Zeolit aktif 36,5870
26.5774 30.4472
38,8604 28.7054
15.3770 17.1881
17.0572 9.1916
Zn Mg
L Zeolit
termodifikasi 39.4578
28,9800 11.1725
36.1635 27,0908
8.4363 6.5643
4.7998 1,2300
EDTA
4.3. Data Persen Penurunan Kadar
Data hasil pengukuran konsentrasi ion CuII, NiII, dan ZnII yang terserap ditujukkan pada lampiran 8 sd 10. dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan:
[X]
terserap
= [X]
awal
- [X]
sisa
, Keterangan :
[X] = konsentrasi ion didalam larutan
Dari data – data persamaan di atas maka dapat ditentukan persentase penurunan kadar ion CuII, NiII, dan ZnII dengan menggunakan persamaan berikut :
Contoh perhitungan : Dari data pada lampiran 8 dengan penambahan zeolit aktif 0,25 gram dengan waktu
kontak 1 jam: Konsentrasi ion CuII awal = 50 mgL
Konsentrasi ion CuII sisa = 28,2213 mgL
Konsentrasi ionCuII yang terserap adalah sebanyak 21,7787 mgL
Maka persentase penurunan kadar ion CuII yaitu :
= 43,56
Data hasil pengukuran konsentrasi ion CuII, NiII, dan ZnII yang terserap dan persentase penurunan kadar ion CuII, NiII, dan ZnII ditunjukkan pada lampiran 8
sd 10
Universitas Sumatera Utara
4.4. Pembahasan 4.4.1. Logam Tembaga Cu
Dari penelitian yang dilakukan, penentuan konsentrasi tembaga dilakukan dengan menentukan intensitasnya menggunakan metode inductively coupled plasma – optical
emission spectrometry pada panjang gelombang 324,754 nm. Kurva kalibrasi larutan standar Tembaga Cu dibuat dengan memvariasikan konsentrasi larutan standar Cu
dengan menggunakan metode Least Square sehingga diperoleh persamaan garis linier Y = 804,8263x + 36,9168. Selanjutnya diperoleh nilai koefisien korelasi r =
0,9999. Hal ini menunjukkan adanya korelasi positif antara konsentrasi dengan intensitas dimana kurva kalibrasi yang baik secara analitik ditunjukkan dengan harga
r ≥ 0,99. Batas deteksi minimum yang diperoleh sebesar 0,1355 mgL dan batas
kuantitasi sebesar 0,4516 mgL. Penentuan batas deteksi dilakukan untuk menentukan konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat dideteksi, meskipun tidak selalu
dapat dikuantifikasi dan penentuan batas kuantitasi dilakukan untuk menentukan konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan
akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan Rohman, 2007.
4.4.2. Logam Nikel Ni
Dari penelitian yang dilakukan, penentuan konsentrasi nikel dilakukan dengan menentukan intensitasnya menggunakan metode inductively coupled plasma – optical
emission spectrometry pada panjang gelombang 231,604 nm. Kurva kalibrasi larutan standar Nikel Ni dibuat dengan memvariasikan konsentrasi larutan standar Ni
dengan menggunakan metode Least Square sehingga diperoleh persamaan garis linier Y = 10790,7495x + 42,8098. Selanjutnya diperoleh nilai koefisien korelasi r =
0,9999. Batas deteksi minimum yang diperoleh sebesar 0,0649 mgL dan batas kuantitasi sebesar 0,2163 mgL.
4.4.3. Logam Seng Zn
Universitas Sumatera Utara
Dari penelitian yang dilakukan, penentuan konsentrasi seng dilakukan dengan menentukan intensitasnya menggunakan metode inductively coupled plasma – optical
emission spectrometry pada panjang gelombang 213,856 nm. Kurva kalibrasi larutan standar seng Zn dibuat dengan memvariasikan konsentrasi larutan standar Zn dengan
menggunakan metode Least Square sehingga diperoleh persamaan garis linier Y = 35254,8765x + 2764,7744. Selanjutnya diperoleh nilai koefisien korelasi r =
0,9999. Batas deteksi minimum yang diperoleh sebesar 0,1355 mgL dan batas kuantitasi sebesar 0,4516 mgL.
4.4.4. Penentuan Kondisi ALat Inductively Coupled Plasma – Optical Emission
Spectrometer ICP-OES
ICP- OES merupakan teknik analisa unsur yang memiliki spesifikasi yang tinggi dan mampu menganalisa multi unsur dalam satu kali analisa.
