Tinjauan Hukum Terhadap Pelaksanaan Pemberdayaan Koperasi: Studi Pada Koperasi Pegawai Republik Indonesia Departemen Agama Kota Tebing Tinggi

(1)

TINJAUAN HUKUM TERHADAP

PELAKSANAAN PEMBERDAYAAN KOPERASI:

STUDI PADA KOPERASI PEGAWAI REPUBLIK INDONESIA

DEPARTEMEN AGAMA KOTA TEBING TINGGI

TESIS

Oleh

PAHRULLAILI

067011063/MKn

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2008


(2)

TINJAUAN HUKUM TERHADAP

PELAKSANAAN PEMBERDAYAAN KOPERASI:

STUDI PADA KOPERASI PEGAWAI REPUBLIK INDONESIA

DEPARTEMEN AGAMA KOTA TEBING TINGGI

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan

Dalam Program Studi Kenotariatan Pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

PAHRULLAILI

067011063/MKn

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2008


(3)

Judul Tesis : TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PEMBERDAYAAN KOPERASI: STUDI PADA KOPERASI PEGAWAI REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN AGAMA KOTA TEBING TINGGI Nama Mahasiswa : Pahrullaili

Nomor Pokok : 067011063

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. DR. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N.) Ketua

(DR. Budiman Ginting, S.H., M.Hum) (Abdul Muis, S.H., M.S.)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. DR. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. DR. Ir. T. Chairun Nisa, B.Msc)


(4)

Telah Diuji Pada

Tanggal : 30 Agustus 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N.

Anggota : 1. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum.

2. Abdul Muis, S.H., M.S. 3. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum.


(5)

A B S T R A K

Dalam menggerakkan perekonomian rakyat sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka perkoperasian adalah salah satu wadah yang sangat strategis dalam menggalang kekuatan ekonomi rakyat. Koperasi Pegawai Republik Indonesia Departemen Agama Kota Tebing Tinggi di dalam usahanya untuk mengembangkan permodalan koperasi, yaitu dengan cara memberikan pendidikan dan pelatihan kepada setiap anggota koperasi, dan memberikan bantuan modal usaha untuk kemajuan koperasi, baik lewat simpanan suka rela maupun simpanan berjangka, pinjaman lunak baik jangka pendek dan jangka panjang. Permasalahan dalam Penelitian ini, adalah Bagaimanakah pemberdayaan Koperasi di Indonesia? Bagaimanakah pelaksanaan pemberdayaan Koperasi Pegawai Republik Indonesia Departemen Agama Kota Tebing Tinggi? Apakah hambatan-hanbatan yang ditemui dalam pelaksanaan pemberdayaan Koperasi Pegawai Republik Indonesia Departemen Agama Kota Tebing Tinggi dan Apakah upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan pemberdayaan Koperasi Pegawai Republik Indonesia Departemen Agama Kota Tebing Tinggi? Penelitian ini bersifat desktiptif analitis dengan menggunakan pendekatan yuridis-empiris. Alat pengumpulan data yaitu studi kepustakaan dan wawancara, analisis data dilakukan secara kualitatif.

Pemberdayaan Koperasi dan UMKM di Indonesia, dilakukan melalui: (a) meningkatkan kembali peran koperasi dan perkuatan posisi UMKM dalam sistem perekonomian nasional; dan (b) peningkatan kembali peran koperasi dan perkuatan UMKM tersebut, dilakukan dengan memperbaiki akses KUMKM terhadap permodalan, teknologi, informasi dan pasar, memperbaiki iklim usaha, mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya pembangunan, dan mengembangkan potensi sumber daya lokal. Pelaksanaan pemberdayaan yang telah dilakukan Koperasi Pegawai Republik Indonesia Departemen Agama Kota Tebing Tinggi, meliputi: (a) mengembangkan usaha para anggota koperasi; (b) memberikan penyuluhan, pelatihan dan pendidikan kewirausahaan terhadap anggota koperasi; dan (c) memberikan pinjaman kepada anggota koperasi. Hambatan-hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan pemberdayaan Koperasi Pegawai Republik Indonesia Departemen Agama Kota Tebing Tinggi dan upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut, dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu dari dalam (internal) dan dari luar (external) anggota koperasi.

Saran dalam penulisan tesis ini adalah (1) kepada pengurus dan pengawas serta anggota koperasi diharapkan lebih mengoptimalkan peran koperasi sebagai suatu badan hukum yang berasaskan kebersamaan, kerakyatan serta kemandirian, demi memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya; (2) kepada pemerintah daerah dalam hal ini adalah Dinas Koperasi, Usaha, Mikro dan Menengah, agar lebih memperhatikan perkembangan koperasi yang berada dalam ruang lingkup kewenangannya; dan (3) bagi lembaga penyediaan keuangan dalam hal ini perbankan, agar lebih mengutamakan kerja sama kepada Koperasi dan Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah.


(6)

A B S T R A C T

To activate the people’s economy as stated in the preamble of 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, cooperative is one of the methods which are very strategic in empowering the people’s. The Indonesian Civil Servant Cooperative of the Department of Religious Affairs, the city of Tebing Tinggi, in its attempt to develop its working capital, provides each member of their cooperative with education, training, and working capital assistance for the progress of the cooperative either through voluntary saving, time deposit, short-term or long-term soft loans. The purpose of this empirical juridical study is to examine how cooperative is empowered in Indonesia, to look at how the empowerment of the Indonesian Civil Servant Cooperative of the Department of Religious Affairs, the city of Tebing Tinggi is implemented, to explore what constraints are found in empowering the Indonesian Civil Servant Cooperative of the Department of Religious Affairs, the city of Tebing Tinggi, and to find out what attempts have been done to overcome the constraints found during the empowerment of the Indonesian Civil Servant Cooperative of the Department of Religious Affairs, the city of Tebing Tinggi. The data for this study were collected through library research and interviews then the data obtained were qualitatively analyzed.

The result of this study shows that the empowerment of cooperative and micro, small and medium business enterprise (UMKM) in Indonesia is implemented through: (a) reactivating and enhancing the role of cooperative and strengthening the position of UMKM in the Indonesian national economic system; and (b) improving the access o Cooperative and UMKM to capital resources, technology, information and market as well as business climate, optimizing the use of development resources, and developing local potential resources. The kinds of empowerment have been implemented by the Indonesian Civil Servant Cooperative of the Department of Religious Affairs, the city of Tebing Tinggi include: (a) developing the businesses belong to the cooperative members; (b) providing the cooperative members with extension training education on entrepreneurship; and (c) giving loans to the cooperative members. The constraints found and the attempts done to solve the constraints found during the empowerment of the Indonesian Civil Servant Cooperative of the Department of Religious Affairs, the city of Tebing Tinggi are divided into two categories, one from the internal and the other from the external of the cooperative members.

It is suggested that: (1) the management, supervisor and the members of the cooperative should optimize the role of cooperative as a corporate body based on equality, democracy and independence especially for the welfare of the cooperative members and the community in general; (2) the city government of Tebing Tinggi in this case its Cooperative and Micro, Small and Medium Business Enterprise Service pay more attention to the cooperative development under its authority; and (3) the banks should prioritize its cooperation with cooperative and micro, small and medium business enterprise.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya tesis ini telah dapat diselesaikan, tidak lupa pula penulis hantarkan selawat beserta salam kehadirat Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah membawa umat manusia dari alam kegelapan kealam yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Penulisan tesis ini penulis memilih judul “Tinjauan Hukum Terhadap Pelaksanaan

Pemberdayaan Koperasi: Studi Pada Koperasi Pegawai Republik Indonesia

Departemen Agama Kota Tebing Tinggi”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Program Studi Magister Kenotariatan. Dalam penyusunan tesis ini telah banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Terima kasih yang mendalam dan tulus saya ucapkan secara khusus kepada Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N., selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum serta Bapak

Abdul Muis, S.H., M.S., masing-masing selaku anggota Komisi Pembimbing, yang

telah memberikan pengarahan, nasehat serta bimbingan kepada penulis, dalam penulisan tesis ini.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih secara khusus kepada Ibu


(8)

M.Hum., selaku dosen penguji dan panitia penguji tesis yang telah membimbing dan

membina penulis.

Selanjutnya ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM & H, Sp.A (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Magister Kenotariatan.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. Chairun Nisa B, MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum, selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak-bapak dan Ibu-ibu Guru Besar dan Staf Pengajar di antaranya Bapak Prof. Dr. M. Solly Lubis, S.H., Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S., Prof. Dr. Syafruddin Kalo, S.H., M.Hum., Prof. Hasballah Thaib, M.A., Ph.D., Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.Hum., Ibu Hj. Chairani Bustami, S.H., M.Kn., Dr. Pendastaren Tarigan, S.H., M.S., Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., Dr. Iman Jauhari, S.H., M.Hum, Soetrisno, S.H., Sp.N., Notaris Syafnil Gani, S.H., M.Hum, Notaris Syahril Sofyan, S.H., M.Kn., Notaris Rustam Effendi Rasyid, S.H., Sp.N., dan juga para karyawan pada Sekolah


(9)

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Program Studi Magister Kenotariatan yang telah banyak membantu dalam penulisan ini dari awal hingga selesai.

5. Rekan-rekan serta teman-temanku tercinta di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, di Program Magister Kenotariatan yang selalu memberikan semangat, dorongan dan bantuan, baik moril maupun materil kepada penulis, dalam rangka penyelesaian tesis dan studi.

Secara khusus penulis menghaturkan sembah dan sujud dan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda H. Abdul Halim Lubis, S.Pd.I, dan Ibunda Rohani (Alm) tercinta yang telah bersusah payah melahirkan, membesarkan dengan penuh pengorbanan, kesabaran, ketulusan dan kasih sayang serta memberikan do’a restu, sehingga penulis dapat melanjutkan dan menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Program Studi Magister Kenotariatan, serta tidak lupa juga penulis menghaturkan terimah kasih kepada Ibunda Roslaini Harahap. Secara khusus juga penulis mengucapkan terimah kasih kepada Ayahanda Mertua H. Murtaga Marpaung dan Ibunda Hj. Asniah, yang telah memberikan dorongan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi.

Ucapan terima kasih juga penulis persembahkan kepada Bapak Dr. H. IDHAM, S.H., M.Kn. dan Ibu Hj. Haneda Lubis, B.A, yang selama ini telah memberikan dorongan dan motivasi yang besar kepada penulis dalam menyelesaikan studi.


(10)

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Kakanda Ridwan, S.S. dan Sri Anita, serta Adinda Zulkarnain Lubis, S.H., Abdul Azis Lubis, Nur Azizah Lubis, Syafi’i Lubis, S.Pd.I, Latifah Lubis, Fitriani Lubis dan Nurhalimah Lubis.

Ucapan terima kasih juga penulis persembahkan kepada sahabatku Adinda Edi Sukelsi yang senantiasa memberi dukungan dan bantuan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini,.

