A. Mukti Ali, Op Cit, hal 33-34.

Sultan Salim III 1789-1807 M, pengganti sultan Ahmad III, melanjutkan pembaharuan yang gagal karena dihambat oleh Syaykh al-Islam dengan melakukan langkah-langkah pembaharuan sebagai berikut: pertama, restrukturisasi pemerintahan sehingga efektif dan efisien dan memperjelas hubungan pusat dengan daerah; kedua, rekrutmen pegawai secara professional dan menghilangkan pola lama yang di dasarkan pada pertimbangan nepotisme; ketiga, pendirian sekolah dan balai latihan dengan mendatangkan instruktur dari Perancis; keempat, menghilangkan hak istimewa militer Janisari, 56 dan mengharuskan mereka mengikuti seleksi berdasarkan profesionalisme, dan mengikuti pendidikan serta latihan militer yang diprogram oleh sultan di bawah instruktur dari Perancis. 57 Gerakan pembaharuan yang di program oleh sultan Salim III mendapat perlawanan dari Janisari dan gerakan perlawanan Janisari terhadap sultan Salim III mendapat dukungan dari ulama dengan memfatwakan bahwa gerakan pembaharuan yang diprogram oleh sultan Salim III bertentangan dengan agama dan tradisi. 58 Pengganti sultan Salim III adalah sepupunya, sultan Mahmud II. Mahmud II naik menggantikan Salim III dari posisi yang sangat lemah, sehingga dia harus sangat berhati-hati dalam bertaktik. Mahmud II dapat berkuasa menggantikan sultan Salim III dikarenakan tidak ada lagi laki-laki pengganti sultan selain Sultan Salim III berhasil dikalahkan oleh para penentangnya. B.2. Masa Pemerintahan Mahmud II 56 Sebelumnya, militer Janisari memiliki hak istimewa, yaitu anak dari anggota militer Janisari dapat menjadi militer tanpa proses seleksi. 57

H. A. Mukti Ali, Op Cit, hal 33-34.

58 Erik J. Zurcher, Sejarah Modern Turki, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2003 Hal 22. Universitas Sumatera Utara dirinya. Ia menghabiskan waktu 15 tahun di masa kekuasaannya untuk membangun basis kekuasaan. Ini berarti bahwa ia harus mengangkat para pendukungnya yang terpercaya untuk menduduki jabatan-jabatan penting di bidang administrasi, hierarki ulama, dan angkatan perang. Mahmud II dan para pembantunya berhasil membentuk kembali kontrol atas sebahagian besar wilayah Usmani tengah, namun dalam beberapa kasus penting mereka mengalami kegagalan. Pada tahun 1804 M pemberontakan yang dipimpin oleh Kara George meletus di Serbia, menentang tindakan kejam yang dilakukan oleh tentara Janisari lokal. Namun tentara Usmani berhasil menumpas pemberontakan ini di tahun 1813 M. Wilayah terpenting yang lepas dari Usmani dalam periode ini adalah provinsi Mesir yang berpenduduk hampir 4 juta orang. Lepasnya wilayah ini adalah hasil karya seorang Gubernur Usmani di Mesir yaitu Mehmed Ali. Pada tahun-tahun ketika Mahmud II perlahan-lahan memperkuat kekuasaannya terhadap para aparatur pemerintahan dengan cara menyusupi dengan para pendukungnya, gubernur Mesir mendemonstrasikan apa yang bisa di capai melalui konsentrasi efektif seluruh kekuatan di pusat. Mehmed Ali adalah orang Albania dari Yunani utara, yang datang ke Mesir sebagai perwira dari kontingen Albania dalam angkatan perang Usmani melawan Perancis. Di tahun 1803, dia menjadi pemimpin korps itu dan menetapkan dirinya sebagai penguasa de facto Mesir dan pada tahun 1808, ia diakui secara resmi oleh sultan sebagai gubernur Mesir. 59 59 Erik J. Zurcher, ibid, hal 30-33. Universitas Sumatera Utara Mehmed Ali menempuh langkah yang lebih drastis ketimbang apa yang dilakukan oleh para reformis Usmani sebelumnya untuk mengatasi dua masalah utama dari upaya modernisasi angkatan perang: kurangnya pendapatan negara dan kurangnya sumber daya manusia yang bisa diandalkan dari luar jajaran militer. Setelah melakukan percobaab tertentu, Mehmed Ali dapat mengatasi kekurangan sumber daya manusia dengan melakukan inovasi radikal, yaitu dengan memberlakukan wajib militer di tahun 1822. masalah moneter tidak pernah teratasi sepenuhnya, namun Mehmed Ali jauh lebih berhasil dibandingkan dengan orang-orang Usmani di zamannya dalam meningkatkan pendapatan untuk membiayai angkatan perang baru yang memerlukan biaya mahal. 