BAB III PENGADILAN NIAGA DAN KLAUSULA ARBITRASE
A. Pengertian Pengadilan Niaga
Pengadilan Niaga adalah pengadilan yang secara khusus berwenang menangani perkara kepailitan, kewenangan pengadilan Niaga adalah mutlak
walaupun sebelumnya para pihak telah melakukan perjanjian arbitrase. Permasalahan yang diangkat dari penelitian ini adalah sejauhmana sejauh mana
kewenangan Pengadilan Niaga mengadili perkara kepailitan dalam kaitannya dengan keberadaan perjanjian arbitrase, bagaimana bentuk penanganan perkara
kepailitan pada pengadilan niaga, dan, dan untuk mengetahui akibat hukum putusan pailit yang dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga terhadap para pihak yang berperkara.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Pengadilan Niaga berwenang memutus perkara kepailitan walaupun para pihak telah melakukan perjanjian
arbitrase, karena arbitrase merupakan suatu prosedur penyelesaian sengketa yang bertujuan menyelesaikan perselisihan para pihak akibat dilanggarnya ketentuan-
ketentuan dalam perjanjian, sedangkan kepailitan berhubungan dengan status personal seseorang.
Penanganan perkara Kepailitan pada Pengadilan Niaga dilakukan berdasarkan tata cara yang telah diatur dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004
Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang pada Pasal 6 sampai dengan Pasal 14. Apabila tidak diatur secara khusus oleh Undang-Undang
Kepailitan maka penanganan diatur berdasarkan hukum acara perdata yang berlaku. Dalam Pasal 24 Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang, pernyataan pailit mengakibatkan 27
Universitas Sumatera Utara
debitur demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya, terhitung sejak pernyataan putusan kepailitan.
B. Sejarah Lahirnya Pengadilan Niaga
Pengadilan Niaga merupakan pengadilan sehari-hari bagi golongan rakyat yang berkecimpung dalam dunia usaha perniagaan, perdagangan, perekonomian,
keuangan, perbankan, industri dan sebagainya, yang didalam menjalankan manajemen perusahaan sering mengalami masa pertumbuhan dan masa kesulitan
atau bahkan menuju kebangkrutan. Secara khusus Pengadilan Niaga yang dibentuk atas dasar Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang PERPU yang
menangani secara terbatas masalah-masalah yang berkaitan dengan kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran hutang PKPU. Pembentukan Pengadilan Niaga
ini merupakan diferensiasi atas Peradilan Umum yang dimungkinkan pembentukannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang
Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman. Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Kepailitan, peradilan khusus ini disebut Pengadilan Niaga. Diundangkannya Undang-Undang Kepailitan sebagai perbaikan terhadap
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Kepailitan dan membawa beberapa perubahan penting, diantaranya adalah pembentukan Pengadilan Niaga
sebagai wadah untuk menyelesaikan perkara kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang PKPU. Pembentukan Pengadilan Niaga merupakan
terobosan fenomenal diantara berbagai upaya lainnya. Pembentukan Pengadilan
Universitas Sumatera Utara
Niaga merupakan suatu langkah awal bagi reformasi peradilan untuk memenuhi kebutuhan dalam bidang perekonomian.
10
Ada beberapa hal yang menjadi alasan mengapa Pengadilan Niaga perlu dibentuk. Salah satunya adalah keadaan ekonomi Indonesia saat itu yang
diperkirakan akan mengalami lonjakan besar kasus kepailitan. Pembentukan Pengadilan Niaga juga dimaksudkan sebagai model percontohan bagi pengadilan
Indonesia yang dapat bekerja secara baik dan tertib. Rencana untuk memiliki institusi sejenis Pengadilan Niaga telah bergulir sejak diundangkannya Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 1970 mengenai Kekuasaan KeHakiman. Selain membagi kekuasaan pengadilan di 4 empat lingkungan peradilan, menurut undang-undang
ini juga tidak tertutup kemungkinan diadakannya suatu pengkhususan diferensiasispesialisasi di masing-masing lingkungan peradilan. Misalnya dalam
Peradilan Umum dapat diadakan pengkhususan berupa Pengadilan Lalu Lintas, Pengadilan Anak-anak, Pengadilan Ekonomi, dan sebagainya sesuai dengan aturan
dalam Undang- Undang.
11
Hal senada juga ditegaskan dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum mengenai Peradilan Umum yang menyebutkan
bahwa dalam lingkungan peradilan umum dapat diadakan pengkhususan yang diatur dalam undang-undang.