Secara khusus saya ucapkan terima kasih yang sangat besar dan tak terhingga kepada isteri tercinta Yuanita dan kepada kedua anak-anakku yang tersayang Muhammad Naufal Fadhil Lubis dan Dinda Syahira Lubis, yang selalu memberikan semangat, bantuan, pengorbanan, pengertian dan kasih sayang serta do’a, sehingga penulis dapat menyelesaikan Program Studi Magister Kenotariatan.

Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis, mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rezeki yang melimpah.

Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, terutama kepada penulis dan kalangan yang mengembangkan Ilmu Hukum, khususnya dalam bidang Ilmu Kenotariatan.

Medan, 30 Agustus 2008 Penulis,


(11)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama Lengkap : Pahrullaili

Tempat Tanggal Lahir : Rampah, 17 Februari 1972

Status : Menikah

Alamat : Jl. Brig. Jend. Katamso No. 297, Kelurahan Sei Mati,

Kecamatan Medan Maimun, Medan

Telp. 061-77135978

Hp. 08126460578

II. Nama Istri : Yuanita

Anak : 1. Muhammad Naufal Fadhil Lubis

2. Dinda Syahira Lubis

III. ORANG TUA

Nama Ayah : H. Abdul Halim Lubis, S.Pd

Nama Ibu : Rohani (Alm)

IV. PENDIDIKAN

1. SD Negeri No. 104297 Sei Bamban,

Kecamatan Sei Rampah : Tahun 1985 2. Madrasah Tsanawiyah Sei Bamban,

Kecamatan Sei Rampah : Tahun 1988 3. Madrasah Aliyah Sei Bamban, Kecamatan

Sei Rampah : Tahun 1991

4. S-1 Fakultas Hukum, Universitas

Alwasliyah Medan : Tahun 1997 5. S-2 Sekolah Pascasarjana Program Magister

Kenotariatan, Universitas Sumatera Utara : Tahun 2008


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Keaslian Penelitian ... 9

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 10

1. Kerangka Teori... 10

2. Konsepsi... 16

G. Metode Penelitian ... 18

1. Sifat Penelitian ... 18

2. Lokasi Penelitian... 19

3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 19

4. Metode Pengumpulan Data ... 20

5. Alat Pengumpulan Data ... 20


(13)

BAB II : PEMBERDAYAAN KOPERASI DI INDONESIA ... 23

A. Sejarah Terbentuknya Koperasi di Indonesia ... 23

B. Dasar Hukum Koperasi dan Tujuan Koperasi ... 31

C. Nilai dan Prinsip-prinsip Koperasi... 41

D. Pemberdayaan Koperasi di Indonesia ... 43

BAB III : PELAKSANAAN PEMBERDAYAAN KOPERASI PEGAWAI NEGERI DEPARTEMEN AGAMA KOTA TEBING TINGGI ... 55

A. Syarat Pendirian Koperasi dan Tata Cara Pendirian Koperasi 55 B. Alat Perlengkapan Koperasi... 51

C. Gambaran Umum Koperasi Pegawai Republik Indonesia Departemen Agama Kota Tebing Tinggi... 65

D. Pelaksanaan Peberdayaan Koperasi Pegawai Republik Indonesia Departemen Agama Kota Tebing Tinggi ... 68

BAB IV : HAMBATAN-HAMBATAN YANG DITEMUI DALAM PELAKSANAAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN UNTUK MENGATASI HAMBATAN DALAM PELAKSANAAN PEMBERDAYAAN KOPERASI PEGAWAI REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN AGAMA KOTA TEBING TINGGI... 88

A. Hambatan-hambatan Yang Ditemui Dalam Pelaksanaan Pemberdayaan Koperasi Pegawai Republik Indonesia Departemen Agama Kota Tebing Tinggi... 88

B. Upaya-upaya Yang Dilakukan Untuk Mengatasi Hambatan Dalam Pelaksanaan Pemberdayaan Koperasi Pegawai Republik Indonesia Departemen Agama Kota Tebing Tinggi 94 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 104

A. Kesimpulan ... 104

B. Saran... 105

DAFTAR PUSTAKA ... 106 LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

Tebel 1 : Jenis Usaha-usaha Anggota KPRI Departemen Agama Kota Tebing Tinggi.

Tabel 2 : Bidang Usaha Koperasi.

Tabel 3 : PERHITUNGAN RUGI/LABA KPRI DEPARTEMEN AGAMA KOTA TEBING TINGGI per 1 Januari – 31 Desember 2006.


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Daftar Tagihan Pinjaman Jangka Panjang KPRI Departemen Agama Kota Tebing Tinggi Untuk Bulan : Desember 2006.

Lampiran 2 : Berita Acara Penetapan Pengurus Koperasi Pegawai Republik Indonesia Departemen Agama Kota Tebing Tinggi, Periode Tahun 2006 -2009, tanggal 31 Juli 2007.

Lampiran 3 : Surat Keterangan Penelitian dari Koperasi Pegawai Republik Indonesia Departemen Agama Kota Tebing Tinggi, tanggal 03 Juni 2008


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 33 ayat (1) menyatakan bahwa perekonomian Indonesia disususun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Selanjutnya penjelasan Pasal 33 antara lain menyatakan bahwa kemakmuran masyarakat yang diutamakan bukan kemakmuran orang-seorang dan bentuk badan hukum yang sesuai dengan hal tersebut adalah koperasi.

Selama lebih enam puluh tahun sejak kemerdekaan Indonesia, koperasi sebagai organisasi masyarakat berasaskan kebersamaan, kerakyatan serta kemandirian telah memainkan peranan yang sangat signifikan bagi kemajuan perekonomian bangsa Indonesia. Pasang surut perkembangan perekonomian Indonesia seakan tidak lepas dari kemajuan yang dilakukan oleh koperasi. Dengan lebih 25 juta anggota di seluruh Indonesia membuktikan bahwa peran koperasi sangat strategis bagi perkembangan perekonomian bangsa.1

Dengan berubahnya kondisi lingkungan, khususnya yang terjadi pada era reformasi dengan demokrasi yang menyangkut aspek ekonomi maupun berbagai aspek lainnya menimbulkan perubahan tantangan, kesempatan dan tuntutan bagi pembinaan dan pengembangan koperasi. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992

1


(17)

tentang Perkoperasian, dipandang masih relevan menghadapi tantangan tersebut di atas karena itu undang-undang tersebut beserta perangkat peraturan pelaksanaannya dipergunakan sebagai dasar penyusunan pedoman kelembagaan usaha koperasi.

Koperasi berasal dari kata Co dan Operation. Co berarti bersama. Operation yang berarti bekerja. Oleh sebab itu definisi dapat diberikan sebagai suatu perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badan-badan yang memberikan kebebasan masuk dan keluar sebagai anggota, dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan usaha, untuk meningkatkan kesejahteraan para anggotanya.2

Dalam menggerakkan perekonomian rakyat sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka perkoperasian adalah salah satu wadah yang sangat strategis dalam menggalang kekuatan ekonomi rakyat. Oleh karena itu, sudah seyogyanyalah pemerintah bertanggung jawab, baik secara langsung maupun tidak langsung memberikan dukungan kepada wadah perkoperasian yang tumbuh di tengah masyarakat sebagaimana yang dicita-citakan.

Di Indonesia, koperasi adalah unit usaha yang paling banyak mendapat julukan. Julukan itu begitu mulia diantaranya “soko guru perekonomian Indonesia” “tulang punggung ekonomi rakyat’, dan lain-lain. Namun, kendati mendapat julukan-julukan mulia dan disebutkan dalam konstitusi, ternyata koperasi Indonesia selama

2

U. Purwanto, “Petunjuk Praktis Tentang Cara Mendirikan Dan Mengelola Koperasi Di


(18)

setengah abad lebih keberadaannya, tidak menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Ia tetap saja hanya ada di bibir para pejabat pemerintahan, dan tidak tampak di permukaan sebagai “bangun perusahaan” yang kokoh dan mampu sebagai landasan (fundamental) perekonomian, serta dalam sistem ekonomi Indonesia, koperasi berada pada sisi marginal.3

Hal ini sesuai dengan seperti yang diungkapkan oleh I. Wayan Dipta, yaitu: Dalam sistem perekonomian Indonesia dikenal ada tiga pilar utama yang menyangga perekonomian. Ketiga pilar itu adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), dan Koperasi. Ketiga pilar ekonomi tersebut mempunyai peranan yang masing-masing sangat spesifik sesuai dengan kapasitasnya. Sayangnya, dari ketiga pilar itu, koperasi, walau sering disebut sebagai soko guru perekonomian, secara umum merupakan pilar ekonomi yang “jalannya paling terseok” dibandingkan dengan BUMN dan apalagi BUMS.4

Koperasi selama ini sudah didukung oleh pemerintah, bahkan dapat dikatakan berlebihan, sesuai kedudukan istimewa dari koperasi di dalam sistem perekonomian Indonesia. Sebagai soko guru perekonomian, ide dasar pembentukan koperasi sering dikaitkan dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, khususnya ayat (1) yang menyebutkan bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Dalam Penjelasan UUD 1945 itu dikatakan bahwa bangun usaha yang paling cocok dengan asas kekeluargaan itu adalah koperasi.

3

Martin Manurung, Indonesia: “Menuju Demokrasi Ekonami”, dalam Kumpulan Makalah Sistem Ekonomi, (Jakarta: FEUI, 1998), hal. 13.

4

I Wayan Dipta, Asisten Deputi Urusan Penelitian Sumber Daya Usaha Kecil dan Menengah, Makalah: “Pengembangan Daya Saing Usaha Kecil dan Menengah”, Jakarta, 28 April 2004, hal. 12.


(19)

Koperasi sebagai salah satu bentuk usaha yang sesuai dengan ketentuan undang-undang, harus diberikan kesempatan seluas-luasnya dan ditingkatkan pembinaannya dalam pembangunan. Kebijaksanaan ini harus diambil dalam rangka memecahkan ketidakselarasan dalam masyarakat karena adanya lapisan sebagian kecil masyarakat dengan kedudukan ekonomi yang sangat kuat dan menguasai sebagian besar kehidupan nasional, sedang di lain pihak masyarakat berada dalam keadaan ekonomi lemah dan belum dapat menjalankan perannya yang besar dalam kegiatan perekonomian nasional.

Hal yang harus disepakati dalam suatu koperasi secara teknis dituangkan ke dalam suatu akta perjanjian yang disebut akta pendirian. Akta pendirian inilah yang berfungsi sebagai dasar hukum dari sebuah perkumpulan koperasi, bagi anggotanya berlaku sebagai undang-undang. Akta pendirian koperasi tersebut merupakan Anggaran Dasar Koperasi, yang mengikat dan harus dipatuhi oleh semua anggota dan pengurus koperasi.5

Pemerintah mengeluarkan kebijakan yang membuat kedudukan koperasi setara dengan badan hukum yang lain. Pemerintah melalui Departemen Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah mengeluarkan Keputusan Menteri Nomor. 98/KEP/M.KUM/IX/2004 yang mengatur tentang peranan Notaris sebagai Pembuat Akta Koperasi.

