Subekti dan Tjitrosoedibyo, 1989, Kamus Hukum , Pradnya Paramita, Jakarta, halaman

dikuasai oleh balai harta peninggalan selaku curtirice pengampu dalam usaha kepailitan tersebut untuk dimanfaatkan oleh semua kreditur. 8 Dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan menyebutkan defenisi kepailitan, yaitu : 1 Kepailitan berarti penyitaan umum dari semua aset dari Debitur Pailit yang akan dikelola dan dilikuidasi oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur di dalamnya; 2 Kreditur harus berarti orang yang memiliki piutang dari perjanjian atau hukum yang dapat dikumpulkan sebelum pengadilan; 3 Debitur berarti seseorang yang memiliki hutang yang mungkin dituntut untuk membayar sebelum pengadilan; 4 Pailit Debitur adalah suatu debitur yang telah dinyatakan pailit dengan keputusan pengadilan; 5 Kurator akan berarti Orphans Chamber atau individu yang ditunjuk oleh pengadilan untuk mengelola dan melikuidasi aset Pailit Debitur di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur di dalamnya; 6 Hutang akan berarti suatu kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam satuan moneter di bawah Indonesia atau mata uang asing yang ada sekarang atau setelahnya atau kontingen yang timbul dari perjanjian atau sesuai dengan hukum yang berlaku dan harus dipenuhi oleh Debitur, yang gagal Kreditur menjadi berhak untuk memulihkan pinjaman dari aset dari Debitur; 7 Pengadilan berarti pengadilan niaga dalam pengadilan publik; 8

R. Subekti dan Tjitrosoedibyo, 1989, Kamus Hukum , Pradnya Paramita, Jakarta, halaman

85. Universitas Sumatera Utara 8 Hakim Pengawas berarti Hakim ditunjuk oleh pengadilan pada keputusan pailit atau penundaan kewajiban pembayaran hutang; 9 Hari adalah hari kalender dan apabila hari terakhir periode jatuh pada hari Minggu atau hari libur, hari berarti hari berikutnya. 10 Periode berarti durasi waktu yang mengecualikan hari dimulai pada periode. 11 Orang harus berarti alam atau perusahaan orang termasuk perusahaan dalam bentuk badan hukum atau tidak dalam likuidasi.

2. Sejarah Peraturan Kepailitan dan Tujuan Kepailitan.

2.1. Sejarah peraturan Kepailitan Peraturan khusus tentang kepailitan, sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda, pada awalnya diatur dalam Wetboek van Koophandel W.v. K. Buku ketiga, yang berjudul van vorrzieningen in geval van onvermogen van kooplieden. Kemudian peraturan ini dicabut dan diganti pada tahun 1905 dengan diundangkannya Faillissements Verordening S.1905-217 yang dinyatakan mulai berlaku tanggal 1 November 1906. 9 Kemudian peraturan ini disempurnakan kembali dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Kepailitan dan akhirnya pada tanggal 9 September 1998 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 Tentang perubahan atas Undang-Undang Kepailitan itu telah ditetapkan menjadi Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 Tentang Kepailitan. Kemudian pada tahun 2004 peraturan ini kembali disempurnakan dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Membayar Hutang. Dengan diundangkannya Perpu No. 1 tahun 1998 tersebut, yang kemudian 9 Sutan Remy Sjahdeini, Op Cit, halaman 25 Universitas Sumatera Utara disahkan oleh DPR dengan mengundangkan Undang-Undang No. 4 tahun 1998 tersebut, maka tiba-tiba Peraturan Kepailitan Faillissements Verordening S. 1905 No. 217 jo S. 1906 No. 348 yang praktis sejak lama sudah tidak beroperasi lagi, menjadi hidup kembali. Sejak itu, pengajuan permohonan-permohonan pernyataan pailit mulai mengalir ke Pengadilan Niaga dan bermunculanlah berbagai putusan pengadilan mengenai perkara kepailitan Dasar umum kepailitan adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata khususnya Pasal 1131 dan Pasal 1132. Sedangkan dasar khusus tentang kepailitan di Indonesia, diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang. 2.2. Tujuan utama Kepailitan Tujuan utama Kepailitan adalah untuk melakukan pembagian antara para kreditur atas kekayaan debitur oleh kurator. Kepailitan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditur dan menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama sehingga kekayaan debitur dapat dibagikan kepada semua kreditur sesuai dengan hak masing-masing.

B. Lembaga Kepailitan dan pihak-pihak yang berhak dalam Kepailitan