Kondisi operasi instrument ICP-OES yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa parameter seperti panjang gelombang unsur Cu = 324,754 nm; Ni
= 231,604 nm; dan Zn = 213,856 nm , tegangan PMT photo multiplier tube sebesar 650 Volt, kecepatan aliran gas argon sebesar 1,50 Lmin, energy RF yaitu 1,20 kW,
kecepatan pompa sebesar 20 rpm, ketinggian tungku 8 mm dan lainnya. Langkah pertama untuk penggunaan alat ICP-OES yaitu penyediaan larutan standar dan larutan
sampel dan larutan blanko. Jika konsentrasi sampel terlalu tinggi maka dapat di encerkan dengan akuades kemudian diawetkan dengan penambahan asam sebelum di
analisa dengan ICP-OES. Sistem introduksi sampel terdiri dari nebulizer, spray chamber, dan tungku
ICP ICP torch. Larutan sampel dipompa dengan kecepatan 20 rpm kedalam nebulizer yang akan bercampur dengan gas argon membentuk aerosol. Di dalam spray
chamber ukuran partikel kabut yang besar akan dipisahkan dan dibuang ke tempat pembuanagn sedangkan ukuran partikel yang kecil 1 – 10 µm kemudian dialirkan
dengan aliran gas argon melalui suatu celah ke dalam plasma. Energi plasma digunakan untuk mendisosiasikan sampel kedalam bentuk atom yang kemudian
tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi, dan kemudian kembali ke keadaan dasar dengan memancarkan energi radiasi dengan panjang gelombang karakteristik
Universitas Sumatera Utara
dengan unsur tersebut. Radiasi tersebut kemudian dideteksi oleh detektor multi elemen PMT photo multiplier tube yang diperkuat oleh amplifier. Intensitas radiasi
yang dihasilkan proporsional dengan konsentrasi analit di dalam sampel. Karena kemampuan dari ICP-OES yang mampu mendeteksi unsur renik
hingga ukuran µgg, maka sering diperoleh beberapa gangguan yang disebut sebagai gangguan spektral. Contoh gangguan spectral untuk unsur Ni dapat dilihat pada
gambar berikut :
Dari gambar tersebut ditunjukkan bahwa ada beberapa unsur yang berpotensi menghasilkan gangguan spektral terhadap penentuan intensitas Ni dimana intensitas
unsur – unsur tersebut ikut terdeteksi oleh ICP-OES. Oleh sebab itu pemilihan panjang gelombang sangat penting dalam analisa menggunakan ICP-OES. Panjang
gelombang maksimum untuk Ni yang digunakan dalam penelitian ini adalah 231,604 nm dilihat dari intensitas maksimum yang mampu terdeteksi oleh alat ICP-MS dan
intensitas unsur lain yang terdeteksi oleh ICP-OES pada panjang gelombang yang sama tidak terlalu mempengaruhi penentuan intensitas Ni.
4.4.5. Aktivasi Zeolit
Universitas Sumatera Utara
Zeolit yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Sarulla kecamatan Pahae Jae Tapanuli Utara. Karakterisasi zeolit dilakukan di Laboratorium Pengujian
tekMIRA, Bandung dengan menggunakan XRD yang menunjukkan bahwa zeolit alam tersebut memiliki komposisi mineral anornit dan monmorilonit hasil karakterisasi
diperlihatkan pada lampiran 1. Zeolit alam sarulla diambil secara purposif dan zeolit yang diperoleh memiliki sifat fisik berwarna abu – abu dan kuning. Warna kuning
pada zeolit ini menandakan bahwa zeolit masih mengandung logam – logam pengotor di dalam pori – porinya sehingga harus di aktivasi baik secara kimia maupun fisika
untuk menghilangkan logam pengotor dan meningkatkan daya adsorbsivitasnya. Zeolit terlebih dahulu dikeringkan pada suhu 100
o
C untuk menghilangkan kadar air pada zeolit, kemudian dihaluskan dengan ukuran pori 120 mesh bagan
3.4.2. Selanjutnya zeolit di aktivasi secara kimia dengan menggunakan HCl 15 yang bertujuan untuk membersihkan permukaan pori dan membuang senyawa –
senyawa pengotor. Zeolit tersebut kemudian dicuci dengan akuades hingga bebas klorida. Selanjutnya zeolit diaktivasi secara fisika dengan proses kalsinasi pada suhu
300
o
EDTA berpotensi sebagai ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan ion logam melalui gugus dua nitrogen dan empat karboksilnya. Day,R.A.1998.
Penyerapan zeolit setelah dimodifikasi dengan EDTA terhadap ion CuII, NiII, dan ZnII semakin meningkat dibandingkan zeolit tanpa modifikasi. Hal ini dapat
disebabkan adanya adsorpsi ion melalui interaksi dengan gugus karboksil pada EDTA dan reaksi pertukaran kation dengan kation penyeimbang pada zeolit. Berdasarkan
stoikiometri satu ion logam umumnya dapat diikat oleh satu molekul EDTA 1 : 1 C Simangunsong.V,2010 yang bertujuan untuk menghilangkan air yang masih
tersisa pada pori – pori zeolit serta menguapkan senyawa organik yang melekat pada zeolit bagan 3.4.3.