5

Andjar Pachta W, Wyra Rosana Bachtiar dan Nadia Maulisa Benemay, “Hukum Koperasi

Indonesia, Pemahaman, Regulasi, Pendirian dan Modal Usaha”, Fakultas Hukum Universitas


(20)

Kebijakan melibatkan Notaris dalam pendirian Koperasi, bukan dimaksudkan untuk menjadi beban bagi koperasi, namun sebaliknya agar kedudukan koperasi semakin kuat, sebagai badan hukum yang didirikan berdasarkan akta otentik.

Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.6

Secara kelembagaan, sebuah koperasi adalah suatu organisasi bisnis

permanent, yang didirikan dan dijalankan oleh anggota sebagai sebuah unit operasi,

disebut sebuah perusahaan koperasi. Fungsinya seperti unit-unit ekonomi permanent lainnya adalah memberikan jasa-jasa komersial dan keuangan atau memproduksi produk-produk pertanian, industri dan lainnya. Suatu hubungan spesial harus ada antara perusahaan koperasi dengan anggota-anggotanya untuk kepentingan atau kesejahteraan anggota-anggotanya. 7

Pemulihan krisis Indonesia dewasa ini, sesungguhnya koperasi mendapat peluang (opportunity) untuk tampil lebih eksis. Krisis ekonomi yang diawali dengan krisis nilai tukar dan kemudian membawa krisis hutang luar negeri, telah membuka mata semua pemerhati ekonomi bahwa “fundamental ekonomi” yang semula diyakini kebenarannya, ternyata hancur lebur.

6

Lihat, Pasal 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. 7

Tulus Tambunan, “Prospek Koperasi Pengusaha dan Petani di Indonesia dalam Tekanan

Globalisasi Ekonomi dan Liberalisasi Perdagangan Dunia”, (Jakarta: Kadin Indonesia/Pusat Studi


(21)

Para pengusaha besar konglomerat dan industri manufaktur yang selama ini diagung-agungkan membawa pertumbuhan ekonomi yang pesat, ternyata omong kosong belaka. Sebab, ternyata kebesaran mereka hanya ditopang oleh hutang luar negeri sebagai hasil perkoncoan dan praktik mark-up ekuisitas, dan tidak karena

variable endogenous (yang tumbuh dari dalam).8

Dalam upaya pemulihan ekonomi, koperasi tetap dalam posisi yang marjinal, walaupun beberapa tokoh ekonomi sering bersuara lantang ”memberdayakan” koperasi, tetapi tetap saja koperasi tidak terlihat peranannya yang signifikan dalam alur pemulihan ekonomi Indonesia. Selanjutnya yang berkembang hanyalah kuantitas koperasi, dan tidak terlihat perbaikan kualitasnya, baik mikro maupun makro ekonomi.

Orientasi pembinaan koperasi semakin diarahkan kepada pemberdayaan koperasi melalui penciptaan iklim yang kondusif dan pemberian kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk berkoperasi serta perkuatan koperasi dengan peningkatan kemudahan akses terhadap sumber modal, teknologi, pasar, informasi, Sumber Daya Manusia (SDM), organisasi dan manajemen.9

Pembinaan koperasi bertujuan agar setiap koperasi dapat menjadi lembaga yang kuat dan sehat, anggotanya dapat berperan secara berhasil guna, sedangkan pengawas dan pengurus dapat berfungsi secara efektif. Pelaksanaan pembinaannya akan diusahakan secara lebih terpadu dan lebih ditekankan pada aspek kualitasnya

8

Martin Manurung, Op Cit, hal.23. 9

Kantor Menteri Negara Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah, “Pedoman Kelembagaan

dan Usaha Koperasi”, (Jakarta: Kantor Menteri Negara Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah


(22)

agar dapat diwujudkan program pengembangan pemberdayaan koperasi, sehingga mampu menjadi koperasi yang mandiri.

Koperasi sering sekali tidak dapat berkembang karena keterbatasan mendapatkan modal usaha. Untuk mendapatkan modal usaha, biasanya para pengurus dan anggota koperasi lebih memilih pada lembaga pembiayaan yang terkadang bunganya cukup tinggi. Sebagian masyarakat yang lain justu lebih memilih membuat usaha dengan bentuk badan hukum lain seperti Perseroan Terbatas dan Comanditair Vernnootscapt.

Di dalam mewujudkan program pengembangan pemberdayaan koperasi, agar mampu menjadi koperasi yang mandiri, Koperasi Pegawai Republik Indonesia Departemen Agama Kota Tebing Tinggi, melakukan kegiatan usahanya dengan memberdayakan segala potensi yang ada pada anggotanya, baik dalam memberikan modal usaha maupun memberikan pinjaman secara bergulir kepada setiap anggota koperasi tersebut.

Koperasi Pegawai Republik Indonesia Departemen Agama Kota Tebing Tinggi didalam usahanya untuk mengembangkan permodalan koperasi, yaitu dengan cara memberikan pendidikan dan pelatihan kepada setiap anggota koperasi, dan memberikan bantuan modal usaha untuk kemajuan koperasi, baik lewat simpanan suka rela maupun simpanan berjangka, pinjaman lunak baik jangka pendek dan jangka panjang, dan juga pendidikan terhadap anggota koperasi demi mendapatkan keterampilan dalam bidang usaha dan pendistribusian usaha dari para anggota koperasi tersebut.

Dengan latar belakang masalah di atas, maka penulis ingin mengadakan penelitian lebih lanjut guna memperoleh gambaran tentang “Tinjauan Hukum


(23)

Terhadap Pelaksanaan Perberdayaan Koperasi”, dengan mengambil studi pada Koperasi Pegawai Republik Indonesia Departemen Agama Kota Tebing Tinggi.

B. Perumusan Masalah

Permasalahan dalam tesis ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pemberdayaan Koperasi di Indonesia?

2. Bagaimanakah pelaksanaan pemberdayaan Koperasi Pegawai Republik Indonesia Departemen Agama Kota Tebing Tinggi?

3. Apakah hambatan-hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan pemberdayaan Koperasi Pegawai Republik Indonesia Departemen Agama Kota Tebing Tinggi dan apakah upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan pemberdayaan Koperasi Pegawai Republik Indonesia Departemen Agama Kota Tebing Tinggi?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penulis yang dikemukakan penulis dalam penulisan tesis ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana pemberdayaan Koperasi di Indonesia.

2. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pemberdayaan Koperasi Pegawai Republik Indonesia Departemen Agama Kota Tebing Tinggi.

3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan pemberdayaan Koperasi Pegawai Republik Indonesia Departemen Agama Kota Tebing Tinggi dan untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan untuk


(24)

mengatasi hambatan dalam pelaksanaan pemberdayaan Koperasi Pegawai Republik Indonesia Departemen Agama Kota Tebing Tinggi.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbang saran, baik secara praktis maupun teoritis. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat digunakan para praktisi hukum dalam memahami regulasi pemberdayaan koperasi untuk mendukung pemberdayaan ekonomi kerakyatan melalui koperasi. Selain itu penelitian ini diharapkan akan memacu peningkatan koperasi secara kelembagaan, baik secara mikro maupun makro dan memberikan masukan kepada pihak perkoperasian khususnya mengenai pemberdayaan koperasi.

Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sumbang saran dalam ilmu pengetahuan hukum, khususnya kedudukan koperasi sebagai badan hukum yang memiliki kekuatan yang sama dengan badan hukum yang lain.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian dan penelurusan yang telah dilakukan, baik terhadap hasil-hasil penelitian yang sudah ada, maupun yang sedang dilakukan, khususnya pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, belum ada penelitian yang menyangkut masalah, “Tinjauan Hukum Terhadap Pelaksanaan Pemberdayaan Koperasi”, dengan mengambil studi pada Koperasi Pegawai Republik Indonesia Departemen Agama Kota Tebing Tinggi.


(25)

Namun, penulis ada menemukan beberapa tesis karya mahasiswa, yang mengangkat permasalahan Koperasi, tetapi permasalahan dan bidang kajiannya sangat jauh berbeda, yaitu:

1. Tesis atas nama Karmila, NIM : 047011037, dengan judul Peran Notaris Dalam Pembuatan Akta Koperasi Menurut Kepmen No. 98/Kep/M.KUKM/IX/2004 (Studi di Dinas Koperasi Kota Medan)

2. Tesis atas nama Afriani Nurafni, NIM : 047011006, dengan judul Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Pada Koperasi Menurut PP No. 9 Tahun 1995 (Studi Pada Koperasi Pegawai Negeri Guru SD Kec. Binjai)

3. Tesis atas nama Adri Anovel, NIM: 057011003, dengan judul Penerapan Akuntabilitas Dalam Koperasi Angkatan Darat (Studi Kasus Pada Komando Resort Militer 031/Pekan Baru

Dari penelusuran kepustakaan tersebut di atas, maka dengan demikian penelitian ini adalah asli, serta dapat dipertanggung jawabkan keasliannya.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses tertentu terjadi,10 dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.11

10

J.J.J M. Wuisman, dengan penyunting M. Hisman. ”Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial”, Jilid. 1, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1996), hal. 203.

11


(26)

Menetapkan landasan teori pada waktu diadakan penelitian ini tidak salah arah. Sebelumnya diambil rumusan Landasan teori seperti yang dikemukakan M. Solly Lubis, yang menyebutkan:

“Bahwa landasan teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan” 12

Teori ini sendiri adalah serangkaian preposisi atau keterangan yang saling berhubungan dengan dan tersusun dalam sistem deduksi yang mengemukakan suatu penjelasan atas suatu gejala.

Adapun teori menurut Maria S.W. Sumardjono adalah:

“Seperangkat preposisi yang berisi konsep abstrak atau konsep yang sudah didefinisikan dan saling berhubungan antar variable sehingga menghasilkan pandangan sistematis dari fenomena yang digambarkan oleh suatu variable dengan variable lainnya dan menjelaskan bagaimana hubungan antar variable tersebut”.13

Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan arahan/petunjuk dan ramalan serta menjelaskan gejala yang diamati. Karena penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris, kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum. Maksudnya adalah penelitian ini berusaha untuk memahami pelaksanaan pemberdayaan koperasi sebagai kaidah hukum atau sebagai isi kaidah hukum yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan, dan pelaksanaan kaidah hukum tersebut di masyarakat.

12

M. Solly Lubis, ”Filsafat Ilmu Dan Penelitian”, (Bandung: Mandar Madju, 1994), hal. 80. 13

Maria S.W. Sumarjono, ”Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian”, (Yogyakarta: Gramedia, 1989), hal. 12.


