah Jalan Arteri Bandara Kualanamu

0 0 20