Pengkhususan inilah yang kini diwujudkan dalam bentuk Pengadilan Niaga yang dikenal saat ini. Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang tersebut mengemukakan :
Yang dimaksud dengan diadakan pengkhususan ialah diadakannya diferensiasispesialisasi di lingkungan peradilan umum, misalnya Pengadilan Lalu
10
MaPPI FHUI, 2005, Pengembangan Karir Serta Pendidikan Latihan Hakim Niaga, http :www.pemantauperadilan.com
11
Sutan Remy Sjahdeini, Op Cit, Halaman 147
Universitas Sumatera Utara
Lintas, Pengadilan Anak, Pengadilan ekonomi. Pada dasarnya telah pernah ada contoh pengkhususan pada Pengadilan Umum, yaitu Pengadilan Ekonomi pada
tahun 1955. Pengadilan Ekonomi pada saat itu mempunyai kewenangan yang istimewa
dalam memeriksa perkara-perkara tindak pidana ekonomi secara khusus oleh Hakim-Hakim istimewa yang memang mempunyai keahlian khusus di bidang itu.
12
Pengkhususan ini kemudian diikuti dengan pembentukan Pengadilan Anak sebagai hasil dari keleluasaan yang diberikan oleh Pasal 10 Undang-Undang Nomor
14 Tahun 1970. Kedua pengkhususan pengadilan ini terlihatberbeda. Pengadilan ekonomi bukan saja mempunyai kekhususan pada hukum acara namun juga
mempunyai Hakim ekonomi khusus, jaksa khusus, serta gedung yang khusus pula. Berbeda halnya dengan Pengadilan Anak yang hanya mempunyai hukum acara
yang khusus saja. Meskipun disebutkan bahwa dalam Pengadilan Anak diperlukan Hakim yang khusus namun pada kenyataanya Hakim ini adalah Hakim umum yang
mendapat pelatihan khusus untuk menjadi Hakim Anak. Kemudian hanya di Bandung saja yang mempunyai gedung khusus bagi Pengadilan Anak, selain itu
semua gedung Pengadilan Anak tetap menyatu dengan gedung Pengadilan Negeri. Kenyataan saat ini menunjukan bahwa Pengadilan Niaga lebih diperlakukan
sebagai pengkhususan pengadilan seperti yang dicontohkan oleh Pengadilan Anak daripada pengadilan pengkhususan seperti yang dicontohkan oleh Pengadilan
Ekonomi di tahun 1955. Dengan demikian tak heran apabila sistem pendukung pengadilan seperti sistem kepegawaian Hakim, sistem kepegawaian staf-staf
pengadilan lainnya, dan sistem pengadaan infrastruktur pengadilan tunduk pada peraturan yang berlaku di Peradilan Umum.
12
Andi Hamzah, 1986, Hukum Pidana Ekonomi, Erlangga, Jakarta, halaman. 5
Universitas Sumatera Utara
Kecenderungan ini bukan saja diberlakukan pada Pengadilan Niaga saja tetapi juga pada semua pengadilan baru lain yang merupakan pengkhususan dari 4
lingkup Pengadilan pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970. Hal ini menunjukan bahwa Pasal 10 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970
diterjemahkan sebagai suatu pengkhususan pada prosedur suatu perkara tertentu saja tanpa kekhususan lain pada sistem pendukung Pengadilan tersebut. Keadaan
ini dianggap telah melenceng dari tujuan awal semula yang memaksudkan Pengadilan Niaga untuk mendekati contoh pengkhususan Pengadilan Ekonomi,
dengan segala perangkat istimewa untuk mengatasi perkara-perkara niaga yang dikhawatirkan dan diperkirakan akan membludak akibat krisis ekonomi di
Indonesia pada saat itu. Secara konvensi teori perundang-undangan, pembentukan suatu pengadilan
khusus biasanya dilakukan melalui satu undang-undang tersendiri yang mengamanatkan pembentukannya tersebut. Keistimewaan pembentukan Pengadilan
Niaga tersebut tak lepas dari upaya perbaikan terhadap peraturan mengenai kepailitan yang ada sebelum tahun 1998, yaitu Failissement Verordening FV
Staatsblaad 1905 No. 217 tahun 1906 No. 348. Upaya perbaikan tersebut dianggap merupakan salah satu solusi utama yang perlu mendapat prioritas karena Indonesia
mengalami krisis perekonomian pada tahun 1998, sehingga lahirlah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 tahun 1998, yang kemudian oleh Dewan Perwakilan Rakyat menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 Undang-Undang Kepailitan.
Dalam Undang-Undang inilah pendirian Pengadilan Niaga diatur, yaitu dalam Pasal 1 angka 1, Pasal 280 angka 2 serta Pasal 281. Penjelasan Pasal 1 angka 1
Undang-Undang kepailitan menyebutkan: “Yang dimaksud dengan Pengadilan
Universitas Sumatera Utara
adalah Pengadilan Niaga yang merupakan pengkhususan pengadilan dibidang perniagaan yang dibentuk dalam lingkungan Peradilan Umum…..”
Pembentukan Pengadilan Niaga adalah dipisahkannya yurisdiksi untuk memeriksa permohonan pailit dari Pengadilan Negeri kepada Pengadilan Niaga.