4.4.6. Modifikasi Zeolit
Dalam penelitian ini zeolit dimodifikasi dengan EDTA bagan 3.4.4. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan mutu dan kapasitas serap zeolit sebagai adsorben
untuk mengadsorbsi ion CuII, NiII, dan ZnII dengan pembentukan kompleks yang lebih stabil dengan EDTA pada permukaan pori – pori zeolit.
Universitas Sumatera Utara
sebagai contoh senyawa kompleks [NiEDTA]
2-
. Senyawa kompleks [NiEDTA]
2-
mempunyai struktur octahedral begitu juga senyawa kompleks [CuEDTA]
2-
dan [ZnEDTA]
2-
,seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini :
Day,R.A.1998
Universitas Sumatera Utara
4.4.7. Pengaruh Berat Zeolit Aktif dan Zeolit Termodifikasi EDTA serta waktu kontak terhadap adsorbsi ion campuran CuII, NiII, dan ZnII
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan adsorpsi zeolit aktif dan zeolit termodifikasi EDTA dalam ion campuran CuII, NiII, dan ZnII
dengan konsentrasi awal masing – masing 50 ppm. Adsorpsi ion CuII, NiII, dan ZnII
dilakukan pada pH dibawah pH pengendapan berdasarkan nilai Ksp dimana pada konsentrasi yang digunakan dalam penelitian ini, maka Cu
2+
akan mengendap pada pH 5,3. Derajat keasaman yang diambil pada adsorbsi ini adalah pada pH 5. Variasi
berat zeolit yang digunakan adalah 0,25 g ; 0,5 g ; dan 1 g dengan waktu kontak 1 jam , 2 jam , dan 3 jam dimana konsentrasi ion ditentukan dengan penentuan
intensitascs menggunakan inductively coupled plasma-optical emission spectrometer dengan panjang gelombang Cu = 324,754nm ; Ni = 221, 647, dan Zn =
213,856 nm. Hasil penelitian menunjukkan persen penurunan kadar ion terbesar terjadi dengan penambahan zeolit aktif dan zeolit termodifikasi EDTA sebanyak 1 g.
Hal ini dapat disebabkan karena jumlah adsorben yang semakin banyak sehingga semakin besar jumlah adsorbat yang mampu diserap oleh pori – pori zeolit. Dan waktu
kontak maksimum antara adsorben dengan adsorbat yang diperoleh untuk menghilangkan ion – ion tersebut terjadi dengan waktu kontak 3 jam. Hal ini
menunjukkan bahwa ion – ion tersebut dapat tertahan dengan baik pada pori – pori zeolit aktif maupun zeolit termodifikasi EDTA. Persen penurunan kadar ion untuk
berat zeolit sebanyak 1 g dan waktu kontak 3 jam untuk ion CuII, NiII, dan ZnII yaitu CuII = 95,9888 , NiII = 77,9232 , dan ZnII = 81,6168 untuk zeolit
aktif dan CuII = 98,7945, NiII = 96,0695 , dan ZnII = 97,5400 untuk zeolit
termodifikasi EDTA.
.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Hasil penelitian menunjukkan kapasitas adsorpsi ion CuII, NiII, dan ZnII
2. Adsorpsi ion CuII, NiII, dan ZnII
oleh zeolit termodifikasi EDTA lebih tinggi dibandingkan dengan zeolit tanpa
dimodifikasi.
dengan menggunakan zeolit termodifikasi EDTA dan zeolit aktif terbaik pada waktu kontak 3 jam dengan berat zeolit 1
gram dimana diperoleh persen penurunan yang dihasilkan dengan penambahan zeolit aktif untuk ion CuII, NiII, dan ZnII
berturut – turut sebasar 95,99; 77,92; dan 81,6168, dan persen penurunan dengan penambahan zeolit
termodifikasi EDTA untuk ion CuII, NiII, dan ZnII
5.2. Saran
berturut – turut sebesar
98,79; 96,0694; dan 97,5400.
1. Memodifikasi zeolit dengan menggunakan zat pengkompleks yang bervariasi
2. Menggunakan zeolit termodifikasi EDTA terhadap logam berat yang lebih
bervariasi dengan mengatur pH campuran antara adsorben dengan logam 3.
Melakukan uji karakterisasi untuk mengetahui interaksi yang terjadi antara EDTA dengan zeolit alam dengan menggunakan X-Ray Difraction XRD
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Zeolit Alam