(27)

Koperasi merupakan suatu badan hukum, apabila membahas mengenai badan hukum sebenarnya terlebih dahulu perlu dimengerti apa sebenarnya pengertian dari pada badan hukum tersebut.

Adapun menurut Abdul Muis, “umumnya yang dimaksud dengan badan hukum itu sebagai layaknya manusia alamiah juga dapat bertindak dalam hukum dan mempunyai hak-hak, kewajiban- kewajiban, dan kepentinggan hukum”.14

Sedangkan Rudi Prasetya dan A. Oemar Wangso Diwiryo, mengatakan “badan hukum itu merupakan suatu organisasi yang sebagai suatu kesatuan mengambil bagian dalam lalu lintas masyarakat tanpa terikat kepada perorangannya”.15

Dalam pembahasan mengenai pelaksanaan pemberdayaan koperasi, teori utama yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teori kedaulatan negara

(staatssouvereniteit) yang dikemukakan oleh Jean Bodin dan George Jellinek16

Menurut teori kedaulatan negara, kekuasaan tertinggi ada pada negara dan negara mengatur kehidupan anggota masyarakatnya.

Teori pendukung lainnya adalah teori kedaulatan hukum dan kedaulatan rakyat. Teori kedaulatan negara berhubungan dengan teori kedaulatan hukum, hukum memiliki kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. Negara yang menciptakan hukum, hukum merupakan penjelmaan dari kehendak dan kemauan negara.17

14

Abdul Muis, ”Yayasan Sebagai Wadah Kegiatan Masyrakat”, (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 1991), hal. 17.

15

Ibid, hal. 19. 16

Soehino, ”Ilmu Negara”, (Yogyakarta: Liberty, 1998), hal. 154. 17


(28)

Menurut teori kedaulatan rakyat, kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat. Hukum dibuat oleh wakil-wakil rakyat dan rakyat wajib mentaati dan melaksanakan ketentuan hukum yang dibuat oleh wakil-wakil rakyat melalui organ-organ negara yang dibentuk berdasarkan hukum administrasi negara.18

Badan hukum dapat berupa suatu negara, suatu daerah otonom, suatu perkumpulan orang-orang yang mempunyai anggota, seperti misalnya Koperasi, Perseroan Terbatas (PT), Yayasan, Waqaf, dan lain-lain.19

Adapun teori-teori tentang badan hukum, yaitu: 1. Teori Fiksi atau Ajaran Fiksi

Teori ini dikemukakan oleh Von Savigny. Menurut teori, sebenarnya yang dapat melakukan perbuatan hukum hanyalah manusia belaka. Sekiranya suatu badan diakui dapat melakukan perbuatan hukum, maka tiada lain disebabkan karena badan ini dipandang sebagai “manusia buatan”, manusia fiktif. Badan itu dianggap sebagai seorang manusia.

2. Teori Realitas atau Teori Organ

Teori ini dikemukakan oleh Van Gierke. Teori ini mendasarkan diri, bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, di samping manusia-manusia perorangan, kadang-kadang dibentuk suatu kelompok persekutuan (orgaan) yang pada suatu taraf tertentu kolektivitasnya telah demikian kuat, sehingga menjadi mandiri. Sehingga dapat dikatakan perkumpulan ini mempunyai suatu “kehendak” sendiri, sekalipun sebenarnya kehendak tersebut tiada lain merupakan kehendak para anggota sekutu-sekutunya, yang menjadi suatu kesatuan kolektif dan menjelma menjadi kehendak persekutuan tersebut.

3. Teori Tujuan Harta Kekayaan

Menurut teori ini pada suatu ketika menurut kekayaan di dalam masyarakat akan ditemukan adanya kumpulan dari suatu harta kekayaan (hak-hak dan kewajiban) untuk suatu tujuan tertentu, terpisah dari pemilikan seorang manusiapun. Dan berhubungan dengan tujuannya perlu mendapat perlindungan dengan memberikannya status sebagai badan hukum. Penganut teori ini, antara lain Von Jehring dan Brinz.20

18

Ibid, hal. 16. 19

Abdul Muis, Op. Cit, hal. 18. 20


(29)

Dengan kata lain, badan hukum hanyalah merupakan suatu “konstruksi yuridis”, yang dibutuhkan hukum untuk melaksanakan secara patut atas kebutuhan-kebutuhan yang timbul karena susunan tertentu.

Selanjutnya teori yang dipergunakan untuk meneliti mengenai pelaksanaan pemberdayaan koperasi tersebut adalah teori Pengayoman Hukum, hukum mengayomi anggota masyarakat, hukum melindungi manusia secara aktif dan pasif.

Judul ”Tinjauan Hukum Terhadap Pelaksanaan Perberdayaan Koperasi”, dengan mengambil studi pada Koperasi Pegawai Republik Indonesia Departemen Agama Kota Tebing Tinggi, karena koperasi merupakan salah satu wadah yang sangat strategis dalam menggalang kekuatan ekonomi rakyat, sebagaimana yang tercantum dalam Pebukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Koperasi adalah suatu perkumpulan yang beranggota orang-orang atau badan-badan hukum, yang memberikan kebebasan masuk dan keluarnya sebagai anggota, dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan usaha untuk mempertinggi kesejahteraan para anggotanya.21

Maka berdasarkan defenisi di atas maka dapatlah diambil suatu kesimpulan, bahwa unsur-unsur yang terdapat di dalam koperasi itu adalah:

1. Perkumpulan koperasi merupakan perkumpulan orang-orang akan tetapi juga merupakan persekutuan sosial.

21


(30)

2. Keanggotaan bersifat suka rela dan terbuka (terbuka dalam hal ini adalah tidak ada istilah rahasia di antara sesama anggota).

3. Tujuan koperasi adalah mempertinggi kesejahteraan anggota-anggota dengan cara bekerja sama secara kekeluargaan.

Berdasarkan pengertian koperasi di atas, maka dapatlah ditetapkan bahwa ciri-ciri perkoperasian selalu harus memenuhi hal-hal sebagai berikut:

1. Bahwa koperasi Indonesia adalah kumpulan orang-orang dan bukan kumpulan modal. Pengaruh dan penggunaan modal dalam koperasi Indonesia sebagai kumpulan orang-orang dan ini harus berarti bahwa koperasi Indonesia harus benar-benar mengabdikan kepada perikemanusiaan dan bukan kepada kebendaan semata-mata.

2. Bahwa koperasi merupakan wadah demokrasi ekonomi dan sosial, di mana di antara anggota koperasi ini saling bekerja sama berdasarkan persamaan derajat, hak dan kewajiban. Koperasi merupakan milik anggotanya sendiri yang pada dasarnya harus diatur dan diurus sesuai dengan keinginan para anggota, karena hak tertinggi dalam koperasi terletak pada rapat anggota.

3. Bahwa dalam soal intern yang terdapat dalam koperasi yang terjadi di antara para anggota, tidak diperkenankan campur tangan pihak lain.

4. Bahwa tujuan koperasi Indonesia harus benar-benar merupakan kepentingan bersama dari pada anggotanya dan tujuan itu dicapai berdasarkan karya dan jasa yang disumbangkan anggota masing-masing. Ikut sertanya dengan besar kecilnya


(31)

karya jasanya, harus dicerminkan pula dalam hal pembagian pendapatan dalam koperasi.

Demikian tentang pengertian koperasi dan hal yang khusus lainnya, yang merupakan hasil pemikiran para ahli koperasi kita yakni tentang simpanan wajib dan suka rela dalam pembentukan modal usaha koperasi yang berlandaskan pada kepribadian bangsa Indonesia yaitu mengutamakan musyawarah dan mufakat.

Koperasi Indonesia berasaskan kekeluargaan dan kegotong-royongan, maka dapat diketahui bahwa asas koperasi meliputi:

1. Asas Kekeluargaan

Yang mencerminkan adanya kesadaran dari budi hati nurani manusia untuk bekerja sama dalam koperasi oleh semua untuk semua, di bawah pimpinan pengurus dan pemilikan dari para anggota atas dasar keadilan dan kebenaran serta keberanian berkorban bagi kepentingan bersama.

2. Asas Kegotong-royongan

Yang berarti bahwa pada koperasi terdapat kesadaran dan semangat bekerja sama, rasa bertanggung jawab bersama tanpa memikirkan diri sendiri melainkan selalu untuk kesejahteraan bersama.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstraksi dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang


(32)

digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut definisi operasional.22 Oleh karena itu, untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil dalam penelitian ini yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan.

Konsep merupakan alat yang dipakai oleh hukum di samping yang lain-lain, seperti asas dan standar. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan penting dalam hukum.

Konsep adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analitis.23 Suatu konsep atau suatu kerangka konsepsionil pada hakikatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari pada kerangka teoritis yang seringkali masih bersifat abstrak. Namun demikian, suatu kerangka konsepsionil, kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak, sehingga diperlukan definisi-definisi operasional yang akan dapat menjadi pegangan konkrit di dalam proses penelitian.24

Selanjutnya, konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian, kalau masalahnya dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian, dan suatu konsep sebenarnya adalah definisi secara singkat dari kelompok fakta atau gejala itu. “Maka konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati, konsep

22

Samadi Suryabrata, “Metodelogi Penelitian”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hal. 3.

23

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, “Penelitian Hukum Normatrif Suatu Tinjauan

Singkat”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 7.

24

Soerjono Soekanto, “Pengantar Penelitian Hukum”, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986), hal. 133.


(33)

menentukan antara variabel-variabel yang ingin menentukan adanya hubungan empiris”.25

Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian tesis ini perlu didefinisikan beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi, yaitu sebagai berikut: 1. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan

hukum koperasi dengan melandaskan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.26

2. Pemberdayaan adalah usaha yang dilakukan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat dalam bentuk penumbuhan/iklim usaha, pembinaan dan pengembangan sehingga koperasi dan usaha kecil menengah mampu menumbuhkan dan memperkuat dirinya menjadi usaha tangguh dan mandiri.27

G. Metode Penelitiaan 1. Sifat Penelitian

Penelitiaan adalah pencarian atas suatu (Inquiry) secara sistematis dengan pendekatan dan penekanan bahwa pencarian ini dilakukan terhadap masalah-msalah yang dapat dipecahkan.28

25

Koentjoroningrat, “Metode-Metode Penelitian Masyarakat”, Edisi Ketiga, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), hal. 21.

26

Pasal 1 Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian 27

Pasal 1 angka 7 Keputusan Bersama Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah dan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah/Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah Nomor: 01/SKB/M/2001 dan Nomor: 15/SKB/Meneg/VII 2001 tentang Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah/Pengembangan Sumber Daya Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah.

