Pengaturan Perjanjian Kredit Perbankan di Indonesia

4 Aspek teknis. Aspek teknis merupakan penilian mengenai lokasi tempat usaha, kondisi gedung, beserta sarana dan prasarana pendukung lainnya. 5 Aspek manajemen. Penilaian terhadap aspek manajemen ini adalah untuk menilai pengalaman dari perusahaan yang memohon kredit dalam mengelola kegaitan usahanya, termasuk sumber daya manusia yang mendukung kegiatan usaha tersebut. 6 Aspek sosial ekonomi. Untuk melakukan penilaian terhadap dampak dari kegiatan usaha yang dijalankan oleh perusahaan yang memohon kredit khusunya bagi masyarakat baik secara ekonomis maupun social. 7 Aspek AMDAL. Penilaian terhadap aspek AMDAL ini sangat penting karena merupakan salah satu persyaratan pokok untuk dapat beroperasinya suatu perusahaan. Oleh karena kegiatan usaha yang dijalankan oleh suatu perusahaan pasti mempunyai dampak terhadap lingkungan baik darat, air, dan udara.

B. Pengaturan Perjanjian Kredit Perbankan di Indonesia

Perjanjian kredit adalah salah satu bentuk perjanjian yang ada di dalam dunia usaha, yang menimbulkan hubungan hukum antara dua pihak atau lebih. Di dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata selanjutnya disebut KUH Perdata disebutkan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Untuk sahnya suatu perjanjian kredit sebagaimana untuk sahnya suatu perjanjian seperti Universitas Sumatera Utara yang diisyratkan oleh Pasal 1320 KUH Perdata harus dipenuhi, dan hal tersebut berlaku pula untuk perjanjian kredit. Adapun syarat sahnya perjanjian antara lain: 46 1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. 3. Suatu hal tertentu. 4. Suatu sebab yang halal. Perjanjian kredit bank tidak identik dengan perjanjian pinjam meminjam uang sebagaimana yang dimaksud dalam KUH Perdata. Perjanjian kredit bank adalah perjanjian tidak bernama onbenumde overeentskomst sebab tidak terdapat ketentuan khusus yang mengaturnya, baik di dalam KUH Perdata maupun dalam UU Perbankan. Dasar hukumnya dilandaskan kepada persetujuan atau kesepakatan antara bank dan calon debiturnya sesuai dengan asas kebebasan berkontrak. 47 Perjanjian kredit merupakan perjanjian pendahuluan pactum de contrahendo. Dengan demikian perjanjian ini mendahului perjanjian utang- piutang perjanjian pinjam-mengganti. Perjanjian utang-piutang merupakan pelaksanaan dari perjanjian pendahuluan atau perjanjian kredit. 48 Ada beberapa perbedaan yang lain antara perjanjian kredit dan perjanjian hutang piutang, yaitu terletak pada sifat perjanjian tersebut. Perjanjian kredit bersifat konsensuil sedangkan perjanjian hutang piutang bersifat riil. Riil berarti 46 Rachmadi Usman, Op. Cit., hlm. 263. 47 Ibid., hlm. 264. 48 Budi Untung, Op. Cit., hlm. 29. Universitas Sumatera Utara bahwa perjanjian baru ada setelah uang yang dipinjamkan dalam perjanjian kredit diserahkan secara nyata pada debitur. 49 Perjanjian kredit merupakan salah satu perjanjian di dalam transaksi bisnis yang terjadi bukan melalui proses negosiasi yang seimbang antara para pihak, melainkan perjanjian itu dibuat oleh salah satu pihak dengan cara menyiapkan syrat-syarat baku pada formulir perjanjian yang sudah hamper tidak memberikan kebebasan sama sekali kepada pihak lain untuk bernegosiasi atas syarat-syarat tersebut. Perjanjian inilah yang disebut sebagai perjanjian baku atau perjanjian standar. Perjanjian baku adalah perjanjian yang hampir seluruh klausula- klausulanya sudah dibakukan oleh pemakainya dalam tranksaksi perbankan adalah bank yang bersangkutan dan pihak lain dalam transaksi perbankan adalah nasabah bank tersebut pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan. 50 Dilihat dari bentuknya, perjanjian kredit merupakan perjanjian baku atau perjanjian standar. Calon debitur hanya diminta diminta pendapatnya apakah dapat menerima syarat-syarat yang tersebut dalam formulir yang diberikan atau tidak. 51 49 Ibid., hlm. 30. 50 Sutan Remy Sjahdeni, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank Indonesia Jakarta: Bankir Indonesia,1993, hlm. 3. 