Undang-undang mengatur bahwa dengan dibentuknya Pengadilan Niaga, maka permohonan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran hutang hanya dapat
diperiksa oleh Pengadilan Niaga. Undang-Undang Kepailitan hanya memerintahkan pembentukan satu Pengadilan Niaga, yaitu pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Namun secara bertahap, dengan memperhatikan kebutuhan dan kesiapan sumber daya manusia, maka keberadaan Pengadilan Niaga akan diperluas ke daerah-daerah
lain. Tidak lama setelah Pengadilan Niaga beroperasi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, maka melalui Keputusan Presiden No. 97 Tahun 1999, pemerintah
membentuk Pengadilan Niaga pada empat wilayah Pengadilan Negeri lainnya, yaitu di Pengadilan Negeri Ujung Pandang, Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan
Surabaya, dan Pengadilan Semarang. Sebelum pembentukan Pengadilan Niaga di wilayah lain, maka Pengadilan
Niaga Jakarta Pusat berwenang untuk menerima permohonan pailit atas debitur di seluruh wilayah Indonesia. Dengan dibentuknya empat Pengadilan Niaga Tersebut,
maka pembagian wilayah yurisdiksi relatif bagi perkara yang diajukan kepada Pengadilan Niaga menjadi sebagai berikut. Daerah hukum Pengadilan Niaga pada
Pengadilan Negeri Ujung Pandang meliputi wilayah propinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku, dan Irian Jaya.
Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan meliputi Propinsi Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu dan Daerah Istimewa
Aceh.
Universitas Sumatera Utara
Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya meliputi propinsi Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur,
Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Timor-Timur. Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang
meliputi propinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Pembagian ini sekaligus mereduksi kewenangan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat, sehingga hanya daerah hukumnya hanya meliputi Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Jawa Barat, Lampung, Sumatera Selatan dan Kalimantan Barat.
Bagi permohonan pailit yang tengah dalam proses penyelesaian di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat diperkenankan untuk menyelesaikan permohonan pailit
tersebut di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Sedangkan bagi permohonan pailit yang sudah diajukan namun belum diproses, maka penanganannya dapat mulai dialihkan
ke Pengadilan lain yang memiliki kewenangan relatif tersebut. C. Rancangan Undang-Undang RUU tentang Pengadilan Niaga
Eksistensi Pengadilan Niaga di Indonesia telah ada sejak tahun 1998 pada saat krisis moneter melanda Negara Indonesia melalui PERPU No. 1 Tahun 1998
yang kemudian disahkan dengan UU No. 4 tahun 1998 tentang Kepailitan UU mana kemudian diganti dengan UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
PKPU. Keberadaan Pengadilan Niaga ini tidak lepas dari tuntutan kebutuhan perangkat hukum yang dapat menyelesaikan sengketa di bidang komersial.
Sejak terbentuknya hingga saat ini, Pengadilan Niaga sudah menangani dan menyelesaikan banyak kasus khususnya di bidang Kepailitan dan Hak Atas
Kekayaan Intelektual HAKI. Keberadaan lembaga ini tidak bisa dinafikan memiliki peran yang sangat besar dalam dunia peradilan dan penyelesaian
Universitas Sumatera Utara
perselisihan di bidang komersial. Namun, dasar hukum atas keberadaan Pengadilan Niaga ini masih tersebar di peraturan perundang-undangan kepailitan dan HAKI,
serta belum diatur di dalam UU tersendiri. Selain itu, kompetensi dan kewenangan Pengadilan Niaga saat ini masih sebatas dalam penanganan dan penyelesaian kasus
di bidang kepailitan dan HAKI. Padahal, kasus-kasus di bidang komersial cukup luas cakupannya. Alhasil, terdapat beberapa pertanyaan yang perlu dijawab tentang
apakah pengadilan niaga telah memiliki karakteristik kelembagaan yang telah memenuhi persyaratan dalam mengadili perkara-perkara di bidang perniagaan.
Sehubungan dengan yang dikemukakan singkat di atas dan sehubungan dengan rekomendasi yang ditawarkan oleh Cetak Biru dan Rencana Aksi tentang
Pengadilan Niaga yang dibuat oleh Tim Pengarah Pengadilan Niaga, Indonesia Anti Corruption Commercial Court Enhancement In ACCE Project berinisiatif
menyusun RUU tentang Pengadilan Niaga yang melibatkan beberapa stakeholder terkait diantaranya Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat, Advokat, Kurator, LSM, akademisi, dan media. Dan kegiatan terkini yang dilakukan adalah rapat pembahasan tim yang menghasilkan RUU
Pengadilan Niaga versi terakhir dan Notulen Rapat dalam membahas permasalahan fundamental tentang keberadaan Pengadilan Niaga di Indonesia.
D. Hukum Acara Perdata yang berlaku di dalam Pengadilan Niaga