28


(34)

Penelitian ini adalah penelitian bersifat deskriptif analitis, yaitu untuk menggambarkan bagaimana pelaksanaan pemberdayaan koperasi, dengan mengambil studi pada Koperasi Pegawai Republik Indonesia Departemen Agama Kota Tebing Tinggi.

Deskriptif analitis adalah suatu analisis data yang tidak keluar dari ruang lingkup sampel, yang berdasarkan pada teori hukum yang bersifat umum diaplikasikan untuk menyelesaikan tentang seperangkat data atau menunjukkan komposisi data yang ada hubungannya dengan seperangkat data lain.29

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris, yaitu untuk melihat bagaimana ketentuan yang mengatur tentang pemberdayaan koperasi, dan pelaksanaan pemberdayaan koperasi.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penilitian dilakukan di Kota Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara, yang mana di Kota Tebing Tinggi merupakan salah satu kota yang menurut penulis adalah kota yang perkembangan perkoperasiannya sangat pesat.

3. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah Koperasi Pegawai Republik Indonesia Departemen Agama Kota Tebing Tinggi. Pengambilan sampel dilakukan secara

Purpossive sampel.

29

Soerjono Soekamto, “Metodologi Penelitian Hukum”, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986), hal. 43.


(35)

Mengingat jumlah informan dari populasi yang relatif cukup banyak, maka tidak mungkin dilakukan penelitian terhadap setiap anggota koperasi, maka penarikan sampel dilakukan dengan menggunakan non probability sampling yaitu dengan teknik purposive sampling.

4. Metode Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang akurat dan relevan, baik berupa pengetahuan ilmiah, maupun tentang suatu fakta atau gagasan, maka pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Studi Kepustakaan (library research), yang dilakukan dengan penelaahan bahan kepustakaan, baik berupa dokumen-dokumen, maupun peraturan perundang-undangan, yang berkaitan dengan perkoperasian dan penerapannya.

2. Studi Lapangan (field research) yaitu untuk melakukan wawancara dengan pengurus koperasi, supaya wawancara yang dilakukan lebih terarah dan sistematis, maka wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara.

5. Alat Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan alat: 1. Studi Dokumen

Untuk memperoleh data sekunder perlu dilakukan studi dokumentasi yaitu dengan cara mempelajari peraturan-peraturan, teori dan dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti


(36)

2. Wawancara

Untuk memperoleh data primer, dilakukan wawancara dengan mempergunakan pedoman wawancara dan daftar pertanyaan yang disusun secara kombinasi antara bentuk tertutup dan bentuk terbuka.

Mengingat hal ini didasarkan kepada pendapat Suharsini Arikunto yang menyatakan:

“Untuk sekedar ancer-ancer maka apabila subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10-15%, atau lebih, tergantung setidak-tidaknya dari:

1. kemampuan peneliti dilihat dari segi waktu, tenaga dan dana.

2. sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subyek, karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya data.

3. besar kecilnya risiko yang ditanggung oleh peneliti, untuk penelitian yang resikonya besar, tentu saja jika sampel lebih besar, hasilnya akan lebih baik”.30

Mewawancarai 6 orang informan yang dipilih dan dapat mewakili populasi. Para informan yang dipilih dalam penelitian ini, yaitu:

1. Kepala Kantor Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi PKM Kota Tebing Tinggi;

2. Ketua Koperasi Pegawai Republik Indonesia Departemen Agama Kota Tebing Tinggi;

3. Sekretaris Koperasi Pegawai Republik Indonesia Departemen Agama Kota Tebing Tinggi;

4. Bendahara Koperasi Pegawai Republik Indonesia Departemen Agama Kota Tebing Tinggi;

30

Suharsimi Arikunto, “Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik”, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), hal. 34.


(37)

5. Badan pengawas Koperasi Pegawai Republik Indonesia Departemen Agama Kota Tebing Tinggi.

6. Anggota Koperasi Pegawai Republik Indonesia Departemen Agama Kota Tebing Tinggi.

6. Analisis Data

Semua data yang diperoleh dari bahan pustaka serta data yang diperoleh di lapangan dianalisa secara kualitatif. Metode yang dipakai adalah metode deduktif31 dan induktif.32

Melalui metode deduktif, data sekunder yang telah diuraikan dalam tinjauan pustaka secara komparatif akan dijadikan pedoman dan dilihat pelaksanaannya dalam praktik pemberdayaan koperasi.

Dengan metode induktif, data primer yang diperoleh di lapangan setelah dihubungkan dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan dengan, pemberdayaan koperasi maupun hukum perkoperasian, akan diperoleh asas-asas hukum yang hidup dalam pelaksanaan pemberdayaan koperasi.

31

Sutandyo Wigjosoebroto, “Apakah Sesungguhnya Penelitian itu”, Kertas Kerja, (Surabaya: Universitas Erlangga, 1997), hal. 2, Prosedur deduktif yaitu bertolak dari suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui dan diyakini dan berakhir pada suatu kesimpulan yang bersifat lebih khusus. Pada prosedur ini kebenaran pangkal merupakan kebenaran ideal yang bersifat aksiomatik(Self Efiden) yang esensi kebenarannya sudah tidak perlu dipermasalahkan lagi.

32

Bambang Sunggono, “Metodelogi Penelitian Hukum”, (Jakarta: Raja Grafindo, 1997), hal. 10, prosedur induktif yaitu proses berasal dari Proporsi-proporsi khusus(sebagai hasil pengamatan dan berakhir pada suatu kesimpulan(pengetahuan baru) berupa asas umum. Dalam prosedur induktif setiap proposisi itu hanya boleh dianggap benar untuk proposisi ini diperoleh dari hasil penarikan kesimpulan dari proposisi-proposisi yang kebenaran Empiris.


(38)

BAB II

PEMBERDAYAAN KOPERASI DI INDONESIA

A. Sejarah Terbentuknya Koperasi di Indonesia

Banyak literatur yang dengan sangat tegas menyatakan bahwa koperasi yang pertama berdiri adalah koperasi Rochdale, di negara Inggris dan tegas sekali dinyatakan bahwa koperasi Rochdale itu didirikan oleh Robert Owen. Tetapi, ada pula literatur yang mungkin untuk menghindari kesimpangsiuran memilih untuk tidak mengungkapkan apapun mengenai hal-hal tersebut.

Koperasi adalah institusi (lembaga) yang tumbuh atas dasar solidaritas tradisional dan kerjasama antar individu, yang pernah berkembang sejak awal sejarah manusia sampai pada awal “Revolusi Industri” di Eropa pada akhir abad 17 dan selama abad 18, sering disebut sebagai Koperasi Historis atau Koperasi Pra-industri. Koperasi modern didirikan pada akhir abad 18, terutama sebagai jawaban atas masalah-masalah sosial yang timbul selama tahap awal Revolusi Industri.33

Timbulnya koperasi terutama disebabkan antara lain karena kesulitan dalam mencukupi kebutuhan hidup. Selain itu terjadi persaingan yang ketat dalam bidang ekonomi, ketidakpuasan kerja dan lain-lain kesukaran ekonomi, yang mengakibatkan timbulnya naluri untuk saling bersama-sama bersatu untuk dapat mencari jalan keluar

33

Ninik Widiyanti dan Y.W. Sunindhia, “Koperasi dan Perekonomian Indonesia”, Cetakan Keempat, (Jakarta: Rineka Cipta dan Bina Adiakarsa, 2003), hal. 17.


(39)

untuk mengatasinya, di antara orang-orang yang sama-sama senasib. Ini sekaligus menunjukkan pula bahwa selain sifat sosial dan sifat kebersamaan, motif ekonomi merupakan motif utama di dalam berkoperasi.

Tidaklah naif jika memandang bahwa koperasi itu harus dikelola berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi yang murni dalam menjalankan fungsinya sebagai badan usaha yang eksis di era globalisasi ekonomi sekarang ini, oleh karena itu, organisasi badan usaha koperasi tidak berbeda dalam menjalankan fungsinya dan kedudukannya dengan badan-badan usaha lain dalam hal menerapkan prinsip-prinsip ekonomi secara murni dalam menjalankan fungsi sosialnya secara modern.34

Revolusi industri dimulai bukan pada saat terjadi penemuan mesin industri pertama kali, yaitu mesin pintal oleh R. Hargreaves pada tahun 1764, melainkan telah dimulai dalam bentuk pemikiran-pemikiran yang mendalam dan kegiatan-kegiatan ilmiah di bidang teknik dan perekonomian yang dilakukan dalam abad ke-16 dan 17.

Pemikiran-pemikiran ekonomi tersebut, termasuk ide dasar berkoperasi yang pertama kali dicetuskan dalam bentuk pamflet pada tahun 1759 di Inggris, yang mencetuskan ide tersebut adalah seorang keturunan Belanda, yakni Pieter Corneliszoon Olockboy berjudul Self Supporting Colony dan seorang Inggris bernama John Beller dengan judul Society of Friends. Pamflet berisi anjuran dan ajakan untuk menyatukan konsumen dan petani dalam satu perkumpulan dengan rasa secara sukarela, berasaskan demokrasi, dengan persamaan derajat, self-help, dan

34


(40)

mutual aid, tujuannya yang utama waktu itu adalah untuk meniadakan tengkulak.

Pemikiran inilah yang merupakan benih untuk mewujudkan sebuah koperasi.35

Dari pemahaman bahwa revolusi industri di Inggris itu telah dimulai jauh sebelum ditemukannya mesin industri pertama kali, maka dapat diterima sebagai kenyataan, sama halnya dengan saat lahirnya koperasi untuk pertama kali yang disebabkan oleh bergulirnya Revolusi Industri di Inggris.

Selanjutnya sejarah awal koperasi di Indonesia yaitu pada masa kolonial Belanda, tercatat dua orang Belanda yang turut memikirkan nasib penderitaan rakyat Hindia Belanda, yaitu E. Sieduburgh (Kepala Daerah Purwokerto) dan penggantinya, de Wold van Westerrede. Kedua orang Belanda ini banyak kaitannya dengan perintisan berdirinya koperasi pertama di Indonesia, yaitu di Purwokerto.36

Orang pribumi Indonesia pertama yang jelas tercatat dalam sejarah perintisan koperasi di Indonesia adalah Raden Aria Wiria Atmaja, seorang pegawai negeri di Purwokerto yang tergugah untuk memperbaiki kondisi para pegawai negeri yang kebanyakan terlilit utang dari rentenir. Untuk itu pada tahun 1886, dengan didorong oleh E. Siedeburgh, Raden Aria Wiria Atmadja mendirikan Hulp en Spaarbank (Bank Bantuan dan Tabungan). Untuk menjalankan bank itu, awalnya didayagunakan uang dana mesjid, dan selanjutnya berhasil mengumpulkan sendiri dana sebesar 4.000

Gulden sebagai modal kerja.37

35

Ibid, hal. 27. 36

Ibid., hal. 39. 37


(41)

Dua tahun berikutnya, 1888, E. Siedeburgh digantikan oleh De Wolf van Westerrede, yang telah lama mengharapkan terbentuknya koperasi simpan pinjam untuk menolong para petani.