51 Johannes Ibrahim, Cross Default dan Cross Colateral sebagai Upaya Penyelesaian Kredit Bermasalah Bandung: Refika Aditama, 2004, hlm. 30. Apabila calon debitur menerima semua ketentuan dan persyaratan yang ditentukan oleh bank, maka debitur berkewajiban untuk menandatanganin perjanjian kredit tersbut, akan tetapi jika calon debitur menolak, maka ia tidak perlu menandatangani perjanjian kredit tersebut. Universitas Sumatera Utara Pemberian istilah perjanjian kredit tidak tegas dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan. Dalam penjelasan Pasal 8 ayat 2 UU Perbankan hanya disebutkan bahwa dalam pemberian kredit disertai dengan suatu perjanjian tanpa dibahas lebih lanjut mengenai perjanjian kredit. Pasal 8 ayat 2 UU Perbankan menginstrusikan agar bank wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Dalam penjelasan Pasal 8 ayat 2 UU Perbankan disebutkan pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia antara lain : 1. Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dibuat dalam perjanjian tertulis. 2. Bank harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesungguhan nasabah debitur yang antara lain diperoleh dari penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, aguanan dan prospek usaha dari nasabah debitur. 3. Kewajiban bank untuk menyusun dan menerapkan prosedur pemberian kredit atau pembiayaan berdarkan prinsip syariah. 4. Kewajiban bank untuk memberikan informasi yang jelas mengenai prosedur dan persyaratan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. 5. Larangan bank untuk memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dengan persyaratan yang berbeda kepada nasabah debitur atau pihak- pihak terafiliasi. 6. Penyelesaian sengketa. Perjanjian kredit merupakan ikatan atau bukti tertulis antara bank dengan debitur sehingga harus merupakan ikatan atau bukti tertulis antara bank dengan Universitas Sumatera Utara debitur sehingga harus disusun dan dibuat sedemekian rupa agar setiap orang mudah untuk mengetahui bahwa perjanjian yang dibuat itu merupakan perjanjian kredit. Perjanjian kredit termasuk salah satu jenis akta yang dibuat sebagai alat bukti. Dalam praktik bank ada dua bentuk perjanjian kredit, yaitu: 52 1. Perjanjian kredit di bawah tangan Perjanjian yang disiapkan dan dibuat sendiri oleh bank kemudian ditawarkan kepada debitur untuk disepakati. Untuk mempermudah dan mempercepat kerja bank, biasanya bank sudah menyiapkan formulir perjanjian dalam bentuk standar standard form yang isi, syarat-syarat dan ketentuannya disiapkan terlebih dahulu secara lengkap. Bentuk perjanjian kredit yang dibuat sendiri oleh bank tersebut termasuk jenis akta di bawah tangan. 2. Perjanjian kredit notariil atau akta otentik Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan notaris. Yang menyiapkan dan membuat perjanjian ini adalah seorang notaris, namun dalam praktik semua syarat dan ketentuan perjanjian kredit disiapkan oleh bank kemudian diberikan kepada notaris untuk dirumuskan dalam akta notariil. Perjanjian kredit yang dibuat dalam bentuk akta notariil atau akta otentik biasanya untuk pemberian kredit dalam jumlah yang besar dengan jangka waktu menengah atau panjang, seperti kredit investasi, kredit modal kerja, kredit sindikasi kredit yang diberikan lebih dari satu kreditur atau lebih dari satu bank. 52 Rachmadi Usman, Op. Cit., hlm. 100. Universitas Sumatera Utara Menurut Gatot Wardoyo, perjanjian kredit mempunyai beberapa fungsi, yaitu: 53 1. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan jaminan. 2. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban diantara kreditur dan debitur. 3. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit. Selain uraian di atas, Sutarno juga memberikan beberapa pendapat mengenai fungsi perjanjian kredit, yakni: 54 1. Perjanjian kredit sebagai alat bukti kreditur dan debitur yang membuktikan adanya hak dan kewajiban timbal balik antara bank sebagai kreditur dan debitur. 