60 Atas permintaan sultan, tentara Mesir mendarat di Morea tahun 1825. sementara tentara Jenisari gagal, mereka berhasil gemilang dan dalam dua tahun berikutnya mereka berhasil menaklukkan sebahagian besar wilayah itu. Hanya dominasi angkatan laut Yunani, yang mampu mensuplai senjata dan makanan kepada para pemberontak, yang mencegah runtuhnya pemberontakan itu secara Dalam tahun-tahun pertama pemerintahannya, sultan dalam posisinya yang makin lemah tidak mempunyai pilihan lain kecuali meminta bantuan kepada rakyatnya yang pailing kuat, pertama-tama untuk memerangi kaum fundamementalis Wahabbi di kalangan suku-suku Arab tengah, yang mengancam kekuasaan Usmani atas tempat-tempat suci Islam, Mekkah dan Madinah, dan pada tahun 1824 untuk membantu menumpas pemberontakan warga Yunani, sesuatu yang tidak pernah bisa diselesaikan oleh tentara Jenisari. B.2.1. Pemberontakan Yunani dan Perang dengan Rusia 60 Erik J. Zurcher, ibid, hal 34-35. Universitas Sumatera Utara total. Dalam menghadapi malapetaka militer itu, perlawanan warga Yunani kini diselamatkan oleh inervensi Eropa. Di Eropa muncul simpati besar terhadap para pemberontak Yunani, sebagian besar berada di Inggris dan Rusia. Simpati publik terhadap para pemberontak itu tidak diwujudkan dalam dukungan politik, kecuali oleh Rusia. Tsar Alexander I berupaya mengajak kekuatan-kekuatan besar lainnya dari Eropa untuk ikut campur dalam konflik tersebut dan mendukung berdirinya sebuah negeri Yunani yang otonom. Namun negara Eropa yang lain tidak terlalu antusias, sebab mereka kuatir Yunani nantinya akan menjadi negara boneka Rusia. Aspek dari situasi ini berubah setelah meninggalnya Alexander dan naik tahtanya Nicholas I pada bulan Desember 1825 M. Kaisar baru itu menyatakan bahwa jika tidak ada kesepakatan sama sekali dengan kekuatan-kekuatan lain, Rusia akan melakukannya sendirian. Melihat ancaman Rusia tersebut, Inggris kemudian menyetujui otonomi Yunani tahun 1826 dan kemudian pada bulan Juni 1827 Inggris, Perancis, Rusia bersama-sama memutuskan untuk mengintervensi dengan mendesak dilakukannya gencatan senjata bagi pihak-pihak yang bertikai dengan demikian menyelamatkan para pemberontak. Ketika pemerintah Usmani menolak untuk mengakui mediasi ketiga negara tersebut, armada laut mereka pertama-tama memblokade angkatan laut Usmani dan Mesir di pelabuhan Navarino di pesisir barat Moreo, dan kemudian tanggal 20 Oktober menghancurkan armada laut Usmani dan Mesir tersebut, melumpuhkan kekuatan ekspedisi Mesir. Hal ini secara efektif malah mempertajam konflik itu, karena meskipun Mehmed Ali setuju untuk menarik pasukannya dari wilayah Balkan, pemerintah di Istambul menolak untuk Universitas Sumatera Utara menerima kenyataan yang ada, yang mengakibatkan perang besar melawan Rusia dan mengakibatkan kekalahan Usmani. Dalam perjanjian Edirne bulan September 1829, Usmani harus mengakui kemerdekaan Yunani dan otonomi wilayah Moldavia dan Wallachia serta Serbia, di tambah dengan beberapa distrik Usmani. Bahwa yunani di peta sebagai sebuah negara kecil saja, dan hanya sebagian kecil yang memenuhi tuntutan serta rencana kaum nasionalis Yunani, hal itu disebabkan oleh fakta bahwa Inggris, Perancis, dan Austria lebih menyukai kesultanan Usmani yang lunak daripada negeri Yunani yang kuat yang didominasi oleh pengaruh Rusia. 61 Setelah terlepas dari konflik mengenai kemerdekaan Yunani, Mesir banyak kehilangan armada lautnya serta mengalami pengeluaran anggaran yang sangat besar, sehingga ia harus mencari kompensasi pada daerah lain. Pertama- tama mengadakan perjanjian dengan pemerintah Perancis. Secara historis Mesir mempunyai hubungan erat dengan Perancis. Mesir pernah menjadi wilayah pendudukan Prancis di bawah Napoleon serta para perwira Perancis memainkan peran penting dalam membentuk dan melatih angkatan perang Mehmed Ali. Hasil perjanjian itu adalah mengenai pendudukan Mesir atas provinsi-provinsi Usmani di Afrika Utara, dan Perancis akan mendapat konsesi politik dan ekonomi di B.2.2. Krisis Mesir Konflik antara sultan Usmani dengan gubernur Mesir merupakan krisis yang paling gawat bagi Turki Usmani melampaui dengan lepasnya Yunani dari kekuasaan Usmani. 