Menurut De Wolf, “kebiasaan-kebiasaan yang telah mendarah daging pada para petani di Hindia Belanda, yaitu gotong royong dan kerja sama, merupakan dasar yang paling baik untuk berdiri suburnya koperasi”.38

Langkah pertama yang dilakukannya adalah mendukung penuh keberadaan

Hulp en Spaarbank-nya Raden Aria Wiria Atmadja yang sudah jelas mengandung

unsur-unsur perkoperasian dan telah memberikan banyak manfaat, meskipun baru pada lingkungan pegawai negeri (Priyayi).

De Wolf menganjurkan dan mendukung untuk memperluas usaha Hulp en

Spaarbank dan menyerasikan untuk memperluas usaha Hulp en Spaar en Landbouw

credietbank (Bank Bantuan, Tabungan, dan Kredit Pertanian Purwokerto), sehingga

dapat juga membantu para petani secara langsung.

De Wolf berhasil mendirikan 250 buah lumbung desa sebagai badan untuk meminjamkan kepada rakyat. Lumbung ini diurus oleh komisi yang terdiri dari Kepala Desa, Juru Tulis Desa, dan Penghulung Kampung. Untuk lebih mewujudkan harapan besarnya mendorong para petani Hindia Belanda. De Wolf menyempatkan diri belajar koperasi model Reiffesein langsung di Jerman. Pada tahun 1990, De Wolf diberi tugas khusus untuk membentuk modal Koperasi Kredit Desa. 39

38

Ibid., hal. 40. 39


(42)

Pada tahun 1908, berdirilah Perkumpulan Budi Utomo yang dipimpin oleh Budi Utomo dan Gunawan Mangunkusumo. Perkumpulan ini menganjurkan dan mencoba memajukan Koperasi Rumah Tangga.

Tahun 1912, berdiri pula Serikat Dagang Islam oleh H. Samanhudi yang bertujuan untuk memperkuat posisi pedagang Pribumi terhadap pedagang Tionghoa dengan cara mendirikan toko-toko koperasi.40

Ketiga generasi awal koperasi pertama di Indonesia (Hindia Belanda) tersebut tidak dapat dikatakan berhasil sebagai suatu usaha koperasi karena memang sosialisasi asas-asas dan prinsip koperasi pada saat itu sangat kurang. Tetapi, ketiganya merupakan benih awal keberadaan koperasi yang tercatat di Indonesia.

Kepedulian pemerintah terhadap keberadaan koperasi nampak jelas dengan membentuk lembaga yang secara khusus menangani pembinaan dan pengembangan koperasi. Secara kelembagaan pembinaan koperasi dibagi dalam tiga periode yakni, periode sebelum kemerdekaan, periode sesudah kemerdekaan dan periode tahun 1966 sampai dengan tahun 2006.

1. Periode Sebelum Kemerdekaan

Pada tahun 1930, Pemerintah Hindia Belanda membentuk Jawatan Koperasi yang keberadaannya berada di bawah Departemen Dalam Negeri dan diberi tugas untuk melakukan pendaftaran dan pengesahan koperasi. Tugas inilah sebelumnya dilakukan oleh Notaris. Lalu pada tahun 1935, Jawatan Koperasi dipindahkan ke

40


(43)

Departemen Economische Zaken, dimasukkan dalam usaha hukum (Bafdeeling

Algemene Economische Aanglegenheden). Pimpinan Jawatan Koperasi diangkat

menjadi Penasehat.

Pada tahun 1939 jawatan Koperasi dipisahkan dari Afdeeling Algemeene

Aanglegenheden ke Departemen Perdagangan Dalam Negeri menjadi Afdeeling

Coperatie en Binnenlandsche Handel. Tugasnya tidak hanya memberi bimbingan dan

penerangan tentang koperasi tetapi meliputi perdagangan untuk Bumi Putra. Kemudian, pada tahun 1942 akibat penduduk Jepang Jawatan Koperasi dirubah menjadi Syomin Kumiai Tyuo Djimusyo dan Kantor di daerah diberi nama Syomin Kumiai Sjimusyo. Pada masa akhir periode ini yakni pada tahun 1944, Jepang mendirikan Jumin Keizaikyo (Kantor Perekonomian Rakyat) Urusan Koperasi menjadi bagiannya dengan nama Kumaika, tugasnya adalah mengurus segala aspek yang bersangkutan dengan koperasi.

2. Periode Setelah Kemerdekaan

Setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya, pada tahun 1945 Koperasi masuk dalam tugas Jawatan Koperasi serta Perdagangan Dalam Negeri di bawah Kementerian Kemakmuran. Setahun kemudian, yakni pada tahun 1946, urusan perdagangan dalam negeri dimasukkan pada Jawatan Perdagangan, sedangkan Jawatan Koperasi berdiri sendiri mengurus soal koperasi.

Pada masa tahun 1947 hingga 1948, Jawatan Koperasi di bawah pimpinan R. Suria Atmadja mencatat peristiwa yang cukup penting, yaitu Gerakan Koperasi


(44)

mengadakan Kongres di Tasikmalaya dan hasil Kongres menetapkan bahwa tanggal 12 Juli dinyatakan sebagai Hari Koperasi.41 Pada tahun 1960, perkoperasian di Indonesia dikelola oleh Menteri Transmigrasi, Koperasi dan Pembangunan Masyarakat Desa (Transkopemada), di bawah pimpinan seorang Menteri. Kemudian di tahun 1963 Transkopemada diubah menjadi Departemen Koperasi. Pada tahun 1964, Departemen Koperasi diubah menjadi Departemen Transmigrasi dan Koperasi.

3. Periode Tahun 1966-2006

Pada tahun 1966 Departemen Koperasi kembali berdiri sendiri. Namun di tahun yang sama, Departemen Koperasi dirubah menjadi Kementerian Perdagangan dan Koperasi di bawah pimpinan Sumitro Djojohadikusumo. Setahun kemudian yakni pada tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian pada tanggal 18 Desember 1967. Koperasi masuk dalam jajaran Departemen Dalam Negeri dengan status Direktorat Jenderal.

Pada tahun 1968, kedudukan Direktorat Jenderal Koperasi dilepas dari Departemen Dalam Negeri, digabungkan ke dalam jajaran Departemen Transmigrasi dan Koperasi. Namun, pada tahun 1974, Direktorat Jenderal Koperasi kembali mengalami perubahan yaitu digabung ke dalam jajaran Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi. Di tahun 1978, Direktorat Jenderal Koperasi masuk

41

Rasyid Yusuf, Nyoman Suprastha dan Widayatmoko, “Ekonomi Koperasi”, Cetakan Kedua, (Jakarta: Yayasan Mpu Ajar Artha, 2000), hal. 17.


(45)

dalam Departemen Perdagangan dan Koperasi. Untuk memperkuat kedudukan koperasi dibentuk pula Menteri Muda Urusan Koperasi.

Pada tahun 1992 pemerintah memberlakukan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, selanjutnya mencabut dan tidak berlakunya lagi Undang-Undang No. 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian. Setahun kemudian pada tahun 1993, berdasarkan Keputusan Presiden No. 96 Tahun 1993 tentang Kabinet Pembangunan VI dan Keppres Nomor 58 Tahun 1993, telah terjadi perubahan nama Departemen Koperasi menjadi Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil.

Pada tahun 1998 berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 1998, tanggal 14 Maret 1998, dan Keppres Nomor. 102 Tahun 1998 telah terjadi penyempurnaan nama Departemen Koperasi dan Pembinaan Penguasaha Kecil menjadi Departemen Koperasi dan Pengusaha Kecil, hal ini merupakan penyempurnaan yang kritis dan strategis karena kesiapan untuk melaksanakan reformasi ekonomi dan keuangan dalam mengatasi masa krisis saat itu serta menyiapkan landasan yang kokoh, kuat bagi Koperasi dan Penguasaha Kecil dalam memasuki persaingan bebas/era globalisasi yang penuh tantangan.42

Pada tahun 1999, melalui Keppres Nomor 134 Tahun 1999 tanggal 10 November 1999 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata

42

Pandji Anoraga, “Sejarah Kelembagaan Koperasi”, diakses di http:\\www.depkop.go.id, Jum’at, 23 Mei 2008.


(46)

Kerja Menteri Negara, maka Departemen Koperasi dan Pengusaha Kecil diubah menjadi Menteri Negara Koperasi dan Pengusaha Kecil dan Menengah.

Kemudian pada tahun 2001, melalui Keppres Nomor 101 Tahun 2001 tanggal 13 September 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Menteri Negara, maka dikukuhkan kembali Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, dan menetapkan bahwa:

a) Berdasarkan Keppres Nomor 103 Tahun 2001 tanggal 13 September 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Non Pemerintah, maka Badan Pengembangan Sumber Daya Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah dibubarkan.

b) Melalui Keppres Nomor 108 Tahun 2001 tanggal 10 Oktober 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Menteri Negara, maka Menteri Negara Koperasi dan UKM ditetapkan membawahi Setmeneg, Tujuh Deputi, dan Lima Staf Ahli. Kebijakan ini belum mengalami perubahan sampai awal tahun 2006.43

B. Dasar Hukum Koperasi dan Tujuan Koperasi

Koperasi mempunyai arti bekerjasama antara orang-orang yang bermoral untuk mencapai suatu tujuan kemakmuran secara bersama-sama yang berasaskan kekeluargaan.44

Frank Robotko dalam tulisannya berjudul A Theory of Cooperative, mengemukakan bahwa kebanyakan ekonom-ekonom Amerika Serikat yang telah menulis tentang teori koperasi, pada umumnya menerima ide-ide umum tentang perkumpulan koperasi (cooperative business association) sebagai berikut:

43 Ibid. 44

Rahayu Hartini, “Hukum Komersial”, (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 1974), hal. 101.