2. Perjanjian kredit dapat digunakan sebagai alat atau saran pemantauan atau pengawasan kredit yang sudah diberikan, karena perjanjian kredit berisi syarat dan ketentuan dalam pemberian kredit dapat dipantau dari ketentuan perjanjian kredit. 3. Perjanjian kredit merupakan perjanjian kredit yang menjadi dasar dari perjnajian pengikutnya yaitu perjanjian pengikatan jaminan. 4. Perjanjian kredit hanya sebagai alat bukti biasa yang membuktikan adanya hutang debitur, artinya perjanjian kredit tidak mempunyai kedudukan eksekutorial atau memberikan kekuasaan langsung kepada bank atau kreditur 53 Budi Untung, Op. Cit., hlm. 43. 54 Sutarno, Op. Cit., hlm. 129. Universitas Sumatera Utara untuk mengeksekusi barang jaminan apabila debitur tidak mampu melunasi hutangnya wanprestasi. Perjanjian kredit merupakan perjanjian antara pihak bank dengan pihak nasabah. Dengan melihat perjanjiannya, maka sebenarnya perjanjian kredit merupakan perjanjian yang tergolong dalam jenis perjanjian pengganti. Meskipun adanya, namun perjanjian kredit tetap merupakan perjanjian khusus karena di dalamnya terdapat adanya kekhususan, dimana pihak kreditur adalah pihak bank sedangkan objek perjanjian berupa uang. 55 1. Pihak bank Sesuai dengan Pasal 5 UU Perbankan, bank terbagi dalam dua jenis yaitu: a. Bank umum, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional danatau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. b. Bank Perkreditan Rakyat BPR, yaitu yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional danatau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 2. Pihak nasabah Dalam Peraturan Bank Indonesia No. 77PBI2005 jo No. 1010PBI2008 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah Pasal 1 angka 2 yang dimaksud dengan nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pihak yang tidak memiliki rekening namum memanfaatkan jasa bank untuk melakukan transaksi keuangan. Di dalam UU Perbankan dimuat tentang jenis 55 Gatot Suparmono, Perbankan dan Permasalahan Kredit : Suatu Tinjauan Yuridis Jakarta: Djambatab, 1996, hlm. 62. Universitas Sumatera Utara dan pengertian nasabah. Dalam Pasal 1 angka 17 disebutkan bahwa pengertian nasabah yaitu pihak yang menggunakan jasa bank. Jenis-jenis nasabah ada 2, yakni: 56 a. Nasabah penyimpan, yakni nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan. b. Nasabah debitur, nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan. Dari praktik-praktik perbankan, setidaknya dikenal tiga macam nasabah: a. Nasabah deposan, yaitu nasabah yang menyimpan dananya pada suatu bank misalnya dalam bentuk deposito atau tabungan lain. b. Nasabah yang memanfaatkan fasilitas kredit perbankan, misalnya kredit usaha kecil, kredit kepemilikan rumah dan sebagainya. c. Nasabah yang melakukan transaksi dengan pihak lain melalui bank. Misalnya antara importer sebagai pembeli dengan eksportir di luar negeri untuk transaksi semacam ini biasanya importer membuka letter of credit LC pada suatu bank demi kelancaran dan keamanan pembayaran. Dalam kedudukannya sebagaimana subjek hukum yang diakui dalam hukum nasabah terbagi atas dua, yaitu: 57 a. Orang 56 Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000, hlm. 32- 33. 57 Try Widyono, Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia Bandung: Ghalia Indonesia, 2006, hlm. 24-27. Universitas Sumatera Utara Nasabah bank sebagaimana dikaitkan dengan kedudukannya sebagai subjek hukum dapat berupa orang atau badan hukum. Nasabah bank terbagi menjadi orang dewasa dan orang yang belum dewasa. Nasabah orang dewasa hanya diperbolehkan untuk nasabah kredit atau nasabah giro. Sedangkan nasabah simpanan danatau jasa diperuntukkan orang yang belum dewasa, misalnya nasabah tabungan atau nasabah lepas untuk transfer dan lain sebagainya. b. Badan hukum Nasabah berupa badan hukum perlu diperhatikan aspek legalitas badan tersebut, serta kewenangan bertindak dari pihak yang berhubungan dengan bank. Hal ini terkait dengan aspek hukum perseroan corporate law.

C. Sengketa Hukum dalam Perjanjian Kredit Perbankan