61 Erik J. Zurcher, ibid, hal 35-37. Universitas Sumatera Utara daerah itu. Rencana itu tidak berhasil, malah akhirnya Perancis memutuskan untuk menduduki Aljazair. Setelah kegagalan itu, Mehmed Ali berpaling ke Inggris dengan tujuan yang sama, tetapi Inggris menolak untuk bekerja sama, dia menolak untuk bergerak sendirian. Ia memanfaatkan konflik dengan gubenur Usmani di Acre mengenai penolakan gubernur untuk mengembalikan kaum petani Mesir yang telah melarikan diri dari kawasan itu, sebagai dalih bagi kampanye berskala luas untuk menaklukkan Syria pada tahun 1831. Setelah perlawanan dasyat oleh gubernurnya, Acre jatuh pada bulan Mei 832 M. Di bulan Juli putra Mehmed Ali, Ibrahim Pasha, yang menjadi komandan angkatan perang Mesir, dua kali mengalahkan tentara Usmani, menyempurnakan pendudukan atas Syria. Pemerintah Usmani kemudian memecat secara resmi Mehmed Ali dan menyatakan bahwa dia adalah pemberontak. Kemudian dia memerintahkan pasukannya untuk bergerak ke Anatolia, di mana pada 27 Desember 1832, mereka mengalahkan pasukan Usmani dekat Konya. Bencana ini membuka jalan bagi warga Mesir untuk memasuki ibukota Usmani. Mehmed Ali menunggu kesempatan baik sambil mencoba membuka ruang negosiasi. Pemerintah Usmani mati-matian mencari dukungan dari luar negeri untuk melawan Mehmed Ali. Inggris menolak terlibat aktif, sementara kanselir Austria juga bersikap seperti Inggris. Sultan kemudian mengalihkan perhatiannya pada Rusia, yang juga musuh tradisional Usmani. Rusia yang melihat Mehmed Ali sebagai boneka Perancis, melihat adanya kesempatan mendapatkan kemenangan diplomatik yang besar dan karena itu menawarkan bantuan militer kepada pemerintah Usmani. Universitas Sumatera Utara Ketika negosiasi antara Mehmed Ali dengan sultan gagal lagi dan angkatan perang Ibrahim Pasha sudah mulai bergerak ke Istanbul, pasukan Rusia mendarat di Bosphorus pada tanggal 5 April 1833. mereka secara efektif menghadang gerak Ibrahim Pasha yang akan menyerang ibukota, namun mereka tidak berada dalam posisi yang tepat dan tidak memiliki jumlah tentara yang memadai untuk penyerangan. Sultan dengan demikian tidak mempunyai pilihan lain kecuali menerima substansi tuntutan-tuntutan yang dibuat oleh Mehmed Ali dan harus mengangkatnya menjadi gubernur Syria pada bulan Mei. Anaknya, Ibrahim Pasha, dijadikan kolektor pajak di distrik Adana. Pasukan Rusia mendapat penghargaan diplomatik. Mahmud II tidak pernah sungguh-sungguh mengakui kehilangan provinsi Syria dan mencari-cari kesempatan untuk membalas dendam. Pada bulan April 1839 sultan merasa cukup kuat untuk menyerang angkatan perang Mesir di Syria utara. Hasilnya adalah kekalahan Usmani di Nizip. Yang lebih buruk lagi, segera setelah itu panglima angkatan laut Usmani di Mediterania, yang mendengar kabar bahwa armada lautnya akan di tarik mundur dari perairan itu, berlayar ke Alexandria dan menyerahkan armada laut Usmani ke pada angkatan perang Mesir. 62 Mahmud II menyadari bahwa angkatan perang modern tidaklah cukup, dan bahwa organisasi birokrat yang efektif juga diperlukan dalam mengendalikan negara. Di tingkat pusat, upaya-upaya sultan untuk mencapai tujuan itu terdiri dari tiga hal, pertama, dia melakukan langkah-langkah untuk memberi para petugas administrasi, secara individual maupun kolektif, status yang lebih terjamin. Pada 62 Erik J. Zurcher, ibid, hal 38-40 Universitas Sumatera Utara tahun 1826 dia menghapuskan kebiasaan lamanya, yakni mengambil alih harta milik para petinggi yang tidak disukai. Tahun 1834 dia menghapuskan cara lama dalam pengangkatan kembali para fungsionaris tinggi pemerintahan, yang biasanya setahun sekali. Kedua, dia menggantikan sistem pemerintahan sublime porte yang masih tradisional dan campur aduk dengan divisi kerja yang sesuai bagi ambisi-ambisi baru pemerintah pusat.

C. Era Tanzimat Reformasi