(47)

a. Suatu perkumpulan koperasi adalah suatu bentuk badan usaha atau persekutuan ekonomi, yakni suatu perkumpulan yang anggota-anggotanya adalah para langganannya (patrons). Koperasi diorganisasikan oleh mereka dan pada dasarnya dimiliki dan diawasi oleh para anggota dan bekerja untuk kemanfaatan mereka, hal ini sangat berlawanan dengan unit-unit usaha yang bekerja untuk kemanfaatan atau keuntungan bagi para pemilik modal atau para penerima upah.

b. Mengenai teknik organisasi dari teknik operasional, pembagian, dan praktik usahanya terhadap kesesuaian pendapat dengan apa yang disebut Rochdale

Principle, misalnya berdagang dengan harga umum, pembagian sisa hasil usaha

menurut jasa anggota, menolak pemberian suara yang diwakili (proxy voting), pengawasan hanyalah oleh anggota yang aktif (active partrons members), pembayaran yang rendah oleh para anggotanya untuk keanggotaannya, netral dalam politik dan agama, dan seterusnya.

c. Selanjutnya Frank Robotko mengutip pendapat J.D. Black yang mengemukakan bahwa koperasi sebagai struktur ekonomi merupakan suatu kombinasi horizontal dari unit-unit yang dikoordinasikan, yang melayani berbagai tujuan dari unit-unit itu. Akan tetapi, bila integrasi vertikal dipertimbangkan baik ke depan terhadap para konsumen horizontal adalah perlu di antara unit-unit yang terlalu kecil untuk melaksanakan integrasi vertikal secara individual. Dalam pada itu E.G. Nourse memandang bahwa koperasi adalah suatu alat untuk mengefektifkan organisasi berskala besar, merupakan suatu proses integrasi vertikal, dan integrasi horizontal.

d. Mengenai hubungan ekonomi yang terjadi di antara anggota suatu koperasi, Black mengatakan bahwa koperasi merupakan antitesis dari persaingan, yakni bahwa anggota-anggota lebih bersifat bekerjasama dari pada bersaing di antara mereka sendiri.

e. Pengakuan atas implikasi dari bentuk bukan kumpulan modal dan bukan mengejar keuntungan dari koperasi yang bertitik tolak dari prinsip-prinsip Rochdale di mana Nourse telah menunjukkan bentuk organisasi demikian yaitu suatu bentuk yang sangat berbeda dengan sebuah perseroan yang mengejar keuntungan dan bekerja dengan suatu rencana atau skema khusus untuk memperoleh keuntungan.

f. Keanggotaan di dalam koperasi lebih mendasarkan kepada anggota secara perseorangan daripada atas dasar yang bersifat finansial bukan perorangan

(impersonal financial basis). Orang akan secara sukarela bergabung atas dasar

keinginan mereka sendiri, penilaian perseorangan dan kesanggupan serta kemauan untuk menepati janji termasuk di dalamnya pelaksanaan timbal balik terutama terhadap risiko dan biaya-biaya.

g. Koperasi merupakan suatu wadah di mana para anggotanya secara lebih efektif menunjukkan fungsi-fungsinya yang tertentu, proses atau aktivitas-aktivitas yang berhubungan secara integral dengan kegiatan-kegiatan ekonomi dari para anggota Koperasi semacam ini bukan suatu unit ekonomi yang mengejar karier ekonomi yang bersifat bebas (peruses, each own independent economic carrier).


(48)

h. Keanggotaan dalam koperasi yang sungguh-sungguh tidak ditentukan oleh pengikutsertaan modalnya, akan tetapi oleh partisipasinya dalam kegiatan-kegiatan koperasi yang bersangkutan. Modal koperasi yang demikian terlepas sama sekali dari konotasi entrepeneur yang tradisional (traditional

entrepreneurial connotation) dan didasarkan atas dasar pinjaman.

i. Karena suatu kegiatan yang dilaksanakan secara kooperatif adalah suatu usaha yang timbal balik, maka anggota-anggota koperasi itu setuju untuk memenuhi kewajiban-kewajiban dalam usaha memperoleh keuntungan timbal balik dalam hubungannya dengan pelaksanaan fungsi-fungsi tertentu yang biasa berlaku dalam mencapai tujuan ekonomi mereka, yang bukan anggota adalah bukan bagian dari perkumpulan semacam ini. Oleh karena itu, tidak konsisten koperasi melayani mereka.45

R.M. Margono Djojohardikoesoemo menyatakan bahwa “koperasi adalah perkumpulan manusia seorang-seorang yang dengan sukanya sendiri hendak bekerjasama untuk memajukan ekonominya.46

Soeryaatmaja memberikan definisi “koperasi sebagai suatu perkumpulan dari orang-orang yang atas dasar persamaan derajat sebagai manusia dengan tidak memandang haluan agama dan politik dan secara sukarela masuk untuk sekedar memenuhi kebutuhan bersama yang bersifat kebendaan atas tanggungan bersama.47

Wirjono Prodjodikoro mendefinisikan “koperasi adalah bersifat suatu kerja sama antara orang-orang yang termasuk golongan kurang mampu, yang ingin bersama untuk meringankan beban hidup atau beban kerja.”48

45

Andjar Pachta W, Myra Rosana Bachtiar dan Nadia Maulisa Benemay, Op. Cit, hal. 17-18. 46

R.M. Margoro Djojohadikoesoemo, ”Sepuluh Tahun Koperasi :Penerangan tentang

Koperasi oleh Pemerintah 1930-1940”, (Batavia-C: Balai Pustaka, 1941), dalam Ibid, hal. 19.

47

Ibid, hal. 19. 48

Wirjono Prodjodikoro, ”Hukum Perkumpulan, Perseroan, dan Koperasi di Indonesia”. (Jakarta: Dian Rakyat, 1969), dalam Ibid, hal. 19.


(49)

Mohammad Hatta dalam bukunya “The Cooperative Movement in Indonesia, mengemukakan bahwa koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong menolong.49

Mohammad Hatta dalam pidatonya tanggal 12 Juli 1951 mengatakan sebagai berikut:

Apabila kita membuka UUD 1945 dan membaca serta menghayati isi Pasal 38, maka tampaklah di sana akan tercantum dua macam kewajiban atas tujuan yang satu. Tujuannya ialah menyelenggarakan kemakmuran rakyat dengan jalan menyusun perekonomian sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Perekonomian sebagai usaha bersama dengan berdasarkan kekeluargaan adalah koperasi, karena koperasilah yang menyatakan kerja sama antara mereka yang berusaha sebagai keluarga. Di sini tak ada pertentangan antara majikan dan buruh, antara pemimpin dan pekerja. Segala yang bekerja adalah anggota dari koperasinya, sama-sama bertanggung jawab atas keselamatan koperasinya itu. Sebagaimana orang sekeluarga bertanggung jawab atas keselamatan rumah tangganya, demikian pula para anggota koperasi sama-sama bertanggung jawab atas koperasi mereka. Makmur koperasinya, makmurlah hidup mereka bersama, rusak koperasinya, rusaklah hidup mereka bersama.50

Yang dimaksudkan dengan Pasal 38 dalam pidato Muhammad Hatta tersebut adalah Pasal 38 UUDS 1950, yang isinya sama persis dengan Pasal 33 UUD 1945, yaitu:

(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan; (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat

hidup orang banyak dikuasai oleh negara;

(3) Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalam dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

49

Muhammad Hatta dalam Andjar Pachta W, Myra Rosana Bachtiar dan Nadia Maulisa Benemay, Op.Cit., hal. 19.

50


(50)

Dari berbagai definisi dan pengertian koperasi, pada umumnya terdapat beragam unsur yang terkandung, tetapi pada pokoknya sama, yaitu:

a. Merupakan perkumpulan orang, bukan semata perkumpulan modal;

b. Adanya kesamaan baik dalam tujuan, kepentingan maupun dalam kegiatan ekonomi, yang menyebabkan lahirnya beragam bentuk dan jenis koperasi;

c. Merupakan usaha yang bersifat sosial, tetapi tetap bermotif ekonomi;

d. Bukan bertujuan untuk keuntungan badan koperasi itu sendiri, tetapi untuk kepentingan kesejahteraan anggota;

e. Diurus bersama, dengan semangat kebersamaan dan gotong-royong.

Untuk mewujudkan tujuan nasional yaitu tercapainya masyarakat adil dan makmur seperti tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, dengan berlandaskan Pancasila seperti tertuang dalam Bab II, Bagian Pertama, Pasal 2 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang berlandaskan kekeluargaan yang sudah berurat berakar dalam jiwa raga kepribadian bangsa Indonesia.

Sesuai dengan jiwa kepribadian bangsa Indonesia, Koperasi Indonesia harus menyadari bahwa dalam dirinya terdapat kepribadian sebagai cermin kehidupan, berbangsa dan bernegara dengan adanya unsur Ketuhanan Yang Maha Esa, kegotong-royongan dalam arti bekerjasama, saling bantu membantu kekeluargaan dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Dengan demikian, meskipun Koperasi merupakan usaha bersama, namun hal ini lain dengan Maatschap seperti diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum


(51)

Perdata (KUH Perdata) yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas perseorangan atau individualistik. Dalam koperasi yang dimaksud dengan usaha bersama di sini adalah berdasarkan kekeluargaan, dengan pengertian bukan merupakan asas keakraban.

Adapun dasar hukum koperasi yaitu:

a. Terbentuknya Kementerian Koperasi dan usaha Kecil dan Menengah berdasarkan:

1) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 228 / M Tahun 2001.

2) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Tata Kerja Menteri Negara.

3) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen.

4) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 108 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Menteri Negara.

5) Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Tata Kerja, dan Susunan Organisasi Kementerian Koperasi dan UKM.

6) Peraturan Presiden Nomor 62 tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 9 tahun 2005 tentang Kedudukan Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia.


(52)

Merupakan dasar hukum Perkoperasian sejak 21 Oktober 1992 berlaku Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, sehingga Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok Perkoperasian dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau belum diganti berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992. Karena itu Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1967 dinyatakan masih berlaku sebagai Dasar Hukum Perkoperasian di Republik Indonesia.51 b. Tugas, Fungsi dan Wewenang Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan

Menengah (UKM).

1) Tugas dan Fungsi Kementerian Koperasi dan UKM telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negera Republik Indonesia, Pasal 94 dan Pasal 95 yaitu membangun dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi kebijakan di bidang Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah dalam melaksanakan tugas Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. 2) Sedangkan fungsi dan peran Koperasi Indonesia di dalam Pasal 4

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992, membangun dan mengembangkan potensi kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dalam masyarakat pada

51

Sukanto Reksohadiprodjo, ”Managemen Koperasi”, edisi 5, (Jogjakarta: BPFE UGM, 1998), hal. 2.


(53)

umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya. Koperasi membantu para anggotanya untuk meningkatkan penghasilannya.52 a) Perumusan kebijakan dan Pemerintah di bidang pembinaan Koperasi dan

UKM

b) Pengkoordinasian dan peningkatan keterpaduan penyusunan rencana dan program, pemantauan analisis dan evaluasi Koperasi dan UKM.

c) Pengikatan peran serta masyarakat di bidang Koperasi dan UKM.

d) Pengkoordinasian kegiatan operasional lembaga pengembangan sumber daya ekonomi rakyat.

e) Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden.

3) Kewenangan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) antara lain:

a) Penetapan kebijakan di bidang Koperasi dan UKM untuk mendukung pembangunan secara makro.

b) Penetapan pedoman untuk menentukan standar pelayanan minimum yang wajib dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota Daerah.

c) Penyusunan Rencana Nasional secara makro di bidang Koperasi dan UKM.

52

RT. Sutantya Rahardja Hadikusuma, ”Hukum Koperasi Indonesia”, Cetakan II, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 4.


(54)

d) Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi pemberian, pedoman, pelatihan atas supervisi di bidang Koperasi dan UKM.

e) Pengaturan penerapan perjanjian atau persetujuan internasional yang disahkan atas nama negara di bidang Koperasi dan UKM.

f) Penerapan standar pemberian izin oleh Daerah di bidang Koperasi dan UKM.

g) Penerapan kebijakan sistem informasi Nasional di bidang Koperasi dan UKM.

h) Penerapan persyaratan kualifikasi usaha jasa di bidang Koperasi dan UKM.

i) Penerapan pedoman akuntansi Koperasi dan UKM.

j) Penetapan pedoman tata kerja penyertaan modal dan Koperasi.

k) Pemberian dukungan dan kemudahan dalam pengembangan sistem distribusi bagi Koperasi dan UKM.

l) Pemberian dukungan dan kemudahan dalam kerjasama antara Koperasi dan UKM serta kerjasama dengan badan lainnya.

Hakikat koperasi dari ungkapan Charles Gide, yang berbunyi bahwa koperasi “kalau mau berkembang dan tetap setia pada dirinya sendiri dan tidak menyimpang menjadi bentuk lain, maka nilai-nilai moral yang mendasarinya harus merupakan realita-realita hidup dalam kegiatan maupun tingkah laku orang-orang koperasi”.53

53


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pemberdayaan Koperasi dan UMKM di Indonesia, dilakukan melalui meningkatkan kembali peran koperasi dan perkuatan posisi UMKM dalam Sistem Perekonomian Nasional, peningkatan kembali koperasi dan perkuatan UMKM dilakukan dengan memperbaiki akses UMKM terhadap permodalan, teknologi, informasi dan pasar serta memperbaiki iklim usaha, mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya pembangunan, dan mengembangkan potensi sumber daya lokal.

2. Pelaksanaan pemberdayaan yang telah dilakukan Koperasi Pegawai Republik Indonesia Departemen Agama Kota Tebing Tinggi, yaitu mengembangkan usaha para anggota koperasi, memberikan penyuluhan, pelatihan dan pendidikan kewirausahaan terhadap anggota koperasi, memberikan pinjaman kepada anggota koperasi, memberikan pinjaman masyarakat non anggota koperasi yang merupakan unit usaha binaan koperasi, mengadakan asuransi terhadap setiap pinjaman, menyediakan barang-barang kebutuhan pokok anggota, mengadakan usaha pertokoan, serta pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU).

3. Hambatan-hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan pemberdayaan Koperasi Pegawai Republik Indonesia Departemen Agama Kota Tebing Tinggi dan upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut, dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu dari dalam (internal) dan dari luar (external) anggota koperasi.


(2)

B. Saran

Dalam kesempatan ini penulis memberikan saran-saran, yaitu:

1. Kepada pengurus dan pengawas serta anggota koperasi diharapkan lebih mengoptimalkan peran koperasi sebagai suatu badan hukum yang berasaskan kebersamaan, kerakyatan serta kemandirian, demi memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Selain itu pula diharapkan pada semua pengurus koperasi agar lebih kreatif dalam rangka pemberdayaan sumber daya anggota agar kemajuan koperasi lebih optimal. Begitu pula dengan badan pengawas koperasi agar lebih intensif dalam melakukan tugasnya agar penggunaan keuangan koperasi lebih tepat guna.

2. Kepada pemerintah daerah dalam hal ini adalah Dinas Koperasi, Usaha, Mikro, dan Menengah, agar lebih memperhatikan perkembangan koperasi yang berada dalam ruang lingkup kewenangannya. Memberikan informasi deregulasi tentang perkoperasian yang berkembang, memudahkan segala bentuk perizinan bagi koperasi, serta lebih intensif mengawasi pertumbuhan koperasi, agar perkoperasian di Indonesia meningkat bukan hanya dari segi kuantitas akan tetapi diharapkan lebih meningkat pada segi kualitas koperasi tersebut.

3. Bagi lembaga penyediaan keuangan dalam hal ini perbankan, agar lebih mengutamakan kerja sama kepada Koperasi dan Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah, serta lebih mengutamakan pemberian pinjaman kepada Koperasi, dan Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah dengan bunga rendah, dan pengembalian pinjaman dengan jangka waktu yang panjang, agar koperasi di Indonesia dapat berkembang dengan pesat.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku dan Makalah

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Bina Aksara, 1987.

Baga, L.M, “Foolisiasi” Koperasi, Kompas, 12 Juli 2003

Chaniago, Arif, Perkoperasian di Indonesia, Bandung: Angkasa, 1984.

Dipta, I Wayan, Asisten Deputi Urusan Penelitian Sumber Daya Usaha Kecil dan Menengah, Makalah: Pengembangan Daya Saing Usaha Kecil dan Menengah, Jakarta, 28 April 2004.

Djojohadikoesoemo, R.M. Margoro. Sepuluh Tahun Koperasi :Penerangan tentang Koperasi oleh Pemerintah 1930-1940, Batavia-C : Balai Pustaka, 1941.

Hadhikusuma, R.T. Sutanty Rahardja, Hukum Koperasi Indonesia, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2005.

Hariyono, Koperasi Sebagai Strategi Pengembangan Ekonomi Pancasila, Bandung: Alumni, 2003.

Hartini, Rahayu, Hukum Komersial. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 1974.

Kantor Menteri Negara Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah, “Pedoman Kelembagaan dan Usaha Koperasi”, Jakarta: Kantor Menteri Negara Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah Republik Indonesia, 2000.

Kartasapoetra, G., Koperasi Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, Jakarta: Bima Aksara, 1987.

Kartasasmita, Ginandjar, Pemberdayaan Ekonomi Rakyat Melalui Kemitraan Guna Mewujudkan Ekonomi Nasional Yang Tangguh Dan Mandiri, Seminar Nasional Lembaga Pembinaan Pengusaha Kecil Menengah dan Koperasi (LP2KMK-GOLKAR), Jakarta, 7 Nopember 1996.

Koentjoroningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997.


(4)

M.D, Sagimun. Koperasi Soko Guru Ekonomi Nasional Indonesia, Cetakan Ketiga, Jakarta: tanpa penerbit, 1989.

Manurung, Martin, Indonesia: “Menuju Demokrasi Ekonami”, Dalam Kumpulan Makalah Sistem Ekonomi, Jakarta: FEUI, 1998.

Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999.

Muis, Abdul, Bunga Rampai Hukum Dagang, Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,1990

__________, Yayasan Sebagai Wadah Kegiatan Masyrakat, Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 1991.

___________, Hukum Persekutuan dan Perseroan, Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2006

Nazir, M., Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998.

Pachta, Andjar, Bachtiar W, Myra Rosana dan Benemay, Nadia Maulisa, Hukum Koperasi Indonesia, Pemahaman, Regulasi, Pendirian dan Modal Usaha, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta: Kencana, 2005.

Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Perkumpulan, Perseroan, dan Koperasi di Indonesia, Jakarta: Dian Rakyat, 1969).

Purwanto, U., Petunjuk Praktis Tentang Cara Mendirikan Dan Mengelola Koperasi Di Indonesia, Semarang: Aneka Ilmu, 1989.

Reksohadiprodjo, Sukanto, Managemen Koperasi, edisi 5, Jogjakarta: BPFE UGM, 1998.

Rudianto, Akuntansi Koperasi Konsep dan Teknik Penyusunan Laporan Keuangan, Jakarta: Gramedia Widia Sarana Indonesia, 2006.

Sitio, Arifin, Koperasi Teori Dan Praktik, Jakarta: Erlangga, 2001.

Soekamto, Soerjono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986.

Soekanto, Soerjono dan Mamudji, Sri, Penelitian Hukum Normatrif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986.


(5)

Suarja, Wayan, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Kebijakan Dan Strategi Pemberdayaan Koperasi Dan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah, Disampaikan pada Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) DPP-Perhimpunan Kebangsaan Jakarta, Tanggal 1 Juni 2006.

_____________, Kebijakan Pemberdayaan UKM Dan Koperasi Guna Menggerakkan Ekonomi Rakyat Dan Menanggulangi Kemiskinan, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK, Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Disampaikan dalam acara Bimbingan Teknis Pengembangan UMKM dalam rangka Meningkatkan Perekonomian Daerah dan Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, diadakan oleh LPPM. IPB-Bogor, 7 dan 8 Nopember 2007.

Sumarjono, Maria S.W., Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Yogyakarta: Gramedia, 1989.

Sumodiningrat, Gunawan, Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring Pengaman Sosial, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999.

Sungono, Bambang, Metodelogi Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo, 1997. Suryabrata, Samadi, Metodelogi penelitian, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998. Sutrisno, Rekonstruksi Pemahaman Koperasi; Merajut Kekuatan Ekonomi Rakyat,

Jakarta: Instans, 2001.

Tambunan, Tulus, Prospek Koperasi Pengusaha dan Petani di Indonesia dalam Tekanan Globalisasi Ekonomi dan Liberalisasi Perdagangan Dunia, Jakarta: Kadin Indonesia / Pusat Studi Industri dan UKM Universitas Trisakti, 2004. Untung, Budi, Hukum Koperasi dan Peran Notaris Indonesia, Jogjakarta: Andi,

2005.

Utama, Made Suyana, Pemberdayaan Usaha Ekonomi Rakyat Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah, Bali: Fakultas Ekonomi Universitas Udayana, tanpa tahun.

Widiyanti, Ninik dan Sunindhia, Y.W., Koperasi dan Perekonomian Indonesia, Cetakan Keempat, Jakarta: Rineka Cipta dan Bina Adiakarsa, 2003.

Wigjosoebroto, Sutandyo, Apakah Sesungguhnya Penelitian itu, Kertas Kerja, Surabaya: Universitas Erlangga, 1997.

Wuisman, J.J.J M., dengan penyunting M. Hisman. Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid 1, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1996.


(6)

Yusuf, Rasyid, Suprastha, Nyoman dan Widayatmoko, Ekonomi Koperasi, Cetakan Kedua, Jakarta: Yayasan Mpu Ajar Artha, 2000.

B. Undang-Undang

Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Republik Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Republik Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor Nomor. 25 Tahun 1992 tentang Koperasi.

Republik Indonesia, Keputusan Presiden Nomor 101 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Menteri Negara.

Republik Indonesia, Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Nomor. 98/KEP/M.KUM/IX/2004 tentang peranan Notaris sebagai Pembuat Akta Koperasi.

Republik Indonesia, Keputusan Bersama Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah dan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah/Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah Nomor: 01/SKB/M/2001. Nomor: 15/SKB/Meneg/VII 2001 tentang Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah/Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah

C. Website

http:\\www.depkop.go.id, Jum’at, 23 Mei 2008. http:\\www.hukumonline.com, Jum’at, 23 Mei 2008.